BAB II.docx
-
Upload
didik-abdul-rahman -
Category
Documents
-
view
221 -
download
1
Transcript of BAB II.docx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Malaria
2.1.1 Definisi Penyakit Malaria
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
dari genus plasmodium. (buku malaria hal 1)
Malaria merupakan penyakit protozoa yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles.(harison hal 1001)
Malaria adalah penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah. (ipd jilid 3 hal 2813)
2.1.2 Etiologi Penyakit Malaria
Penyebab infeksi malaria ialahh plasmodium, yang selain menginfeksi manusia
juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptile dan mamalia.
Termasuk genus plasmodium dari family plasmodidae.
Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan
mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan
seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina. Secara keseluruhan
ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung
dan reptile dan 22 pada binatang primata).
5
6
2.1.3 Manifestasi klinis Malaria
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan
splenomegali. keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri
sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan, dan
kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan ovale ,
sedang pada P.falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan
gejala dapat mendadak
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode
dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan
gigi-gigi saling terantuk. Diikutindengan meningkatnya temperatur; diikuti
denngan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap
tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode
berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita
meraasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P.vivax, pada
P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36jam pada P.vivax dan
ovale,60jam pada P.malariae.
7
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya malaria adalah : pengrusakan eritrosit oleh parasit,
hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement
mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran
retikulosit dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa (splenomegali) sering di
jumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan
infeksi akut , limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan
organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian
pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui
perubahan metabolism, antigenic dan rheological dari eritrosit yang terinfeksi.
(IPD)
2.1.4 Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang
asal penderita apakah dari daerah endemik malaria, riwayat berpergian ke daerah
malaria, riwayat pengobatan kuratip maupun preventip.
a. Pemeriksaan tetes darah malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untukn menemukan adanya parasite
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu
kali dengan hasil negatif tidak mengeyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negatif maka diagnosis malaria
dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga
laboratorik yang berpengalaman dalam pemerikasaan parasit malaria.
Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan
8
kemungkinan ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi
adrenalin 1:1000 tidak jelas manfaatnya dan sering membahayakan
terutama penderita dengan hipertensi. Pemeriksaan parasit malaria melalui
aspirasi sum-sum tulang hanya untuk bermaksud akademis dan tidak
sebagai cara diagnosa yang praktis. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat
dilakukan melalui:
1. Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasite malaria karena
tetesan darrah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan
mudah dibuat khususnya untuk dtudi di lapangan. Ketebalan dalam
membuat sediaan perluu untukk memudahkan identifikasi parasit.
Pemeriksaan parasite di lakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang
pandang dangan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatip bila
setelah di periksa 200 lapang pandang dengan pembesaran kuat 700-1000
kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasite bias dilakukan pada tetes
tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit
10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50
merupakan jumlahh parasit per mikro-liter darah.
2. Tetesan darah Tepi
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat
darah tebal sulit di tentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai
hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah
eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila
9
jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat.
Hitung parasite penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,
walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang
minimal. Pengevatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishman’s,
atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum
dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang
mudah dengan hasil yang cukup baik.
3. Tes Antigen : P-F test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.Falciparum (Histidine Rich Protein
II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan
khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi
untuk antigen vivaxs sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode
ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari
plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatogrraphic telah
dipasarkan dengan nama tes OPTOMAL. Optimal dapat mendeteksi
dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.
Falciparum atau P. vivax. Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif
salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang di kenal
sebagai tes cepat (Rapid Test). Tes ini tersedia dalam berbagai nama
tergantung pabrik pembuatnya.
4. Tes Serologi
Tes serologi mulai di perkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai
tehnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi
10
adanya antibody specifik terhadap malaria atau dimana keadaan
parasite sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai allat
diagnostik sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari
parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap
sebagai infeksi baru; dan test> 1:20 dinyatakan positif. Metode-metode
tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immune-
precipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
5. Pemeriksaan PCR (Polymerase chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi
DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun
spesifitasmya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasite
sangat sedikit dapa memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai
sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
2.1.5 PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang
non-imun, khususnya pada turis nasional maupun international. Kemo-profilaksis
yang di anjurkan ternyatta tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh
karenanya masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan
untuk menghindarkan diri dari gigtan nyamuk yaitubdengan cara :
1). Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated
(dicelup peptisida : pemetrhin atau deltametrhin).
