BAB II.docx
-
Upload
anca-celebes -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
Transcript of BAB II.docx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
A. Pengertian Kesehatan Kerja Dan Keselamatan Kerja
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam
ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-
usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah manusia
2. Bersifat medis.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik
barang maupun jasa (dermawan, deden. 2012: 189).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1. Sasarannya adalah lingkungan kerja
2. Bersifat teknik.
9
B. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerjaadalah upaya penyesuaian antara kapasitas,
beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya,
agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU kesehatan tahun 1992).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi
permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian.
Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari
pekerjaitu sendiri (effendi, ferry. 2009: 233).
C. Faktor Resiko Di Tempat Kerja
Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi
bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian
yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan
potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard”
maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya
pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat
dipengaruhi oleh (effendi, Ferry. 2009: 233):
10
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik
yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja.
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan
sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja
dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan
agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang
untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi
awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat
kerja, gizi kerja, dll.
3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik,
kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi
lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dll)
dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban
tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara
11
ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal
(effendi, Ferry. 2009: 233).
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan
masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat
kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata
kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (effendi, Ferry. 2009: 233).
D. Ruang lingkup kesehatan kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis, dalam
hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk
(effendi, Ferry. 2009: 233):
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja disemua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental,
maupun kesejahteraan sosialnya.
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja
yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungannya.
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
12
E. Tujuan keselamatan kerja
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakuakn
pekerjaan atau kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktivitas
nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
F. Dasar Hukum
Dasar hukum tentang kesehatan dan keselamatan kerja adalah
Undang-undang RI No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Pasal 86
(dermawan, deden. 2012: 190):
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13
G. Kecelakaan kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki
dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga,
oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesenjangan, lebih-
lebih dalam bentuk perencanaan (dermawan, deden. 2012: 189).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya
pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya
sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut
disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan
bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.
14
1) Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja
adalah penyebab dasar (basic causes) dan penyebab langsung
(immediate causes)
1. Penyebab dasar
a. Faktor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya
kemampuan fisik, mental, dan psikologis, kurang atau lemahnya
pengetahuan dan keterampilan (keahlian), stress, dan motivasi yang
tidak cukup atau salah.
b. Faktor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakcukupan
kemampuan kepemimpinan dan/ atau pengawasan, rekayasa
(engineering), pembelian atau pengadaan barang, perawatan
(maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahan-
bahan, standart-standart kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
2. Penyebab langsung
a. Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standart/ unsafe condition),
yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan
pengaman, pelindung atau rintangan yang tidak memadai atau tidak
memenuhi syarat, bahan dan peralatan yang rusak, terlalu sesak atau
sempit, sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai, bahaya-
bahaya kebakaran dan ledakan, kerapian atau tata letak (houskeeping)
yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu, asap, uap,
15
dan lainnya), bising, paparan radiasi, serta ventilasi dan penerangan
yang kurang (B, sugeng. 2003)
b. Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standart/ unsafe act), yaitu
tingkah laku, tindak tanduk atau perbuatan yang dapat menyebabkan
kecelakaan misalnya mengoperasikan alat tanpa wewenang, gagal
untuk memberi peringatan dan pengamanan, bekerja dengan
kecepatan yang salah, menyebabkan alat-alat keselamatan tidak
berfungsi, memindahkan alat-alat keselamatan, menggunakan alat
yang rusak, menggunakan alat dengan cara yang salah, serta
kegagalan memakai alat pelindung atau keselamatan diri secara benar
(B, sugeng. 2003).
2) Kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian
mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.
2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah
kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan
mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja
akan bersedih.
4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati,
kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh
bahkan cacat.
16
5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa
orang & berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya
biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut
dibagi menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama
kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya
angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya
perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan.
Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak
terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.
3) Pencegahan kecelakaan akibat kerja
Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan,
kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara
kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan,
supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati
atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-
syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-
praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan
diri.
17
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-
ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan
yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian
alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan
gas & debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling
tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat
lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek
fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, &
keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
H. Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian
penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made
disease (dermawan, deden. 2012: 193).
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI nomor:
PER-01/MEN/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa
yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit
yang disebabkan oleh pekrjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit
akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja, disebabkan oleh
penyebab yang spesifik, ditentukan oleh pemajanan ditempat kerja, ada atau
18
tidaknya kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbel (Pb), abestosis,
dan silikosis (B, sugeng. 2003).
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan
pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (international Labour Organization)
di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut penyakit akibat kerja sebagai
berikut :
1. Penyakit akibat kerja-occupational disease
Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari
satu agen penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan work related disease
Adalah penyakit yangt mempunyai bebrapa agen penyebab, dimana
dengan faktor resiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi kompleks.
3. Penyakit yang mengenai populasi kerja-disease of fecting working
populations
Adalah penyakit agen penyebab ditempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
i. Jenis penyakit akibat kerja
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja
(dermawan, deden. 2012: 193):
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya
Pneumoconiosis.
19
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi
Nomor: PER-01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit,
sedangkan pada keputusan Presiden RI Nomor 22/1993 tentang
penyakit yang timbul karena hubungan kerja memuat jenis penyakit
yang sama dengan tambahan penyakit yang disebabkan bahan kimia
lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit akibat kerja tersebut
adalah sebagai berikut:
Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut (silikosis, antrakosiliksis, asbestosis) dan silikotuberkulosisyang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang
disebabkan oleh debu logam keras.
Penykit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) atau
byssinosis yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hnep (serat yang
diperoleh dari batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang
diperoleh dari tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).
20
Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
Alveolitis alergica yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai
akibat penghirupan debu organik.
Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau
persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya
yang beracun.
Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
21
Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun.
Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang
beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena
atau homolognya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat
lainnya.
Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau
derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan.
Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan
otot, urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang
bertekanan tinggi.
Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi
yang mengIon.
Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi
atau biologis.
Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic,
bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan
residu dari zat-zat tersebut.
22
Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi,
atau kelembapan udara yang tinggi.
Penyakit yang disebabkan oleh bahan lainnya termasuk bahan obat.
Menurut (dermawan, deden. 2012: 197-199) penyakit akibat
kerja/penyakit akibat hubungan kerja:
1. Penyakit Saluran Pernapasan
Penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan dapat bersifat
akut maupun kronis.
a. Akut misalnya :
Asma akibat kerja sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut
atau karena virus.
b. Kronis, misalnya :
Asbestosis
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Edema paru akut : dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen
oksida.
2. Penyakit Kulit
a. Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, kadang sembuh sendiri.
23
b. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit
yang berhubungan dengan pekerjaan.
c. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyeba, membuat peka atau karena faktor lain.
3. Kerusakan Pendengaran
a. Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukkan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
b. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap
orang dengan gangguan pendengaran.
c. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya
pendengaran.
4. Gejala pada Punggung dan Sendi
a. Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan panyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak
berhubungan dengan pekerjaan.
b. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
c. Atritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang tidak
wajar.
5. Kanker
a. Adanya presentase yag signifikan menunjukkan kasus kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
b. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi.
24
c. Pada kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun
sebelum diagnosis.
6. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau karbon monoksida da bahan kimia lain
di tempat kerja.
7. Penyakit Liver
a. Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus
atau sirosis karena alkohol.
b. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
8. Masalah Neuropsikitarik
a. Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja
sering diabaikan.
b. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol
atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena
penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
c. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres
yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Lebih dari 100 bahan kimia (a.l solven) dapat menyebabkan depresi
Susunan Syaraf Pusat.
e. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl
ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
f. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
9. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
a. Alergi
25
b. Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan
c. Sick building syndrome
d. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal : parfum derivate
petroleum, rokok.
Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak,
tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja,
lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin
disebutkan satu persatu.
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5
golongan :
1. Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan
yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses
kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk
debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus, jamur
4. Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan/ddesain
tempat kerja dan cara kerja/beban kerja.
5. Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stres
psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan dan lain-lain.
I. Ergonomi
26
i. Pengertian Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi yang
setinggi-tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin.
Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft
(Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering
atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003).
ii. Ruang lingkup ergonomi
Penerapan ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi
(Setyaningsih, Yuliani, 2002):
1. Pembebanan kerja fisik
Beban fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40%
kemampuan maksimum seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari.
Untuk mengukur kemampuan kerja maksimum digunakan pengukuran
denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 kali per menit di
atas denyut nadi sebelum bekerja. Di Indonesia beban fisik untuk
mengangkat dan mengangkut yang dilakukan seorang pekerja
dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali mengangkat atau
mengangkut.
2. Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap
ergonomik. Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini
27
tidak mungkin dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis
menjadi sekecil-kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh
yang ergonomik sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja
yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja.
Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
a. Berdiri
b. Tinggi badan berdiri
c. Tinggi bahu
d. Tinggi siku
e. Tinggi pinggul
f. Depa
g. Panjang lengan
h. Duduk
i. Tinggi duduk
j. Panjang lengan atas
k. Panjang lengan bawah dan tangan
l. Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
m. Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a. Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b. Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang
digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c. Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja
10-20 cm lebih rendah dari siku.
28
d. Mengangkat dan mengangkut
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan
mengangkut adalah beratnya beban, intensitas, jarak yang harus
ditempuh, lingkungan kerja, ketrampilan dan peralatan yang
digunakan. Untuk efisiensi dan kenyamanan kerja perlu dihindari
manusia sebagai “alat utama” untuk mengangkat dan mengangkut.
3. Sistem manusia–mesin
Penyesuaian manusia-mesin sangat membantu dalam
menciptakan kenyamanan dan efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini
dimulai sejak tahap awal dengan memperhatikan kelebihan dan
keterbatasan manusia dan mesin yang digunakan interaksi manusia-
mesin memerlukan beberapa hal khusus yang diperhatikan, misalnya :
a. adanya informasi yang komunikatif
b. tombol dan alat pengendali baik
c. perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk
pekerjaannya.
4. Kebutuhan kalori
Konsumsi kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis
pekerjaan. Semakin berat kegiatan yang dilakukan semakin besar
kalori yang diperlukan. Selain itu pekerjaan pria juga membutuhkan
kalori yang berbeda dari pekerja wanita. Dalam hal ini perlu
diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.
a. Pekerja Pria
Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
29
Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
b. Pekerja Wanita
Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
Pekerjaan berat : 2600 kal/hari
5. Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat
istirahat, pengaturan waktu kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja
yang disesuaikan dengan irama faal tubuh manusia. Waktu kerja
dalam 1 hari antara 6-8 jam. Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4
jam bekerja. Perlu juga diperhatikan waktu makan dan beribadah.
Termasuk juga di dalamnya terciptanya kerjasama antar pekerja dalam
melakukan suatu pekerjaan serta pencegahan pekerjaan yang berulang
(repetitive).
6. Lingkungan kerja
Dalam peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai
faktor lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor
lingkungan yang berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk
bekerja adalah 24-26O C.
7. Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani
dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, tes
30
kesehatan sebelum bekerja/tes kesegaran jasmani perlu dilakukan
sebagai tahap seleksi karyawan.
8. Musik dan dekorasi
Musik dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja
dengan mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan.
Dekorasi dan pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak,
kejiwaan dan suhu. Misalnya :
biru ; jarak jauh dan sejuk
hijau ; menyegarkan
merah ; dekat, hangat, merangsang
orange ; sangat dekat, merangsang.
