BAB III

28
III-1 BAB III PEMBAHASAN III.1. Lithologi Dan Stratigrafi Dearah Pengamatan merupakan wilayah Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Secara umum daerah pengamatan memiliki luasan + 3.100.959.569 m 2 terletak pada koordinat 4 0 00’00” LS – 4 o 30’00” LS dan 104 o 00’00” BT- 104 o 30’00” BT. GAMBAR 3.1

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

III-1

BAB III

PEMBAHASAN

III.1. Lithologi Dan Stratigrafi

Dearah Pengamatan merupakan wilayah Ogan Komering Ulu,

Sumatera Selatan. Secara umum daerah pengamatan memiliki luasan +

3.100.959.569 m2 terletak pada koordinat 4000’00” LS – 4o30’00” LS dan

104o00’00” BT- 104o30’00” BT.

GAMBAR 3.1

PETA INDEKS DAERAH PENGAMATAN

Pengamatan dilakukan dengan membandingkan kenampakan pada

google earth, data DEM dan Peta Geologi daerah pengamatan (melalui

Page 2: BAB III

III-2

media software berupa Global Mapper) untuk mendapatkan informasi

berupa lithologi/stratigrafi, struktur geologi, dan geomorfologi daerah

tersebut.

GAMBAR 3.2

PETA GEOLOGI DAERAH PENGAMATAN

A. Lithologi Dan Stratigrafi :

Lithologi Dan stratigrafi dapat diketahui melalui kenampakan pada

peta geologi (gambar 3.2). Pengamatan dilakukan terhadap formasi yang

terekam pada peta geologi daerah pengamatan.

Daerah pengamatan terdiri atas formasi batuan sebagai berikut :

Formasi Tarap terdiri atas filit, sekis, batu sabak, marmer,

kuarsit dan batu tanduk

Page 3: BAB III

III-3

Formasi Garba terdiri dari basal, andesit, dan lensa-lensa

rijang atau berselingan dengan rijang.

Komplek melange terdiri dari bongkah-bongkah

betugamping rijang, batu andesitik, batu lanau, batu lempung dan sekis

tertanam dalam masa dasar lempung bersisik

terdiri dari granit garba

Formasi Kikim terdiri dari breksi gunung api, tuf padu, tuf,

lava, batu pasir dan batu lempung.

Anggota cawang formasi kikim terdiri dari konglomerat

kuarsa dan batupasir kuarsa

Formasi Talang Akar terdiri dari batu pasir kuarsa

mengandung kayu terkersikkan, batu pasir konglomeratan dan batu lanau

mengandung moluska.

Formasi Batu Raja terdiri dari batu gamping terumbu,

kalkarenit dengan sisipan serpih gampingan dan napal.

Formasi Gumai terdiri dari serpih gampingan, napal,batu

lempung dengan sisipan batu pasir tufan dan batu pasir gamping.

Formasi Air Benakat terdiri dari batu lempung dengan

sisipan batu lempung tufan napal, batu pasir dan serpih.

Page 4: BAB III

III-4

Formasi Muara Enim terdiri atas batu lempung, batu lanau,

batu pasir, tufan dengan sisipan batubara.

Formasi Ranau terdiri dari tuff riolin, tuff batu gamping, tuff

padu dengan sisipan batulempung berkarbaon.

Formasi Kasai terdiri atas konglomerat dan batu pasir kuarsa,

batu lempung tufan mengandung kayu terkesikan dengan sisipan tuf batu

apung dan lignit.

1. Umur Batuan :

a. Formasi Tarap : Formasi Batuan Berumur paleozoikum

akhir.

b. Formasi Garba : Formasi Batuan volkanik Berumur jura

hingga cretaceous awal.

c. Komplek melange : Formasi Batuan volkanik Berumur

cretaceous tengah.

d. Formasi Kikim : Formasi Batuan volkanik Berumur paleosen

hingga oligosen.

e. Anggota Cawang : Formasi Batuan volkanik Berumur eosen.

f. Formasi Talang akar : Formasi batuan sedimen berumur oligosen

hingga miosen awal.

g. Formasi Baturaja : Formasi batuan sedimen Berumur miosen

awal.

h. Formasi Gumai : Formasi batuan sedimen berumur miosen

awal hingga miosen tengah .

i. Formasi Air Benakat : Formasi batuan sedimen berumur miosen

tengah hingga miosen akhir.

Page 5: BAB III

III-5

j. Formasi Muara Enim : Formasi batuan sedimen berumur miosen

akhir hingga pliosen.

k. Formasi Ranau : Formasi batuan sedimen berumur Pliosen

hingga plestosen.

l. Formasi Kasai : Formasi batuan sedimen berumur Pliosen

hingga plestosen.

