BAB III

36
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konsep Pemetaan Geologi Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal kondisi lapangan sebenarnya baik lokasi, kesampaian daerah dan kesesuaian data yang ada dan sebagai dasar kajian aspek ekonominya serta untuk pekerjaan pengukuran dan penelitian geologi lanjutan di kemudian hari. Adapun kegiatan yang terdapat pada pekerjaan survey antara lain : Pengamatan secara visual kondisi lingkungan dan geomorfologi yang ada beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya. Tujuan pengamatan kondisi geomorfologi ini untuk mengetahui bentuk bentang alam daerah survey serta mengetahui proses-proses geologi apa saja yang mempengaruhinya dan proses- 24

description

aaaaaaaaaaaaa

Transcript of BAB III

50

BAB IIILANDASAN TEORI

3.1Konsep Pemetaan GeologiKegiatan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal kondisi lapangan sebenarnya baik lokasi, kesampaian daerah dan kesesuaian data yang ada dan sebagai dasar kajian aspek ekonominya serta untuk pekerjaan pengukuran dan penelitian geologi lanjutan di kemudian hari. Adapun kegiatan yang terdapat pada pekerjaan survey antara lain : Pengamatan secara visual kondisi lingkungan dan geomorfologi yang ada beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya. Tujuan pengamatan kondisi geomorfologi ini untuk mengetahui bentuk bentang alam daerah survey serta mengetahui proses-proses geologi apa saja yang mempengaruhinya dan proses-proses lainnya seperti pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan dll. Pengamatan secara visual kondisi geologi yang tersingkap dengan melakukan metode geologi (prospeksi batuan dan/atau prospeksi sungai seperti pengukuran lintasan, pengamatan singkapan, pengamatan manifestasi geologi, penelusuran bongkah/float mapping). Penentuan titik koordinat dari masing-masing potensi bahan tambang menggunakan GPS. Pengeplotan pada peta dasar/topografi dengan tingkat ketelitian skala 1 : 25.000. Pemetaan Geologi dilakukan dengan metoda lintasan tertutup dan terbuka. Pada pemetaan singkapan permukaan (outcrop) dilokasi - lokasi tertentu dilakukan tape and compass traverse .Pekerjaan ini dilakukan dengan menelusuri lintasan yang telah direncanakan dengan menggunakan peralatan geologi lapangan antara lain; palu geologi, kompas geologi, loupe, kamera, alat-alat tulis dan buku catatan lapangan. Hasil pengamatan dan pengukuran jurus dan kemiringan lapisan digambarkan dalam peta dasar skala 1 : 25.000.Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui sebaran batuan maupun batas-batas litologi dan mengetahui fenomena geologi baik secara lateral maupun vertical, dimana objek penelitian meliputi; geomorfologi, litologi, stratigrafi, dan indikasi lain yang berhubungan dengan sebaran bahan galian.Dari kegiatan pemetaan geologi permukaan ini, kemudian dilakukan evaluasi data antara studi awal dan interpretasi lapangan sehingga diperoleh data dan informasi yang lebih akurat, yang selanjutnya diolah menurut rumusan-rumusan pemetaan bahan galian tambang dengan meliputi aspek :a. Keadaan sumberdaya endapan bahan galian, yang bertujuan untuk mengetahui : Kondisi geologi daerah penyelidikan seperti; geomorfologi, struktur geologi, stratigrafi, sepanjang menyangkut posisi geologi tempat bahan galian. Penyebaran bahan galian baik secara lateral maupun vertical. Jenis dan kualitas bahan galian.b. Estimasi potensi sumberdaya bahan galian.

3.2Metoda Pengambilan Sample3.2.1Konsep SamplingSample (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifat-sifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling (pemercontoan). Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi).1. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut.2. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan.3. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material).Pemilihan metode pengambilan sample dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain :1. Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan.2. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi.3. Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren).4. Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk.5. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain :1. Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto.2. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto.3. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi.4. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif.3.2.2Metode Pengambilan Sampling 3.2.2.1Grab SamplingSecara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar. Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain :1. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar.2. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas.3. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll.3.2.2.2Bulk SamplingBulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. 3.2.2.3Chip SamplingChip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar 15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahan-pecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade.3.2.2.4Channel SamplingChannel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan (Gambar 3.1 dan Gambar 3.2).

Gambar 3.1Sketsa Pembuatan Channel Sampling Pada urat (Chaussier et al., 1987)

Gambar 3.2Sketsa Pembuatan Channel Sampling Pada Endapan Yang Berlapis (Chaussier et al., 1987)Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain :1. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contonya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual.2. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi.3. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit.4. Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor).