9. Kelelahan
Kelelahan adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar
dari kerusakan lebih lanjut dan memerlukan terjadinya proses
pemulihan. Sebab-sebab kelelahan diantaranya adalah monotomi
kerja, beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja jelek, gangguan
kesehatan dan gizi kurang.
J. Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan
31
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan
aktivitas kerja manusia yang baik pada industri manufaktur, yang melibatkan
mesin, peralatan tangan, penangan material, pesawat uap, bejana bertakaran,
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan, maupun industri jasa,
yang melibatkan peralatan berteknologi yang canggih, seperti lift, escalator
perkantoran peralatan pembersih gedung, dan saran dari tranportasi, dan lain-
lain.
Tujuan program kerja adalah sebagai berikut :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktifitas nasional, sebagaiman diatur oleh
undangundang dan peraturan mengenai tenaga kerja.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Klasifikasi kecelakaaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan
Internasional tahun 1992 adalah sebagai berikut :
1. Menurut Jenis Kecelakaan
a. Terjatuh.
b. Tertimpa benda jatuh.
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, kecuali benda jatuh.
d. Terjepit oleh benda.
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.
f. Pengaruh suhu tinggi., terkena suhu tinggi.
32
g. Kontak dengan bahan-bahan berbahayanya atau radiasi.
h. Jenis-jenis lain, cukup atau yang belum dibuat.
2. Menurut Penyebab Terjadinya Kecelakaan
a. Mesin
1. Pembangkit tenaga, kecuali motor-motor listrik
2. Mesin penyalur (transmisi)
3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam
4. Mesin-mesin pertanian
5. Mesin-mesin pertambangan
6. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut
b. Alat angkut dan alat angkat
1. Mesin angkat dan peralatannya
2. Alat angkut diatas rel
3. Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api
c. Penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut
diantaranya hewan dan penyebab lain
d. Penyebab yang belum termasuk atau data yang tidak memadai
3. Menurut Sifat Luka Atau Kelainan
a. Patah tulang, keseleo, regang urat
b. Memar dan luka dalam yang lain
c. Amputasi
d. Luka-luka lain
e. Luas dipermukaan
f. Gegar dan remuk, luka baker
33
g. Keracunan mendadak
h. Akibat cuaca, pengaruh arus listrik
i. Pengaruh radiasi
j. Luka-luka yang banyak dan berlainan
4. Menurut Letak Kelainan Atau Luka Ditubuh
a. Kepala, leher, badan
b. Anggota atas Anggota bawah
c. Banyak tempat
d. Kelainan umum
e. Letak lain yang tidak dimasukan klasifikasi tersebut
K. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja
Sebelum kita melakukan langkah-langkah atau usaha-usaha
pencegahan terhadap kecelakaan kerja, tentu harus terlebih dahulu
mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Upaya
untuk mencari sebab-sebab kecelakaan kerja disebut analisis kecelakaan
kerja.
Kasus kecelakaan kerja harus secara tepat dan jelas diketahui,
bagaimana dan mengapa terjadi, keterangan mengenai kecelakaan dikarenkan
misalnya oleh alat kerja atau tertimpa benda jatuh tidaklah cukup, melainkan
adanya kejelasan tentang serentetan peristiwa tersebut. Bila suatu bagian dari
rentetan peristiwa dihilangkan, maka tidak akan terjadi.
Beberapa pendapat mengenai faktor penyebab kecelakaan adalah sebagai
berikut : Bennet Silalahi menjelaskan bahwa Penyebab kecelakaan adalah
adanya gejala yaitu perbuatan dan kondisi tidak selamat dimana gejala
34
tersebut berakar pada kebijakan manajemen. Jika ditelusuri, maka sebab
musibah dapat ditemukan dan kemungkinan akan adanya kerusakan atau
luka-luka dapat dilakukan dengan baik. Secara Skematik dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar. Manajemen Sebagai Akar Kecelakaan
Pendapat lain yang dikemukan oleh Bambang B. Hantoro menerangkan
bahwa umumnya penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi
tiga golongan yaitu sebagai berikut :
1. Tindakan manusia dalam bekerja yang menimbulkan
bahayabahayanyakecelakaan, Sifat manusia yang lalai, malas, lupa, khilaf
dan sembaranganakan mendatangkan akibat yang fatal.
2. Lingkungan, fasilitas dan peralatan yang dapat menimbulkan
bahayakecelakaan.Kurangnya fasilitas, rusaknya peralatan, atau tidak
tersedianya peralatan yang memadai disertai lingkungan yang tidak
35
Kerugian materi
Perbuatan tidak selamat
Kebijakan manajemen
Kerugian tenaga kerja
Kecelakaan kerja
memenuhi syarat, standar atau tidak sadar mengundang bahaya
kecelakaan.
3. Golongan ketiga adalah hal-hal yang tidak terjangkau oleh manusia pada
saat itu. Golongan ini dinamakan faktor “X” yang perlu pula
diperhitungkan.
Disamping itu kecelakaan juga dapat menimbulkan kerugian karena adanya
kerusakan pada mesin, peralatan atau bahan. Sehingga faktor-faktor penyebab
kecelakaan kerja dapat digolongkan menjadi empat bagian, yaitu :
1. Faktor Manusia
2. Faktor Lingkungan Kerja
3. Faktor Mesin Dan Peralatan
4. Faktor Bahan
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan ternyata hasil bahwa faktor
manusia kelalaian atau kesalahan manusia :
1. Faktor manusia
Tenaga kerja manusia merupakan alat produksi yang rumit serta
membutuhkan penanganan yang khusus ditinjau dari aspek tenaga,
keleluasaan, ketahan fisik, dan mental, serta aspek psikologi dan aspek
sosial, serta moral. Pada pelaksaannya terdapat beberapa pendekatan.
Dalam tingkah laku manusia dikenal istilah ulah atas tingkah laku
sembrono (accident behavior) tingkah laku atau sembrono ini dapat
menyebabkan kecelakaan pada diri sendiri, atau orang lain atau barang .
