BAB II.docx

62
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Lansia Pada hakikatnya menjadi tua merupakan poses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduruan secara fisik maupun psikis. Kemunduruan fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah (Mubarak, 2006). 1. Pengertian Lanjut Usia Menurut Undang-Undang RI No. 13 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat

Transcript of BAB II.docx

Page 1: BAB II.docx

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Lansia

Pada hakikatnya menjadi tua merupakan poses alamiah yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa

dewasa dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun

psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduruan secara fisik

maupun psikis. Kemunduruan fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,

rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan

lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional

meningkat dan kurang gairah (Mubarak, 2006).

1. Pengertian Lanjut Usia

Menurut Undang-Undang RI No. 13 1998 tentang kesejahteraan

lanjut usia pasal 1 ayat (2): Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 tahun ke atas (Mubarak,2006).

Menurut Constantinidies (1994) yang dikutip (dalam

Nugroho,2000) Menjelaskan proses menua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki/mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)

dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

9

Page 2: BAB II.docx

10

2. Batasan Lanjut Usia

Negara-negara maju di Eropa dan Amerika menganggap batasan

umur lansia adalah 65 tahun dengan pertimbangan bahwa pada usia

tersebut orang akan pensiun. Tetapi akhir-akhir ini telah dicapai consensus

yang di tetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia World Health Organization

(WHO) bahwa sebagai batasan umur lansia adalah 60 tahun (Suryadi,

2003).

3. Status Kesehatan Lansia

Kesehatan dan status fungsional seorang lansia ditentukan oleh

resultante dari faktor-faktor fisik, psikologik dan sosial ekonomi. Faktor-

faktor tersebut tidak selalu sama besar perananya sehingga selalu harus di

perbaiki bersamaan dengan perawatan pasien secara menyeluruh. Di

Negara-negara sedang berkembang faktor sosial ekonomi atau financial

hampir selalu merupakan kendala yang penting (Suryadi, 2003).

4. Perjalanan penyakit Lansia

Pada umumnya perjalanan penyakit lansia adalah kronik

(menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain dari pada itu

penyakitnya bersifat progresif yang mengakibatkan kecacatan. Yang lama

sebelum akhirnya penderita meninggal dunia. Penyakit yang progresif ini

berbeda dengan penyakit pada usia remaja atau dewasa yaitu tidak

memeberikan proteksi atau imunitas tetapi justru menjadikan lansia rentan

terhadap penyakit lain karena daya dahan tubuh yang makin menurun

(Suryadi, 2003).

Page 3: BAB II.docx

11

5. Sifat Penyakit Lansia

Sifat penyakit orang-orang pada lansia perlu sekali untuk

dikenali supaya kita tidak salah ataupun terlambat menegakkan diagnosis,

sehingga terapi dan tindakan lain yang mengikutinya dengan segera dapat

di laksanakan, sebab penyakit pada orang-orang lansia umumnya lebih

lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena menurunya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua.

Selain itu produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh akan mengalami

kemunduran. Oleh karena itu faktor penyebab eksogen (infeksi) akan lebih

mudah hinggap. Seringkali juga terjadi penyebab penyakit pada lansia

tersembunyi, sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Keluhan-

keluhan pasien lansia sering tidak khas, tidak jelas, apatik dan

simptomatik. Oleh karena sifat-sifat asimptomatik atau tidak khas tadi,

akan mengakibatkan variasi individual munculnya gejala dan tanda-tanda

penyakit meskipun penyakitnya sama (Suryadi, 2003).

6. Diagnosis Penyakit Pada Lansia

Membuat diagnosa penyakit pada lansia pada umumnya lebih

sukar dibandingkan pasien usia remaja atau dewasa. Oleh karena

menegakkan diagnosis pasien lansia kita perlu melakukan observasi

penderita agak lebih lama, sambil dengan mengamati dengan cermat

tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya yang juga sering kali tidak

nyata. Dalam hal ini allo- anamneses dari keluarga harus digali. Seringkali

Page 4: BAB II.docx

12

sebab penyakitnya bersifat berganda dan kumulatif, terlapes satu sama lain

ataupun saling mempengaruhi timbulnya (Suryadi, 2003).

7. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

a. Perubahan Fisik

Perubahan fisik dan fungsi akibat proses menua meliputi

(Nugroho,2008) :

1) Perubahan sel : Jumlah sel menurun, jumlah sel otak menurun,

terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofi,

beratnya berkurang 5–10%.

2) Sistem persarafan : Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam

setiap harinya mengakibatkan menurun hubungan persarafan

sehingga lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya

dengan stress. Mengecilnya saraf panca indra mengakibatkan

berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya

saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu,

rendahnya ketahanan terhadap dingin, dan kurang sensitif terhadap

sentuhan serta defisit memori.

3) Sistem pendengaran : Presbiakusis (gangguan pendengaran) akibat

terjadinya pengumpulan serumen yang dapat mengeras karena

meningkatnya keratin.

4) Sistem penglihatan : Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya

respon terhadap sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya

lapang pandang (berkurangnya luas pandangannya).

Page 5: BAB II.docx

13

5) Sistem kardiovaskuler: Elastisitas dinding aorta menurun, katup

jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memmpa

darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun hal ini

menyebabkan kontraksi dan volume menurun. Selain itu terjadi

kehilangan elastisitas pembuluh darah.

6) Sistem pengaturan suhu tubuh : Suhu tubuh menurun (hipotermi)

secara fisiologik ±35o C ini akibat metabolisme yang menurun,

keterbatasan refleks dan tidak dapat memproduksi panas yang

banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7) Sistem respirasi : Otot-otot pernafasan mengalami kelemahan akibat

atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku. Menurunnya aktifitas

silia, paru-paru kehilangan elastisitas.

8) Sistem pencernaan : Kehilangan gigi menyebabkan periodontal

didease yang biasanya terjadi setelah berumur 30 tahun, indra

pengecap menurun, esophagus melebar, sensitifitas lapar menurun.