Gambar 3.3Sketsa Pembuatan Sub-Channel Pada Mineralisasi Berupa urat (Dimodifikasi dari Annels, 1991)

3.3 Sistem Informasi Geografis3.3.1Konsep DasarSistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang berbasiskan komputer yang berguna untuk memasukkan, menyimpan, memanggil dan menganalisis data spasial dan data atribut yang akhirnya digunakan untuk membantu suatu pengambilan keputusan. Konsep SIG dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut.

Analisi dan implementasi, updating, dllGambar 3.4Konsep Sig

Sistem komputer untuk SIG ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, dan prosedur-prosedur yang didesain untuk mendukung pengambilan data, data processing, analisis data, permodelan dan tampilan dari data spasial dan atribut (data geospasial). Data-data geospasial yang digunakan dalam penyusunan SIG ditunjukkan pada Gambar 3.5

Gambar 3.5Data Geospasial

Data geospasial diklasifikasikan dalam data grafik dan data atribut atau data tematik. Data grafik terdiri dari point (node), garis (line) dan area (poligon). Data grafik tersebut dapat berbentuk vektor atau raster, dimana merepresentasikan topologi bentuk, ukuran, posisi, dan orientasi.Keuntungan yang diperoleh atau yang diharapkan dari implementasi suatu SIG antara lain:1. kemudahan dalam pemeliharaan, revisi, serta updating data (baik data spasial maupun data atribut) dikarenakan adanya standarisasi format data2. kemudahan dalam mencari dan menganalisis data spasial dan data atribut3. kemudahan dalam pertukaran dan sharing data4. membantu dalam pengambilan keputusan5. adanya efisiensi kerja serta meningkatkan kinerja pengguna SIG3.3.2Analisis Data SIGCiri yang terpenting dalam SIG adalah kemampuannya dalam melakukan fungsi-fungsi analisis spasial. Fungsi-fungsi tersebut menggunakan atribut spasial dan non spasial yang terdapat pada basis datanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai dunia sebenarnya (Real World).Basis data dalam SIG merupakan suatu model dari dunia sebenarnya yang dapat digunakan untuk mensimulasikan suatu aspek tertentu dari suatu kenyataan. Suatu model dapat berupa kalimat, persamaan kalimat atau suatu set hubungan spasial yang ditampilkan sebagai peta.Tujuan dari analisis data adalah untuk mencari informasi yang berguna untuk memenuhi kebutuhan atau untuk tujuan pengambilan keputusan dalam tingkatan tertentu.Salah satu manfaat fungsi analisis SIG adalah untuk memprediksi kemungkinan apa yang akan terjadi pada suatu tempat dalam waktu tertentu. Kemampuan tersebut akan memberikan kemungkinan untuk memilih alternatif sebaik mungkin. Jangkauan fungsi analisis SIG dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) kategori sebagai berikut:a. Retrieval/Reklasifikasi/Penghitunganb. Overlayc. Analisa jarakd. Keterkaitan hubungan ketetanggaan (Neighbourhood)

3.4Penentuan Wilayah Pertambangan Penentuan wilayah pertambangan merupakan proses untuk menentukan daerah yang akan diusulkan pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah sebagai daerah wilayah kegiatan usaha pertambangan. Sehingga inti dari aktivitas di dalam menentukan wilayah/daerah yang layak tambang adalah menentukan kriteria yang penetapan wilayah dan kemudian melakukan pentapisan yang ideal untuk mendapatkan daerah yang akan diusulkan menjadi wilayah pertambangan (WP) sebagai dasar acuan dalam penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) maupun Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten Tasikmalaya.3.4.1 Konsep Dasar Wilayah PertambanganSumberdaya mineral merupakan sumberdaya tak terbarukan yang terletak dan tersebar tidak merata di bawah permukaan bumi. Sebagai konsekuensi dari lokasi yang letaknya berada di bawah permukaan dan penyebarannya tidak merata, maka potensi sumberdaya mineral pada suatu daerah hanya dapat diidentifikasi setelah dilakukan serangkaian penyelidikan pada daerah tersebut. Atas dasar pertimbangan kualitas dan kuantitas serta masuk daya dukung lingkungan, daerah sebaran sumberdaya mineral dapat dibagi menjadi :1. Zona pertambangan, yang merupakan zona layak tambang 2. Daerah pencadangan potensi bahan galian tambang.3. Daerah tidak layak tambang.Wilayah pertambangan sendiri merupakan wilayah yang terletak pada zona layak yang di dalamnya terdapat sebaran bahan galian unggulan. Wilayah ini dipersiapkan secara terintegrasi untuk keperluan pemanfaatan bahan galian unggulan untuk memenuhi kebutuhan akan sumberdaya mineral pada saat ini maupun saat yang akan datang. Untuk selanjutnya kebijakan pemerintah diperlukan mengelola wilayah pertambangan tersebut, sehingga wilayah tersebut siap untuk dikembangkan. Konsep wilayah pertambangan sendiri dicirikan oleh prinsip :1. Penentuan wilayah pertambangan, disamping berdasarkan pertimbangan geologi, juga berdasarkan pertimbangan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam sebagai fungsi dari waktu melalui perhitungan analisis manfaat biaya. Sehingga pengusahaan sumberdaya mineral di daerah tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan pengusahaan sumberdaya alam yang lain.2.Penetapan wilayah pertambangan berarti di daerah yang bersangkutan akan menetapkan sektor pertambangan sebagai prioritas dan sebagai pendorong pembangunan dan pengembangan sektor-sektor unggulan yang lain.3.Wilayah pertambangan mempertimbangkan aspek sosial budaya setempat, ditujukan untuk mengoptimalkan nilai tambang dan manfaat bahan galian bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat.4.Wilayah pertambangan memudahkan investor yang berminat mengembangkan usaha di bidang pertambangan dan usaha yang terkait di dalamnya.3.4.2 Proses Penetapan Wilayah PertambanganSebagai tindak lanjut dari hasil yang telah dicapai dari pelaksaan survey adalah proses penetapan wilayah pertambangan yang mengikuti metode sebagai berikut :1.Penentuan Zona Layak Tidak Layak TambangPenentuan zona layak ataupun tidak layak tambang telah dilakukan prosesnya sebagai persiapan dalam melakukan survey potensi sumberdaya mineral. Untuk proses selanjutnya, penetuan zona tersebut akan didasarkan pada potensi sumberdaya mineral yang sudah diidentifikasi berdasarkan penyelidikan-penyelidikan yang telah dilakukan. Proses penetapan zona layak tidak layak tambang dapat dilihat pada Gambar 3.6