2. Lingkungan Pengendapan :

a. Formasi Talang Akar: Formasi yang lingkungan pengendapannya

pada batuan sedimen zone palembang yang

keterdapatan pengendapannya menyisip di

antara formasi baturaja, gumai dan

moluska.

b. Formasi Batu Raja: Formasi baturaja merupakan formasi yang

lingkungan pengendapannya pada batuan

sedimen zone palembang dan formasi ini

menempel pada formasi gumai dan juga

penyebarannya ada di mana mana, tetapi

dalam sekala kecil dan dimana ada formasi

gumai maka akan ditemiukan formasi Batu

Raja.

c. Formasi Gumai :Pada formasi gumai lingkungan

pengendapannya sam seperti formasi kasai,

muara enim, air benakat, yaitu lingkungan

pengendapan batuan sedimen zone

palembang, Penyebaran lingkungan

pengendapannya bertumpuk dalam sekala

besar tidak begitu terpisah pisah.

d. FormasiAirBenakat: Lingkungan pengendapan formasi Air

Benakat sama seperti formasi kasai dan

muara enim yaitu sama sama pada

Page 6: BAB III

III-6

lingkungan batuan sedimen zone

palembang, akantetapi pada formasi air

benakat ini tidak begitu dominan

lingkungan pengendapan batuan sedimen

zone palembang, masih lebih dominan

formasi kasai dan juga pada .air benakat ini

penyebarannya tidak begitu merata.

e. Formasi Muara Enim:Lingkungan pengendapannya sama seperti

formasi Kasi yaitu pada lingkungan batuan

sedimen pada zone palembang, tetapi pada

pengamatan lingkungan pengendapan

formasi muara enim tidak begitu dominan

dan keterdapatannya ini menyebar secara

tidak merata. Lebih dominan pada formasi

kasai.

f. Formasi Ranau : Lingkungan pengendapannya pada batuan

volcanic (zone Barisan).

g. Formasi Kasai : Lingkungan pengendapannya pada batuan

sedimen (zone Palembang), pada wilayah

pengamatan pengendapan pada lingkungan

sedimen ini khusunya zone palembang

sangat di dominasi.

3. Sejarah

Pada awalnya daerah batu raja merupakan laut, kemudian karena

terpengaruh oleh pergerakan tektonik lempeng dalam kurun waktu

geologi keluar permukaan tertentu mengakibatkan laut dangkal ini

terekspose keluar menjadi permukaan yang baru, sedangkan pada

bagian sumatra yang lain terbentang bukit barisan barisan hingga

baturaja. Hal ini dimungkinkan karena tatanan geologi sumatera

selatan yang terletak pada pertemuan lempeng tektonik. Sebagai

Page 7: BAB III

III-7

indikasi nya adalah keterdapatan batu gamping yang dapat mencapai

ketebalan 85 meter pada wilayah tertentu, dimana batu gamping hanya

dapat terbentuk pada daerah lautan yang mengalami karst.

Karst adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada

umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (close depression),

drainase permukaan, dan gua. Daerah ini terbentuk terutama oleh

pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.

III.2. Struktur Geologi

Struktur geologi yang mendominasi daerah ini adalah lipatan berupa

sinkline dan antiklin diamati melalui peta geologi daerah pengamatan

(gambar 3.2).

GAMBAR 3.3

KENAMPAKAN KELURUSAN STRUKTUR GEOLOGI (SESAR) DAERAH PENGAMATAN PADA CITRA LANDSAT

Page 8: BAB III

III-8

Sinkline lebih mendominasi dibanding antikline, sinkline berupa

cekungan yang memperlihatkan batuan pada formasi baturaja yang

didominasi oleh batu gamping terumbu, kalkarenit dengan sisipan serpih

gampingan dan napal, merupakan formasi batuan sedimen berumur miosen

awal hingga miosen tengah.

Melaui citra landsat dapat di interpretasikan kelurusan struktur geologi

berupa beberapa sesar yang berarah dari tenggara (SE) menuju timur laut

(NW) seperti pada gambar 3.3 diatas. Daerah daerah ini memiliki

kecenderungan tanah yang tidak stabil, sehingga dimungkinkan terjadinya

longsor pada daerah tersebut.