9) Sistem genitourinaria : oto-otot kandung kemih menjadi lemah

sehingga sering menyebabkan inkontinensia dan retensi urin.

10) Sistem endokrin : Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya produksi

aldosteron, menurunnya produksi hormon kelamin.

11) Sistem reproduksi : Pada wanita, vagina mengalami kontraktur dan

mengecil, uterus dan payudara mengalami atrofi. Sedangkan pada

pria testis mesih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada

penurunan secara berangsur-angsur.

Page 6: BAB II.docx

14

12) Sistem kulit : Kulit menjdai keriput akibat kehilangan jaringan

lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon

terhadap trauma.

13) Sistem musculoskeletal : Tulang kehilangan densitas (cairan) dan

semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama

vertebra, pergelangan dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur

meningkat pada area tulang tersebut. Gerakan pinggang, lutut dan

jari-jari pergelangan terbatas. Persendian membesar dan menjadi

kaku.

b. Perubahan Mental

Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan

perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau

pengetahuan serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga makin mundur

terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru,

masih terekam baik kejadian masa lalu. Dari segi mental emosional

sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan

cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya

suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi.

c. Perubahan Psikososial

Menunjukkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan,

memperlihatkan semakin sempitnya perhatian (Nugroho,2000).

Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu

membuat lansia merasa kurang melakukan kegiatan antara lain: minat,

isolasi dan kesepian, peranan iman (Mubarak,2006).

Page 7: BAB II.docx

15

d. Perubahan Kognitif

Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya sebagai berikut :

1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan

kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka pendek.

2) Kemampuan intelektual mengalami kemunduran.

3) Kemampuan verbal dalam bidang vakabulator (kosakata) akan

menetap bila tidak ada penyakit.

e. Perubahan Spiritual (perkembangan spiritual)

Maslow, 1970 mengatakan pada lansia agama atau kepercayaan

makin terintegrasi dalam kehidupannya. Selain itu juga menurut Murray

dan Zenter, 1970 mengatakan lanjtu usia mekin matur dalam kehidupan

agamanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-

hari (Mubarak dkk,2006).

8. Permasalahan Kesehatan Pada Lanjut Usia

Menurut Stieglitz (1954) dalam (Nugroho,2008) mengemukakan

adanya 4 penyakit yang sangat erat hubungaannya dengan proses menua,

yakni:

1) Gangguan sirkulasi darah, seperti: Hipertensi, kelainan pembuluh

darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal.

2) Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.

3) Gangguan pada persendian, seperti: arthritis rheumatoid, osteoarthritis,

gout arthritis, atau penyakit kolagen lainnya. Penyakit pada sendi ini

adalah akibat degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi tulang

Page 8: BAB II.docx

16

yang banyak ditemukan pad alanjut usia, terutama yang gemuk. Hampir

8% orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada

persendiannya, misalnya pegal, linu, dan kadang-kadang terasa seperti

nyeri. Bagian yang terkena biasanya persendian pada jari-jari, tulang

punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).

4) Berbagai macam neoplasma.

9. Kebutuhan Lanjut Usia

Menurut Depkes RI (2005) kebutuhan lanjut usia terdiri atas :

a. Kebutuhan Biologis

Kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik lanjut usia,

misalnya kebutuhan akan makan dan minum, tempat tinggal, olahraga,

seksual dan kesehatan.

b. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan yang berkaitan dengan hubungan sosial lanjut usia

dalam:

1) Berinteraksi sosial dengan anak, cucu dan sesama lanjut usia.

2) Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial.

c. Kebutuhan Emosional

Kebutuhan yang berkaitan dengan pengungkapan perasaan usia

lanjut, seperti menyalurkan perasaan suka, duka cita, bangga, dihargai,

dihormati, bercerita pengalaman, dan memberikan nasehat.

d. Kebutuhan Rohani

Kebutuhan yang berkaitan dengan keinginan untuk

mendapatkan ketenangan jiwa dan kedekatan dengan Tuhan Yang

Page 9: BAB II.docx

17

Maha Esa, misalnya kebutuhan melaksanakan ibadah (pengajian), dan

melakukan kegiatan ke Panti Asuhan dan memberi bantuan kepada

orang yang tidak mampu.

e. Kebutuhan Intelektual

f. Kebutuhan untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan

mempertahankan daya ingat, misalnya kebutuhan membaca buku,

koran, membuat kerajinan tangan, dan sejenisnya.

10. Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas Tanjung Karang

Kesehatan usia lanjut adalah kesehatan mereka yang berusia 60

tahun atau lebih baik jasmani, rohani maupun sosialnya.

a. Strategi pembinaan

Strategi pembinaan kesehatan usia lanjut dilaksanakan sebagai

berikut:

1) Menyesuaikan perencanaan pembinaan kesehatan usia lanjut dalam

perencanaan puskesmas.

2) Menyesuaikan pengorganisasian dan pelaksanaan pembinaan

kesehatan usia lanjut dengan kegiatan pokok lainnya dalam

lokakarya mini di puskesmas.

3) Melakukan kegiatan pembinaan dan pembangunan upaya kesehatan

usia lanjut sesuai kondisi dan kebutuhan setempat.

4) Mendorong terwujudnya peran serta masyarakat khususnya dalam

pembinaan kesehatan usia lanjut melalui lembaga swadaya

masyarakat, PKK, organisasi sosial atau potensi lain yang ada.

b. Langkah-langkah

Page 10: BAB II.docx

18

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pembinaan kesehatan

usia lanjut adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan

a) Diseminasi informasi pembinaan kesehatan usia lanjut kepada

staf puskesmas.

b) Membuat kesepakatan di antara staf puskesmas tentang

penatalaksanaan pembinaan kesehatan usia lanjut.

c) Melakukan bimbingan dan pelatihan pembinaan kesehatan usia

lanjut kepada staf puskesmas.

d) Membuat rencana kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut dan

mengintegrasikannya dalam perencanaan tahunan puskesmas,

antara lain:

(1) Pengumpulan data dasar berupa data epideiologi maupun data

sumber daya yang dapa mendukung kegiatan pelayanan bagi

usia lanjut.

