BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III ini penulis memaparkan ...
BAB III
-
Upload
pradhana-arli -
Category
Documents
-
view
38 -
download
1
Transcript of BAB III
III-1
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Lithologi Dan Stratigrafi
Dearah Pengamatan merupakan wilayah Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan. Secara umum daerah pengamatan memiliki luasan +
3.100.959.569 m2 terletak pada koordinat 4000’00” LS – 4o30’00” LS dan
104o00’00” BT- 104o30’00” BT.
GAMBAR 3.1
PETA INDEKS DAERAH PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan dengan membandingkan kenampakan pada
google earth, data DEM dan Peta Geologi daerah pengamatan (melalui
III-2
media software berupa Global Mapper) untuk mendapatkan informasi
berupa lithologi/stratigrafi, struktur geologi, dan geomorfologi daerah
tersebut.
GAMBAR 3.2
PETA GEOLOGI DAERAH PENGAMATAN
A. Lithologi Dan Stratigrafi :
Lithologi Dan stratigrafi dapat diketahui melalui kenampakan pada
peta geologi (gambar 3.2). Pengamatan dilakukan terhadap formasi yang
terekam pada peta geologi daerah pengamatan.
Daerah pengamatan terdiri atas formasi batuan sebagai berikut :
Formasi Tarap terdiri atas filit, sekis, batu sabak, marmer,
kuarsit dan batu tanduk
III-3
Formasi Garba terdiri dari basal, andesit, dan lensa-lensa
rijang atau berselingan dengan rijang.
Komplek melange terdiri dari bongkah-bongkah
betugamping rijang, batu andesitik, batu lanau, batu lempung dan sekis
tertanam dalam masa dasar lempung bersisik
terdiri dari granit garba
Formasi Kikim terdiri dari breksi gunung api, tuf padu, tuf,
lava, batu pasir dan batu lempung.
Anggota cawang formasi kikim terdiri dari konglomerat
kuarsa dan batupasir kuarsa
Formasi Talang Akar terdiri dari batu pasir kuarsa
mengandung kayu terkersikkan, batu pasir konglomeratan dan batu lanau
mengandung moluska.
Formasi Batu Raja terdiri dari batu gamping terumbu,
kalkarenit dengan sisipan serpih gampingan dan napal.
Formasi Gumai terdiri dari serpih gampingan, napal,batu
lempung dengan sisipan batu pasir tufan dan batu pasir gamping.
Formasi Air Benakat terdiri dari batu lempung dengan
sisipan batu lempung tufan napal, batu pasir dan serpih.
III-4
Formasi Muara Enim terdiri atas batu lempung, batu lanau,
batu pasir, tufan dengan sisipan batubara.
Formasi Ranau terdiri dari tuff riolin, tuff batu gamping, tuff
padu dengan sisipan batulempung berkarbaon.
Formasi Kasai terdiri atas konglomerat dan batu pasir kuarsa,
batu lempung tufan mengandung kayu terkesikan dengan sisipan tuf batu
apung dan lignit.
1. Umur Batuan :
a. Formasi Tarap : Formasi Batuan Berumur paleozoikum
akhir.
b. Formasi Garba : Formasi Batuan volkanik Berumur jura
hingga cretaceous awal.
c. Komplek melange : Formasi Batuan volkanik Berumur
cretaceous tengah.
d. Formasi Kikim : Formasi Batuan volkanik Berumur paleosen
hingga oligosen.
e. Anggota Cawang : Formasi Batuan volkanik Berumur eosen.
f. Formasi Talang akar : Formasi batuan sedimen berumur oligosen
hingga miosen awal.
g. Formasi Baturaja : Formasi batuan sedimen Berumur miosen
awal.
h. Formasi Gumai : Formasi batuan sedimen berumur miosen
awal hingga miosen tengah .
i. Formasi Air Benakat : Formasi batuan sedimen berumur miosen
tengah hingga miosen akhir.
III-5
j. Formasi Muara Enim : Formasi batuan sedimen berumur miosen
akhir hingga pliosen.
k. Formasi Ranau : Formasi batuan sedimen berumur Pliosen
hingga plestosen.
l. Formasi Kasai : Formasi batuan sedimen berumur Pliosen
hingga plestosen.