Pada struktur geologi berupa antikline terindikasi adanya perlipatan

pada formasi batuan kikim dan baturaja. Dari penampang melintang (cross

section) (gambar 3.4) daerah penelitian diketahui bahwa perlipatan berupa

antiklin pada formasi batuan kikim (Tpok) juga memperlihatkan intrusi

batuan vulkanik yang terdiri atas breksi gunung api, tuf padu, tuf, lava, batu

pasir dan batu lempung

GAMBAR 3.4

CROSS SECTION (PENAMPANG MELINTANG) DAERAH PENGAMATAN

III.3. Morfologi

A. Topografi

Secara umum daerah pengamatan memiliki luasan + 3.100.959.569

m2 terletak pada koordinat 4000’00” LS – 4o05’00” LS dan 104o00’00”

Page 9: BAB III

III-9

BT - 104o05’00” BT memiliki kontur yang cukup beragam dengan

ketinggian antara 18m – 750 mdpl seperti yang terlihat pada peta kontur

(gambar b.1). Daerah pengamatan dilihat dari kenampakan pada google

earth merupakan daerah pemukiman penduduk dan perkotaan dilihat

banyaknya fasilitas umum, perumahan, dan tempat perindustrian (salah

satunya PT. Semen Baturaja). Berdasarkan kenampakan peta geologi dan

citra landsat bagian barat dan selatan daerah pengamatan terdiri atas

perbukitan yang bergelombang sedangkan bagian utara dan timur daerah

pengamatan lebih di dominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian

sekitar 20 m – 80 m.

TABEL III.1

KLASIFIKASI RELIEF MENURUT VAN ZUIDAM (1983)

Sumber : Van Zuidam (1983)

Selain itu dari peta geologi dan citra landsat didapat bahwa daerah

penelitian memiliki kontur tertinggi yaitu 750 m sedangkan kontur

terendahnya adalah 18 m ( beda tingginya 732 m ) dengan kemiringan

lerengnya adalah sekitar 56o – 140o, dan dari data tersebut berdasarkan

klasifikasi lereng menurut Van Zuidam (1983) pada Tabel II.1 maka

daerah penelitian termasuk kedalam satuan relief pegunungan ( beda

tinggi 500 – 1000 m dan kemiringan lereng 56o – 140o).

Terdapat pengaruh struktur geologi berupa sinkline dan antiklin

pada daerah pengamatan. Sebagian besar daerah pengamatan didominasi

Page 10: BAB III

III-10

dataran rendah. Terdapat aliran sungai didaerah pengamatan dan sebuah

bukit (Bukit Balau), pada daerah dataran rendah di sepanjang aliran

sungai inilah terdapat perkotaan dan permukiman penduduk

B. Sistem Sungai

Dilihat dari pola alirannya berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh

Arthur Davis Howard (1967) sungai pada peta geologi daerah

pengamatan (gambar 2.5) yang mengalir pada daerah pengamatan

merupakan pola sungai dengan jenis dendritik seperti percabangan

pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam.

Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur,

umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada

batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

GAMBAR 3.5

POLA ALIRAN SUNGAI DAERAH PENGAMATAN MELALUI PETA GEOLOGI

Page 11: BAB III

III-11

TABEL III.2

KLASIFIKASI POLA ALIRAN MENURUT ARTHUR DAVIS HOWARD, 1967

Pola Aliran Pengertian Bentuk

Dendritik

Seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

Paralel

Anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.

Trellis

Percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten.

Rectanguler

Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.

Radial

Sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

Page 12: BAB III

III-12

Anular

Sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.

Multibasinal

Percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,melainkan hilang kebawah permukaan. Berkembangan pada topografi karst.

Pinnate

Pola aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk susut lancip dengan sungai induk. Biasa terdapat pada bukit dengan lereng terjal.

III.4. Bentuk Dan Penyebaran Endapan Batu Gamping

Batu gamping yang terdapat di daerah ini termasuk dalam Formasi

Baturaja. Secara umum penelitian dilakukan oleh RW. Van Bammelen

menggolongkan batu gamping pada Formasi Baturaja berkembang di

sekitar Pegunungan Gumai dan Garba, serta antiklin dekat Baturaja dimana

ditemukan fosil-fosil penunjuk yang diperkirakan mempunyai ketebalan

lebih dari 300 meter.

Dari hasil penelitian atau eksplorasi yang dilakukan oleh Kendarsi

Roeslan pada tahun 1973, diperkirakan ada dua formasi batuan di daerah ini

yaitu Formasi Baturaja dan Formasi Gumai. Formasi Baturaja mempunyai

ketebalan mencapai 1.000 meter sampai 1.200 meter dan berkembang

sebagai endapan pasiran. Lapisan dasar dari Formasi Baturaja ini terdiri dari

kuarsa konglomerat dan sedikit lapisan batubara yang mempunyai ketebalan

beberapa ratus meter. Batuan ini diselimuti oleh batu gamping yang

menyebar secara lateral ke dalam batuan vulkanik dari Semangko Sistem

dengan kedudukan Barat Daya dari Formasi Baturaja.

