BAB III

19
BAB III ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Masalah Dari analisis situasi dan kecenderungan permasalahan kesehatan pada bab sebelumnya serta curah pendapat seluruh unsur di Dinas Kesehatan yang telah terwakili dalam tim perencanaan dan anggaran didapatkan berbagai permasalahan antara lain: 1. Belum adanya sistem pembiayaan kesehatan yang meng-cover seluruh lapisan masyarakat 2. Pelayanan emergency dasar di puskesmas belum optimal. 3. Meningkatnya prevalensi gizi buruk 4. Kurang optimalnya operasionalisasi sistem informasi kesehatan berbasis teknologi informasi 5. Kasus kematian bayi cenderung meningkat 6. Belum optimalnya pelaksanaan SOP di puskesmas 7. Belum optimalnya jejaring kerja penanganan ibu maternal 8. Kualitas jajanan anak sekolah kurang memenuhi syarat. 9. Cakupan desa siaga aktif masih rendah. 10. Incident rate DBD masih tinggi 11. Masih rendahnya kualitas air minum yang memenuhi syarat 12. Meningkatnya prevalensi HIV-AIDS 13. Meningkatnya penderita TB paru 14. Sistem surveilens epid belum optimal 15. Masih rendahnya angka bebas jentik Prioritas masalah perlu dirumuskan karena seperti diketahui bahwa sektor kesehatan sering kali berada dalam keadaan kekurangan sumber daya atau bahkan dapat dikatakan langka dalam sumber daya. Oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan prioritas masalah kesehatan yang akan diutamakan dalam pelaksanaan program. Penentuan prioritas masalah kesehatan yang baik tidak hanya melihat dari analisis situasi setempat tetapi juga harus mempertimbangkan prioritas masalah yang ada di tingkat nasional bahkan internasional, diharapkan prioritas masalah setempat yang berhasil dirumuskan tersebut akan bertambah tajam. Dengan adanya informasi prioritas masalah, maka diharapkan akan menjadi semacam benchmarking atau acuan dalam memilih suatu prioritas permasalahan. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa prioritas permasalahan yang akan 19 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

description

Uraian

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

BAB III

ISU STRATEGIS

3.1 Identifikasi MasalahDari analisis situasi dan kecenderungan permasalahan kesehatan pada bab sebelumnya serta curah pendapat seluruh unsur di Dinas Kesehatan yang telah terwakili dalam tim perencanaan dan anggaran didapatkan berbagai permasalahan antara lain: 1. Belum adanya sistem pembiayaan kesehatan yang meng-cover seluruh lapisan masyarakat2. Pelayanan emergency dasar di puskesmas belum optimal.3. Meningkatnya prevalensi gizi buruk 4. Kurang optimalnya operasionalisasi sistem informasi kesehatan berbasis teknologi informasi5. Kasus kematian bayi cenderung meningkat6. Belum optimalnya pelaksanaan SOP di puskesmas7. Belum optimalnya jejaring kerja penanganan ibu maternal8. Kualitas jajanan anak sekolah kurang memenuhi syarat.9. Cakupan desa siaga aktif masih rendah.10.Incident rate DBD masih tinggi11.Masih rendahnya kualitas air minum yang memenuhi syarat12.Meningkatnya prevalensi HIV-AIDS13.Meningkatnya penderita TB paru 14.Sistem surveilens epid belum optimal15.Masih rendahnya angka bebas jentikPrioritas masalah perlu dirumuskan karena seperti diketahui bahwa sektor kesehatan sering kali berada dalam keadaan kekurangan sumber daya atau bahkan dapat dikatakan langka dalam sumber daya. Oleh sebab itu perlu dilakukan penetapan prioritas masalah kesehatan yang akan diutamakan dalam pelaksanaan program. Penentuan prioritas masalah kesehatan yang baik tidak hanya melihat dari analisis situasi setempat tetapi juga harus mempertimbangkan prioritas masalah yang ada di tingkat nasional bahkan internasional, diharapkan prioritas masalah setempat yang berhasil dirumuskan tersebut akan bertambah tajam. Dengan adanya informasi prioritas masalah, maka diharapkan akan menjadi semacam benchmarking atau acuan dalam memilih suatu prioritas permasalahan. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa prioritas permasalahan yang akan ditindak lanjuti dengan intervensi setidaknya mempunyai kaitan dengan prioritas yang telah ditetapkan oleh level administrasi setingkat diatasnya (provinsi, pusat maupun global). Disamping itu permasalahan kesehatan suatu daerah saat ini tidak mungkin berdiri sendiri, dan selalu terkait dengan daerah lain. Permasalahan kesehatan nasional/global akan mempengaruhi masalah lokal, sebaliknya masalah lokal akan menambah masalah kesehatan nasional/global. Terdapat semacam

19 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 2: BAB III

Sumber Daya KesehatanManajemen KeshUpaya KesehatanPemberdayaan MasyHukum & peraturan Kesh