11
2). Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents) :
gosok, spray, asap, elektrik
3). Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit
atau harus memakai proteksi (baju lengan panjang, kaus/stocking).
Nyamuk akan menggigit di antara jam 18.00 dampai jam 06.00.
Nyamuk jarang pada ketinggian di atas 2000 m;
4). Memproteksi tempat tinggal/ kamar tidur dari nyamuk dengan
kawat anti-nyamuk.
Bila akan digunakan kemopropilaktis perlu di ketahui sensitivitas
plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif
(seperti Minahasa) cukup prpfilaktis dengan 2 tablet klorokuin (250
mg klorokuin diphosphat) tiap minggu 1 minggu sebelum berangkat
dan 4 minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini juga dipakai pada
wanita hamil di daerah endemik atau pada individu yang terbukti
imunitasnya rendah (sering terinfeksi malaria). Pada daerah dengan
resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100mg/hari atau mefloquin
250mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/minggu ditambah proguanil 200
mg/hari. Obat baru yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin
dosis 0,5 mg/kg BB/ hari; Etaquin,Atovaquone/Proguanil (Malarone)
dan Azitromycin.
12
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal
yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada
plasmodium selain pada masing-masing bentuk stadium pada daur
Plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P. falciparum
sekarang baru ditunjukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi
terhadap P. falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang di
kembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra hepatik), vaksin
terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk
melawan bentuk gametosit. Vaksin bentuk aseksual yang pernah
dicoba adalah SPF-66 atau yang lebih dikenal sebagai vaksin Ptarroyo,
yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan
manffaatnya. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah sporozoit
menginfeksi tidak terjadi.Vksin ini dikembangkan melalui
ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada manusia
tampaknya memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun
demikian uji lapangan sedang dalam persiapan. HOFFMAN
berpendapat bahwa vaksin yang ideal ialah vaksin yang multi-stage
(sporozoit, aseksual), multivalen (terdiri beberapa antigen) sehingga
memberikan respon multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA
akan diharapkan memberi respon terbaik dan harga yang kurang
mahal.
2.1.6 Faktor Resiko Malaria
a) FAKTOR PARASIT
13
Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malariaharus ada dalam
tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit
jantan dan betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus
menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk anopheles yang
anthropofilik agar sporogoni dimungkinkan dan menghasilkan sporozoit
yang infektif.
Sifat-sifat spesifik parasit berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan
hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.
P.falciparum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, namun
menghasilkan parasitemia paling tinggi, gejala yang paling berat dan masa
inkubasi yang paling pendek. Gametosit P.falciparum baru berkembang
setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasite kedalam darah. Gametosit
P.falciparum menunjukan periodisitas dan infektivitas yang berkaitan
dengan aktifitas yang berkaittan dengan kegiatan menggigit vektor.
P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang
rendah, gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih
lama. Sporozoit P.vivax dan P.ovale dalam hati berkembang menjadi sizon
jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk
terjadinya relaps.
b) FAKTOR MANUSIA
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat
terkena malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin
sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi
14
keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria
dapat perlindungan antibody maternal yang diperoleh secara
transplasental.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa perempuan mempunyai respon
imun yang lebih kuat dibanding laki-laki, namun kehamilan menambah
risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk
terhadap kesehatan ibu dan anak a.l. berat badan lahir yang rendah,
abortus, partus prematur, dan kematian janin intrauterine
Malaria kongenital sebenarnya sangat jarang dan kasus ini berhubungan
dengan kekebalan yang rendah pada ibu. Secara proporsional insidens
malaria kongenital lebih tinggi di daerah prevalensi malaria lebih rendah.
Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi terjadinya
malaria dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respon
imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.
Beberapa faktor genetik bersifat protektif terhadap malaria ialah:
a. Golongan darah Duffy negatif
b. Hemoglobin S yang menyebabkan sickle cell anemia
c. Thalasemia (alfa dan beta)
d. Hemoglobinopati lainnya (HbF dan HbE)
e. Defisiensi G-6-PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)
f. Ovalositosis (di Papua New Guinea dan mungkin juga di Irian
Jaya)
15
Keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada
beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering
mendapat kejang dan malaria serebral dibandingkan dengan anak yang bergizi
buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan
lebih cepat dibandingkan anak yang bergizi buruk.
c) FAKTOR NYAMUK
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina
anopheles. Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67
yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Di setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada satu
atau yang paling banyak 3 spesies anopheles yang menjadi vektor penting.