Batu gamping yang terdapat di daerah ini ada 2 jenis yaitu :

a. Batu gamping berkoral (Coraline facies limestone)

b. Batu gamping pasiran (Sandy limestone)

Batu gamping didaerah ini memiliki ketebalan hingga mencapai 85m

Page 13: BAB III

III-13

yang hanya dapat terbentuk dan ditemukan pada daerah lautan melalui

proses karst. Karst adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang

pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed

depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama

oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.

Daerah karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain,

terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti

halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan

di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk

gua (favourable). Daerah ini disebut karst asli.

Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan

hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu

cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan

pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok

adalah pseudokarst (karst palsu).

III.5. Sifat Endapan Batu Gamping

Dikenal batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang

laut antara lain dari Coelenterata, Molusca dan Protozoa, Foraminifera dan

sebagainya. Jenis batu gamping ini sering disebut sebagai batu gamping

Koral karena penyusun utamanya adalah Koral yang merupakan anggota

dari Coelenterata. Batu gamping ini merupakan pertumbuhan atau

perkembangan koloni Koral, oleh sebab itu di lapangan tidak menunjukkan

perlapisan yang baik dan belum banyak mengalami pengotoran mineral lain.

Batu gamping klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping

non-klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, sedimentasi.

Oleh karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral lain yang

merupakan pengotor dan memberi warna pada batu gamping yang

bersangkutan. Akibat adanya proses sortasi, maka secara alamiah akan

terbentuk pengelompokan ukuran butir. Dikenal jenis kalsirudit apabila batu

gamping tersebut fragmental, kalkarenit apabila batu gamping tersebut

Page 14: BAB III

III-14

berukuran pasir, dan kalsilutit apabila batu gamping tersebut berukuran

lempung. Tingkat pengotoran atau kontaminasi oleh mineral asing berkaitan

erat dengan ukuran butirnya. Pada umumnya jenis batu gamping ini di

lapangan menunjukkan berlapis. Adanya perlapisan dan struktur sedimen

yang lain serta adanya kontaminasi mineral tertentu yang akan memberi

warna dalam beberapa hal memberikan nilai tambah setelah batu gamping

tersebut terkena sentuhan teknologi.

Setelah itu, mata air mineral dapat pula mengendapkan batu gamping

yang disebut sebagai endapan sinter kapur. Batu gamping jenis ini terjadi

karena proses kimia di alam, peredaran air panas alam, maka melarutkan

batu gamping di bawah permukaan yang kemudian diendapkan kembali di

permukaan bumi.

Secara kimia batu gamping terdiri atas Kalsium karbonat (CaCO3). Di

alam tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium. Kadar

magnesium yang tinggi mengubah batu gamping menjadi batu gamping

dolomitan dengan komposisi kimia(CaCO3MgCO3). Hasil penelitian hingga

kini menyebutkan bahwa kadar Calsium Oksida batu gamping di Jawa

umunya tinggi (CaO > 50%). Selain magnesium, batu gamping kerap kali

tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis mineral lainnya.

Pada umumnya, batu gamping yang padat dan keras mempunyai berat

jenis 2. Selain yang pejal (masif), dijumpai pula batu gamping yang sarang

(porus). Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih susu, abu-abu

muda, abu-abu tua, coklat, merah, bahkan hitam. Semuanya disebakan

karena jumlah dan jenis pengotor yang ada. Warna kemerahan disebabkan

oleh mangan, oksida besi sedang kehitaman karena zat organic. Batu

gamping yang mengalami metamorfisme berubah menjadi marmer.

Di beberapa daerah berbatu gamping yang tebal lapisannya didapatkan

gua atau sungai bawah tanah yang terjadi berkaitan erat dengan kerja air

tanah. Air hujan yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 dari

pembusukkan zat organic di permukaan setelah meresap ke dalam tanah

Page 15: BAB III

III-15

dapat melarutkan batu gamping yang dilaluinya sepanjang rekahan. Reaksi

yang berlangsung adalah :

CaCO3 + 2CO2 + H2O Ca(HCO3)2 + CO2

Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun terjadilah rongga

dalam bentuk gua atau sungai bawah tanah.

Seperi dijelaskan dimuka, secara geologi batu gamping mungkin

berubah menjadi dolomitan (MgO 2,2% - 10,9%) atau dolomite (MgO >

19,9%) karena pengaruh pelindian (leaching) atau peresapan unsure

magnesium dari laut ke dalam batu gamping tersebut. Di samping itu,

dolomite juga diendapkan secara tersendiri atau bersamaan dengan batu

gamping. Ada hubungan yang erat antara batu gamping dengan dolomite

seperti yang dikemukakan oleh Pettijohn (1949).

