Bab II.docx Paruuuuu

37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Kerja Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja ditempat pekerjaan. Penyakit Paru Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya pada saat seseorang sedang bekerja. Lokasi tersangkutnya zat tersebut pada saluran pernafasan atau paru-paru dan jenis penyakit paru yang terjadi, tergantung kepada ukuran dan jenis partikel yang terhirup. Partikel yang lebih besar mungkin akan terperangkap di dalam hidung atau saluran pernafasan yang besar, tetapi partikel yang sangat kecil bisa sampai ke paru-paru. Di dalam paru-paru, beberapa partikel dicerna dan bisa diserap ke dalam aliran darah. Partikel yang lebih 3

description

DHS

Transcript of Bab II.docx Paruuuuu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Penyakit Paru KerjaPenyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja ditempat pekerjaan.Penyakit Paru Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya pada saat seseorang sedang bekerja. Lokasi tersangkutnya zat tersebut pada saluran pernafasan atau paru-paru dan jenis penyakit paru yang terjadi, tergantung kepada ukuran dan jenis partikel yang terhirup. Partikel yang lebih besar mungkin akan terperangkap di dalam hidung atau saluran pernafasan yang besar, tetapi partikel yang sangat kecil bisa sampai ke paru-paru. Di dalam paru-paru, beberapa partikel dicerna dan bisa diserap ke dalam aliran darah. Partikel yang lebih padat yang tidak dapat dicerna akan dikeluarkan oleh sistem pertahanan tubuh. Tubuh memiliki beberapa cara untuk membersihkan partikel yang terhirup: Di dalam saluran pernafasan, lendir akan membungkus partikel, sehingga bisa lebih mudah dikeluarkan melalui batuk Di dalam paru-paru, sel-sel pembersih tertentu, akan menelan partikel tersebut dan melenyapkannya.Partikel yang berbeda akan menghasilkan reaksi yang berbeda pula di dalam tubuh. Beberapa partikel (misalnya serbuk tanaman) dapat menyebabkan reaksi alergi seperti rinitis alergika atau asma. Serbuk batubara, karbon dan oksida perak tidak menimbulkan reaksi yang berarti dalam paru-paru. Serbuk silika dan asbes bisa menimbulkan jaringan parut yang menetap pada jaringan paru-paru (fibrosis paru). Dalam jumlah yang cukup besar, asbes bisa menyebabkan kanker pada perokok.Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Paru Akibat KerjaKELOMPOK PENYAKIT UTAMAAGEN PENYEBAB

Iritasi saluran nafas atasGas iritan, pelarut

Gangguan jalan nafas (asma kerja, bisinosis, dll)Diisosianat, alergen asal binatang, debu kapas

Trauma inhalasi AkutPneumonitis hipersensitifGas iritan, Hasil pembakaran bakteri, jamur, protein binatang

Penyakit infeksiTB, virus, bakteri

PneumokoniosisAsbes, silika, batubara, berilium

KeganasanAsbes, radon

2.2. Komponen Penyebaran Penyakit Paru Akibat Kerja1. Faktor penyebabFaktor penyebab penyakit paru akibat kerja di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu: :a. Golongan kimiawi meliputi debu logam berat, debu organik, debu anorganikb. Golongan biologis meliputi bakteri, virus dan jamur2. Faktor Host Faktor host yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit paru akibat kerja adalah :a. Faktor imunitasb. Faktor gizi3. Faktor LingkunganKeadaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja adalah kondisi fisik dan sanitasi dari lingkungan kerja tersebut, sistem organisasi kerja ( lama kerja, lama istirahat dan sistem shift) dan ketersediaan pelayanan kesehatan kerja.