Di Indonesia telah di temukan 24 spesies anopheles yang menjadi vektor
malaria. Penyebarannya di berbagai daerah.
Nyamuk anopheles terutama hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan
di daerah Afrika. Anopheles jarang di temukan pada ketinggian lebih dari
2000-2500 m. Sebagian besar nyamuk anopheles nyamuk anopheles
ditemukan di dataran rendah.
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai
berikut:
Kepaddatan vektor dekat pemukiman manusia
Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia
16
Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu)
Lamanya sporogoni (berkembangnya parasite dalam
nyamuk sehingga menjadi infektif)
Lamanya hiduup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan
kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut
spesies
Nyamuk anopheles betina menggigit antara waktu senja dan suubuh, dengan
jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.
Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan sebagai :
Endofili : suka tinggal dalam rumah/bangunan
Eksofili : suka tinggal di luar rumah
Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan
Eksofagi : menggigit di luar rumah/bangunan
Antroprofili : suka menggigit manusia
Zoofili : suka menggigit binatang
Jarrak terbang anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari
tempat perindukannya. Bila ada angina yang kuat nyamuk anopheles bias terbawa
sampai 30 km. Nyamuk anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal laut
dan dan menyebarkan malaria ke daerah yang non-endemik.
d) FAKTOR LINGKUNGAN
A. Lingkungan fisik
17
Faktor georafi dan meteorologi di Indonesia sangat menuntungkan
transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap
spesies. Pada suhu 26,70c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari
untuk P. falciparum dan 8-11 hari untuk P.vivax, 14-15 hari untuk P.
malariae dan P. ovale.
a. Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu
yang optimum berkisar antara 20 dan 300C. Makin tinggi suhu (sampai
batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsi
b. Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60%
merupakan batas yang paling rendah untuk memungkinkan
hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk
menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga
meningkatkan penularan malaria.
c. Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk
dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh
tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis
tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar
kemungkinan berkembang biaknya nyamuk anopheles.
18
d. Ketinggian
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semaki
bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunya suhu rata-rata.
Pada ketinggian diatas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal
ini bias berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh dari El-
Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan
malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling
tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas
permukaan laut (di Bolovia).
e. Angin
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang
nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan
manusia.
f. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahariterhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda. An.sundaicus lebih suka tempat yang teduh:
An.barbirostris dapat hidup baik ditempat yang teduh maupun yang
terang.
g. Arus air
An.barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir
lambat, sedangkan An.minimus menyukai aliran air yang deras dan
An.letifer menyukai air tenang
h. Kadar garam
19
An. Sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar
garamnya 40% keatas. Namun di Sumatra Utara ditemukan pula
perindukan An. Sundaicus dalam air tawar.
B. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar
matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainny. Adanya
berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax
spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi
dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila
ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.
C. Lingkungan Sosial Budaya
Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana
vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan
nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan
mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria a.l.
dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang
kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai
kegiatan manusia sepperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering
20
mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan
malaria (“man-made malaria”).
Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting
untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan
dari daerah endemik mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang
di impor.
2.1.6 Epidemiologi Malaria
Pada Negara yang beriklim dingin sudah tidak ditrmukan lagi daerah
endemik malaria. Namun demikian, malaria masih merupakan persoalan
kesehatan yang besar di daerah tropis dan subtropis seperti di Brasil, Asia
Tenggara, dan seluruh Sub-Sahara Afrika.
Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah. Pada tehun 1996
ditemukan kasus malaria di Jawa-Bali dengan jumlah penderita sebanyak
2.341 .401 orang, slide positive rate (SPR): 9215, annual paracitic index (API):
0,08%. CRF di rumah sakit sebesr 10-50%. Menurut laporan, di provinsi Jawa
Tengah tahun 1999; API sebanyak 0,35%, sebagian besarr disebabkan oleh
Plasmodium falciparum dan P. vivax. Angka prevalensi malaria di provinsi Jawa
Tengah terus menurun dari tahun ke tahun, mulai dari 0,51 pada tehun 2003,
menurun menjadi 0,15 dan berkurang lagi menjadi 0,07 paada tahun 2005.