Keadaan Lingkungan

Perilaku Hidup Masyarakat

Mutu pelayanan Kesehatan

MENUJU

DERAJAD KESEHATAN

MORBIDITAS

STATUSGIZI

MORTALITAS

hubungan timbal balik antar keduanya. Bila kita telah menetapkan prioritas masalah yang setidaknya beberapa diantaranya merupakan prioritas masalah bersama (nasional/global), maka ada beberapa keuntungan yang dapat kita terima, setidaknya perhatian level administrasi yang lebih tinggi tersebut akan lebih besar diberikan dan tentunya akan diikuti oleh pembiayaan atas prioritas permasalahan terkait. Inti dari semua ini adalah agar kita dalam menetapkan prioritas masalah tetap memperhatikan prioritas nasional maupun global tanpa mengesampingkan masalah lokal-spesifik, sehingga kita tidak dianggap seperti katak dalam tempurung.Untuk memberikan pengetahuan, wawasan dan gambaran mengenai prioritas masalah, maka berikut akan disajikan beberapa prioritas masalah kesehatan yang telah ditetapkan oleh berbagai lembaga baik nasional maupun internasional.Dibawah ini disampaikan beberapa pendekatan dan literature yang berhubungan dengan penentuan prioritas masalah ataupun pelayanan kesehatan yang dapat diterapkan di kota Semarang.PENDEKATAN SISTEM (Depkes, Indonesia sehat 2010 dan Sistem Kesehatan Kota Semarang)

Dari bagan diatas dapat disimpulkan bahwa segala upaya yang dialokasikan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan status gizi akan mempunyai daya ungkit terbesar bagi peningkatan derajad kesehatan masyarakat.TANTANGAN GLOBAL. Millenium Development Goal’s (Tujuan pembangunan milenium merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan tingkat kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada Millenium Summit pada September 2000. berikut beberapa tujuan/target titik berat pada bidang kesehatan yang telah disetujui :a. Mengurangi tingkat kematian anak; mengurangi 2/3 tingkat kematian balita pada 2015. Tiap tahunnya hampir 11 juta anak meninggal sebelum usia 5 tahun, terutama dari penyakit yang tidak tertangani.20 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 3: BAB III

b. Meningkatkan kesehatan ibu; pada tahun 2015 mengurangi 2/3 rasio kematian ibu dalam proses melahirkan. Di negara berkembang risiko kematian dalam proses melahirkan adalah 1 dalam 48.c. Perlawanan terhadap HIV-AIDS, TB, malaria dan penyakit lainnya; menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV-AIDS dan penyakit lainnya. 40 juta orang di dunia terjangkit HIV termasuk 5 juta yang baru terinfeksi tahun 2001. Negara seperti Brazil, Senegal, Thailand telah memperlihatkan bahwa penyebaran HIV dapat ditekand. Menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan; pada tahun 2015 diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat. Lebih dari 1 miliar orang kekurangan akses untuk air minum sehat dan akses sanitasi.MASALAH KESEHATAN PRIORITAS (PMPK UGM). Untuk menentukan masalah kesehatan prioritas, digunakan pembandingan beberapa literature yakni ; a. Common problem yang teridentifikasi dari 5 Dinas Kesehatan Propinsib. Komitmen Indonesia ( MDG’s, WHO)c. Sasaran DepkesSehingga didapatkan masalah kesehatan prioritas sbb:1. Kematian maternal2. Kematian anak3. TB4. HIV-AIDS5. MalariaWORLD BANK. Bank Dunia telah menghitung waktu produktif yang hilang (disease burden) yang diakibatkan oleh berbagai macam penyakit. Atas dasar perhitungan tersebut, Bank Dunia menyarankan agar dalam program kesehatan, prioritas diberikan pada pelayanan kesehatan kesehatan esensial yang terdiri dari :1. KIA dan pertolongan persalinan2. KB3. Manajemen kesakitan pada anak4. TB5. Pemberantasan STDsSEARO. Dalam pertemuan membahas dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan yang diselenggarakan oleh JICA di Tokyo, disampaikan sebuah paper oleh seorang staf SEARO DR. Shambhu yang mengemukakan bahwa prioritas pelayanan kesehatan hendaknya diberikan kepada :1. KIA/KB2. Imunisasi3. CDC (TB, DHF)4. Masalah gizi5. Promosi kesehatan6. Pelayanan rujukan untuk kasus KIA/KB, CDCDari 2 hasil tersebut (Word Bank & SEARO) sepakat memberikan prioritas pada masalah:1. kesehatan reproduksi2. penyakit menular3. penyakit yang mengenai anak (PD3I)21 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 4: BAB III