TABEL III.3

HUBUNGAN ANTARA BATU GAMPING DAN DOLOMITE (PETTJOHN 1949)

Nama BatuanKadar Dolomit

(%)Kadar MgO (%)

Batu gamping

Batu gamping bermagnesium

Batu gamping dolomitan

Dolomit berkalsium

Dolomit

0 – 5

5 – 10

10 – 50

50 – 90

0 - 100

0,1 – 1,1

1,1 – 2,2

2,2 – 10,9

10,9 – 19,7

19,7 – 21,8

Penyebaran batu gamping di alam mudah dikenal pada foto udara

yang menunjukkan rona yang khas berwarna terang. Dalam beberapa hal

kenampakan karst dapat dikenali pada foto udara, pada peta topografi

ataupun di lapangan khususnya pada batu gamping non-klastik.

Secara kimia batugamping terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3). Di

alam tidak jarang pula dijumpai batugamping magnesium. Kadar

magnesium yang tinggi mengubah batugamping dolomitan dengan

Page 16: BAB III

III-16

komposisi kimia CaCO3MgCO3. Adapun sifat dari batugamping adalah

sebagai berikut :

a. Warna : Putih, putih kecoklatan, dan putih keabuan

b. Kilap : Kaca dan tanah

c. Goresan : Putih sampai putih keabuan

d. Bidang belahan : Tidak teratur

e. Pecahan : Uneven

f. Kekerasan : 2,7 – 3,4 skala mohs

g. Berat Jenis : 2,35 Ton/m3

h. Tenacity : Keras, Kompak, sebagian berongga

III.6. Perhitungan Cadangan

Cadangan pada daerah ini di hitung dengan rumus :

V = Luas areal x ketebalan x densitas = La x t x Þ

Untuk menghitung luas areal yang berpotensi cadanganya di gunakan

software global mapper, digunakan global mapper karena software ini dapat

menghitung luas area suatu daerah yang bentuk nya tidak beraturan. Area

yang di hitung luas permukaanya adalah area yang berpotensi terdapat batu

gamping berdasarkan analisa stratigrafi dan lain sebagainya.. Metode ini

adalah metode termudah dalam menghitung cadangan yang datanya hanya

berupa peta lembar geologi. Tetapi apabila diketahui data lubang bor, peta

isopach, dan lain sebagainya. Maka cara ini tidak efektif karena hasil yang

didapatkan tidak akurat. Untuk menentukan areal yang berpotensi adanya

batu gamping tidak hanya peta lembar, tetapi juga digunakan data cross

section.

Page 17: BAB III

III-17

GAMBAR 3.6

PENGUKURAN LUAS AREAL MENGGUNAKAN GLOBAL MAPPER

GAMBAR 3.7

HASIL PENGUKURAN LUASAN AREA

Page 18: BAB III

III-18

Dari gambar diatas menunjukan bahwa area yang diarsir area yang

berpotensi terdapat batu gamping yang akan dihitung cadanganya, dan dari

software ini nantinya dihitung luas area yang berpotensi adanya batu

gamping. Total area yang akan dihitung cadanganya ada 16 area dengan

rincian sebagai berikut :

TABEL III.4

LUASAN TIAP AREAL POTENSI ENDAPAN BATU GAMPING

Area Luas area (km2)1 91,7792 1,6173 1,6574 0,5455 0,34546 1,3437 0,7958 0,6789 1,81310 1,01111 0,54512 1,181213 0,76814 0,68815 1,23416 10,36117 23,665

Total 140,0256

Untuk ketebalanya didapat dari analisa cross section, analisa cross

section juga berguna untuk mengetahui arah persebaran endapan batu

gamping. Dari analisa tersebut didapat bahwa kedalaman endapan batu

gamping yang ada di areal ini adalah ± 125 m.

Page 19: BAB III

III-19

Dari data data yang telah didapat, maka cadangan dapat di hitung

sebagai berikut :

Diketahui :

Luas Areal : 140,0256 km2 =140.025.600 m2

Ketebalan : 125 m

Densitas batu gamping : 2,35 ton/m3

Sehingga,

V= Luas areal x ketebalan x densitas

= 140.025.600 m2 x 125 m x 2,35 ton/m3

= 41.132.520.000 ton

Jadi, cadangan batu gamping yang terdapat pada areal ini

adalah 41.132.520.000 ton (dengan tingkat keyakinan tereka).