Plasmodium malariae banyak ditemukan di Indonesia Timur, sedangkan
plasmodium ovale di Papua dan NTT.
Permasalahan resistensi terhadap obat malaria semakin lama semakin bertambah.
Plasmodium falciparum dilaporkan resisten terhadap klorokuin dan
21
sulfadoksinpirimetamin di wilayah Amazon dan Asia Tenggara. P. vivax yang
resisten klorokuin di temukan di Papua Nugini, provinsi Papua, Papua Barat, dan
Sumatra.
Resisten obat menyebabkan semakin kompleksnya pengobatan dan
penanggulangan malaria. Profesional kesehatan harus mengetahui dari mana
seorang penderita berasal. WHO menerbitkan publikasi tahunan daftar Negara
endemik malaria (dapat dilihat pada International Travel and Heatlh ISBN-
9241580283, atau di internet www.who.int/ith). Akibat lebarnya variasi antar
daerah untuk Negara yang mempunyai daerah luas seperti Indonesia, Departemen
kesehatan RI seharusnya membuat daftar yang sama untuk antar provinsi.
2.2 Derajat Parasitemia
Pada pemeriksaan mikroskopus malaria, pemeriksaan apusan darah
merupakan salah satu pemeriksaan yang penting, baik pemeriksaan apusan
darah tebal ataupun tipis4. Pemeriksaan apusan darah dapat digunakan untuk
menentukan derajat parasitemia yang dilihat dengan menghitung kepadatan
parasite dalam lapang pandang besar (LPB)14. Kepadatan parasite dapat dilihat
melalui dua cara yaitu semi kuantitatfi dan kuantitatif. Metode semi kuantitatif
adalah menghitung parasite dalam LPB dengan tincian sebagai berikut14:
22
(-) : SDr negative (tidak ditemukan parasite dalam 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasite dalam 100 LPB)
(+)(+) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasite dalam 100 LPB)
(+)(+)(+) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasite dalam 1 LPB)
(+)(+)(+)(+) : SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasite dalam 1 LPB)
Derajat parasitemia adalah presentase individu dalam populasi yang apusan
darahnya memperlihatkan parasite2. Tingkat parasetamia diklasifikasikan
menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah tingkatan ringan (mild
reaction) yaitu bila ditemukan 1-4 parasit per 500 erirosit (parasitosis <1%),
tingkatan kedua adalah tingkatan lebih berat (severe reaction) bila ditemukan
5-10 parasit per 500 eritrosit, sedangkan tingkatan ketiga adalah tingkatan
berat sekali (very severe reaction) yaitu bila ditemukan >10 parasit per 500
eritrosit (birkenheuer et al 2003).
2.3 Bilirubin
2.3.1 Definisi Bilirubin
Pigmen empedu yang di hasilkan dari pemecahan heme dan reduksi
biliverdi; bilirubin secara normal bersirkulasi di dalam plasma sebagai suatu
kompleks dengan albumin, diambil oleh sel sel hati dan dikonjugasikan menjadi
bilirubin diglukuronid, merupakan pigmen larut dalam air yang diekskresikan ke
dalam empedu. Konsentrasi bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan ikterus.
Conjugated b., direct b., bilirubin yang telah diambil oleh sel sel hati dan
dikonjugasikan membentuk bilirubin diglukoronid yang larut dalam air. Indirect
23
b., unconjugated b., bentuk bilirubin larut dalam lemak yang bersirkulasi dengan
asosiasi longgar terhadap protein.
2.3.2 Nilai-nilai Rujukan
Dewasa: Total: 0,1-1,12 mg/dL, 1,7-20,5µmol/L (unit SI)
Direc (terkonjugasi): 0,0-0,3 mg/dL, 1,7-5,1 mmol/L (unit SI)
Indirek (tak trkonjugasi): 0,1-1,0 mg/dL, 1,7-17,1 µmol/L (unit SI)
Anak: Total: Bayi baru lahir: 1-12 mg/dL; 17,1-205 µmol/L (unit
SI)
Anak 0,2-0,8 mg/dL.