4. kurang gizi.INDONESIA SEHAT 2010 & MDG’s. Dari gabungan pencapaian sasaran IS 2010 dan agenda Millenium Development Goals didapatkan prioritas pelayanan kesehatan sebagai berikut :1. Menurunkan angka kematian balita2. Meningkatkan kesehatan ibu3. Perbaikan status gizi4. Memerangi penyebaran HIV-AIDS dan penyakit menular lainnya.Dari berbagai literature diatas dan analisis situasi kesehatan di kota Smg, maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan kesehatan yang paling mengemuka di kota Semarang dalam kurun lima tahun mendatang adalah sebagai berikut : 1. Kematian bayi mempunyai kecenderungan meningkat.2. Tingginya kasus demam berdarah3. Meningkatnya kasus HIV-AIDS4. Meningkatnya kasus TB Paru5. Meningkatnya prevalensi gizi buruk6. Belum adanya system pembiayaan kesehatan yang melindungi seluruh lapisan masyarakat7. Masih rendahnya kualitas air minum yang memenuhi syarat8. Belum optimalnya kinerja dari jejaring pelayanan kesehatan ibu maternal.Dari daftar prioritas permasalahan kesehatan tersebut ditentukan urutan prioritasnya. Teknik penentuan urutan prioritas masalah menggunakan kriteria tertentu. Kriteria yang diambil harus memenuhi beberapa perspektif, diantaranya:1. Epidemiologis : Beban dari penyakit (morbiditas, mortalitas, kecacatan tinggi). 2. Cost of illness : menggambarkan dampak biaya bagi masyarakat dan produktifitasnya.3. Keadilan : menggambarkan bahwa masalah menyangkut berbagai kelompok populasi.4. Sumber daya : menggambarkan tersedianya teknologi dan metode yang efektif untuk mengatasi masalah.5. Politik : merupakan isu di masyarakat, politisi dan birokrat.Setelah kriteria sudah ditentukan langkah selanjutnya adalah :a. Membuat matrik antara kriteria dan masalah. b. Untuk memudahkan, setiap kriteria mempunyai bobot yang sama. c. Skor untuk masing-masing kriteria hanya terdapat tiga kemungkinan yaitu : prioritas tinggi diberi skor 2, prioritas sedang diberi skor 1 dan prioritas rendah diberi skor 0d. Menjumlahkan skor masing-masing masalah; mengurutkan prioritas mulai dari jumlah skor tertinggi hingga skor terendah.Adapun kriteria yang akan digunakan untuk memilih masalah adalah sebagai berikut :1) Apakah masalah tersebut menimbulkan angka kesakitan tinggi di dalam masyarakat ? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah

22 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 5: BAB III

2) Apakah masalah tersebut menimbulkan angka kematian tinggi di dalam masyarakat ? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah3) Apakah masalah tersebut menimbulkan kecacatan di dalam masyarakat ? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah4) Apakah masalah tersebut berpengaruh besar dan jangka pendek terhadap pembangunan sosial ekonomi daerah ? (contoh : TB paru & ISPA anak mungkin saja memiliki insidensi yang sama tingginya, tapi TB paru lebih memberikan dampak sosial ekonomi lebih bear daripada ISPA anak karena ia secara langsung mengurangi produktifitas tenaga kerja) jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah5) Apakah masalah tersebut berpengaruh besar dan jangka panjang terhadap pembangunan sosial ekonomi daerah ? (contoh : gizi buruk & ISPA anak mungkin saja memiliki insidensi yang sama tingginya, tapi ISPA anak lebih memberikan dampak sosial ekonomi lebih kecil daripada gizi buruk, sebab gizi buruk meskipun anak tetap hidup mengakibatkan cacat kognitif) jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah6) Apakah masalah tersebut berakar dari perilaku kesehatan yang buruk di masyarakat ? (misal stroke karena prevalensi merokok tinggi) jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah7) Apakah masalah tersebut merupakan cakupan intervensi yang masih rendah? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah8) Apakah masalah tersebut telah diatasi oleh sektor lain? Jika belum beri skor tinggi ; jika sudah beri skor rendah9) Apakah instrumen teknis (intervensi) yang diketahui efektif/cost efektif/tepat telah tersedia untuk mengatasi masalah ? jika ya tersedia beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah10) Apakah masalah tersebut mempengaruhi masyarakat miskin dengan proporsi lebih besar daripada kelompok masyarakat lain ? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah.11) Apakah akar masalah terletak pada kelemahan sistem kesehatan (misal : ketiadaan regulasi, kelangkaan infrastruktur, kelemahan supervisi-surveilens dll sehingga memperburuk masalah) ? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah.12) Apakah masalah tersebut disebabkan kekurangan sumber daya ketimbang sumber daya yang ada tidak digunakan/menganggur ? jika ya beri skor tinggi ; jika tidak beri skor rendah.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat matriks berikut :Kriteria 1 Kriteria..... Kriteria 12 Jumlah Ranking Masalah 1Masalah ...Masalah 7

Untuk mengisi matriks diatas dilakukan oleh semua unsur yang ada di dinas kesehatan yang telah terwakili dalam tim perencanaan dan pengganggaran masing-masing individu dalam tim mengisi matriks tersebut. Langkah selanjutnya adalah merekap hasil pengisian matrik oleh seluruh anggota tim dengan menjumlahkan skor masing-masing masalah untuk tiap kriteria. Urutan 23 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 6: BAB III

prioritas masalah ditentukan berdasarkan skor terbanyak yang dimiliki oleh masing-masing masalah.Adapun hasil ranking enam besar urutan prioritas masalah kesehatan adalah sebagai berikut :1. Masih tingginya kasus demam berdarah2. Meningkatnya prevalensi gizi buruk 3. Meningkatnya kasus HIV-AIDS4. Meningkatnya kasus kematian bayi5. Terdapat kelompok masyarakat yang belum memiliki jaminan pembiayaan kesehatan 6. Meningkatnya kasus TB ParuDari masalah kesehatan diatas, kemudian dilakukan identifikasi faktor pengaruh internal dan eksternal yang kemudian muncul permasalahan pelayanan.