(2) Membuat peta lokasi usia lanjut dan masalah yang

dihadapinya.

(3) Membuat rencana kegiatan berdasarkan masalah yang ada.

e) Melakukan pendekatan lintas sektor tingkat kecamatan dan desa

termasuk lembaga swadaya masyarakat dan LKMD untuk

menginformasikan dan menjelaskan peranannya dalam

pembinaan kesehatan usia lanjut.

Page 11: BAB II.docx

19

f) Melakukan survei mawas diri bersama tenaga kecamatan dan

desa setempat untuk mengenal masalah yang berkaitan dengan

kesehatan usia lanjut.

g) Melakukan musyawarah masyarakat desa untuk mencapai

kesepakatan tentang upaya yang akan dilaksanakan.

h) Membentuk kelompok kerja/tim kerja dalam pembinaan

kesehatan usia lanjut.

i) Melakukan pembinaan teknis upaya kesehatan usia lanjut yang

diselenggarakan bersama sektor dan lembaga swadaya

masyarakat terkait.

j) Mendorong pembentukan dan pengembangan pembinaan

kesehatan usia lanjut di masyarakat secara mandiri.

2) Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut secara

umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentukupaya promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk rujukannya.

a) Kegiatan Promotif

Kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan

gairah hidup para usia lanjut agar merasa tetap dihargai dan tetap

berguna. Upaya promotif juga ditujukankepada keluarga dan

masyarakat di lingkungan usia lanjut. Dalam kegiatan ini

berperan upaya penyuluhan mengenai perilaku hidup sehat,

pengetahuan tentang gizi usia lanjut, pengetahuan tentang proses

degeneratif yang akan terjadi pada usia lanjut, upaya

Page 12: BAB II.docx

20

meningkatkan kesegaran jasmani serta upaya lain yang dapat

memelihara kemandirian serat produktivitas usia lanjut.

b) Kegiatan preventif

Upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencegah sedini

mungkin terjadinya penyakit dan komplikasi yang diakibatkan

oleh proses degeneratif. Kegiatan yang dilakukan berupa deteksi

dini kesehatan usia lanjut yang dapat dilakukan di kelompok,

puskesmas. Instrumen yang dipergunakan untuk melakukan

deteksi dini dan pemantauan kesehatan usia lanjut adalah Kartu

Menuju Sehat (KMS) Usia Lanjut dan Buku Pedoman

Pemeliharaan Kesehatan Usia Lanjut (BPPK).

c) Kegiatan kuratif

Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan

bagi usia lanjut yang sakit dan dapat dilakukan melalui fasilitas

pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas, dokter

praktek swasta.

d) Kegiatan rehabilitatif

Upaya yang dilakukan bersifat medik, psikososial,

edukatif, dan pengembangan keterampilan atau hobi untuk

mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan fungsional

dan kepercayaan diri pada usia lanjut.

e) Kegiatan rujukan

Page 13: BAB II.docx

21

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan

kuratif dan rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai

kebutuhan. Upaya dapat dilakukan secara vertikal dan tingkat

pelayanan dasar ke tingkat pelayanan spesialistik di rumah sakit,

atau secara horizontal ke sesama tingkat pelayanan yang

mempunyai sarana lebih lengkap.

f) Kegiatan petugas puskesmas

(1) Melaksanakan penyuluhan secara teratur dan

berkesinambungan sesuai kebutuhan melalui berbagai media

mengenai kesehatan usia lanjut. Upaya ini dilakukan terhadap

berbagai kelompok sasaran yaitu usia lanjut itu sendiri.

(2) Melaksanakan penjaringan usia lanjut resiko tinggi,

pemeriksaan berkala usia lanjut dan memberi petunjuk upaya

pencegahan penyakit, gangguan psikososial dan bahaya

kecelakaan yang dapat terjadi pada usia lanjut

(3) Melaksanakan diagnosa dini, pengobatan, perawatan dan

pelayanan rehabilitatif kepada usia lanjut yang membutuhkan

dan memberi petunjuk mengenai tindakan kuratif atau

rehabilitatif yang harus dijalani, baik kepada usia lanjut

maupun keluarganya.

(4) Melaksanakan rujukan medik ke fasilitas rumah sakit untuk

pengobatan, perawatan atau rehabilitatif bagi usia lanjut yang

membutuhkan termasuk mengusahakan kemudahan-

kemudahannya.

Page 14: BAB II.docx

22

3) Pemantauan dan pembinaan

Pembinaan dan pemantauan kesehatan usia lanjut

dilakukan melalui pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan

SIMPUS atau melalui pengamatan langsung.

Kegiatan pembinaan meliputi:

a) Mempelajari hambatan masalah yang timbul dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut, berdasarkan

hasil pemantauan dan penilaian, kemudian melakukan tindak

lanjut peningkatan pelaksanaan.

b) Meningkatkan penampilan kerja pelaksana upaya kesehatan

usia lanjut terutama petugas puskesmas dan kader.

4) Penilaian dan pengembangan

Penilaian kegiatan dilakukan dengan:

a) Memanfaatkan data hasil pencatatan dan pelaporan rutin atau

berkala, yang meliputi aspek masukan, proses dan luaran,

b) Pengamatan langsung terhadap pelaksanaan kegiatan

pelayanan untuk mengeahui kemajuan dan hambatan yang

ada,

c) Studi atau penelitian khusus, untuk mengetahui dampak dari

pembinaan kesehatan usia lanjut yang sudah dilaksanakan.