2.3.3 Deskripsi bilirubin
Bilirubin dibentuk dari pemecahanhemoglobin oleh system retikuloendotelial dan
dibawa oleh plasma dan hepar, tempat dimana bilirubin tersebut terkonjugasi
(secara direct) dan di ekskresi dalam empedu. Ada dua bentuk bilirubin dalama
tubuh; terkonjugasi, atau reaksi langsung (mudah larut), dan tak terkonjugasi atau
reaksi indirect (ikatan protein). Bila bilirubin total dalam batas normal, nilai
bilirubin direct dan indirect tidak perlu di analisa. Bila salah satu nilai bilirubin
diketahui nilaii tersebut menunjukan nilai bilirubin total. Ikterik sering terjadi bila
serum bilirubin (total) lebih dari 3 mg/dL.
Peningkatan bilirubin direct atau indirect biasanya akibat ikterik obstruktif, ekstra
hepatik (oleh batu atau tumor) atau intrahepaik (kerusakan sel sel hepar). Bilirubin
indirect atau tak terkonjugasi berhubungan dengan peningkatan kerusakan sel sel
darah merah (hemolisis).
2.3.4 Masalah-masalah klinis
24
a. Penurunan kadar bilirubin
direct: anemia defisiensi zat besi
obat obat yang dapat menurunkan nilai bilirubin: Barbiturat, aspirin (dalam
jumlah banyak), Penicillin, kafein.
b. Peningkatan kadar bilirubin
Direct: ikterik obstruktif yang disebabkan oleh batu atau neoplasma,
hepatitis, serosis hepar, infeksi mononukleosis, kangker hepar, penyakit
Wilson.
Indirect: Eritoblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, anemia
hemolitik, animea pernisiosa, malaria, septikemia, sirosis yang
terdekompensasi.
c. Obat yang meningkatkan kadar bilirubin
Antibiotika, diuretic, isoniazid, sulfonamide, diazepam, narkotik,
barbiturate, flurazepam, indometasin, metildopa, prokainamid, steroid,
kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A,C dan K.
2.2.1 Pengukuran Obesitas Sentral
Obesitas sentral dapat dinilai memakai beberapa cara yaitu salah
satunya dengan waist to hip circumference ratio (WHR). Pada orang
kaukasian, WHR lebih dari 1.0 pada pria dan lebih dari 0.85 pada wanita
digunakan untuk mengidentifikasi akumulasi lemak di abdomen.
Meskipun demikian, lingkar perut merupakan cara pengukuran yang lebih
baik pada obesitas sentral jika dibandingkan WHR.14
25
WHO menganjurkan agar lingkar perut sebaiknya diukur pada
pertengahan antara batas bawah iga dan krista iliaka. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan pita secara horizontal pada saat akhir
ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20 hingga 30cm. Subjek
diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai pita dengan
tegangan pegas yang konstan.15 Di Asia cut off untuk obesitas sentral
yaitu jika lingkar perut lebih dari 90cm pada pria dan lebih dari 80 cm
pada wanita.15
Lingkar perut menggambarkan lemak tubuh dan di antaranya tidak
termasuk sebagian besar berat tulang atau massa otot besar yang mungkin
akan bervariasi dan mempengaruhi hasil pengukuran. Ukuran lingkar
perut ini berkorelasi baik dengan rasio lingkar perut dan pinggul baik pada
pria maupun wanita serta dapat memperkirakan luasnya obesitas
abdominal yang tampaknya sudah mendekati deposisi lemak abdominal
bagian viseral. Lingkar perut juga berkorelasi baik dengan IMT (pria dan
wanita: r= 0.89, P<0.001).14
Walaupun IMT kurang dari 25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja
terjadi sehingga penyesuaian IMT pada keadaan obesitas sentral perlu
diperhatikan, terutama bila IMT di antara 22 hingga 29 kg/m2. Lingkar
perut dikatakan memiliki korelasi yang tinggi dengan jumlah lemak intra
abdominal dan lemak total serta telah digunakan baik secara mandiri atau
bersama-sama tebal kulit subkutan, untuk mengembangkan suatu korelasi
regresi untuk mengoreksi massa lemak intra abdominal.14
26
2.2.2 Hubungan Obesitas Sentral dengan Resistensi Insulin dan Dislipidemia
Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan
penyebab sindrom metabolik. Insulin mempunyai peran penting karena
berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam
jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat menyebabkan terganggunya
proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak.14
Hubungan kausatif antara resistensi insulin dan penyakit jantung
koroner dan stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin.
Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adiposa
melalui peningkatan acetyl-CoA, meningkatnya asupan trigliserida, dan
glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL merupakan akibat dari
pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP)
yang memperlancar transfer Cholesteryl Ester (CE) dari HDL ke VLDL
(trigliserida) sehingga mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA
komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin
dan otot rangka pria lebih resisten dibandingkan wanita.14
2.2.3 Gangguan Kesehatan yang Berhubungan dengan Obesitas
27
Salah satu mekanisme yang dapat menerangkan korelasi antara
obesitas dan penyakit-penyakit tertentu adalah kemampuan jaringan
adipose bertindak sebagai organ endokrin. Sebagai organ endokrin,
jaringan adipose mampu menghasilkan sejumlah molekul yang
mempunyai fungsi imunologik, sistem kardiovaskular, metabolisme, dan
endokrin. Fungsi endokrin jaringan adipose dipengaruhi oleh jumlah total
jaringan lemak tubuh dan distribusinya. Penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan obesitas adalah13
1) Diabetes mellitus tipe 2
Pada populasi umum risiko diabetes mellitus meningkat dengan
pengingkatan IMT. Risiko untuk mendapatkan DM tipe 2 meningkat kira-
kira 25% pada setiap peningkatan IMT 1 unit setelah IMT mencapai 22,
terutama pada mereka yang berumur kurang dari 55 tahun.
2) Hipertensi
Data epidemiologi menunjukan risiko mendapatkan hipertensi akan
semakin tinggi sesuai dengan peningkatan berat badan. Risiko untuk
mendapatkan hipertensi overweight lebih tinggi bila dibandingkan dengan
berat badan normal dan risiko itu menjadi semakin tinggi secara bermakna
pada populasi yang menderita obesitas.
28
3) Aterosklerosis
Prevalensi penyakit jantung koroner mempunyai korelasi kuat
dengan peningkatan IMT. Risiko relatif untuk penyakit jantung koroner
pasien overweight tidak berbeda bermakna dengan populasi normal, tetapi
mereka yang obesitas secara bermakna akan mengalami peningkatan.
Semakin tinggi derajat obesitas semakin tinggi pula risiko tersebut.
4) Hiperlipidemia dan dislipidemia
Kadar kolesterol darah mempunyai korelasi moderat dengan
obesitas. Korelasi tersebut menjadi lebih kuat bila obesitas dihubungkan
dengan peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar HDL kolesterol
dan gangguan komposisi lipoprotein.
5) Kolelitiasis
Obesitas akan meningkatkan sintesis kolesterol dan ekskresinya.
Kira-kira 50% pasien obesitas derajat 3 menderita kolelitiasis. Kolelitiasis
lebih sering dijumpai pada obesitas dari pada populasi normal, terutama
wanita berusia kurang dari 50 tahun.
6) Karsinoma kolon dan keganasan organ lain
Pasien dengan IMT lebih dari 29 mempunyai risiko mendapatkan
kanker kolon distal 2 kali lebih banyak dari pada mereka yang mempunyai
IMT kurang dari 21, terutama pada perempuan. Keganasan lain yang
29
sering dihubungkan dengan obesitas adalah karsinoma payudara, esofagus,
ginjal, dan prostat.
7) Osteoartritis (OA)
Obesitas merupakan faktor risiko penting untuk OA, baik OA pada
jari maupun lutut. Obesitas berperan besar sebagai penyebab OA lutut.
Bagi pasien obesitas yang belum mendapatkan OA, penurunan berat badan
kira-kira 5kg akan menurunkan risiko OA hingga 50%.
30
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
Hipertensi
Unstable Angina Pectoris
Stable Angina Pectoris
STEMINSTEMI
Penyakit Jantung Koroner
Infark Iskemia
Miokardium kekurangan oksigen
Beban kerja jantung meningkat
Trombosis
Lumen menyempit aliran darah terganggu
Ruptur plak aterosklerosis
Aterosklerosis
Penimbunan Lipid pada arteriObesitas sentral
Dislipidemia
Resistensi Insulin hiperinsulinemia
Peningkatan LDL, dan TG/
VLDL;Penurunan HDL
Disfungsi endotel
Stress Oksidatif
31
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian hubungan obesitas sentral dengan
penyakit jantung koroner di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
2.5 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0: Tidak terdapat hubungan antara obesitas sentral dengan penyakit
jantung koroner di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Ha: Terdapat hubungan antara obesitas dengan penyakit jantung koroner
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Obesitas sentralPenyakit Jantung
Koroner