2. Lingkungan Pengendapan :
a. Formasi Talang Akar: Formasi yang lingkungan pengendapannya
pada batuan sedimen zone palembang yang
keterdapatan pengendapannya menyisip di
antara formasi baturaja, gumai dan
moluska.
b. Formasi Batu Raja: Formasi baturaja merupakan formasi yang
lingkungan pengendapannya pada batuan
sedimen zone palembang dan formasi ini
menempel pada formasi gumai dan juga
penyebarannya ada di mana mana, tetapi
dalam sekala kecil dan dimana ada formasi
gumai maka akan ditemiukan formasi Batu
Raja.
c. Formasi Gumai :Pada formasi gumai lingkungan
pengendapannya sam seperti formasi kasai,
muara enim, air benakat, yaitu lingkungan
pengendapan batuan sedimen zone
palembang, Penyebaran lingkungan
pengendapannya bertumpuk dalam sekala
besar tidak begitu terpisah pisah.
d. FormasiAirBenakat: Lingkungan pengendapan formasi Air
Benakat sama seperti formasi kasai dan
muara enim yaitu sama sama pada
III-6
lingkungan batuan sedimen zone
palembang, akantetapi pada formasi air
benakat ini tidak begitu dominan
lingkungan pengendapan batuan sedimen
zone palembang, masih lebih dominan
formasi kasai dan juga pada .air benakat ini
penyebarannya tidak begitu merata.
e. Formasi Muara Enim:Lingkungan pengendapannya sama seperti
formasi Kasi yaitu pada lingkungan batuan
sedimen pada zone palembang, tetapi pada
pengamatan lingkungan pengendapan
formasi muara enim tidak begitu dominan
dan keterdapatannya ini menyebar secara
tidak merata. Lebih dominan pada formasi
kasai.
f. Formasi Ranau : Lingkungan pengendapannya pada batuan
volcanic (zone Barisan).
g. Formasi Kasai : Lingkungan pengendapannya pada batuan
sedimen (zone Palembang), pada wilayah
pengamatan pengendapan pada lingkungan
sedimen ini khusunya zone palembang
sangat di dominasi.
3. Sejarah
Pada awalnya daerah batu raja merupakan laut, kemudian karena
terpengaruh oleh pergerakan tektonik lempeng dalam kurun waktu
geologi keluar permukaan tertentu mengakibatkan laut dangkal ini
terekspose keluar menjadi permukaan yang baru, sedangkan pada
bagian sumatra yang lain terbentang bukit barisan barisan hingga
baturaja. Hal ini dimungkinkan karena tatanan geologi sumatera
selatan yang terletak pada pertemuan lempeng tektonik. Sebagai
III-7
indikasi nya adalah keterdapatan batu gamping yang dapat mencapai
ketebalan 85 meter pada wilayah tertentu, dimana batu gamping hanya
dapat terbentuk pada daerah lautan yang mengalami karst.
Karst adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang pada
umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (close depression),
drainase permukaan, dan gua. Daerah ini terbentuk terutama oleh
pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.
III.2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang mendominasi daerah ini adalah lipatan berupa
sinkline dan antiklin diamati melalui peta geologi daerah pengamatan
(gambar 3.2).
GAMBAR 3.3
KENAMPAKAN KELURUSAN STRUKTUR GEOLOGI (SESAR) DAERAH PENGAMATAN PADA CITRA LANDSAT
III-8
Sinkline lebih mendominasi dibanding antikline, sinkline berupa
cekungan yang memperlihatkan batuan pada formasi baturaja yang
didominasi oleh batu gamping terumbu, kalkarenit dengan sisipan serpih
gampingan dan napal, merupakan formasi batuan sedimen berumur miosen
awal hingga miosen tengah.
Melaui citra landsat dapat di interpretasikan kelurusan struktur geologi
berupa beberapa sesar yang berarah dari tenggara (SE) menuju timur laut
(NW) seperti pada gambar 3.3 diatas. Daerah daerah ini memiliki
kecenderungan tanah yang tidak stabil, sehingga dimungkinkan terjadinya
longsor pada daerah tersebut.