Kegiatan pengembangan yang dilakukan meliputi:

Page 15: BAB II.docx

23

a) Peningkatan mutu pelayanan meliputi peningkatan fasilitas,

teknologi, tenaga, peningkatan supervisi, pelatihan dan

penggalangan peran serta masyarakat serta pemanfaatan

sumber daya.

b) Memperluas jangkauan pelayanan, menambah jenis

pelayanan dan jumlah tenaga pelaksana.

5) Instrumen pemantauan

Pemantauan kegiatan pembinaan program kesehatan usia

lanjut dilakukan menggunakan beberapa instrumen yang telah

dikembangkan antara lain:

a) Laporan Tribulasi Puskesmas

b) Formulir Pencatatan kegiatan pembinaan kesehatan usia

lanjut

c) Kartu Menuju Sehat (KMS) usia lanjut

d) Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan Usia Lanjut (buku

pribadi)

B. Konsep Posyandu Lansia

Posyandu lansia perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari

pemerintah keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan dan meringankan beban masyarakat khususnya lansia.

Menurut Depkes RI, (2005) bahwa pelayanan kesehatan terpadu

adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia di

tingkat desa/kelurahan dalam wilayah kerja masing- masing puskesmas.

Page 16: BAB II.docx

24

Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada pelayanan yang

dilatarbelakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit.

Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat terutama lansia .

Posyandu lansia/kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk

pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau UKBM yang dibentuk

oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya

pada usia lanjut.

Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan yang terpadu

dan saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati

bersama. Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari

dua program menjadi lebih banyak program.

Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga

mempunyai program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional

kesejahteraan lansia yang terdiri dari lima program pokok penduduk lansia

yaitu: (1) Kesejahteraan sosial dan jaminan sosial, peningkatan sistem

pelayanan kesehatan, (2) Peningkatan sistem pelayanan kesehatan, (3)

Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat, (4) Peningkatan kualitas

hidup lansia, (5) Peningkatan dan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia.

Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan

kesejahteraan lansia ini dimaksudkan agar lanjut usia dimasa depan dapat

hidup dengan sehat, produktif, mandiri dan sejahtera lahir dan batin. Dengan

demikian ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat

diminimalkan.

Page 17: BAB II.docx

25

Upaya pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia melalui upaya -

upaya promotif dan preventif atau yang disebut paradigma sehat.

1. Proses Pembentukan Posyandu Lansia

Langkah- langkah yang ditempuh dalam pembinaan kesehatan lansia

adalah

a. Diseminasi informasi pembinaan kesehatan lansia kepada staf

puskesmas

b. Membuat kesepakatan diantara staf puskesmas tentang pelaksanaan

pembinaan kesehatan lansia.

c. Melakukan bimbingan dan pelatihan pembinaan kesehatan lansia

kepada staf puskesmas

d. Membuat rencana kegiatan pembinaan kesehatan lansia dan

mengintegrasikanya dalam perencanaan tahunan puskesmas: (a)

pengumpulan data dasar, (b) membuat peta lokasi lansia dan masalah

yang dihadapi, (c) membuat rencana kegiatan bedasarkan masalah

yang ada.

e. Melakukan pendekatan lintas sektoral tingkat kecamatan dan desa/

kelurahan termasuk lembaga swadaya masyarakat dan LKMD untuk

menginformasikan dan menjelaskan peranannya dalam pembinaan

kesehatan lansia

f. Melakukan survei mawas diri bersama tenaga kecamatan dan desa

setempat untuk mengenal masalah yang berkaitan dengan kesehatan

lansia

Page 18: BAB II.docx

26

g. Melakukan musyawarah masyarakat desa untuk mencapai kesepakatan

tentang upaya yang dilaksanakan.

h. Membentuk kelompok kerja dalam pembinaan kesehatan lansia

i. Menjelaskan teknis upaya kesehatan lansia yang diselenggarakan

bersama sektor dan lembaga swadaya masyarakat terkait

j. Mendorong pembentukan dan pengembangan pembinaan kesehatan

lansia dimasyarakat secara mandiri (Departemen Kesehatan RI, 2005).

2. Tujuan Posyandu Lansia

Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk

mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam keluarga dan

masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan.

Sedangkan bagi lansia sendiri, kesadaran akan pentingnya bagi diri

sendiri, keluarga dan masyarakat luas agar selama mungkin tetap mandiri

dan berdaya guna.

Pelayanan kesehatan pada posyandu lansia meliputi kesehatan

fisik dan mental, emosional, dengan KMS mencatat dan memantau untuk

mengetahui lebih awal penyakit atau ancaman masalah kesehatan yang

dihadapi dan perkembanganya.

3. Tujuan Pembentukan Posyandu Lansia secara Garis Besar antara

lain:

Meningkatkan jangkauan layanan kesehatan lansia di masyarakat,

sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan

Page 19: BAB II.docx

27

lansia. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat

dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan

komunikasi antara masyarakat lanjut usia.

4. Indikator Keberhasilan Posyandu Lansia

Penilaian keberhasilan upaya pembinaan lansia melalui kegiatan

pelayanan kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data

pencatatan dan pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian.

Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari:

a. Meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya

jumlah organisasi masyarakat lansia dengan berbagai aktivitas

pengembangannya.

b. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah /swasta yang

memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia.

c. Berkembangya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga

d. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia

e. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia

C. Konsep Motivasi

1. Pengertian

Istilah Motivasi (motivasion) bersal dari bahasa latin, yakni movere

yang berarti ” menggerakkkan” (to move).

Page 20: BAB II.docx

28

Motivasi adalah satu proses yang meghasilkan suatu intensitas,

arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan.

Motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang

secara sadar maupun tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan

tertentu atau usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok

orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang di

kehendaki (Poerwodarminto, 2006).

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik kondisi

ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon instrinsik yang

menampakkan perilaku-perilaku manusia (Swanburg, 2006).