Tabel 7Identifikasi Masalah Kesehatan & Permasalahan Pelayanan KesehatanNO MASALAH KESEHATAN FAKTOR PENGARUH PERMASALAHAN PELAYANANINTERNAL EKSTERNAL1 Incident rate DBD 1. Kurangnya tenaga fungsional epid2. Belum optimalnya operasionalisasi IT DBD

1. Tuntutan masy yg berlebih thd fooging2. Perilaku hidup bersih masy masih kurang3. Peran serta sektor terkait belum optimal4. Laporan dr RS tidak jelas alamat penderitanya5. Masy ada yg menolak penyelidikan epid

Upaya pencegahan, penanggulangan kasus & faktor risiko DBD belum optimal

2 Prevalensi gizi buruk 1. Kurangnya tenaga fungsional gizi 1. Rendahnya daya beli pada kelompok masy tertentu2. Adanya penyakit infeksi pada balita3. Kurangnya pengetahuan masy ttg gizi & kesehatan balita4. Belum optimalnya upaya pencegahan gizi buruk yg melibatkan linsek

Upaya pencegahan kasus gizi buruk melalui deteksi dini di posyandu belum optimal

3 Prevalensi HIV-AIDS 1. Perilaku sex aman pd populasi risti masih rendah2. Penggunaan kondom belum 100% di lokalisasi3. Pelanggan sex

Upaya penjangkauan pada populasi risti masih rendah

24 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 7: BAB III

belum dapat dijangkau4. Kerjasama penanggulangan dgn lintas sektor belum optimal4 Kematian bayi 1. Pengetahuan & ketrampilan petugas dlm deteksi dini neonatus risti/komplikasi belum optimal2. Pelaksanaan manajemen terpadu penyakit bayi belum optimal

1. Adanya penyakit infeksi pada balita2. Kurangnya pengetahuan masy ttg gizi & kesehatan balita3. Koordinasi dlm jejaring kerja pelayanan kesehatan bayi belum optimal

Pelayanan kesehatan & sistem rujukan bagi neonatal risti/komplikasi belum optimal

5 Jaminan pemeliharaan kesehatan1. Unit kerja teknis yg permanen belum terbentuk

1. Adanya moral hazard Belum adanya sistem pembiayaan kesehatan yang universal6 Prevalensi TB 1. Pelaporan kasus dr RS belum tepat waktu2. Bbp praktek dokter, klinik/balai pengobatan belum ikut berpartisipasi dlm pelaporan3. Penderita RS banyak yg drop out4. Sebagian penderita tidak datang ketika pemeriksaan sputum diakhir pengobatan

Upaya penemuan kasus dan kesembuhan penderita TB belum optimal

3.2 Telaah Permasalahan PelayananPada bagian ini akan ditelaah dan diidentifikasi berbagai factor penghambat dan pendorong pelayanan kesehatan yang dapat mempengaruhi pencapaian visi dan misi Walikota Semarang, renstra kementrian kesehatan dan renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Analisis permasalahan pelayanan berikut dianggap mempengaruhi sekaligus visi misi walikota, renstra kementrian dan Dinkes propinsi dan memiliki benang merah diantara ketiganya.Factor penghambat pelayanan merupakan penyebab permasalahan pelayanan dan dapat menghambat pencapaian misi dan program Walikota. Factor pendorong pelayanan merupakan factor untuk mengatasi permasalahan pelayanan dan dapat mendorong pencapaian misi dan program Walikota. Tabel 8 berikut menggambarkan secara rinci factor penghambat dan pendorong tiap permasalahan pelayanan.

25 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 8: BAB III

Table 8Faktor Penghambat dan Pendorong Permasalahan PelayananNO PERMASALAHAN PELAYANAN FAKTORPENGHAMBAT PENDORONG1 Upaya pencegahan, penanggulangan kasus & faktor risiko DBD belum optimal

1. Kuantitas tenaga epid kurang2. Belum optimalnya operasionalisasi IT DBD3. Keterpaduan dalam pelaksanaan program belum optimal4. Tuntutan masy yg berlebihan thd foging5. Partisipasi masy dlm PSN masih rendah6. Peran serta pihak terkait belum maksimal dlm pencegahan & penanggulangan DBD

1. Tersedianya bbg sumber daya bg pencegahan penanggulangan DBD2. Adanya produk hukum daerah yg mendukung pencegahan penanggulangan DBD3. Tersedianya SOP kegiatan pencegahan penanggulangan DBD4. Komitmen yg tinggi dr bbg pengambil kebijakan di tk kota thd P2 DBD5. Adanya kepedulian dr bbg komponen masy thd P2 DBD2 Upaya pencegahan kasus gizi buruk melalui deteksi dini di posyandu belum optimal1. Kurangnya tenaga fungsional gizi2. Kurangnya pengetahuan & ketrampilan kader posyandu ttg kasus gibur3. Kurangnya partisipasi masy untuk membawa balita ke posyandu (D/S)4. Kurangnya pengetahuan masy ttg gizi, kesehatan & pola asuh balita5. Belum optimalnya upaya pencegahan gizi buruk yg melibatkan linsek