Dilakukan Eksplorasi

Bukan Pada Kawasan LindungPada Kawasan Lindung

Gambar 3.6Metode Penentuan Zona Layak dan Tidak Layak Tambang

2.Penentuan Kriteria Penetapan Wilayah PertambanganKriteria penetapan wilayah pertambangan akan didasarkan pada 2 aspek :a.Potensi bahan galianNilai dari potensi bahan galian sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitasnya. Potensi yang baik adalah potensi yang telah dapat dipahami geometri, sebaran, dan kualitasnya yang dalam hal ini termasuk dalam klasifikasinya. Sementara potensi dengan tingkat keyakinan yang lebih rendah untuk selanjutnya dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya.b.Nilai tambahMasing-masing bahan galian memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bahan galian yang tidak atau sedikit memerlukan proses pengolahan dan langsung dimanfaatkan umumnya memiliki nilai tambah yang kecil. Sementara untuk bahan galian yang memerlukan proses pengolahan akan mengakibatkan peningkatan nilai produk yang cukup signifikan.Selain kedua aspek di atas, terdapat faktor-faktor yang dapat mendorong ataupun melemahkan penetapan daerah menjadi wilayah pertambangan :

a.Faktor yang mendorongi. Sumberdaya unggulan (hasil analsis manfaat biaya).ii. Sumberdaya yang bersifat langka.iii. Pemasok untuk daerah lain.b.Faktor yang melemahkani.Penggunaan lahan lintas sektoral.ii.Potensi dampak lingkungan.iii.Kondisi sosial ekonomi masyarakat.3.Proses Pentapisan untuk Menetapkan Wilayah Pertambangan Dengan disusunnya kriteria penetapan wilayah pertambangan, selanjutnya akan dilakukan pentapisan guna mendapatkan daerah yang akan diusulkan sebagai wilayah usaha pertambangan di dalam RTRW Provinsi Jawa Barat. Metode pentapisan dapat dilihat pada Gambar 3.7

SEBARAN BAHAN GALIAN(Zona Layak Tambang)Potensi Sumberdaya/CadanganNilai TambahPotensiTinggiNilai TambahTinggiPotensiTinggiSedangNilai TambahSedangTinggiPotensiSedangRendahRendahNilai TambahSedangTinggiSedangPotensiSedangRendahNilai TambahRendahRendahPENGUSULAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGANSangat PerluPerluMungkin PerluTidak PerluFAKTOR PERTIMBANGAN LAINFaktor Pendorong:Sumberdaya UnggulanSumberdaya yang Bersifat LangkaPemasok Kebutuhan Daerah LainFaktor Penghambat:Potensi Dampak LingkunganPenggunaan Lahan Lintas SektoralKondisi Sosial Ekonomi MasyarakatPENETAPANWILAYAH PERTAMBANGANWILAYAHPERTAMBANGANBUKAN WILAYAH PERTAMBANGANPENETAPANWILAYAH PERTAMBANGAN