2. Tujuan Motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil

atau tujuan tertentu (Purwanto, 2008).  Disini akan disebutkan tujuan-

tujuan dari motivasi adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan moral dan kepuasan pekerja

b. Meningkatkan produkrivitas

c. Mempertahankan kestabilan pekerja

d. Meningkatkan kedisiplinan

e. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

f. Mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya

3. Sumber-Sumber Motivasi

Sumber-sumber motivasi dibagi menjadi 3 yaitu:

Page 21: BAB II.docx

29

a. Motivasi Instrinsik

Yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu

sendiri. Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan nyaman pada ibu

nifas ketika dia berada di rumah bersalin.

b. Motivasi Ekstrinsik

Yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu, misalnya

saja dukungan verbal dan non verbal yang diberikan oleh teman dekat

atau keakraban sosial.

c. Motivasi Terdesak

Yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan

munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali (Widayatun,

2008)

4. Teori Motivasi

Teori motivasi merupakan proses sebab akibat bagaimana

seseorang bekerja serta hasil apa yang diperolehnya. Jika bekerja baik saat

ini maka, hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang

tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang.

a. Teori Kebutuhan

Teori motivasi sekarang banyak orang adalah teori kebutuhan.

Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia

pada hakekatnya adalah kebutuhan fisik maupun psikis. Oleh karena

itu menurut teori ini apabila seseorang, ia harus mengetahui terlebih

dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang dimotivasinya.

Page 22: BAB II.docx

30

Sebagai pakar psikologi, Maslow mengemukakan adanya lima

tingkatan kebutuhan pokok manusia. Adapun kelima tingkatan

kebutuhan pokok manusia yang dimaksud adalah :

1) Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam

Hirarki Maslow. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak

dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Manusia memiliki lima

macam kebutuhan yaitu:

a) Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas : Merupakan kebutuhan

dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan

metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktifitas

berbagai organ atau sel.

b) Kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan: Bagian

dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis yang memiliki

proporsi besar dalam bagian tubuh hampir 90% dari total berat

badan tubuh.

c) Kebutuhan eliminasi urine dan alvi: Merupakan bagian dari

kebutuhan fisiologis dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan

sisa

d) Kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas: Untuk

memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan

dalam kehidupan sehari-hari terpenuhi

Page 23: BAB II.docx

31

e) Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh dan kebutuhan seksual:

Merupakan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan untuk

memperbanyak keturunan (Hidayat, 2006).

2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (Safely and Security)

Adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun

psikologis, kebutuhan meliputi :

a) Kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas,

kecelakaan dan infeksi

b) Bebas dari rasa takut dan kecemasan

c) Bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru

dan asing.

3) Kebutuhan sosial, yang meliputi antara lain :

a) Memberi dan menerima kasih sayang

b) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain

c) Kehangatan dan penuh persahabatan

d) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok serta

lingkungan sosial.

4) Kebutuhan harga diri

a) Perasaan tidak bergantung pada orang lain

b) Kompeten

c) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (Self Actualization)

a) Kebutuhan seperti antara lain kebutuhan mempertinggi potensi-

potensi dan ekspresi diri meliputi:

Page 24: BAB II.docx

32

b) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan

memahami potensi diri)

c) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri

d) Tidak emosional

e) Mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan mempunyai

kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya (Mubarak, 2007).

b. Teori X dan Teori Y

Dikemukakan oleh Douglas McGregor, dimana Teori X

mengandaikan bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak

menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi.

Sementara Teori Y mengandaikan bahwa karyawan menyukai kerja,

kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan

pengarahan diri. Teori Z Menekankan pada teori humanistik,

penganbilan keputusan bersama, Supervisi secara tidak langsung,

motivasi lebih pada human.

c. Teori Dua Faktor

Dikemukakan oleh Frederick Herzberg, dimana ada faktor-

faktor intrinsik yang berhubungan dengan kepuasan kerja (prestasi,

pengakuan kerja, tanggung jawab, kemajuan, pertumbuhan) dan

faktor-faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan ketidakpuasan kerja

(kebijakan dan pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan

antarpribadi, dan kondisi kerja). Disebutkan bahwa ada faktor hygiene

seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, dan gaji

Page 25: BAB II.docx

33

yang, bila memadai dalam pekerjaan, menentramkan pekerja. Bila

tidak memadai, maka orang-orang akan tidak terpuaskan.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

a. Faktor Fisik

Motivasi yang ada didalam diri individu yang mendorong

untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti

kebutuhan jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan

alam. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan

kondisi lingkungan dan kondisi seseorang, meliputi : kondisi fisik

lingkungan, keadaan atau kondisi kesehatan, umur dan sebagainya.

b. Faktor Herediter

Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan

kematangan atau usia seseorang.

c. Faktor Intristik Seseorang

Motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya

timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga

puas dengan apa yang sudah dilakukan.

d. Fasilitas (Sarana dan Prasarana)

Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan

segala yang memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang

dibutuhkan untuk hal yang diinginkan.

e. Situasi dan Kondisi

Page 26: BAB II.docx

34

Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi

sehingga mendorong memaksa seseorang untuk melakukan

sesuatu.

f. Program dan Aktifitas

Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang

atau pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program)

rutin dengan tujuan tertentu.

g. Audio Visual (media)

Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang di

dapat dari perantara sehingga mendorong atau menggugah hati

seseorang untuk melakukan sesuatu.

h. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang berfikir logis dan bekerja sehingga

motivasi seseorang kuat dalam melakukan sesuatu hal (Rusmi,

2008).

6. Cara Meningkatkan Motivasi

a. Memotivasi dengan kekerasan (motivating by force,yaitu cara

memotivasi dengan ancaman hukuman atau kekerasan dasar yang

dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.

b. Memotivasi dengan bujukan (motivating by enticement,yaitu cara

memotivasi dengan bujukan atau memberi hadiah agar melakukan

sesuatu harapan yang memberikan motivasi.