1. Sistem deteksi/penemuan dini kasus gibur sudah mantap2. Adanya kegiatan rutin pengembangan & peningkatan posyandu (sarana, kader)3. Adanya kerjasama dengan PT atas penanggulangan kasus gibur di posyandu4. Peningkatan penanganan kasus gizi buruk dari segi kualitas maupun kuantitas 3 Upaya penjangkauan pada populasi risti HIV masih rendah

1. Penjangkauan pd pelanggan sex belum dilakukan2. Kerjasama linsek & pihak terkait dlm pelaksanaan penjangkauan belum optimal

1. Tersedianya klinik VCT, IMS, PMTCT, CST2. Dilaksanakannya kegiatan desiminasi informasi & screening HIV pd populasi risti secara rutin3. Adanya kelompok masy yg peduli thd pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS26 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 9: BAB III

4. Adanya unit kerja khusus yg mengkoordinasi di tk kota dlm pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS5. Komitmen yg kuat bbg pemegang kebijakan baik di tk pusat & daerah thd pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS4 Pelayanan kesehatan & sistem rujukan bagi neonatal risti/komplikasi belum optimal1. Pengetahuan & ketrampilan petugas dlm deteksi dini neonatus risti/komplikasi belum optimal2. Pelaksanaan manajemen terpadu penyakit bayi belum optimal3. Jejaring kerja pelayanan rujukan belum mantap4. Pengetahuan & kesadaran masy untuk rutin memeriksakan kesehatan bayi masih rendah

1. Tersedianya tenaga medis yg berkompeten di pelayanan rujukan bagi neonatus risti/komplikasi2. Terbentuknya puskesmas PONED & RS PONEK

5 Belum adanya sistem pembiayaan kesehatan yang universal1. Belum adanya survey ATP & WTP masy2. Belum diputuskannya lembaga/badan penyelenggara pelayanan jaminan3. Belum adanya up date data maskin terkini

1. Adanya UU SJSN yg mendorong terbentuknya system jaminan kesehatan daerah yg menyeluruh2. Komitmen pemerintah pusat & daerah untuk membiayai pelayanan kesehatan bg masy miskin 3. Telah disusunnya konsep bagi pelaksanaan jaminan pelayanan kesehatan universal coverage6 Upaya penemuan kasus dan kesembuhan penderita TB belum optimal1. Keterlambatan pengiriman laporan kasus dr RS 2. Partisipasi pengiriman laporan kasus yg rendah dr BP/klinik, praktek dokter 3. Banyaknya drop out pengobatan4. Banyak penderita yg tidak datang dlm pemeriksaan sputum terakhir

1. Adanya puskesmas sbg pusat rujukan mikroskopis kasus TB2. Tersedianya obat TB gratis di seluruh puskesmas3. Adanya kader PMO untuk mengawasai penderita minum obat secara teratur4. Dilaksanakannya penemuan aktif penderita TB27 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 10: BAB III

4.3 Isu StrategisPenentuan isu strategis digunakan dengan FGD dan metode pembobotan. Pertama-tama ditentukan criteria beserta skornya seperti table 9 dibawah.

Tabel 9Skor Kriteria dalam Penentuan Isu StrategisNO KRITERIA SKOR1 Memiliki pengaruh yg besar terhadap pencapaian sasaran renstra 62 Merupakan tugas & tanggung jawab SKPD 53 Dampak yg ditimbulkannya thd publik 44 Memiliki daya ungkit pembangunan daerah 35 Kemudahannya untuk ditangani 26 Prioritas janji politik yg perlu diwujudkan 1

Kemudian ditentukan skala penilaian untuk menilai besarnya pengaruh setiap factor pendorong dan penghambat terhadap criteria. Besarnya skala antara 1 – 5 (sangat lemah, lemah, sedang, kuat, sangat kuat). Berikut penilaian pengaruh setiap factor pendorong dan penghambat terhadap criteria yang telah ditetapkan diatas, seperti yang terlihat pada table 10 dibawah ini :

Tabel 10Faktor Penghambat dan Pendorong Pelayanan KesehatanNO FAKTORPENGHAMBAT

NILAI SKALA KRITERIA KE1 2 3 4 5 61 Kuantitas tenaga epidemiologis kurang 5 4 4 4 4 42 Belum optimalnya operasionalisasi IT DBD 3 4 3 2 2 23 Tuntutan masy yg berlebihan thd foging 1 2 2 1 2 14 Partisipasi masy dlm PSN masih rendah 5 5 5 5 4 55 Keterpaduan dalam pelaksanaan program pencegahan penanggulangan DBD belum optimal 5 5 4 5 4 56 Peran serta pihak terkait belum maksimal dlm pencegahan & penanggulangan DBD 3 2 1 2 1 17 Kurangnya tenaga fungsional gizi 3 4 1 1 1 18 Kurangnya pengetahuan & ketrampilan kader posyandu ttg kasus gibur 3 2 1 1 1 19 Kurangnya partisipasi masy untuk membawa balita ke posyandu (D/S) 4 3 2 2 2 210 Kurangnya pengetahuan masy ttg gizi, kesehatan & pola asuh balita 3 2 1 1 1 111 Belum optimalnya upaya pencegahan gizi buruk yg melibatkan linsek 5 5 4 5 3 512 Penjangkauan pd pelanggan sex belum dilaksanakan 2 1 1 1 1 113 Kerjasama linsek & pihak terkait dlm pelaksanaan penjangkauan belum optimal 2 1 1 1 1 114 Pengetahuan & ketrampilan petugas puskesmas dlm deteksi dini 5 5 2 3 3 2

