BAB III

25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian yang bersifat terapan, dimana penelitian ini dapat segera dirasakan oleh kalangan yang menggunakan untuk menentukan masalah sehingga hasil penelitian dapat segera diaplikasikan. Menurut Sugiyono (2009 : 11) menyatakan bahwa penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Penelitian terapan ini termasuk kedalam klasifikasi penelitian berdasarkan teknik pengumpulan data dalam kelompok kuantitatif. Penelitian ini berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan perusahaan. 3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Perusahaan Tambang Batubara Bawah Tanah PT. Allied Indo Coal Jaya yang 38

description

pembahasan

Transcript of BAB III

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian yang bersifat

terapan, dimana penelitian ini dapat segera dirasakan oleh kalangan yang

menggunakan untuk menentukan masalah sehingga hasil penelitian dapat segera

diaplikasikan.

Menurut Sugiyono (2009 : 11) menyatakan bahwa penelitian terapan

dilakukan dengan tujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan

suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis.

Penelitian terapan ini termasuk kedalam klasifikasi penelitian berdasarkan

teknik pengumpulan data dalam kelompok kuantitatif. Penelitian ini berorientasi

kepada pemenuhan kebutuhan perusahaan.

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Perusahaan Tambang Batubara Bawah

Tanah PT. Allied Indo Coal Jaya yang terletak di Desa Salak, Kecamatan Talawi,

Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

3.2.2 Lokasi Dan Kesampaian Daerah

Secara administratif konsesi penambangan PT. Allied Indo Coal Jaya

berada di Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kotamadya Sawahlunto, Provinsi

Sumatera Barat, wilayah tersebut terletak di sebelah Timur Laut Kota Padang.

Secara geografis Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. AICJ terletak pada

38

39

koordinat 100º46’48’’ BT - 100º48’47’’ BT dan 0º35’34’’ LS - 0º36’59’’ LS,

dengan batas lokasi kegiatan sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Wilayah Desa Batu Tanjung dan Desa Tumpuak Tangah,

Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto

2. Sebelah Timur : Wilayah Jorong Bukit Bua dan Koto Panjang Nagari V

Koto, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung

3. Sebelah Selatan : 1. Wilayah Jorong Koto Panjang Nagari V Koto,

Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung.

2. Wilayah Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota

Sawahlunto

4. Sebelah Barat : Wilayah Desa Salak dan Desa Sijantang Koto, Kecamatan

Talawi, Kota Sawahlunto

Untuk mencapai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT.

Allied Indo Coal Jaya dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat (Padang) dapat

ditempuh dengan menggunakan jalur Lintas Sumatera melalui Lubuk Selasih –

Kota Solok – Kota Sawahlunto sejauh 90 km dengan waktu tempuh ± 3-4 jam

dengan menggunakan kendaraan roda 4. (Lampiran B).

3.2.3. Keadaan Geologi Regional

A. Geologi

Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat gerak mendatar menganan

sistem sesar Sumatra pada masa Paleosen awal (Marhaendrasworo,1999).

Akibatnya terjadi tarikan yang dibatasi oleh sistem sesar normal berarah utara -

selatan. Daerah tarikan tersebut dijumpai di bagian utara cekungan pada daerah

40

pengundakan mengiri antara sesar Sitangkai dan sesar Silungkang yaitu terban

Talawi. Sedangkan bagian selatan cekungan merupakan daerah kompresi yang

ditandai oleh terbentuknya sesar naik dan lipatan (terban Sinamar) seperti pada

lampiran C. Ketebalan batuan sedimen di cekungan Ombilin mencapai 4.500 m

terhitung sangat tebal untuk cekungan berukuran panjang 60 km dan

lebar 30 km.

Dari hasil beberapa penyelidikan yang telah dilakukan, daerah penelitian

diyakini terletak pada sub-cekungan Kiliran yang merupakan bagian dari suatu

sistim cekungan intramontana (cekungan antar pegunungan), yang merupakan

bagian tengah bentangan Pegunungan Bukit Barisan. Cekungan-cekungan tersebut

mulai berkembang pada pertengahan Tersier, sebagai akibat pergerakan ulang dari

patahan-patahan yang menyebabkan terbentuknya cekungan-cekungan tektonik di

daerah tinggi (intra mountain basin). Cekungan-cekungan yang terbentuk di

antara pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-batuan tersier,

yang merupakan siklus sedimentasi tahap kedua.

B. Geomorfologi

Secara umumnya Geomorfologi daerah penyelidikan dapat digolongkan

sebagai perbukitan yang rendah sampai terjal, dengan kemiringan lereng berkisar

antara 50 sampai 300, yang dikontrol oleh litologi berupa rijang, metagamping,

lava, breksi, batupasir, batulanau, dan batulempung, serta struktur sesar.

Sedangkan pada kawasan yang berupa dataran mempunyai kemiringan lereng

berkisar antara 00 sampai 40, dengan litologi batupasir, batulempung, serta

rombakan dari batuan yang lebih tua. Ketinggian bukit berkisar antara 140 m

hingga 300 m dari permukaan laut (dpl). Puncak tertinggi pada lereng timur

41

berupa bukit kapur dengan ketinggian 300 m dpl. Lereng-lereng perbukitan

umumnya cukup terjal dengan kemiringan lereng berkisar antara 300 hingga 500.

Pada umumnya sungai yang mengalir pada daerah penelitian berada pada

stadium muda dimana dasarnya relatif masih berbentuk "V". Adanya erosi

horizontal yang relatif lebih intensif dibandingkan dengan erosi vertikal di

beberapa tempat, sehingga terlihat pada beberapa sungai mempunyai dasar telah

berbentuk "U". Secara umum pola aliran di wilayah ini dapat dikategorikan

sebagai sistim pola aliran sub paralel. Kenaikan permukaan air sungai pada saat

musim hujan antara 0,5 hingga 2,50 meter.

C. Litologi

Daerah Parambahan terdiri dari empat satuan batuan yaitu batu pasir

(sandstone), batu lempung (claystone), batubara (coal) dan batu lanau (siltstone).

Tabel 3.1Densitas Jenis Batuan Ombilin

No Jenis Batuan Density (ton/m3)

1.2.3.4.5.6.7.8.

ClaystoneCoaly Clay

Carbonaceous ClayCoal

Sandstone (atap)Sandstone (lantai)

Siltstone (atap)Siltstone (lantai)

2,502,452,451,352,242,472,592,60

Sumber : Satuan Kerja Kajian Operasi dan Pelaporan, PT. AICJ, 2005

D. Stratigrafi

42

Secara regional stratigrafi daerah Sawahlunto dapat dibagi menjadi dua

bagian utama, yaitu komplek batuan Pra – Tersier dan komplek batuan Tersier.

Sratifigrafi daerah sawahlunto berdasarkan umurnya dapat dibagi menjadi dua

bagian utama, yaitu :

1. Komplek batuan Pra Tersier terdiri dari:

a. Formasi Silungkang

Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili dan Sukendar

pada tahun 1958. Secara petrografi formasi ini masih dapat dibedakan

menjadi empat satuan yaitu : Satuan lava andesit, satuan lava basalt,

satuan tufa andesit, dan satuan tufa basalt. Umur dari formasi ini di

perkirakan Perm sampai Trias.

b. Formasi Tuhur

Formasi ini di cirikan oleh lempung abu-abu kehitaman berlapisan baik

dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu gamping hitam. Formasi ini

diperkirakan berumur Trias.

2. Komplek batuan Tersier terdiri dari:

a. Formasi Singkarewang.

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada

tahun 1975. Formasi ini terutama terdiri dari serpih gampingan sampai

napal berwarna coklat kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil

ikan serta tumbuhan. Formasi ini di perkirakan berumur Eosen Tengah –

Eosen Atas.

b. Formasi Sawahlunto

43

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh R.P. Kusumadinata dan TH.

Matasak pada tahun 1979. Formasi paling penting karena mengandung

batubara yang dicirikan oleh adanya batu lanau, batu lempung, dan

berselingan dengan batubara. Diperkirakan umur formasi ini Oligosen.

c. Formasi Brani

Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar yang berwarna

cokelat keunguan, dengan kondisi terpilah baik (well sorted), padat, keras,

dan umumnya memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini

diperkirakan berumur Paleosen.

d. Formasi Sawahtambang

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada

tahun 1975. Bagian bawah formasi ini dicirikan oleh beberapa siklus

endapan yang terdiri dari batu pasir konglomerat, batu lanau dan batu

lempung, sedangkan bagian atas didominasi oleh batu pasir konglomerat

tanpa adanya sisipan lempeng atau batu lanau. Umur formasi ini

diperkirakan lebih tua dari Miosen bawah.

e. Formasi Ombilin

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada

tahun 1975. Formasi ini terdiri dari lempung gampingan, napal dan pasir

gampingan yang berwarna abu-abu kehitaman, berlapis tipis dan

mengandung fosil. Umur dari formasi ini diperkirakan Miosen bawah.

f. Formasi Ranau

44

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Marks pada tahun 1961.

Formasi ini terdiri dari tufa batu apung berwarna abu-abu kehitaman.

Umur dari formasi ini diperkirakan Pleistosen.

Satuan Kerja Kajian Operasi dan Pelaporan, PT. AICJ, 2005

Gambar 3.1 Stratigrafi Cekungan Ombilin.

3.2.4. Izin Usaha Pertambangan PT. AICJ

45

Pada tahun 2008 PT. Allied Indo Coal berubah nama menjadi PT. Allied Indo

Coal Jaya (PT. AICJ) merupakan izin Walikota berupa Kuasa Pertambangan

dengan luas area 372,40 Ha, kemudian pada tanggal 4 April 2010 Izin Kuasa

Pertambangan menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas area 372,40

Ha.

Sumber : Departemen Engineering PT. AICJ

Gambar 3.2 Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. AICJ

46

3.2.5. Cadangan Dan Kualitas Batubara PT. AICJ

Dari hasil eksplorasi telah diketahhui terdapat 2 lapisan utama yaitu B1

dan C, dimana lapisn C mengalami pemisahan (splitting) menjadi lapisan C1 dan

C2. Lapisan B1 merupakan lapisan batubara dengan ketebalan berkisar 1,30 –

1,40 m. Lapisan B1 ini dapat ditambang dengan tambang terbuka dan tambang

bawah tanah.

Lapisan C1 merupakan lapisan batubara dengan ketebalan berkisar 2,0 –

4,0 m di bawah lapisan batubara B1 sehingga selain ditambang dengan tambang

terbuka jug kemungkinan untuk ditambang dengan tambang bawah tanah.

Lapisan C2 merupakan lapisan batubara dengan ketebalan berkisar 3,0 –

6,0 m berada hampir sama dengan lapisan batubara C1.

Tabel 3.2Cadangan Batubara PT. AICJ

NO Lokasi Tambang (Central Area)

Sisa Cadangan Yang Dapat

Ditambang (Ton)

1 Seam B1 1.359.540,95

2 Seam C1 1.790.257,85

3 Seam C2 1.494.794.00

Total Cadangan 4.644.592,80

Sumber ; PT. Allied Indo Coal Jaya, 2003

Kualitas batubara di PT. AICJ termasuk tingkat bituminous dengan kadar

kalori yang berbeda setiap lapisannya, seperti yang terlihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3

47

Kualitas Batubara PT. AICJ

Lokasi – posisi lapisan

No

.

Komposisi Kualitas Satuan Seam B1 Seam C1 Seam C2

1 Proximate Analysis

Ash % 7,1 11 9,4

Volatile Matter % 37,3 35,3 37,3

Fixed Carbon % 51,6 49,3 49,7

2 Total Sulfur % 0,51 0,51 0,43

Pyrite % 0,11 0,08 0,49

Organic % 0,4 0,43 0,34

Sulfur % < 0,01 < 0,01 < 0,01

3 Kalori Kcal/Kg 7.220 6.860 7.020

4 Ultimate Analysis

Carbon % 81,3 81,4 82

Hydrogen % 5,85 5,99 6,15

Nitrogen % 1,61 1,43 1,44

Oxygen % 11,24 11,18 10,41

Sumber : PT. Allied Indo Coal Jaya, kualitas batubara dalam keadaan air dry base (adb)

3.2.6. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu

mulai dari tanggal 28 Oktober 2013 sampai dengan selesai pengambilan data,

seperti schedule pada lampiran E.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut dari sekelompok objek yang

diteliti yang mempunyai variasi satu dengan yang lain dalam kelompok tersebut.

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka variabel penelitian meliputi

perencanaan sistem ventilasi di PT. Allied Indo Coal Jaya (AICJ).

48

3.4. Jenis Dan Sumber Data

3.4.1. Jenis Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Jenis data ini merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek

penelitian terutama sistem ventilasi tambang bawah tanah. Data tersebut berupa

pengamatan aplikasi di lokasi penambangan dan pengukuran secara langsung,

data itu berupa; dimensi lubang bukaan, kandungan kadar gas dan pengotor.

2. Data Sekunder

Data ini merupakan data yang telah ada di perusahaan berupa arsip dan

laporan-laporan. Adapun data Sekunder tersebut adalah peta rencana

penambangan, tenaga kerja, peralatan penunjang penambangan, software

kazemaru.

3.4.2. Sumber Data

Sumber data yang penulis dapatkan berasal dari pengamatan langsung,

arsip-arsip dan dokumentasi dari PT. Allied Indo Coal Jaya (AICJ) serta studi

kepustakaan.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Studi lapangan, diantaranya pengamatan secara langsung sistem ventilasi yang

digunakan pada tambang batubara bawah tanah PT. AICJ dan melakukan

pengukuran menggunakan alat ukur yang tersedia.

49

2. Studi pustaka, mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan membaca buku-

buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas sehingga

dapat digunakan sebagai landasan dalam pemecahan masalah.

3.6. Teknik Pengolahan Data

Adapun teknik yang digunakan penulis dalam pengolahan data yaitu :

3.6.1. Metoda Perhitungan Manual

Metoda perhitungan manual pada system ventilasi meliputi tahanan

ventilasi, kuantitas udara dan kualitas udara.

A. Tahanan Ventilasi

Menurut Hartman, H.L (1997), perhitungan tahanan ventilasi dinyatakan

dalam :

Keterangan :

h = Tahanan Ventilasi (mm air)

K = Koefisien Gesek Terowongan (kgs²/m4)

u = Panjang Keliling Penampang Terowongan (m)

L = Panjang Terowongan (m)

V = Kecepatan Angin (m/s)

a = Luas Penampang Terowongan (m²)

V = Qa

(Q = jumlah aliran)

h=KULa

V ²

50

B. Perhitungan Kuantitas Udara

Perhitungan dan penentuan kuantitas udara di permukaan kerja dapat

dilakukan dengan menghitung Luas Jalur Udara (Luas Penampang Terowongan),

kebutuhan pernafasan pekerja dan kebutuhan udara pada front penambangan,

yaitu dengan mengukur tinggi serta lebar terowongan. Juga mengukur luas

penghalang udara. Di dalam lubang bukaan, besarnya luas penampang tergantung

kepada bentuk penampang jalur udara tersebut.

1. Luas Jalur Udara (Luas Penampang Terowongan)

Pada perencanaan penambangan PT. AICJ terowongan berbentuk

trapesium, sehingga luas penampang terowongan adalah sebagai berikut :

Gambar 3.3. Penampang Jalur Udara Trapesium

Keterangan:

A = Luas Penampang (m2)

H = Tinggi penampang (m)

W = Lebar Penampang Bawah (m)

T = Lebar Penampang Atas (m)

51

Keterangan:

Q = Kuantitas udara (m3/dtk)

V = Kecepatan aliran udara tambang (m/dtk)

A = Luas penampang jalan udara tambang (m2)

2. Kebutuhan Pernafasan Pekerja

Jika jumlah pekerja yang direncanakan adalah sebanyak 21 orang, maka

kebutuhan udara untuk pernafasan pekerja dapat dihitung dengan cara koefisien

kebutuhan pernafasan dikalikan dengan jumlah pekerja yaitu : 0.1 m3/det x 21

orang

3. Kebutuhan Udara Pada Front Penambangan

Kebutuhan udara pada front penambangan yaitu dengan menghitung Panas

udara tambang agar tercipta kondisi kerja yang nyaman dan aman.

4. Perhitungan Kebutuhan Udara Untuk Menetralkan Gas Methan

Gas methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang

batubara dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. untuk

menetralkan gas methan digunakan rumus sebagai berikut :

Q = [ Qg / ( MAC – B ) ] – Qg

Keterangan :

Qg = masukan gas pengotor

B = konsentrasi gas dalam udara normal

MAC = maximum allowable concentration

Q = V x A

52

C. Perhitungan Kualitas Udara

1. Berdasarkan nilai ambang batas minimum oksigen yaitu 19,5%

Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm Pada pernafasan, jumlah oksigen

akan berkurang sebanyak 0,1 cfmm sehingga akan dihasilkan persamaan untuk

jumlah oksigen sebagai berikut :

Keterangan :

Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

= Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

(O2 in intake) = Konsentrasi O2 di atmosfer (%)

(O2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi

(O2 downstream) = Nilai ambang batas O2 (19,5%)

2. Berdasarkan nilai ambang batas maksimum CO2 yaitu 0,5%

Dengan harga angka bagi pernafasan = 1,0 maka jumlah CO2 pada

pernafasan akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm. Dengan demikian akan

didapat persamaan :

Keterangan :

Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

(CO2 in intake) = Konsentrasi CO2 di atmosfer (%)

(CO2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi

(CO2 downstream) = Nilai ambang batas CO2 (0,5%)

(O2 in intake)Q- (O2 consumed) = (O2 down stream)Q

(CO2 in intake)Q + (CO2 produced) = (CO2 down stream)Q

53

3.6.2. Metoda Analisis Kazemaru

Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan Kazemaru adalah :

1. Elevasi

2. Temperatur

3. Aliran udara

4. Jarak antar node

5. Luas area

6. Tahanan

54

3.7. Kerangka Metodologi

Adapun langkah-langkah penelitian yang digunakan penulis dapat dilihat

pada kerangka metodologi berikut ;

Studi Lapangan

Pengamatan dan pengukuran secara langsung sistem ventilasi yang digunakan pada tambang batubara bawah tanah PT. AICJ.

Studi LiteraturMengumpulkan data yang dibutuhkan

dengan membaca buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah.

Identifikasi Masalah

Batasan Masalah

Rumusan Masalah

Pengumpulan DataDalam teknik pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder

Pengolahan Data

a. Metoda Perhitungan Manualb. Metoda Analisis Kazemaru

Kesimpulan Dan Saran

FINISH

START

55

Gambar 3.4 Kerangka Metodologi