2.3. Macam-macam Penyakit Paru Akibat KerjaBerdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru dan saluran napas oleh debu logam berat, Penyakit paru dan saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.1. PneumoconiosisPneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Penyakit tersebut antara lain:a. Penyakit Silikosis Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu. Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ii seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu waktu diperlukan. b. Penyakit Asbestosis Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini. c. Penyakit Bisinosis Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya. Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema. d. Penyakit Antrakosis Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.Masa inkubasi penyakit ini antara 2 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru. e. Penyakit Beriliosis Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir. Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus menerus.2. Asma akibat kerja Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma ).Asma akibat kerja adalah asma karena paparan zat di tempat kerja. Secara klinis asma akibat kerja sama dengan asma yang bukan karena kerja. Beberapa penelitian menemukan bahwa lamanya paparan setelah gejala timbul dan beratnya asma saat diagnosa ditegakkan sangat menentukan prognosis.Asma Akibat Kerja (AAK) ditandai dengan obstruksi saluran napas yang variabel dan bronkus hiperesponsif yang disebabkan oleh inflamasi bronkial akut dan kronis. Hal tersebut bermula dari inhalasi debu, uap, gas yang diproduksi atau digunakan karyawan atau secara tidak sengaja ditemukan dalam lingkungan kerja. Ciri dari semua asma kronis adalah iritabilitas berlebihan terhadap berbagai rangsangan/factor dalam lingkungan kerja. Asma yang timbul dalam lingkungan kerja dibedakan dalam dua kategori. Pertama adalah asma yang disebabkan bahan/faktor dalam lingkungan kerja dan kedua asma yang sudah ada sebelum bekerja dan dipicu (eksaserbasi) oleh bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.5 Pada karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15% akan memburuk akibat pajanan terhadap bahan/ faktor dalam lingkungan kerja.Asma akibat kerja yang menjadi permanen, menyebabkan penderita memiliki disabilitas, harus pindah bekerja di bidang lain, bertambahnya biaya pengobatan, dan turunnya kualitas hidup. Karenanya, perusahaan tempat ia berkerja dan mendapat asma seharusnya memberikan kompensasi. Ironisnya banyak perusahaan malah memecat pekerja tersebut. Untuk itu, perlu undang-undang yang mengatur kompensasi bagi penderita penyakit alergi akibat kerja.Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor lingkungan.1. Faktor genetik Hipereaktivitas Atopi/alergi bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik Jenis kelamin Ras/etnik2. Faktor lingkungan Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll) Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum dan lain-lain) Ekpresi emosi berlebih Asap rokok dari perokok aktif dan pasif Polusi udara di luar dan di dalam ruangan Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu Perubahan cuaca

Patofisiologi AsmaSuatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut. Klasifikasi AsmaBerat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2)Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)

Tabel 2. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasaDerajat asmaGejalaGejala malamIntermittenBulanan- Gejala1x/minggu tetapi2 kali sebulan- Serangan dapat mengganggu aktifiti dan tidur.

Persisten sedangHarian- Gejala setiap hari.- Serangan mengganggu aktifiti dan tidur.- Membutuhkan bronkodilator setiap hari.- >2 kali sebulan Persisten beratKontinyu- Gejala terus menerus- Sering- Sering kambuh- Aktifiti fisik terbatas2. Asma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi.Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat seranganParameter klinis, fungsi faal paru, laboratoriumRinganSedangBeratAncaman henti napas

Sesak (breathless)Berjalan

BerbicaraIstirahat

PosisiBisa berbaringLebih suka dudukDuduk bertopang lengan

BicaraKalimatPenggal kalimatKata-kata

KesadaranMungkin iritabelBiasanya iritabelBiasanya iritabelKebingungan

SianosisTidak adaTidak adaAdaNyata

Wheezing,

Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasiNyaring,sepanjang ekspirasiinspirasiSangat nyaring, terdengar tanpa stetoskopSulit/tidak terdengar

Penggunaan otot bantu respiratorikBiasanya tidakBiasanya yaYaGerakan paradok torako-abdominal

RetraksiDangkal, retraksi interkostalSedang, ditambah retraksi suprasternalDalam, ditambah napas cuping hidungDangkal / hilang

Frekuensi napasTakipnuTakipnuTakipnuBradipnu

Frekuensi nadiNormalTakikardiTakikardiBradikardi

SaO2 %>95%91-95% 90%

PaO2Normal (biasanya tidak perlu diperiksa)>60 mmHg