28 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 11: BAB III

neonatus risti/komplikasi masih kurang15 Pelaksanaan manajemen terpadu penyakit bayi belum optimal 3 2 2 1 1 216 Sistem pelayanan rujukan neonatus belum mantap 3 4 1 1 1 117 Pengetahuan & kesadaran masy untuk rutin memeriksakan kesehatan bayi masih rendah 3 2 2 1 1 118 Belum adanya survey ATP & WTP masy 2 1 1 1 1 119 Belum diputuskannya lembaga/badan penyelenggara pelayanan jaminan 2 1 1 1 1 120 Belum adanya up date data maskin terkini 2 1 1 1 1 121 Keterlambatan pengiriman laporan kasus TB dr RS 3 3 1 1 1 122 Partisipasi pengiriman laporan kasus TB yg rendah dr BP/klinik, praktek dokter 3 3 1 1 1 123 Banyaknya drop out pengobatan penderita TB 3 3 2 2 1 224 Banyak penderita TB yg tidak datang dlm pemeriksaan sputum terakhir 3 3 1 1 1 1

PENDORONG1 Tersedianya bbg sumber daya bg pencegahan penanggulangan DBD 3 3 3 1 1 12 Adanya produk hukum daerah yg mendukung pencegahan penanggulangan DBD 3 2 1 1 1 13 Tersedianya SOP kegiatan pencegahan penanggulangan DBD 3 4 2 1 2 24 Komitmen yg tinggi dr bbg pengambil kebijakan di tk kota thd pencegahan penanggulangan DBD 3 2 1 1 1 15 Adanya kepedulian dr bbg komponen masy thd pencegahan penanggulangan DBD 3 1 1 1 1 16 Sistem deteksi/penemuan dini kasus gibur sudah mantap 5 5 4 3 3 37 Adanya kegiatan rutin pengembangan & peningkatan posyandu (sarana, kader) 4 3 3 2 2 38 Adanya kerjasama dengan PT atas penanggulangan kasus gibur di posyandu 3 1 1 1 1 19 Adanya peningkatan penanganan kasus gizi buruk dari segi kualitas maupun kuantitas 3 3 2 2 1 210 Tersedianya klinik VCT, IMS, PMTCT, CST 4 3 2 2 2 311 Dilaksanakannya kegiatan desiminasi informasi & screening HIV pd populasi risti secara rutin 5 5 3 3 2 312 Adanya kelompok masy yg peduli thd pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS 3 2 1 1 1 113 Adanya unit kerja khusus yg mengkoordinasi di tk kota dlm pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS 3 1 1 1 1 114 Komitmen yg kuat bbg pemegang kebijakan baik di tk pusat & daerah thd pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS 3 1 1 1 1 115 Tersedianya tenaga medis yg berkompeten di pelayanan rujukan bagi neonatus risti/komplikasi 3 1 1 1 1 116 Terbentuknya puskesmas PONED & RS PONEK 4 3 4 2 2 317 Adanya UU SJSN yg mendorong terbentuknya system jaminan kesehatan daerah yg menyeluruh 3 2 2 2 1 218 Komitmen pemerintah pusat & daerah untuk membiayai pelayanan kesehatan bg masy miskin 3 1 3 1 1 119 Telah disusunnya konsep bagi pelaksanaan jaminan pelayanan kesehatan universal coverage 4 4 4 2 2 320 Adanya puskesmas sbg pusat rujukan mikroskopis kasus TB 2 4 1 1 1 121 Tersedianya obat TB gratis di seluruh puskesmas 3 2 1 1 1 122 Adanya kader PMO untuk mengawasai penderita minum obat secara teratur 3 2 1 1 1 123 Dilaksanakannya penemuan aktif penderita TB 3 4 1 1 1 1

29 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 12: BAB III

Setelah dilakukan penilaian kemudian dihitung bobot setiap factor penghambat dan pendorong dengan menguraikan nilai skala setiap criteria dengan skor seperti dalam table 11 berikut :Tabel 11Penghitungan Bobot Factor Penghambat dan Pendorong terhadap Kriteria

NO FAKTOR BOBOT KRITERIA JML Rank1(skor 6)2(skor 5)

3(skor 4)4(skor 3)

5(skor 2)6(skor 1)PENGHAMBAT1 Kuantitas tenaga epidemiologis kurang 30 20 16 12 8 4 90 IV

2 Belum optimalnya operasionalisasi IT DBD 18 20 12 6 4 2 62 XI3 Tuntutan masy yg berlebihan thd foging 6 10 8 3 4 1 324 Partisipasi masy dlm PSN masih rendah 30 25 20 15 8 5 103 I5 Keterpaduan dalam pelaksanaan program pencegahan penanggulangan DBD belum optimal

30 25 16 15 8 5 99 II6 Peran serta pihak terkait belum maksimal dlm pencegahan & penanggulangan DBD

18 10 4 6 2 1 417 Kurangnya tenaga fungsional gizi 18 20 4 3 2 1 48 XVII8 Kurangnya pengetahuan & ketrampilan kader posyandu ttg kasus gibur

18 10 4 3 2 1 389 Kurangnya partisipasi masy untuk membawa balita ke posyandu (D/S) 24 15 8 6 4 2 59 XIII10 Kurangnya pengetahuan masy ttg gizi, kesehatan & pola asuh balita 18 10 4 3 2 1 3811 Belum optimalnya upaya pencegahan gizi buruk yg melibatkan linsek

30 25 16 15 6 5 97 III12 Penjangkauan pd pelanggan sex belum dilaksanakan 12 5 4 3 2 1 2713 Kerjasama linsek & pihak terkait dlm pelaksanaan penjangkauan belum optimal

12 5 4 3 2 1 2714 Pengetahuan & ketrampilan petugas puskesmas dlm deteksi dini neonatus risti/komplikasi masih kurang

30 25 8 9 6 2 80 VII15 Pelaksanaan manajemen terpadu penyakit bayi belum optimal 18 10 8 3 2 2 4316 Sistem pelayanan rujukan neonatus belum mantap 18 20 4 3 2 1 48 XIX17 Pengetahuan & kesadaran masy untuk rutin memeriksakan kesehatan bayi masih rendah

18 10 8 3 2 1 4218 Belum adanya survey ATP & WTP masy 12 5 4 3 2 1 2719 Belum diputuskannya 12 5 4 3 2 1 27

30 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 13: BAB III

lembaga/badan penyelenggara pelayanan jaminan20 Belum adanya up date data maskin terkini 12 5 4 3 2 1 2721 Keterlambatan pengiriman laporan kasus TB dr RS 18 15 4 3 2 1 4322 Partisipasi pengiriman laporan kasus TB yg rendah dr BP/klinik, praktek dokter

18 15 4 3 2 1 4323 Banyaknya drop out pengobatan penderita TB 18 15 8 6 2 2 51 XV24 Banyak penderita TB yg tidak datang dlm pemeriksaan sputum terakhir

18 15 4 3 2 1 43PENDORONG1 Tersedianya bbg sumber daya bg pencegahan penanggulangan DBD 18 15 12 3 2 1 46 XX

2 Adanya produk hukum daerah yg mendukung pencegahan penanggulangan DBD18 10 4 3 2 1 38

3 Tersedianya SOP kegiatan pencegahan penanggulangan DBD 18 20 8 3 4 2 55 XIV4 Komitmen yg tinggi dr bbg pengambil kebijakan di tk kota thd pencegahan penanggulangan DBD

18 10 4 3 2 1 385 Adanya kepedulian dr bbg komponen masy thd pencegahan penanggulangan DBD

18 5 4 3 2 1 336 Sistem deteksi/penemuan dini kasus gibur sudah mantap 30 25 16 9 6 3 89 V7 Adanya kegiatan rutin pengembangan & peningkatan posyandu (sarana, kader)

24 15 12 6 4 3 64 X8 Adanya kerjasama dengan PT atas penanggulangan kasus gibur di posyandu

18 5 4 3 2 1 339 Adanya peningkatan penanganan kasus gizi buruk dari segi kualitas maupun kuantitas

18 15 8 6 2 2 51 XVI10 Tersedianya klinik VCT, IMS, PMTCT, CST 24 15 8 6 4 3 60 XII11 Dilaksanakannya kegiatan desiminasi informasi & screening HIV pd populasi risti secara rutin

30 25 12 9 4 3 83 VI12 Adanya kelompok masy yg peduli thd pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS

18 10 4 3 2 1 3813 Adanya unit kerja khusus yg mengkoordinasi di tk kota dlm pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS

18 5 4 3 2 1 3314 Komitmen yg kuat bbg pemegang kebijakan baik di tk pusat & daerah thd pencegahan & penanggulangan HIV/AIDS

18 5 4 3 2 1 3315 Tersedianya tenaga medis yg berkompeten di pelayanan rujukan bagi neonatus risti/komplikasi

18 5 4 3 2 1 33

31 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 14: BAB III

16 Terbentuknya puskesmas PONED & RS PONEK 24 15 16 6 4 3 68 IX17 Adanya UU SJSN yg mendorong terbentuknya system jaminan kesehatan daerah yg menyeluruh

18 10 8 6 2 2 4618 Komitmen pemerintah pusat & daerah untuk membiayai pelayanan kesehatan bg masy miskin

18 5 12 3 2 1 4119 Telah disusunnya konsep bagi pelaksanaan jaminan pelayanan kesehatan universal coverage

24 20 16 6 4 3 73 VIII20 Adanya puskesmas sbg pusat rujukan mikroskopis kasus TB 12 20 4 3 2 1 4221 Tersedianya obat TB gratis di seluruh puskesmas 18 10 4 3 2 1 3822 Adanya kader PMO untuk mengawasai penderita minum obat secara teratur

18 10 4 3 2 1 3823 Dilaksanakannya penemuan aktif penderita TB 18 20 4 3 2 1 48 XVIII

