BAB III

10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian 1.Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Perlakuan dengan menggunakan variasi konsentrasi ekstrak daun Botto’-botto’ (Cromolaena odorata L) dalam menghambat pembelahan sel telur bulubabi untuk mengetahui nilai IC 50. 2.Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. B. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan eksperimental terhadap efek antimitosis dari ekstrak n- Heksan, Etil Asetat, dan Etanol daun Botto’-botto’ (Cromolaena odorata L) dengan beberapa konsentrasi dalam 34

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Perlakuan dengan

menggunakan variasi konsentrasi ekstrak daun Botto’-botto’ (Cromolaena odorata L)

dalam menghambat pembelahan sel telur bulubabi untuk mengetahui nilai IC50.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan eksperimental terhadap

efek antimitosis dari ekstrak n-Heksan, Etil Asetat, dan Etanol daun Botto’-botto’

(Cromolaena odorata L) dengan beberapa konsentrasi dalam menghambat

pembelahan sel telur bulubabi. Setelah itu dihitung nilai IC50-nya.

C. Populasi dan Sampel

1. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu daun laruna atau daun

Botto’-botto’ (Cromolaena odorata L).

34

Page 2: BAB III

35

D. Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dengan

menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap).

E. Instrumen Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, digunakan beberapa alat dan bahan yang

dapat menunjang, antara lain:

1. Alat

Alat yang digunakan antara lain adalah water bath, rotavapor,

blender, cawan porselin, sendok besi, gelas arloji, autoklaf, oven, aerator, corong,

gelas ukur, mikroskop, mikropipet, neraca analitik, neraca O’Hauss, oven, pipet ukur,

tabung eppendorf, vortex mixer, wadah maserasi, pompa vacuum, sinter glass,

eksikator.

2. Bahan

Bahan yang digunakan berupa daun botto’-botto’ (Chromolaena

odorata L.), air suling, aluminium foil, air laut, etanol, formalin, etil asetat, n-

heksan, KCl, DMSO, kertas saring, serbuk silika, lempeng silika gel.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel, dimana perhitungan

nilai IC50 dilakukan dengan menggunakan metode Tabel Probid Log-Konsentrasi.

Page 3: BAB III

36

G. Prosedur Kerja

1. Penyiapan Sampel

a. Pengambilan sampel

Sampel daun botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) diperoleh

di sekitar kampus II Universtitas Islam Negeri Alauddin, daerah

Samata, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel

dilakukan pada pagi hari, pukul 08.00 – 10.00 wita. Daun yang

digunakan adalah seluruh daun yang tidak rusak dan tidak

berjamur.

b. Pengolahan sampel

Daun botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.) yang telah

diambil, dicuci hingga bersih dengan air mengalir, dikeringkan

tanpa terkena sinar matahari langsung. Lalu diserbukkan dengan

penggiling hingga menjadi simplisia setengah kasar.

c. Ekstraksi sampel

Simplisia daun botto’-botto’ (Chromolaena odorata L.)

disediakan sebanyak 1.000 g lalu dimasukkan ke dalam wadah

maserasi, direndam dengan n-heksan hingga seluruh simplisia

terbasahi dan ditambahkan kembali n-heksan hingga batas pelarut

Page 4: BAB III

37

2 cm di atas simplisia. Wadah maserasi ditutup dan disimpan

selama 24 jam di tempat terlindung dari sinar matahari sambil

diaduk sekali-kali. Selanjutnya disaring, dipisahkan antara ampas

dan filtratnya.

Ampas diekstraksi kembali dengan penyari yang baru dengan

jumlah yang sama. Hal ini terus dilakukan hingga cairan penyari

tampak bening. Setelah maserasi dilakukan dengan menggunakan

n-heksan, selanjutnya ampas diektraksi kembali menggunakan

pelarut etil asetat dan etanol dengan cara yang sama pada

pengerjaan saat menggunakan n-heksan. Ekstrak encer yang

diperoleh kemudian dikumpulkan dan diuapkan cairan penyarinya

dalam rotavapor 40oC sampai diperoleh ekstrak kental.

2. Uji Antimitosis dengan Menggunakan Sel Telur Bulubabi

a. Penyiapan sel telur bulubabi

Disiapkan alat dan bahan. Kemudian diambil bulubabi lalu disuntikkan

dengan KCl 10% sebanyak 3 ml. setelah itu diletakkan bulubabi yang telah diinduksi

dengan KCl di atas wadah penampung yang berbeda untuk menampung sel telur dan

sperma dari Bulubabi. Kemudian dibuat campuran sel telur dan sperma Bulubabi

yang diperoleh yaitu sel telur sebanyak 5 ml dan sperma sebanyak 1 ml. setelah itu

diamkan campuran sel telur dan sperma Bulubabi yang telah dibuat di dalam kulkas

hingga terjadi fertilisasi.

Page 5: BAB III

38

b. Pembuatan konsentrasi sampel dan Pelaksanaan Uji

Disiapkan alat dan bahan. Dibuat larutan stok dengan konsentrasi 100.000

dengan cara ditimbang masing-masing ekstrak sebanyak 100 mg keudian dilrutkan

dalam 1 ml DMSO. Lalu dibuat pengenceran sampel (ektrak daun Laruna) untuk

konsentrasi 1000, 100 dan 10 untuk tiap-tiap ekstrak di dalam tabung eppendorf, tiap

konsentrasi dibuat tiga replikasi. Untuk konsentrasi 1000, diambil 10 µl sampel dari

stok kemudian ditambahkan campuran sel telur dan sperma Bulubabi yang telah

difertilisasikan sebanyak 100 µl setelah itu ditambahkan air laut bebas protozoa

sebanyak 890 µl. Untuk konsentrasi 100, diambil 1 µl sampel dari stok kemudian

ditambahkan campuran sel telur dan sperma Bulubabi yang telah difertilisasikan

sebanyak 100 µl setelah itu ditambahkan air laut bebas protozoa sebanyak 899 µl.

Untuk konsentrasi 10, diambil 10 µl stok kemudian diencerkan dengan air laut bebas

protozoa sebanyak 90 µl, kemudian dari stok kedua diambil 1 µl kemudian

ditambahkan campuran sel telur dan sperma Bulubabi sebanyak 100 µl setelah itu

ditambakan air laut bebas protozoa sebanyak 899 µl. Dibuat kontrol air laut yaitu

campuran air laut bebas protozoa sebanyak 900 µl dengan campuran sel telur dan

sperma Bulubabi yang telah difertilisasikan sebanyak 100 µl, dibuat tiga replikasi.

Dibuat kontrol DMSO yaitu campuran DMSO sebanyak 1 µl ditambahkan campuran

sel telur dan sperma Bulubabi yang telah difertilisasikan sebanyak 100 µl, dan

ditambahkan dengan air laut bebas protozoa sebanyak 899 µl, dibuat tiga replikasi.

Kemudian diamkan semua sampel uji yang telah disiapkan pada tempat yang sejuk

dengan suhu 15-20° C selama 2 jam. Kemudian ditambahkan Formalin pada masing-

Page 6: BAB III

39

masing tabung eppendorf yang berisi sel bulubabi. setelah itu Diamati sampel uji tiap-

tiap konsentrasi di bawah mikroskop dan dihitung sel yang tidak membelah.

3. Fraksinasi Komponen Kimia

a. Persiapan Kolom Kromatografi Cair Vakum

Sinter glass kromatografi cair vakum dibersihkan kemudian dipasang tegak

lurus. Adsorben (silika gel 60 PF254) dimasukkan dalam sinter glass kemudian

ditambahkan cairan pengelusi n-heksan, selanjutnya pompa vakum dijalankan hingga

adsorben (silika gel) rapat.

b. Pemisahan Komponen Kimia

Ekstrak yang memiliki efek antimitosis paling besar ditimbang sebanyak 3 g.

Kemudian ditimbang silika gel sebanyak 20 g. Ditambahkan sedikit silika gel dari

penimbangan tadi dan etanol kemudian diaduk hingga homogen, didiamkan hingga

kering. Setelah kering dimasukkan ke dalam sinter glass dan bagian atasnya ditutup

dengan kertas saring.

Ekstrak yang memiliki efek antimitosis paling besar difraksinasi

menggunakan kromatografi kolom cair vakum (KCV) memakai fase diam silika gel

60 PF254 dan fase gerak dengan gradien kepolaran berdasarkan profil KLT yang

diperoleh. Masing-masing fraksinasi diuji toksisitasnya dengan metode antimitosis.

4. Identifikasi Senyawa Bioaktif

Page 7: BAB III

40

Fraksi dengan IC50 paling rendah ditotolkan pada lempeng KLT kemudian

dielusi dengan eluen yang sesuai dengan profil KLT yang diperoleh, kromatogramnya

disemprot dengan menggunakan pereaksi penampak noda sebagai berikut :

a. Pereaksi H2SO4 10%: kromatogram dipanaskan pada 105°C selama 5 menit dan

diamati. Kebanyakan senyawa organik memberikan warna kuning, coklat, hitam.

b. Pereaksi Dragendorf: akan dihasilkan warna jingga dengan latar belakang kuning

untuk senyawa golongan alkaloida.

c. Pereaksi FeCl3 5%: akan dihasilkan warna hitam-biru atau hijau untuk senyawa

golongan fenol.

d. Pereaksi Liebermann-Burchard: kromatogram terlebih dipanaskan, kemudian

diamati di lampu UV 366. Munculnya noda berflouresensi merah menunjukkan

adanya triterpen, sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan

adanya steroid.

e. Pereaksi AlCl3 5%: diamati di lampu UV, akan dihasilkan noda berfluoresensi

kuning untuk senyawa golongan flavonoid.

f. Pereaksi KOH etanolik: diamati di lampu UV