Page 27: BAB II.docx

35

c. Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification on

egoinvoiremen), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan

kesadaran. (Sunaryo, 2006).

D. Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Lansia Dalam

Mengunjungi Posyandu

1. Dukungan Sosial

a. Pengertian

Konsep dukungan sosial melibatkan adanya komunikasi dan

reaksi. Dukungan sosial merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal

dimana lingkungan sosial memberikan bantuan berupa perhatian

emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi dan penghargaan

atau penilaian terhadap penyandang cacat tubuh. Sarafino (1994)

menetapkan adanya 3 dimensi dalam dukungan sosial yaitu: dukungan

sosial yang melibatkan adanya keakraban dan penerimaan yang

memberikan keyakinan dan dukungan yang membantu atau pemberian

pelayanan dan bantuan secara langsung, serta dukungan informasi yang

meliputi pemberian nasehat, pemecahan masalah yang dihadapi individu

dan penilaian terhadap perilaku individu.

Ganster cit. Cahyaningtyas, (2002) mengemukakan bahwa

dukungan sosial didefinisikan sebagai tersedianya hubungan yang

bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang

menerimanya.

Page 28: BAB II.docx

36

Menurut Sarason (1983), ikatan sosial tersebut adalah orang yang

dipercaya dapat membantu, menghargai serta mencintai ketika seseorang

menghadapi masalah sehingga individu tersebut mengetahui bahwa

orang lain memperhatikan, menghargai dan mencintai dirinya.

b. Aspek Dukungan Sosial

Sarafino (1994) menyatakan adanya beberapa aspek yang terlibat

didalam pemberian dukungan sosial, diantaranya :

1) Aspek emosional. Aspek ini melibatkan kelekatan, jaminan dan

keinginan untuk percaya pada orang lain, sehingga seseorang

menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta

dan kasih sayang.

2) Aspek instrumental. Aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk

mempermudah menolong orang lain, meliputi peralatan,

perlengkapan, dan sarana pendukung yang lain termasuk didalamnya

memberikan peluang waktu.

3) Aspek informatif. Meliputi pemberian informasi untuk mengatasi

masalah pribadi. Terdiri atas pemberian nasehat, pengarahan dan

keterangan lain yang dibutuhkan.

4) Aspek penilaian. Aspek ini terdiri atas dukungan peran sosial yang

meliputi umpan balik, pertandingan sosial dan afirmasi (persetujuan).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

untuk mengukur adanya dukungan sosial dapat dilihat dari aspek – aspek

yang berupa:

Page 29: BAB II.docx

37

1) Dukungan emosional. Dukungan ini meliputi pemberian rasa cinta

dan kasih sayang, kepercayaan dan kesediaan untuk mendengarkan

keluhan – keluhan.

2) Dukungan Peralatan. Bentuk dari dukungan ini dapat berupa bantuan

materi dan bantuan fisik, misalnya bantuan uang, pertolongan serta

sarana pendukung untuk menyelesaikan masalah.

3) Dukungan Informasi. Dukungan ini meliputi pemberian nasehat

untuk mengatasi masalah ataupun bimbingan untuk mencari jalan

keluar dalam pemecahan masalah.

4) Dukungan penilaian. Bentuk dari dukungan ini dapat berupa

penghargaan atas usahanya atau umpan balik tentang kemampuan

atau prestasinya.

c. Fungsi Dukungan Sosial

Weiss cit Ruwaida (2006), menyebutkan enam fungsi sosial

ditinjau dari fungsi sosial yang diperoleh individu melalui hubungannya

dengan orang lain sebagai berikut:

1) Kelekatan, yaitu perasaan kedekatan emosi dan timbulnya rasa aman.

2) Integrasi sosial, yaitu perasaan memiliki sekelompok orang yang

dapat berbagi tentang hal-hal yang umum dan aktivitas rekreasional.

3) Penghargaan, yaitu pengakuan terhadap kemampuan dan

keterampilan seseorang.

4) Ikatan yang dapat dipercaya, jaminan bahwa seseorang dapat

mengandalkan orang lain untuk mendapatkan bantuan dalam

Page 30: BAB II.docx

38

berbagai keadaan. Biasanya bantuan ini diperoleh dari anggota

keluarga, misalnya suami.

5) Bimbingan, berisi nasihat dan informasi yang biasanya diperoleh dari

guru atau figur orang tua.

6) Kesempatan untuk mengasuh, yaitu perasaan ikut bertanggungjawab

atas kesejahteraan orang lain.

Sedangkan fungsi dukungan sosial menurut Wills cit Ruwaida

(2006), yaitu :

1) Esteem Support. Di dalam kehidupannya, individu menghadapi

berbagai tantangan yang mengancam harga dirinya sehingga timbul

keraguan individu tentang kapasitas kemampuan yang dimilikinya.

Sumber interpersonal yang mampu mengatasi ancaman terhadap

harga diri ini adalah memiliki seseorang atau beberapa orang tempat

bercerita mengenai suatu permasalahan. Unsur penting dari sumber

dukungan sosial tersebut adalah rasa diterima dan dihargai oleh

orang lain. Orang mendapat penerimaan dan persetujuan dari

significant others, evaluasi diri dan harga diri individu akan

meningkat.

2) Informational Support. Jika permasalahan dapat dengan cepat

diselesaikan, maka kemungkinan individu akan mulai mencari

informasi tentang sifat masalah dan bimbingan tentang

langkahlangkah yang harus dilakukan. Dukungan informasi yang

berupa pengetahuan baru, nasihat atau bimbingan. Membantu

individu ketika melakukan pembatasan masalah sehingga ia

Page 31: BAB II.docx

39

memperoleh jalan keluar yang efektif untuk mengatasi

permasalahannya tersebut.

3) Instrumental Support. Instrumental support dapat mencakup

berbagai aktifitas seperti dapat membantu pekerjaan rumah tangga,

bantuan keuangan atau memberikan barang yang dibutuhkan.