Gambar 3.7Metode Pentapisan Wilayah Pertambangan

3.4.3 Beberapa Kebijakan Wilayah Usaha PertambanganPenentuan wilayah usaha pertambangan merupakan proses untuk menentukan daerah yang akan diusulkan pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah sebagai daerah wilayah kegiatan usaha pertambangan. Sehingga inti dari aktivitas di dalam menentukan wilayah/daerah yang layak tambang adalah menentukan kriteria yang penetapan wilayah yang sesuai dengan kebijakan pertambangan yang telah ada. Adapun kebijakan usaha pertambangan adalah sebagai berikut :1. Bab V bagian kedua Pasal 14 19 Undang Undang (UU) No.4 Tahun 2009 Pasal 14(1)PenetapanWUPdilakukanolehPemerintahsetelah berkoordinasi denganpemerintahdaerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(2)Koordinasisebagaimanadimaksudpadaayat(1) dilakukan dengan pemerintah daerah yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pasal 15Pemerintahdapatmelimpahkansebagiankewenangannya dalam penetapan WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 16Satu WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yang berada padalintas wilayahprovinsi, lintaswilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.Pasal 17Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah berkoordinasi dengan pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah.Pasal 18Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP dalam 1 (satu) WUP adalah sebagai berikut:a.letak geografis;b.kaidah konservasi;c.daya dukung lindungan lingkungan;d.optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dane.tingkat kepadatan penduduk.

Pasal 19Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas dan luas WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur dengan peraturan pemerintah.2. Bab III bagian kedua Pasal 18 25 Peraturan Pemerintah (PP) No.22 Tahun 2010Pasal 18WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri atas:a. WUP mineral radioaktif;b. WUP mineral logam;c. WUP batubara;d. WUP mineral bukan logam; dan/ataue. WUP batuan.Pasal 19(1) WUP ditetapkan oleh Menteri.(2) Untuk WUP mineral radioaktif, penetapannya dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenaganukliran.

Pasal 20(1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WUP berdasarkan peta potensi mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) serta peta potensi/cadangan mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:a. memiliki formasi batuan pembawa batubara, formasi batuan pembawa mineral logam, dan/atau formasi batuan pembawa mineral radioaktif, termasuk wilayah lepas pantai berdasarkan peta geologi;b. memiliki singkapan geologi untuk mineral radioaktif, mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan/atau batuan;c. memiliki potensi sumber daya mineral atau batubara;d. memiliki 1 (satu) atau lebih jenis mineral termasuk mineral ikutannya dan/atau batubara;e. tidak tumpang tindih dengan WPR dan/atau WPN;f. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan secara bekelanjutan; dang. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.Pasal 21(1) Wilayah di dalam WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) yang memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WUP oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat.(2) WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:a. WIUP radioaktif;b. WIUP mineral logam;c.WIUP batubara;d. WIUP mineral bukan logam; dan/ataue. WIUP batuan.(3) Penetapan WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh Menteri kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan WUP diatur dengan Peraturan Menteri.Pasal 22(1) Untuk menetapkan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) harus memenuhi kriteria:a. letak geografis;b. kaidah konservasi;c. daya dukung lingkungan;d.optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dane.tingkat kepadatan penduduk.(2) Dalam hal WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan berada pada:a. lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai, ditetapkan oleh Menteri pada WUP;b. lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil dari garis pantai sampai dengan 12 (dua belas) mil ditetapkan oleh gubernur pada WUP; dan/atauc. kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai ditetapkan oleh bupati/walikota pada WUP.(3) Pada wilayah laut yang berada di antara 2 (dua) provinsi yang berbatasan dengan jarak kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, wilayah kewenangan masing-masing provinsi dibagi sama jaraknya sesuai prinsip garis tengah.(4) Kewenangan bupati/walikota pada wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejauh 1/3 (sepertiga) dari garis pantai masing-masing wilayah kewenangan gubernur.(5) Penetapan WUP mineral bukan logam dan/atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat dilimpahkan oleh Menteri kepada gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(6) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam menetapkan luas dan batas WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan dalam suatu WUP berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(7) Menteri dalam menetapkan luas dan batas WIUP mineral logam dan/atau batubara dalam suatu WUP berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).Pasal 23(1) WIUP mineral logam dan/atau batubara ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur dan bupati/walikota setempat.(2) WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, atau perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 24Dalam hal di WIUP mineral logam dan/atau batubara terdapat komoditas tambang lainnya yang berbeda, untuk mengusahakan komoditas tambang lainnya wajib ditetapkan WIUP terlebih dahulu.Pasal 25Ketentuan mengenai pemberian WIUP diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.24

POTENSI SUMBERDAYA MINERAL

Inventarisasi Potensi Sumberdaya Mineral

Potensi yang belum diketahui

Potensi yang sudah diketahui

DilakukanEksplorasi

Overlaping dengan Kawasan Lindung

Pada Kawasan Lindung

Bukan Pada Kawasan Lindung

ZONA LAYAK TAMBANG

ZONA TIDAK LAYAK TAMBANG