Ada dua kelompok penyebab manusia bertingkah laku sembrono, yaitu :
36
1. Penyebab dan sifatnya pribadi (individu)
2. Penyebab yang sifatnya situasional
Manusia dilahirkan dengan berbagai karakter. Baik maupun buruk.
Oleh karena itu tidak ada dua manusia didunia ini yang persis sama.
Karakter manusia seperti intelejensia, motivasi, keterampilan, pengalaman
dan lain-lain. Akan menentukan bagaimana tingkah laku seseorang dalam
menghadapi situasi tertentu. Dari serentetan tingkah laku yang mungkin
terjadi dapat berupa “ accident behaviour” hal itu yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan.
Pendekataan pertama berkaitan dengan ciri-ciri psikologis, fisik, dan
kelainan kelainan faal perseorangan yang cenderung mempunyai pengaruh
terhadap kecelakaan. Pendekataan demikian menjurus kepada
kecenderungan untuk celaka dan menekankan perlunya seleksi dan latihan
bagi tenaga kerja perlu diketahui, bahwa penelitian penelitian dan
kemajuan upaya yang berdasarkan atas pendekatan ini berakhir dengan
kesulitan-kesulitan, metodologis dan tidak mungkin dirumuskannya
kesimpulan umum. Lebih-lebih pemajuan gagasan tanggung jawab
perorangangan menyebabkan kecil sekali ruang gerak bagi kegiatan
preventif namun begitu cara pendekatan ini tetap bermanfaat dan perlu
dalam hal penilaian tenaga kerja untuk pekerjaan-pekerjaan khusus, seperti
misalnya seleksi pengemudi dan juga dari sudut pendidikan.
Pendekatan kedua berhubungan dengan faktor-faktor rasa atau emosi.
Satu dari penelitian-penelitian yang tertua dan yang paling umum
dilaksanakan. Sekalipun tidak diragukan tentang adanya pengaruh faktor-
37
faktor manusiawi, kenyataannya tetap sulit untuk menilai peranan faktor-
faktor ini dan merumuskan tindakan-tindakan pencegahan khusus.
Pendekatan ketiga dan merupakan cara pendekatan akhir-akhir ini
bersangkutan dengan faktor-faktor manusiawi yang dikaitkan dengan
situasi pekerjaan. Pertama-pertama, kita memiliki hubungan perseorangan
dengan hubungan kerja dan penyesuaian social. Selanjutnya, terdapat
sikap-sikap terhadap pekerjaan , proses produksi dan persyaratan
keselamatan, penghargaan dan hari depan pekerjaan. Pendektan yang
belum banyak dipelajari ini nampaknya merupakan lapangan yang baik
untuk ditelaah.
Pendekatan keempat cenderung untuk manilai bagaimana tingakat
keserasian tenaga kerja terhadap proses pekerjaan. Dalam hubungan ini,
terdapat hubungan serasi manusia dengan lingkungan kerja seperti panas,
penerangan dan kebisingan, hubungan manusia dan mesin serta hubungan
manusia dan organisasi kerja.
Dalam faktanya, kecelakaan merupakan suatu keadaan bertemu
serangkaian peristiwa yang menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Sebab-
sebab tersebut akan dianalisa oleh berbagai pihak yang memiliki latar
belakang kemampuan dan pengetahuan yang berlainan.
2. Faktor Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat kecelakaan kerja. Suatu lingkungan kerja yang kurang nyaman
dapat menyebabkan manusia mengalami aksploitasi yang berlebihan, serta
dapat menimbulkan akses negative, dan dapat pula menimbulkan penyakit.
38
Tubuh manusia merupakan sesuatu yang sangat peka terhadap rangsangan.
Setiap. Suhu, alat , warna, atau cahaya, udara, musik getaran, dapat
memberikan kesan yang mendorong sesorang untuk bekerja lebih cepat
dibandingkan dengan kesan yang memberikan oleh warna biru.
3. Faktor Mesin Dan Peralatan
Sistem kerja mesin dan peralatan merupakan pusat perhatian dalam
menghasilkan fungsi kerja yang diinginkan. Dalam operasinya tidak jarang
mesin dan peralatan merupakan potensi yang dapat menimbulkan celaka.
Potensinya yang besar dalam menciptakan kecelakaan kerja mengharuskan
perancangan mesin dan peralatan mendesain suatu keadaan mesin yang
aman bagi operator informasi dari prosedur pengoprasian dan perawatan
mesin dan peralatan agar kehandalannya terjamin sangat penting diikuti
dalam usaha mencegah terjadinya kecelakaan.
4. Faktor Bahan
Dalam suatu tempat kerja bahan merupakan benda yang menjadi pusat
pengerjaan/pengelolaan. Dalam tipe jenis industri maka bahan yang harus
diolah beraneka ragam dalam sifat fisik dan kimia. Untuk jenis bahan yang
berbeda memerlukan penanganan yang berbeda pula. Handling
(penanganan material) yang sesuai dengan sifat fisik dan kimianya
disamping penanganan hal diatas.maka kualitas bahan yang diperlukan
juga harus diperhatikan. Tidak jarang bahwa bahan yang berkualitas baik
akan merangsang pekerja untuk bekerja dengan teliti dan bersemangat.
Sebaliknya yang jelek akan membutakan pekerja menjadi jengkel dan ini
dapat mengakibatkan pekerja melakukan kerjanya secara asal-asalan. Jika
39
pekerja melakukan pekerjaan dengan rasa tidak enak, ini merupakan
sesuatu penyebab kecelakaan yang potensial.
L. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah upaya
pertolongan dan perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum
mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari dokter atau paramedik
(Wahyu Handoko, Arianto, 2008). Ini berarti pertolongan tersebut bukan
sebagai pengobatan atau penanganan yang sempurna, tetapi hanyalah berupa
pertolongan sementara yang dilakukan oleh petugas P3K (petugas medik atau
orang awam) yang pertama kali melihat korban. Pemberian pertolongan harus
secara cepat dan tepat dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada
di tempat kejadian. Tindakan P3K yang dilakukan dengan benar akan
mengurangi cacat atau penderitaan dan bahkan menyelamatkan korban dari
kematian, tetapi bila tindakan P3K dilakukan tidak baik malah bisa
memperburuk akibat kecelakaan bahkan menimbulkan kematian.
Tujuan dari P3K adalah sebagai berikut:
a. Menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian
b. Mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi memburuk)
40
c. Menunjang penyembuhan :
1. Mengurangi rasa sakit dan rasa takut
2. Mencegah infeksi
3. Merencanakan pertolongan medis serta transportasi korban dengan
tepat
Dalam aktifitas sehari – hari mungkin kita sering mengalami kecelakaan –
kecelakaan kecil yang menimbulkan luka pada tubuh. Pada dasarnya luka yang
ditimbulkan karena kecelakaan dibagi menjadi 4 macam. Diantaranya luka
sayatan, luka tusukan, luka goresan, dan luka memar.
a) Luka Sayatan
Luka ini dikarenakan sebagaian dari anggota tubuh tersayat oleh suatu yang
tajam. Hal ini menjadikan kulit terbuka ( kulit robek ). Sehingga jika tidak
segera dirawat akan lebih mudah menimbulkan infeksi. Terbuknya kulit
menimbulkan perdarahan disekitar luka, dan menyebabkan timbulnya rasa
nyeri. Jika luka sayatan dalam, darah dan cairan tubuh akan keluar dengan
cepat sehingga dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas dan diikuti penurunan
fungsi – fungsi organ.
b) Luka tusuk
Luka karena tusukan menyebabkan rusaknya lapisan epidermis dan jaringan
dibawahnya atau organ yang lebih dalam. Sangat beresiko mengalami infeksi
karena masuknya benda yang terkontaminasi ke dalam tubuh. Menyebabkan
41
perdarahan dalam dan luar yang menimbulkan rasa nyeri. Jika tusukan terkena
organ dapat menyebabkan hilangnya fungsi organ secara sementara atupun
permanent.
c) Luka goresan ringan
Luka goresan biasa terjadi karena gesekan kulit dengan permukaan benda lain.
Gesekan ini menyebabkan adanya kerusakan kulit pada bagian permukaan
( superficial ) yang tidak terlalu dalam, hanya mengenai bagian epidermis saja.
Sedang jaringan yang di bawahnya aman ( tidak rusak ). Luka seperti ini tidak
menggangu suplay darah dari pembulu darah utama, akan tetapi kewaspadaan
akan resiko infeksi harus tetap ditegakkan.
d) Luka memar
Luka memar atau luka tertutup adalah luka yang disebabkan karena benturan
atau terpukul dengan benda tumpul dengan tekanan yang sangat keras.
Tekanan ini menyebabkan pecahnya pembulu darah pada jaringan yang
terpukul, atau dengan kata lain perdarahan internal. Biasanya ditandai dengan
luka lebam kebiruan disekitar luka memar.
Adapun tips untuk pertolongan pertama yang bisa diberikan :
1. Pada luka sayatan dan goresan ringan
Bersihkan tangan terlebih dahulu dengan sabun anti septic
Bersihkan luka dengan air masak sama sabun anti septic.
42
bilas luka dengan air masak
Tekan sekuat mungkin pada daerah yang terjadi luka selama 10 menit
untuk mengurangi perdarahan.
Jika perdarahan masih berlangsung, posisikan bagian tubuh yang terluka
dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung.
Tutup luka dengan selapis kasa perban atau menggunakan calsium
alginate.
2. Pada luka tusukan yang menyebabkan perdarahan ringan
Pada luka ringan, biarkan darah mengalir keluar untuk membersihkan /
mengeluarkan mikro oragnisme yang dibawa oleh benda “penusuk”
Usahakan untuk segera membuang benda penusuk yang masih berada /
tertinggal didalam tubuh.
Bersihkan dengan air masak/ bersih, kemudian keringkan dengan kasa
steril kering dan calsium alginate
3. Pada luka memar
Usahakan segera kompres dengan air dingin ( es ), dan pertahankan kompres
selama 10 menit dengan sedikit memberikan tekanan untuk mengurangi edema
( pembengkaan ).
Gunakan calsium alginate atau tranfaran film
43
M. Tujuan penerapan keperawatan kesehatan kerja
Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat
diperinci sebagai berikut (Rachman. 1990):
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu
dalam keadaan sehat dan selamat
2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa
adanya hambatan.
N. Fungsi dan tugas perawat dalam keselamatan dan kesehatan kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) di industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul. 1998):
1. Fungsi perawat
a. Mengkaji masalah kesehatan
b. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
c. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
d. Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan
2. Tugas perawat
a. Mengawasi lingkungan pekerja
b. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
c. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
d. Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan pekerja
44
e. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di
rumah kepada pekerja dan keluarga yang mempunyai masalah
kesehatan
f. Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap pekerja
g. Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
h. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja
dan keluarganya
i. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
j. Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.
O. Diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini
(B, sugeng. 2003):
1. Anamnesis (wawancara) meliputi, identitas, riwayat kesehatan,
riwayat penyakit, dan keluhan yang dialami saat ini.
2. Riwayat pekerjaan
a. Sejak pertama kali bekerja (kapan mulai bekerja di tempat tersebut)
b. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis
bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat
pelindun diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang
dilakukan, kegemaran (hobi), dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
c. Sesuai tingkat penegtahuan, pemahaman pekerjaan.
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan
tidak bekerja
45
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi
pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau
hilang.
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
c. informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesa atau dari data
penyakit di perusahaan.
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik.
b. Pemeriksaan laboratorium membantu diagnostik klinis.
c. Dugaan adanya penyakit akibat bekerja dilakukan juga melalui
pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-
pembacaan standart ILO).
b. Pemeriksaan audiometri.
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine.
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygine
perusahaan yang memerlukan:
a. Kerjasama dengan tenaga ahli hygine perusahaan.
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data
yang ada.
c. Pengenalan secara lengsung sistem kerja dan lama pemakaian.
46
7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis
klinis, kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja, atau
melalui pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama.
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasehat
(kaitannya dengan kompensasi).
Menurut (dermawan, deden. 2012: 194-197) Untuk dapat
mendiagnosis penyakit akibat kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut
dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai
pedoman :
1. Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti
umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah
diagnosis klinik ditegakkan dapat dipikirkan lebih lanjut apakah
penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang
tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu
penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesa
47
mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup :
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis.
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan.
c. Bahan yang diproduksi.
d. Materi (bahan baku) yang digunakan.
e. Jumlah pajanananya.
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker).
g. Pola waktu terjadinya gejala.
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa).
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya).
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan
penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang
mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan
penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut diatas, maka tidak
dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara
khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang
diderita (konsentrasi, jumlah, lama dan sebagainya).
48
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk
dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan
pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya
dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menetukan diagnosis
penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
perkerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanan, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya
sehingga resikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui
dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya
penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh
pekerjaannya.
49
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat
suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang
memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak
selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjann hanya memperberat suatu kondisi yang
telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan waktu menegakkan
diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab
suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya
pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada
saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan
apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa
tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
P. Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit/ five level and
prevention diseases (leavel and clark) pada penyakit akibat kerja
(effendi, ferry. 2009: 238)
1. Peningkatan kesehatan (health promotion)
Misalnya; pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai,
rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan
pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan
kesehatan periodik.
2. Perlindungan khusu (spesific protection)
50
Misalnya; imunisasi, hygine perorangan, sanitasi lingkungan, serta
proteksi terhadap bahaya dan kecelakaaan kerja.
3. Deteksi dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt
treatment)
Misalnya; diagnosa dini setiap keluhan dan pengobatan segera serta
pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
4. Membatasi kecacatan (disability limitation)
Misalnya; memeriksa dan mengobati tenaga kerja komprehensif,
mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Misalnya; rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang
menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai, menyediakan tempat
kerja yang dilindungi, dan terapi kerja di rumah sakit.
Q. Promosi Kesehatan Dalam Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Promosi kesehatan, pencegahan dan kontrol penyakit, kesejahteraan,
penurunan faktor risiko, dan pelayanan kesehatan preventif adalah beberapa
istilah yang digunakan pada program kesehatan di lahan kerja (anderson.
2007: 451).
Promosi kesehatan digunakan untuk menunjukkan sebuah proses
pembelajaran para pekerja mengenai bagaimana cara meningkatkan kesehatan
dan kualitas hidup mereka dengan mengembangkan gaya hidup yang baru.
Proses promosi kesehatan di lahan kerja biasanya dimulai dari pekerja yang
51
mendapat pengetahuan mengenai perilaku, risiko kesehatan atau proses
penyakit (anderson. 2007: 451).
Perawat kesehatan kerja sering kali bertanggung jawab terhadap
program promosi kesehatan di lahan kerja dan berada pada posisi yang tepat
untuk menciptakan kemitraan dengan komunitas. Apabila suatu organisasi
tidak memiliki perawat kesehatan kerja, program kesehatan menjadi tanggung
jawab staf keamanan kerja atau staf departemen sumber daya manusia atau
staf departemen keuangan. Proses keperawatan untuk meningkatkan
kesehatan di lahan kerja berfokus pada keseluruhan populasi perusahaan dan
mungkin meluas kepada individu yang menjadi tanggungan pekerja
(pasangan dan anak) (anderson. 2007: 451).
Aktivitas promosi kesehatan seluruh pekerja, termasuk manajemen.
Langkah berikutnya adalah menciptakan kesadaran terhadap isu-isu kesehatan
melalui pendidikan internal perusahaan, skrining, dan intervensi yang
berfokus pada gaya hidup.
i. Jenis aktivitas promosi kesehatan
Aktivitas yang lazim dilakukan dalam upaya mempromosikan
kesehatan atau mencegah cedera dan penyakit di lahan kerja adalah olah raga,
penghentian merokok, perawatan punggung, dan program manajemen stres.
Ada tiga jenis promosi kesehatan di lahan kerja (anderson. 2007: 451), yaitu:
1. Program kesadaran, meningkatkan tingkat pengetahuan dan minat pekerja
(contoh, dengan selebaran, seminar dan surat kabar).
52
2. Aktivitas perubahan perilaku, membantu para partisipan mengembangkan
perilaku yang lebih sehat (contoh, menghentikan kebiasaan merokok,olah
raga teratur, dan nutrisi sehat).
3. Lingkungan penunjang, menciptakan peluang kerja yang meningkatkan gaya
hidup sehat (contoh, penyediaan makanan rendah lemak di cafetaria, kelas
aerobik di tempat kerja, menyediakan waktu senggang untuk skrining
kesehatan, kudapan sehat di etalase makanan).
Sebelum memutuskan untuk memilih jenis program promosi
kesehatan yang ditawarkan, penting untuk menentukan konsistensi program
dengan misi dan tujuan perusahaan. Perhatikan juga biaya dan manfaat
aktivitas, baik bagi pengusaha maupun para pekerja. Apabila menyadari
potensi manfaat finansial yang akan di dapat dari aktivitas ini, seperti
penurunan angka ketidak hadiran atau meningkatkan hasil kerja, kebanyakan
pekerja ikut berpartisipasi dalam program promosi kesehatan karena alasan
pribadi (seperti menurunkan berat badan, meningkatkan kebugaran fisik).
Para pekerja memiliki keinginan untuk merasa atau terlihat lebih baik atau
mengalami peningkatan kualitas hidup. Apabila kedua kebutuhan, baik
kebutuhan organisasi dan para pekerja terpenuhi, program kesehatan ini akan
mendapat dukungan luas dan partisipasi yang tinggi dari pekerja dan
mencapai kesuksesan besar.
ii. Perencanaan program promosi kesehatan (anderson. 2007: 452-458)
1. Pengkajian kebutuhan
53
Kuesioner dan penilaian risiko kesehatan umumnya digunakan untuk
mengidentifikasi minat pekerja terhadap topik pendidikan dan
menggambarkan kondisi kesehatan saat ini serta perilaku yang aman.
Kesehatan pekerja dan catatan asuransi juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi prevalensi penyakit kronik pekerja yang perlu ditangani.
Catatan keamanan, format kompensasi pekerja atau wawancara dengan
manajer dan pekerja adalah sumber tambahan untuk menentukan kebutuhan
promosi kesehatan pekerja dan perusahaan.
Setelah mengidentifikasi kebutuhan promosi kesehatan, anda dapat
membantu perawat kesehatan kerja atau komite penasehat perencanaan dalam
menjamin dukungan manajemen terhadap program promosi kesehatan.
Presentasi proposal atau catatan eksekutif sering kali merupakan salah satu
langkah awal dalam meyakinkan manajemen mengenai manfaat proyek.
Suatu pendekatan perencanaan bisnis untuk mengomunikasikan program anda
dapat digunakan untuk menciptakan kesamaan persepsi dan pengertian
terhadap proyek dari semua orang yang ada di dalam organisasi. Di bawah ini
adalah contoh dari sebuah perencanaan bisnis:
a. Catatan eksekutif: sebuah kesimpulan singkat mengenai rencana promosi
kesehatan, termasuk di dalamnya tujuan (contoh, untuk menurunkan strain
punggung bagian bawah), metode (contoh, dilakukan melalui 3 kali
pertemuan , masing-masing selama 30 menit), keuntungan yang dapat
diharapkan (contoh, lebih sedikit absen pada hari kerja, peningkatan
produktivitas), biaya (contoh, biaya program, seperti brosur, selebaran, waktu
54
pengajaran, insentif, ketidak hadiran, dan biaya tak terduga, seperti biaya
akibat penurunan asuransi dan klaim kompensasi pekerja).
b. Tujuan: secara jelas menggambarkan apa yang ingin dicapai dan rasional.
Termasuk tujuan Masyarakat Sehat 2010 (Healthy People 2010 Objectives)
untuk dewasa sehat.
c. Metode: bagaimana, bilamana, dan dimana rencana akan diwujudkan ke
dalam tindakan. Uraikan setiap tugas yang harus diselesaikan (contoh,
rancangan brosur dan selebaran serta diseminasi) dan individu yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas tersebut, beserta batas waktu
penyelesaian program. Jelaskan isi program, termasuk mengundang
pembicara tamu, demonstrasi ulang, dan metode untuk meningkatkan
partisipasi pekerja serta adaptasi dari perilaku yang diajarkan. Selain itu,
tentukan juga tujuan dan objektif program. Tujuan program dapat berupa:
Delapan puluh persen pekerja yang telah menjalani program perawatan
punggung melaporkan penurunan pengajuan izin sakit yang berhubungan
dengan nyeri punggung bawah. Objektif program dapat berupa: Setelah
mengikuti pembelajaran demonstrasi mengenai prosedur mengangkat yang
benar, 90% pekerja berpartisipasi akan mendemonstrasikan prosedur
mengangkat yang benar.
d. Manfaat yang diharapkan: Tulislah hasil program (contoh, jumlah absensi
pekerja karena nyeri punggung bawah menurun). Ide yang bagus jika dalam
proposal, dicantumkan jumlah absensi pekerja pada tahun terkahir dan
besarnya presentase keberhasila program yang diajukan dalammenurunkan
ketidakhadiran. Selain itu, cantumkan pula pada laporan Anda, nama
55
perusahaan lain hasil temuan Anda dari literatur yang mengimplementasikan
program serupa, beserta keberhasila yang dicapai oleh perusahaan tersebut.
e. Biaya: Proyeksi akurat dari biaya program (material, waktu para pengajar,
insentif), dan profit yang diharapkan dari penurunan ketidakhadiran dan
peningkatan produktivitas.
1. Implementasi program promosi kesehatan
Marketing adalah bagian esensial dari keberhasilan implementasi
program. Termasuk di dalam beberapa strategi Marketing adalah:
a. Poster. Harus tampak profesional. Judul dan kata-kata yang menarik adalah
unsur penting (contoh, “Weigh To Go” untuk penurunan program berat
badan). Ganti poster secara teratur untuk tetap menarik perhatian.
b. Surat elektronik/ e-mail. Hitungan mundur kegiatan; memberikan pertanyaan
kuis berkaitan dengan kesehatan dan memberikan jawaban serta rasionalnya
pada hari berikutnya.
c. Surat kabar kesehatan. Detail mengenai cerita keberhasilan, seperti cerita
mengenai deteksi dini melanoma maligna, program penurunan berat badan
dengan program jalan kaki, individu yang menderita tekanan darah tinggi
sampai ia berpartisipasi dalam skrining kesehatan, dan bagaimana perubahan
sederhana dari gaya hidup dapat membantu individu mengontrol penyakit
(tanpa pengobatan).
d. Surat dari pimpinan perusahaan atau manajer keuangan. Memberikan
kesempatan kepada perusahaan untuk melaksanakan skrining kesehatan,
mengumumkan bahwa perusahaan akan membayar sebagian atau seluruh
56
biaya dari program penghentian kebiasaan merokok/tes skrining kesehatan,
atau mengizinkan atan jual-beli kebutuhan kesehatan selama 2 jam dengan
kehadiran program kesejahteraan.
e. Memberikan hadiah insentif kepada pekerja yang ikut berpartisipasi, seperti
kaus oblong, topi, sampel tabir surya, kudapan buah-buahan, botol minuman.
2. Evaluasi program promosi kesehatan
Proses evaluasi memberikan kesempatan untuk menentukan hasil
yang dicapai dari program promosi kesehatan dan mengarahkan peningkatan
pelayanan kesehatan kepada para pekerja. Evaluasi struktur, program, proses
pelaksanaan program dan hasil program adalah tiga pendekatan yang umum
dilakukan dalam meninjau ulang jaminan mutu.
a. Termasuk dalam evaluasi struktur adalah (1) meninjau ulang mekanisme
pelaporan yang diberikan kepada manajemen beserta dukungan terhadap
program promosi kesehatan; (2) menentukan keadekuatan fasilitas fisik untuk
menunjang program; (3) mengidentifikasi peralatan dan persediaan yang
digunakan; (4) mengidentifikasi kebutuhan kepegawaian dan kualifikasinya;
(5) menganalisis demografik pekerja dan kebutuhan status kesehatan; (6)
menentukan apakah misi, tujuan, dan objektif program diformulasikan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan para pekerja dan kebutuhan bisnis
pengusaha.
b. Evaluasi proses mencakup (1) apakah aktivitas promosi kesehatan sesuai
dengan kondisi; (2) apakah program promosi kesehatan di bentuk untuk
memenuhi kebutuhan di lahan kerja (saatnya anda melakukan perbandingan
57
terhadap pengkajian awal kebutuhan), dan (3) apakah terdapat
pendokumentasian dan pencatatan.
c. Evaluasi hasil berfokus pada (1) apakah tujuan dan objektif yang diharapkan
dapat dicapai; (2) apakah program membawa hasil yang positif; (3) apakah
hasil kesehatan menunjukkan pencegahan penyakit/ pengetahuan pekerja
tentang perawatan diri, mengembalikan fungsi atau menurunkan
ketidaknyamanan; (4) bagaimana perbandingan keuntungan yang dicapai
program dengan biaya program; dan (5) kepuasan (dari pekerja, pengusaha,
dan orang-orang yang bergantung pada pekerja) terhadap kualitas pelayanan
promosi kesehatan yang diterima.Metode yang lazim digunakan untuk
evaluasi adalah skala rating pascaprogram, observasi, dan wawancara dengan
para pekerja tentang pendapat,sikap, dan kepuasan mereka terhadap program.
Tinjauan ulang bagan dan catatan dapat dilakukan untuk menentukan
perbedaan singkat morbiditas dan mortalitas.
2.2 TINAJAUAN TENTANG PROSES KEPERAWATAN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
A. Pengkajian
Pengkajian dalam proses keperawatan adalah suatu pengumpulan data
yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi/survey. Tujuan dari
pengkajian ini adalah untuk mengetahui masalah yang ada lingkungan
maupun masalah yang berhubungan dengan fisik. Salah satunya adalah
masalah tentang penyakit.
58
Unsur-unsur pengkajian keselamatan dan kesehatan kerja dalam hal ini
adalah identitas para pekerja, masalah penyakit yang diderita saat ini dan
sebelumnya, pemeriksaan fisik, lama kerja, dll.
Dari hasil pengkajian akan tentukan masalah keperawatan yang ada pada
para pekerja baik dari fisik maupun dari lingkungan tempat bekerja.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu masalah yang didapatkan dari hasil
pengkajian yang dilakukan pada para pekerja baik dengan cara
wawancara maupun obsevasi. Untuk menentukan suatu masalah yang ada
perlu dilakukan analisa data yakni menggabungkan Suatu data dari hasil
pengkajian melalui strategi wawancara dan oservasi untuk dijadikan
sebagai suatu acuan dalam penentuan masalah keperawatan yang ada.
Setelah ditemukan adanya suatu masalah keperawatan kemudian akan
dilakukan pengskoringan untuk ditentukan masalah yang menjadi
prioritas utama yang akan terlebih dahulu dilakukan suatu tindakan
keperawatan.
Dalam proses bekerja di perusahaan sering kali banyak ditemukan para
pekerja tidak menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja dalam
bekerja contohnya seperti penggunaan APD, dan kurangnya kesadaran
masyarakat pekerja menyediakan alat dan bahan P3K dalam perusahaan.
Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab kecelakaan kerja yang terjadi
pada para pekerja dan juga dapat meningkatkan resiko cidera pada para
pekerja saat bekerja.
59
C. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan dalam hal ini adalah suatu rencana keperawatan
yang disusun untuk menyelesaikan masalah yang ada yang telah
diperoleh dari hasil pengkajian dan proses penentuan diagnosa
keperawatan.
Intervensi keperawatan yang dibuat harus memiliki tujuan, kriteria hasil
yang akan dicapai, perencanaan tindakan yang akan dilakukan dan juga
harus memiliki alasan atau tujuan yang rasional sesuai dengan masalah
yang ada. Ini adalah unsur-unsur dalam penyusunan perencanaan
keperawatan.
D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah suatu tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya.
Implementasi keperawatan dalam keselamatan dan kesehatan kerja
biasanya hanya sekedar melakukan pemberian pendidikan kesehatan
pada para pekerja dan juga pada pemilik perusahaan dalam meningkatkan
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja pada para pekerja.
Pendidikan kesehatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan pada para pekerja dalam menjaga kesehatan.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah suatu proses untuk menilai hasil dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan sebelumnya berdasarkan dari
masalah-masalah yang ada.
60
Proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi yang
dilaksanakan dalam lingkungan rumah sakit dapat juga dilakukan pada
perusahaan dalam meningkatkan pengtahuan tentang pentingnya
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
61