4) Motivasional Support. Jaringan sosial dapat memberikan dukungan

yang berupa semangat kepada seseorang untuk berusaha menemukan

solusi atas permasalahannya, meyakinkan bahwa individu tersebut

akan sukses dan meyakinkan bahwa permasalahan tersebut akan

dapat teratasi bersama.

d. Sumber –Sumber Dukungan Sosial

Thoits (dalam Leli, 1999) menyatakan bahwa dukungan sosial

bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi

individu, seperti keluarga, teman, pasangan hidup, rekan kerja, saudara

dan tetangga. Kebutuhan-kebutuhan sosial lansia terpenuhi melalui

kontak-kontak pribadi sekitar lingkungannya dan kebutuhan sosial yang

pokok ini adalah dukungan sosial.

e. Manfaat Dukungan Sosial

Johnson dan Johnson (1991) menyatakan setiap orang walaupun

sudah baik penyesuaian dirinya, suatu saat akan mengalami stress dan

membutuhkan orang lain, selain itu dukungan sosial dapat

mengembangkan:

1) Produktivitas. Dilakukan dengan meningkatkan motivasi, moral dan

kualitas kognitif serta kepuasan kerja. Dukungan sosial dibutuhkan

Page 32: BAB II.docx

40

untuk membantu berprestasi, keberhasilan dalam problem solving

dan kegigihan dalam menyelesaikan tugas meski dibawah kondisi

frustasi.

2) Penyesuaian yang sehat. Meliputi kejenuhan identitas diri,

peningkatan self estem, mencegah keadaan neurotisme dan

psikopatologi, mengurangi stress serta menyediakan sumber-sumber

lain seperti kepercayaan diri.

3) Kesehatan fisik. Dukungan sosial dihubungkan dengan hihup yang

lebih lama dan lebih sukses, lebih sempurna pada proses

penyembuhan dari sakit dan luka.

4) Membangun manajemen stress. Dengan menyediakan rasa peduli,

daya informasi dan umpan balik. Hal ini dibutuhkan untuk melawan

dan menyangga atau menahan benturan stress pada individu.

2. Sikap

a. Pengertian

Menurut Notoadmojo (2003), mendefinisikan sikap sebagai

kesiapan seseoarang untuk bertindak tertentu pada situasi tertentu,

dalam sikap positif. Kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangidan mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap

negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci dan tidak sama dengan menyukai objek tertentu.

Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan

atau mood untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri,

sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan

Page 33: BAB II.docx

41

untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai

dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada

manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan

hubungan atau untuk mengadakan interaksi (Walgito, 2003).

b. Komponen Sikap

Menurut Niven (2002), sikap mempunyai beberapa komponen

yaitu :

1) Komponen Kognitif

Pengetahuan tentang objek tertentu.

2) Komponen Afektif

Melibatkan perasaan senang dan tidak senang serta perasaan

emosional lain sebagai akibat dari proses evaluatif yang dilakukan.

3) Komponen Perilaku

Sikap selalu diikuti dengan kecenderungan untuk berpola perilaku

tertentu.

c. Tingkatan Sikap

Menurut Notoadmodjo (2003), sikap juga memiliki tingkatan

seperti halnya pengetahuan, yaitu:

1) Menerima (Receiving)

Diartikan bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan

rangsangan (stimulus) yang di berikan objek.

2) Merespon (Responding)

Sikap individu mampu memberikan jawaban apabila di tanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Page 34: BAB II.docx

42

3) Menghargai (Valuing)

Sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (Responsible)

Sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung

resiko atau segala sesuatu yang sudah dipilihnya.

d. Penilaian Sikap

Untuk menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala atau

kuesioner. Skala penilaian sikap dapat mengandung serangkaian

pertanyaan tentang permasalahan tertentu. Responden yang akan

mengisi di harapkan menentukan sikap setuju terhadap pertanyaan

tertentu. Skala pengukuran sikap oleh Likert dibuat dengan pilihan

jawaban sangat setuju terhadap suatu pernyataan dan sangat tidak

setuju (Niven, 2002).

e. Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Sikap seseorang dipengaruhi oleh faktor intrinsik (di dalam

diri), dan faktor ekstrinsik (di luar). Faktor intrinsik meliputi

kepribadian, intelegensi, bakat, minat, perasaan serta kebutuhan dan

motivasi seseorang. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan, pendidikan,

ekonomi, politik dan hukum (Widayatun, 1999).

3. Kader Posyandu

a. Definisi Kader Posyandu

Menurut WHO (1998), kader kesehatan adalah laki-laki atau

wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani,

Page 35: BAB II.docx

43

masalah-masalah kesehatan perorangan maupun yang amat dekat

dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan.

Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh

masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan

kemasyarakatan secara sukarela (Depkes, 2003).

b. Syarat Menjadi Kader

1. Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat

2. Mau dan mampu bekerja bersama masyarakat secara sukarela

3. Bisa membaca dan menulis huruf latin

4. Sabar dan memahami usia lanjut (Depkes, 2003)

c. Peran Kader Posyandu

Kader kesehatan bertanggung jawab terhadap masyarakat

setempat, mereka bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari

sebuah sistem kesehatan. Kader betanggung jawab kepada kepala desa

dan supervisor yang ditunjuk oleh petugas/tenaga pelayanan

pemerintah (Sukarni, 2002). Menurut WHO (1993) kader mayarakat

merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam

pelayanan kesehatan dimasyarakat.

Adapun peran kader dalam pelayanan kesehatan di posyandu

lansia (Depkes, 2003) adalah:

1) Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat:

a) AnjangsanaSarasehan

b) Menghadiri pertemuan rutin kemasyarakatan setempat.

Page 36: BAB II.docx

44

2) Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk

menelaah:

a) Pendataan sasaran

b) Pemetaan

c) Mengenal masalah dan potensi.

3) Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat untuk

membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian

tugas, dan jadwal kegiatan.