Pada struktur geologi berupa antikline terindikasi adanya perlipatan
pada formasi batuan kikim dan baturaja. Dari penampang melintang (cross
section) (gambar 3.4) daerah penelitian diketahui bahwa perlipatan berupa
antiklin pada formasi batuan kikim (Tpok) juga memperlihatkan intrusi
batuan vulkanik yang terdiri atas breksi gunung api, tuf padu, tuf, lava, batu
pasir dan batu lempung
GAMBAR 3.4
CROSS SECTION (PENAMPANG MELINTANG) DAERAH PENGAMATAN
III.3. Morfologi
A. Topografi
Secara umum daerah pengamatan memiliki luasan + 3.100.959.569
m2 terletak pada koordinat 4000’00” LS – 4o05’00” LS dan 104o00’00”
III-9
BT - 104o05’00” BT memiliki kontur yang cukup beragam dengan
ketinggian antara 18m – 750 mdpl seperti yang terlihat pada peta kontur
(gambar b.1). Daerah pengamatan dilihat dari kenampakan pada google
earth merupakan daerah pemukiman penduduk dan perkotaan dilihat
banyaknya fasilitas umum, perumahan, dan tempat perindustrian (salah
satunya PT. Semen Baturaja). Berdasarkan kenampakan peta geologi dan
citra landsat bagian barat dan selatan daerah pengamatan terdiri atas
perbukitan yang bergelombang sedangkan bagian utara dan timur daerah
pengamatan lebih di dominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian
sekitar 20 m – 80 m.
TABEL III.1
KLASIFIKASI RELIEF MENURUT VAN ZUIDAM (1983)
Sumber : Van Zuidam (1983)
Selain itu dari peta geologi dan citra landsat didapat bahwa daerah
penelitian memiliki kontur tertinggi yaitu 750 m sedangkan kontur
terendahnya adalah 18 m ( beda tingginya 732 m ) dengan kemiringan
lerengnya adalah sekitar 56o – 140o, dan dari data tersebut berdasarkan
klasifikasi lereng menurut Van Zuidam (1983) pada Tabel II.1 maka
daerah penelitian termasuk kedalam satuan relief pegunungan ( beda
tinggi 500 – 1000 m dan kemiringan lereng 56o – 140o).
Terdapat pengaruh struktur geologi berupa sinkline dan antiklin
pada daerah pengamatan. Sebagian besar daerah pengamatan didominasi
III-10
dataran rendah. Terdapat aliran sungai didaerah pengamatan dan sebuah
bukit (Bukit Balau), pada daerah dataran rendah di sepanjang aliran
sungai inilah terdapat perkotaan dan permukiman penduduk
B. Sistem Sungai
Dilihat dari pola alirannya berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh
Arthur Davis Howard (1967) sungai pada peta geologi daerah
pengamatan (gambar 2.5) yang mengalir pada daerah pengamatan
merupakan pola sungai dengan jenis dendritik seperti percabangan
pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam.
Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur,
umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada
batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
GAMBAR 3.5
POLA ALIRAN SUNGAI DAERAH PENGAMATAN MELALUI PETA GEOLOGI
III-11
TABEL III.2
KLASIFIKASI POLA ALIRAN MENURUT ARTHUR DAVIS HOWARD, 1967
Pola Aliran Pengertian Bentuk
Dendritik
Seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.
Paralel
Anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.
Trellis
Percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten.
Rectanguler
Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.
Radial
Sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.
III-12
Anular
Sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.
Multibasinal
Percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama,melainkan hilang kebawah permukaan. Berkembangan pada topografi karst.
Pinnate
Pola aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk susut lancip dengan sungai induk. Biasa terdapat pada bukit dengan lereng terjal.
III.4. Bentuk Dan Penyebaran Endapan Batu Gamping
Batu gamping yang terdapat di daerah ini termasuk dalam Formasi
Baturaja. Secara umum penelitian dilakukan oleh RW. Van Bammelen
menggolongkan batu gamping pada Formasi Baturaja berkembang di
sekitar Pegunungan Gumai dan Garba, serta antiklin dekat Baturaja dimana
ditemukan fosil-fosil penunjuk yang diperkirakan mempunyai ketebalan
lebih dari 300 meter.
Dari hasil penelitian atau eksplorasi yang dilakukan oleh Kendarsi
Roeslan pada tahun 1973, diperkirakan ada dua formasi batuan di daerah ini
yaitu Formasi Baturaja dan Formasi Gumai. Formasi Baturaja mempunyai
ketebalan mencapai 1.000 meter sampai 1.200 meter dan berkembang
sebagai endapan pasiran. Lapisan dasar dari Formasi Baturaja ini terdiri dari
kuarsa konglomerat dan sedikit lapisan batubara yang mempunyai ketebalan
beberapa ratus meter. Batuan ini diselimuti oleh batu gamping yang
menyebar secara lateral ke dalam batuan vulkanik dari Semangko Sistem
dengan kedudukan Barat Daya dari Formasi Baturaja.
Batu gamping yang terdapat di daerah ini ada 2 jenis yaitu :
a. Batu gamping berkoral (Coraline facies limestone)
b. Batu gamping pasiran (Sandy limestone)
Batu gamping didaerah ini memiliki ketebalan hingga mencapai 85m
III-13
yang hanya dapat terbentuk dan ditemukan pada daerah lautan melalui
proses karst. Karst adalah sebuah bentukan di permukaan bumi yang
pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed
depression), drainase permukaan, dan gua. Daerah ini dibentuk terutama
oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping.
Daerah karst terbentuk oleh pelarutan batuan terjadi di litologi lain,
terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti
halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan
di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk
gua (favourable). Daerah ini disebut karst asli.
Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses cuaca, kegiatan
hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu
cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan
pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok
adalah pseudokarst (karst palsu).
III.5. Sifat Endapan Batu Gamping
Dikenal batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang
laut antara lain dari Coelenterata, Molusca dan Protozoa, Foraminifera dan
sebagainya. Jenis batu gamping ini sering disebut sebagai batu gamping
Koral karena penyusun utamanya adalah Koral yang merupakan anggota
dari Coelenterata. Batu gamping ini merupakan pertumbuhan atau
perkembangan koloni Koral, oleh sebab itu di lapangan tidak menunjukkan
perlapisan yang baik dan belum banyak mengalami pengotoran mineral lain.
Batu gamping klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping
non-klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, sedimentasi.
Oleh karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral lain yang
merupakan pengotor dan memberi warna pada batu gamping yang
bersangkutan. Akibat adanya proses sortasi, maka secara alamiah akan
terbentuk pengelompokan ukuran butir. Dikenal jenis kalsirudit apabila batu
gamping tersebut fragmental, kalkarenit apabila batu gamping tersebut
III-14
berukuran pasir, dan kalsilutit apabila batu gamping tersebut berukuran
lempung. Tingkat pengotoran atau kontaminasi oleh mineral asing berkaitan
erat dengan ukuran butirnya. Pada umumnya jenis batu gamping ini di
lapangan menunjukkan berlapis. Adanya perlapisan dan struktur sedimen
yang lain serta adanya kontaminasi mineral tertentu yang akan memberi
warna dalam beberapa hal memberikan nilai tambah setelah batu gamping
tersebut terkena sentuhan teknologi.
Setelah itu, mata air mineral dapat pula mengendapkan batu gamping
yang disebut sebagai endapan sinter kapur. Batu gamping jenis ini terjadi
karena proses kimia di alam, peredaran air panas alam, maka melarutkan
batu gamping di bawah permukaan yang kemudian diendapkan kembali di
permukaan bumi.
Secara kimia batu gamping terdiri atas Kalsium karbonat (CaCO3). Di
alam tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium. Kadar
magnesium yang tinggi mengubah batu gamping menjadi batu gamping
dolomitan dengan komposisi kimia(CaCO3MgCO3). Hasil penelitian hingga
kini menyebutkan bahwa kadar Calsium Oksida batu gamping di Jawa
umunya tinggi (CaO > 50%). Selain magnesium, batu gamping kerap kali
tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis mineral lainnya.
Pada umumnya, batu gamping yang padat dan keras mempunyai berat
jenis 2. Selain yang pejal (masif), dijumpai pula batu gamping yang sarang
(porus). Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih susu, abu-abu
muda, abu-abu tua, coklat, merah, bahkan hitam. Semuanya disebakan
karena jumlah dan jenis pengotor yang ada. Warna kemerahan disebabkan
oleh mangan, oksida besi sedang kehitaman karena zat organic. Batu
gamping yang mengalami metamorfisme berubah menjadi marmer.
Di beberapa daerah berbatu gamping yang tebal lapisannya didapatkan
gua atau sungai bawah tanah yang terjadi berkaitan erat dengan kerja air
tanah. Air hujan yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 dari
pembusukkan zat organic di permukaan setelah meresap ke dalam tanah
III-15
dapat melarutkan batu gamping yang dilaluinya sepanjang rekahan. Reaksi
yang berlangsung adalah :
CaCO3 + 2CO2 + H2O Ca(HCO3)2 + CO2
Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun terjadilah rongga
dalam bentuk gua atau sungai bawah tanah.
Seperi dijelaskan dimuka, secara geologi batu gamping mungkin
berubah menjadi dolomitan (MgO 2,2% - 10,9%) atau dolomite (MgO >
19,9%) karena pengaruh pelindian (leaching) atau peresapan unsure
magnesium dari laut ke dalam batu gamping tersebut. Di samping itu,
dolomite juga diendapkan secara tersendiri atau bersamaan dengan batu
gamping. Ada hubungan yang erat antara batu gamping dengan dolomite
seperti yang dikemukakan oleh Pettijohn (1949).
TABEL III.3
HUBUNGAN ANTARA BATU GAMPING DAN DOLOMITE (PETTJOHN 1949)
Nama BatuanKadar Dolomit
(%)Kadar MgO (%)
Batu gamping
Batu gamping bermagnesium
Batu gamping dolomitan
Dolomit berkalsium
Dolomit
0 – 5
5 – 10
10 – 50
50 – 90
0 - 100
0,1 – 1,1
1,1 – 2,2
2,2 – 10,9
10,9 – 19,7
19,7 – 21,8
Penyebaran batu gamping di alam mudah dikenal pada foto udara
yang menunjukkan rona yang khas berwarna terang. Dalam beberapa hal
kenampakan karst dapat dikenali pada foto udara, pada peta topografi
ataupun di lapangan khususnya pada batu gamping non-klastik.
Secara kimia batugamping terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3). Di
alam tidak jarang pula dijumpai batugamping magnesium. Kadar
magnesium yang tinggi mengubah batugamping dolomitan dengan
III-16
komposisi kimia CaCO3MgCO3. Adapun sifat dari batugamping adalah
sebagai berikut :
a. Warna : Putih, putih kecoklatan, dan putih keabuan
b. Kilap : Kaca dan tanah
c. Goresan : Putih sampai putih keabuan
d. Bidang belahan : Tidak teratur
e. Pecahan : Uneven
f. Kekerasan : 2,7 – 3,4 skala mohs
g. Berat Jenis : 2,35 Ton/m3
h. Tenacity : Keras, Kompak, sebagian berongga
III.6. Perhitungan Cadangan
Cadangan pada daerah ini di hitung dengan rumus :
V = Luas areal x ketebalan x densitas = La x t x Þ
Untuk menghitung luas areal yang berpotensi cadanganya di gunakan
software global mapper, digunakan global mapper karena software ini dapat
menghitung luas area suatu daerah yang bentuk nya tidak beraturan. Area
yang di hitung luas permukaanya adalah area yang berpotensi terdapat batu
gamping berdasarkan analisa stratigrafi dan lain sebagainya.. Metode ini
adalah metode termudah dalam menghitung cadangan yang datanya hanya
berupa peta lembar geologi. Tetapi apabila diketahui data lubang bor, peta
isopach, dan lain sebagainya. Maka cara ini tidak efektif karena hasil yang
didapatkan tidak akurat. Untuk menentukan areal yang berpotensi adanya
batu gamping tidak hanya peta lembar, tetapi juga digunakan data cross
section.
III-17
GAMBAR 3.6
PENGUKURAN LUAS AREAL MENGGUNAKAN GLOBAL MAPPER
GAMBAR 3.7
HASIL PENGUKURAN LUASAN AREA
III-18
Dari gambar diatas menunjukan bahwa area yang diarsir area yang
berpotensi terdapat batu gamping yang akan dihitung cadanganya, dan dari
software ini nantinya dihitung luas area yang berpotensi adanya batu
gamping. Total area yang akan dihitung cadanganya ada 16 area dengan
rincian sebagai berikut :
TABEL III.4
LUASAN TIAP AREAL POTENSI ENDAPAN BATU GAMPING
Area Luas area (km2)1 91,7792 1,6173 1,6574 0,5455 0,34546 1,3437 0,7958 0,6789 1,81310 1,01111 0,54512 1,181213 0,76814 0,68815 1,23416 10,36117 23,665
Total 140,0256
Untuk ketebalanya didapat dari analisa cross section, analisa cross
section juga berguna untuk mengetahui arah persebaran endapan batu
gamping. Dari analisa tersebut didapat bahwa kedalaman endapan batu
gamping yang ada di areal ini adalah ± 125 m.
III-19
Dari data data yang telah didapat, maka cadangan dapat di hitung
sebagai berikut :
Diketahui :
Luas Areal : 140,0256 km2 =140.025.600 m2
Ketebalan : 125 m
Densitas batu gamping : 2,35 ton/m3
Sehingga,
V= Luas areal x ketebalan x densitas
= 140.025.600 m2 x 125 m x 2,35 ton/m3
= 41.132.520.000 ton
Jadi, cadangan batu gamping yang terdapat pada areal ini
adalah 41.132.520.000 ton (dengan tingkat keyakinan tereka).