Isu isu strategis dipilih dari factor pendorong atau factor penghambat yang memiliki nilai tinggi dengan mempertimbangkan tingkat kapasitas/kemampuan sumber daya SKPD. Dari table 11 diatas factor pendorong dan penghambat yang mempunyai nilai tinggi merupakan isu strategis. Total nilai tertinggi yang mungkin dicapai oleh suatu pernyataan adalah 105 point, sehingga diputuskan batas bawah point yang dapat menjadi nilai tertinggi adalah separo dari 105 dalam hal ini ditetapkan 48 point. Dari 47 item identifikasi pernyataan factor penghambat dan pendorong, terdapat 20 item yang mempunyai nilai tinggi. Adapun identifikasi factor pendorong dan penghambat yang mempunyai nilai tinggi (diurutkan dari yang tertinggi) tersebut adalah sebagai berikut :1. Partisipasi masyarakat dalam PSN masih rendah2. Keterpaduan dalam pelaksanaan program pencegahan penanggulangan DBD belum optimal3. Belum optimalnya upaya pencegahan gizi buruk yang melibatkan lintas sector4. Kuantitas tenaga fungsional epidemiologis masih kurang5. System deteksi/penemuan dini kasus gizi buruk sudah mantap6. Dilaksanakannya kegiatan desiminasi informasi & screening HIV/AIDS pada populasi risiko tinggi secara rutin7. Pengetahuan dan ketrampilan petugas puskesmas dalam deteksi dini neonatus risiko tinggi/komplikasi masih kurang8. Telah disusunnya konsep bagi pelaksanaan jaminan pelayanan kesehatan universal coverage9. Terbentuknya puskesmas PONED dan PONEK10.Dilaksanakannya kegiatan pengembangan dan peningkatan posyandu (sarana, kader) secara rutin11.Belum optimalnya operasionalisasi IT DBD12.Tersedianya klinik VCT, IMS, PMTCT, CST

32 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 15: BAB III

13.Kurangnya partisipasi masyarakat untuk membawa balita ke posyandu (D/S)14.Tersedianya SOP kegiatan pencegahan penanggulangan DBD15.Banyaknya drop out pengobatan penderita TB16.Adanya peningkatan penanganan kasus gizi buruk dari segi kualitas maupun kuantitas17.Kurangnya tenaga fungsional gizi18.Dilaksanakan penemuan aktif penderita TB19.System pelayanan rujukan neonatus belum mantap20.Tersedianya berbagai sumber daya pencegahan penanggulangan DBD20 faktor penghambat dan pendorong tersebut merupakan dasar penentuan pernyataan isu strategis. Isu strategis adalah kondisi yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan kesehatan karena dampaknya yang signifikan bagi masyarakat di masa dating. Isu strategis juga diartikan sebagai suatu kondisi/kejadian penting/keadaan yang apabila tidak diantisipasi akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya akan menghilangkan peluang apabila tidak dimanfaatkan. Bila diperhatikan lebih lanjut, 20 item identifikasi factor penghambat dan pendorong diatas, ternyata dapat digolongkan dalam 5 isue strategis, yaitu :1. Mutu pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat, terdiri dari : tersedianya sumber daya bagi pencegahan penanggulangan DBD, system deteksi/penemuan dini kasus gizi buruk sudah mantap, dilaksanakannya kegiatan desiminasi informasi & screening HIV/AIDS pada populasi risiko tinggi secara rutin, terbentuknya puskesmas PONED dan PONEK, tersedianya klinik (VCT, IMS, PMTCT, CST), belum optimalnya operasionalisasi IT DBD, tersedianya SOP kegiatan pencegahan penanggulangan DBD, banyaknya drop out pengobatan penderita TB, adanya peningkatan penanganan kasus gizi buruk dari segi kualitas maupun kuantitas, system pelayanan rujukan neonatus belum mantap, dilaksanakan penemuan aktif penderita TB.2. Profesionalitas dan kompetensi tenaga kesehatan, terdiri dari : kuantitas tenaga fungsional epidemiologis masih kurang, pengetahuan dan ketrampilan petugas puskesmas dalam deteksi dini neonatus risilo tinggi/komplikasi masih kurang, kurangnya tenaga fungsional gizi.3. Jaminan pemeliharaan kesehatan, terdiri dari : telah disusunnya konsep bagi pelaksanaan jaminan pelayanan kesehatan universal coverage. 4. Peran serta dan partisipasi masyarakat : partisipasi masyarakat dalam PSN masih rendah, kurangnya partisipasi masyarakat untuk membawa balita ke posyandu (D/S), dilaksanakannya kegiatan pengembangan dan peningkatan posyandu (sarana, kader) secara rutin5. Koordinasi lintas program dan sector, terdiri dari : keterpaduan dalam pelaksanaan program pencegahan penanggulangan DBD belum optimal, belum optimalnya upaya pencegahan gizi buruk yang melibatkan lintas sectorRumusan isu strategis diatas mempunyai benang merah dengan perumusan tujuan RPJMD Kota Semarang tahun 2010-2015, yaitu pengembangan pemerataan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat dan

33 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015

Page 16: BAB III

perorangan dengan rintisan pengembangan pelayanan berskala rumah sakit, pengembangan profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan yang didukung dengan persebaran sarana prasarana dan terwujudnya jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

34 | Renstra Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010-2015