4) Menggerakkan masyarakat:

a) Mengajak usia lanjut untuk hadir dan berpartisipasi dalam

kegiatan dikelompok usia lanjut

b) Memberikan penyuluhan/penyebarluasan informasi kesehatan,

antara lain: cara hidup bersih dan sehat, gizi usia lanjut,

kesehatan usia lanjut.

c) Menggali dan menggalang sumberdaya, termasuk pendanaan

bersumber masyarakat.

5) Melaksanakan kegiatan dikelompok usia lanjut :

a) Menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan

b) Memberikan pelayanan usia lanjut:

(1) Mengukur tinggi dan berat badan

(2) Mencatat hasil pelayanan dalam buku register dan KMS

(3) Memberikan penyuluhan perorangan sesuai hasil layanan

(4) Melakukan rujukan kepada petugas kesehatan / sarana

(5) Kesehatan (bila petugas kesehatan tidak hadir)

Page 37: BAB II.docx

45

(6) Mengunjungi sasaran yang tidak hadir dikelompok usia

lanjut

d. Motivasi Kader

Tugas kader dalam memberikan penyuluhan kepada lansia,

termasuk di dalam pemberian motivasi. Handoko (1997) menyatakan

bahwa motivasi mempunyai dua komponen yaitu:

1) Komponen dalam (inner component) : perubahan dalam diri

seseorang, keadaan merasa puas, ketegangan fisik.

2) Komponen luar (outer component) : apa yang diinginkan seseorang,

tujuan yang menjadi arah tingkah lakunya.

Menurut Davis 1981 (dalam La Monica, 1998), motivasi berasal

dari kata motif, yang merupakan kebutuhan, keinginan, rangsangan atau

impuls dalam diri seseorang yang menimbulkan perilaku. Motivasi

merupakan sebagai suatu kondisi yang menggerakkan organisme

(individu) untuk mencapai tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat

tertentu atau dengan kata lain motif itu menyebabkan timbulnya

semacam kekuatan agar individu itu berbuat, bertindak atau bertingkah

laku. Pengertian motif (drives) merupakan satu kesatuan tenaga dalam

diri individu yang mendorong individu tersebut untuk melakukan

kegitan mencapai suatu tujuan (Effendi, 1993). Motivasi mendorong

orang untuk berusaha mencapai sasaran atau tujuannya karena yakin dan

sadar akan kebaikan, kepentingan, dan manfaatnya.

Page 38: BAB II.docx

46

Berdasarkan teori kebutuhan Maslow bahwa motivasi senantiasa

menggerakkan kepada pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan yang

bersifat sebagai berikut (Effendi, 1993:).

1) Pemenuhan kebutuhan fisiologis.

2) Pemenuhan kebutuhan keamanan atau perlindungan.

3) Pemenuhan kebutuhan hidup bermasyarakat (sosial).

4) Pemenuhan kebutuhan akan pengakuan.

5) Pemenuhan kebutuhan akan kepuasan.

Motivasi sendiri bukan merupakan kekuatan yang netral atau

kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor lain, misalnya

pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi

lingkungan, citacita hidup dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa teori tentang motivasi dapat dipahami

bahwa pada individu terdapat bermacam-macam motif yang mendorong

dan menggerakkan manusia untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam

mencapai suatu tujuan serta memenuhi kebutuhan hidup dalam rangka

mempertahankan eksistensinya (Effendi, 1993). Faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi motivasi adalah :

1) Energi, merupakan sumber energi yang mendorong tingkah laku.

2) Belajar, dinyatakan bahwa ada interaksi antar belajar dan motivasi

dalam tingkah laku.

3) Interaksi sosial, dinyatakan bahwa interaksi sosial seseorang dengan

individu lain akan mempengaruhi motivasi bertindak.

Page 39: BAB II.docx

47

4) Proses kognitif, yaitu informasi yang masuk pada seseorang diserap

kemudian diproses dan pengetahuan tersebut untuk kemudian

mempengaruhi tingkah laku (Martani, 1998).

Page 40: BAB II.docx

48

E. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia:a. Perubahan

Fisikb. Perubahan

Mentalc. Perubahan

Psikososiald. Perubahan

Kognitife. Perubahan

Spiritual

Faktor yangmempengaruhisikap:Faktor internal1. Kepribadian2. Intelegensi3. Bakat4. Minat5. Kebutuhan6. MotivasiFaktor ekternal1. Lingkungan2. Pendidikan3. Ekonomi

Dukungan sosialBentuk dukungana. Dukungan emosionalb. Dukungan penghargaanc. Dukungan instrumental:d. Dukungan informatif:

Sikap dalam fungsi dan manfaat

BaikBuruk

Pemanfaatan Posyandu Lansia

Peran kader dalam pelayanan

Karakteristik Kader:1.Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat2.Mau dan mampu bekerja bersama masyarakatsecara sukarela3.Bisa membaca dan menulis huruf latin4.Sabar dan memahami usia lanjut

Page 41: BAB II.docx

49

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka teori dan kerangka konsep

tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis 1

Ha: Ada pengaruh dukungan sosial dengan motivasi lansia datang ke

posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang

H0: Tidak ada pengaruh dukungan sosial dengan motivasi lansia datang ke

posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang

2. Hipotesis 2

Ha: Ada pengaruh sikap tentang fungsi dan manfaat posyandu dengan

motivasi lansia datang ke posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas

Tanjung Karang

H0: Tidak ada pengaruh sikap tentang fungsi dan manfaat posyandu

dengan motivasi lansia datang ke posyandu lansia di wilayah kerja

Puskesmas Tanjung Karang

3. Hipotesis 3

Ha: Ada pengaruh peran kader terhadap motivasi lansia datang ke

posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang.

Page 42: BAB II.docx

50

H0: Tidak ada pengaruh peran kader terhadap motivasi lansia datang ke

posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang.