BAB II.docx
Transcript of BAB II.docx
BAB IILANDASAN TEORITIS
2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Listrik Negara
Pengusahaan kelistrikan di Indonesia dirintis oleh perusahaan listrik
swasta Belanda, yaitu seperti NV. ANIEM, NV. GEBEO, NV. OGEM dan
perusahaan lokal lainnya. perusahaan listrik swasta dikuasai oleh jepang dan
dikelola menurut situasi daerah tertentu seperti perusahaan listrik Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan lain – lain. Pada periode ini perusahaan
listrik dan gas diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dari tangan
Jepang dan melalui Ketetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/SD/1945
tanggal 27 Oktober 1945, dibentuk jawatan listrik dan gas yang berkedudukan di
Yogyakarta.
Pada masa Agresi Belanda I (19 Desember 1948) perusahaan listrik yang
dibentuk dengan Ketetapan Presiden di atas dikuasai oleh pemilik semula. Pada
Agresi Belanda II sebagian besar kantor jawatan listrik dan gas direbut kembali
oleh pemerintah Belanda, sedangkan perusahaan listrik swasta diserahkan pada
pemilik semula sesuai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Jawatan tenaga membawahi perusahaan untuk perusahaan Tenaga Listrik
(PENUPETEL) dan diperluas membawahi juga perusahaan Negara untuk
Distribusi Tenaga Listrik. Pada tahun 1952 berdasarkan Keputusan Presiden RI
Nomor 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang nasionalisasi perusahaan listrik milik
bangsa Belanda yaitu jika kasasi penguasaannya telah berakhir, maka beberapa
perusahaan listrik milik swasta tersebut diambil alih dan digabungkan ke jawatan
Negara. Pada tahun 1959 setelah Dewan Direktur Perusahaan Listrik Negara (DD
PLN) terbentuk berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang
Perusahaan Negara dan melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 tahun 1961
dibentuklah Badan Pimpinan Umum PLN (BPU PLN) yang mengelola semua
Perusahaan Listrik Negara dan Gas dalam satu wadag organisasi.
5
6
Pekerjaan Umum dan Tenaga pada saat itu menetapkan SK Menteri PUT
Nomor Menteri 19/01/20 tanggal 20 Mei 1961 yang memuat arahan sebagai
berikut :
1. BPU adalah suatu Perusahaan Negara yang diserahi tugas menguasai dan
mengurus perusahaan – perusahaan listrik dan gas yang berbebtuk badan
hukum.
2. Organisasi BPU PLN dipimpin oleh direksi.
3. Di daerah dibentuk daerah aksploitasi yang terdiri atas :
a. 10 daerah eksploitasi listrik umum dan distribusi
b. 2 daerah eksploitasi khusus distribusi listrik
c. 1 daerah eksploitasi khusus pembangit listrik
d. 13 Pembangkit Listrik Negara eksploitasi proyek kelistrikan.
4. Daerah eksploitasi khusus distribusi dibagi lebih lanjut menjadi cabang dan
ranting.
5. Daerah eksploitasi khusus pembangkit dibagi lebih lanjut menjadi sektor.
Dalam kabinet Pembangunan I Dirjen GATRIK PLN dan Lembaga
Masalah Ketenagaan (LMK) dialihkan ke Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik (PUTL). Lembaga masalah ketenagaan (LMK) ditetapkan dalam
pengelolaan PLN melalui Peraturan Menteri PUTL Nomor 6/PRT/1970.
Tahun 1972 PLN ditetapkan sebagai perusahaan Umum melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 10, Pemerintah juga memberi tugas dibidang kelistrikan
kepada PLN untuk mengatur, membina, mengawasi, dan melaksanakan
perencanaan umum dibidang kelistrikan nasional disamping tugas – tugas sebagai
perusahaan. Mengingat kebijakan energi dan PLN seta PGN dari Departemen
dibidang Ketenagaan selanjutnya ditangani oleh Dirjen Ketenagaan (1981).
Dalam Kabinet Pembangunan IV Dirjen Ketenagaan diubah menjadi
Dirjen Listrik dan Energi Baru (LEB). Perubahan nama ini untuk memperjelas
tugas dan fungsinya yaitu :
a. Program Kelistrikan
b. Pembinaan – pembinaan pengesahan.
c. engembangan energi baru.
7
Tugas – tugas pemerintah yang semula dipikul PLN secara bertahap
dikembalikan ke Departemen sehingga PLN dapat lebih memusatkan fungsinya
sebagai perusahaan.
Mengingat tenaga listrik sangat penting bagi pningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara umum serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi
secara umum, oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan dan
pengelolaan perlu ditingkatkan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang
cukup merata dengan pelayanan mutu yang baik. Kemudian dalam rangka
peningkatan pembangunan yang berkesinambungan dibidang tenaga listrik
diperlukan upaya secara optimal memanfaatkan sumber energi untuk
membangkitkan tenaga listrik sehingga penyediaan tenaga listrik terjamin. Untuk
mencapai maksud tersebut pemerintah menganggap bahwa ketentuan dan
perundang – undangan yang sudah ada tidak lagi sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan listrik maka bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia menetapkan Undang – Undang Nomor 15 tahun 1985.
Keputusan pengadaan Undang – Undang “ Jawatan “ tersebut, pemerintah
menetapkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan
dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Berdasarkan Undang – Undang dan peraturan
pemerintah tersebut ditetapkan bahwa PLN merupakan salah satu pemegang
kekuasaan usaha tenaga listrik. Sesuai dengan makna yang terkandung dalam
Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1990 tentang
Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara. Peraturan ini merupakan dasar
hukum pengelolaan PERUM Listrik Negara sebagai pemegang kuasa usaha
ketenagaan listrik.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha penyediaan tenaga listrik
maka PERUM Listrik Negara yang didirikan dengan PP Nomor 17 Tahun 1990
dinilai memenihu persyaratan untuk dialihkan bentuknya menjadi PERSERO.
Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1994 tanggal 6
April 1994 tentang pengalihan bentuk PERUM menjadi PERSERO hal ini
tercantum dalam anggaran dasar PT. PLN (PERSERO) Akte Notaris Sujipto, SH
Nomor 109 tanggal 30 Juli 1994.
8
2.2. Pengertian Manajemen Pemeliharaan
Secara garis besar (nursalam,2007) pengertian manajemenpemeliharaan
(maintenance) adalah pengorganisasian operasi pemeliharaan untuk memberikan
performansi mengenai peralatan produksi dan fasilitas industri. Dasar pemikiran
yang sehat dan logis adalah suatu persyaratan terbaik dalam mengorganisasikan
pemeliharaan. Pengorganisasian ini mencakup penerapan dari metode manajemen
dan memerlukan perhatian yang sistematis. Hal ini merupakan pekerjaan yang
harus dipertimbangkan secara sungguhsungguh dalam mengatur perlengkapan.
Dimana perlengkapan itu merupakan peralatan, material, tenaga kerja, biaya,
teknik atau tata cara yang diterapkan serta waktu pelaksanaannya. Dengan
mengetahui tujuan dan sistem manajemen yang diterapkan, maka akan dapat
mengatasi masalah, megambil tindakan serta mengerti dengan jelas permasalahan
yang sedang dihadapi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan dalam merencanakan organisasi maintenance antara lain:
2.2.1. Control Yang Situasi Geografis;
Suatu pabrik/plant akan mudah dipelihara dari suatu bengkel dan
tersentralisasi, sedangkan suatu pabrik yang letaknya terpencar harus memiliki
kelompok-kelompok maintenance yang terdesentralisasi, bahwa barangkali
organisasi-organisasi yang parallel akan memberikan hasil yang efisien.
2.2.2. Jenis Peralatan (Equipment);
Apabila terdapat banyak mesin yang sejenis dalam pabrik maka
penanganan maintenance secara sentralisasi akan lebih baik daripada
desentralisasi. Sebaiknya bila pada bagian pabrik terdapat banyak mesin yang
sejenis dan pada bagian lain terdapat banyak mesin lain yang sejenis maka
penanganan secara desentralisasi mungkin lebih baik.
2.2.3. Kontinuitas Operasi (Operational Continuity);
Suatu pabrik yang bekerja dalam satu shift selama lima hari kerja per
minggu dan pabrik lain yang bekerja 24 jam sehari selama 7 hari seminggu
9
tentunya memiliki masalah-masalah yang sangat berbeda sehingga perlu ditangani
dengan bentuk organisasi yang berbeda pula.
2.2.4. Ukuran Pabrik (Plant type);
Pabrik yang besar lebih banyak memerlukan tenaga maintenance dari
pada pabrik yang kecil. Keadaan ini sesungguhnya tidak mempengaruhi banyak
kepada segi organisasi. Akan tetapi pada pelaksanaannya akan membutuhkan
pengawasan dan pertanggung jawaban yang berbeda dimana pada tingkat yang
lebih kecil maka akan lebih kecil pula tingkat pertanggung jawabannya.
2.2.5 Tenaga Kerja, Training dan Kehandalannya;
Hal ini perlu mendapat perhatian dalam membuat membuat suatu
organisasi maintenance karena ada pengaruhnya terhadap beban pengawasan dan
fasilitas untuk training. Di daerah dimana tenaga kerja yang andal sangat langka
diperoleh maka pengawas dan fasilitas training yang baik harus mudah didapat.
2.2.6. Ruang Lingkup bagi Maintenance;
Dalam suatu bagian maintenance yang diserahi tanggung jawab hanya
untuk memelilhara mesin saja, maka beban organisasinya tidak seberat suatu
bagian maintenance dengan tanggung jawab yang meliputi bidang kerja lain.
2.2.7. Jenis Perusahaan;
Setiap perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda atas pelayanan
maintenance yang baik. Pada perusahaanperusahaan angkutan umum, lebih
banyak dituntut dari segi keamanan agar alat transportasi dapat berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga bagian maintenance merupakan bagian yang
sangat penting. Hampir semuanya, dalam industri permesinan, penanaman modal
dalam pembelian mesin-mesin merupakan anggaran terbesar oleh karenanya
pertanggungan jawab untuk memelihara modal yang tertanam ini harus
ditempatkan pada manajemen yang tinggi.
10
2.3. Prosedur Perencanaan Pemeliharaan
Kebanyakan manager dalam industri sekarang ini telah mendengar
mengenai pemeliharaan terencana dan mengetahui serba sedikit keuntungan yang
didapat dari penyusunan dan pelaksanaan suatu rancangan pemeliharaan
terencana. Pada penyusunan dan pelaksanaan suatu rancangan pemeliharaan
terencana. Pada perkembangannya sistem pemeliharaan yang terencana telah
dapat dibuktikan keuntungannya terutama oleh teknisi-teknisi maintenance yang
terjun langsung dalam pelaksanaan sistem pemeliharaan terencana. Skema
dibawah ini menunjukkan bagaimana sistem kerja pemeliharaan terencana.
Gambar 2.1.Skema Prosedur Pemeliharaan Terencana.
(Sumber : Nursalam, 2007)
Daftar sarana(apa yang di pelihara)
Planning
Jadwal pemiliharaan
(bagaimana memeliharanya)
Program pemeliharaan (kapan harus dipelihara)
Organizing Directig Coordinating
Spesifikasi Pekerjaan
Program perencanaan Minggunaan
Permintaan Perbaikan
Program perencanaan
Harian
Staff Produksi
MESIN
Catatan riwayat(hasil-hasil
pemeriksaan)
Laporan perbaikan
Laporan pemelihara
Controlling
Staff pemeliharan
11
2.3.1. Menentukan Jadwal Pemeliharaan
Hal ini amat tergantung persiapan segala fasilitas. Jadwal pemeliharaan
harus disiapkan untuk setiap bagian pabrik atau peralatan produksi yang akan
dipelihara. Mencakup pula keterangan-keterangan bagaimana pemeliharan
tersebut harus dilakukan.
2.3.2 Mempersiapkan Jadwal Pemeliharaan
selanjutnya menyusun spesifikasi pekerjaan (instruksi kerja) yang pada
dasarnya merupakan alat komunikasi dengan pelaksana untuk mengarahkan dalam
menjalankan kegiatan pemeliharaan pada peralatan produksi tertentu. Beberapa
manfaat dari spesifikasi pekerjaan atau lebih sering disebut dengan instruksi kerja
antara lain :
1. Merupakan instruksi dasar tindakan yang harus dilakukan -Menunjukkan
metode kerja, alat-alat apa yang dibutuhkan atau alat uji apa yang harus
digunakan.
2. Dapat dianggap sebagai standar kerja, sehingga siapapun yang melakukan
mempunyai cara yang sama, sekaligus mempengaruhi keselamatan kerja.
Bagian pemeliharaan sebaiknya merencanakan program pemeliharaan
berkala untuk selama jangka waktu tertentu. Secara ideal memang
dijabarkan dalam jangka waktu satu tahun, tetapi biasanya perusahaan-
perusahaan sulit melakukannya karena banyak faktor yang akan
mempengaruhi produksi dan kebutuhan perusahaan secara keseluruhan.
Sebagian menjabarkan dalam periode bulanan, tetapi ada juga dalam
mingguan. Kegiatan ini memerlukan hubungan yang erat dengan bagian
produksi untuk saling mengumpulkan informasi. Hasilnya sudah barang
tentu harus diketahui oleh kedua belah pihak Tanggung jawab untuk
menentukan siapa yang akan mengerjakan tergantung dari foreman atau
supervisor yang bersangkutan, yang tentu sangat mengetahui siapa yang
sepantasnya melakukan pekerjaan tersebut.
12
2.3.3 Kemampuan Personil Pelaksana Pemeliharaan.
Mesin-mesin yang mempunyai tingkat kerumitan yang sama, harus dibagi
merata selama setahun, untuk menghindari beban kerja yang tidak merata dalam
satu tahun. Jadwal pemeliharaan peralatan produksi terbagi menjadi beberapa
jenis
antara lain :
1. Jadwal pemeliharaan jangka pendek, adalah jadwal pemeliharaan peralatan
produksi harian yang berupa pelumasan pada waktu peralatan akan dipakai
atau setelah digunakan produksi. Pemeliharaan ini dapat dilakukan oleh
operator dari peralatan produksi tersebut dengan memberikan petunjuk-
petunjuk pemeliharaan terlebih dahulu kepada para operator tersebut.
2. Jadwal pemeliharaan jangka sedang, adalah pemeliharaan peralatan
produksi bulanan yang disusun dari jadwal pemeliharaan tahunan yang
dalam penyusunannya harus disesuaikan dengan jadwal produksi pada
bulan yang bersangkutan sehingga tidak terjadi bentrokan.
3. Jadwal pemeliharaan jangka panjang, adalah pemeliharaan yang mencakup
pemeliharaan total atau sering dikenal dengan Overhaul. Pemeliharaan
jangkan panjang ini memerlukan persiapan yang matang dalam satu tahun
ke depan dengan melihat riwayat mesin pada tiap bulannya. Hal yang
perlu diperhatikan adalah waktu pelaksanaan overhaul tersebut karena
tentunya peralatan produksi tidak dapat berproduksi sama sekali pada saat
itu sehingga diperlukan kecepatan, ketepatan dalam pelaksanaan Overhaul.
Waktu yang dipergunakan untuk pemeliharaan harus dibatasi sesedikit
mungkin karena dalam Maintenance dikenal : Availability, adalah
kemampuan unjuk kerja peralatan produksi secara optimal tanpa terjadinya
gangguan apapun yang akan mengakibatkan terganggunya proses produksi
(efisiensi). Secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut:
Availability = ((waktu operasi / (waktu operasi+down time)) x 100%
Atau,
13
Efisiensi = ((waktu pemakaian / (waktu pemakaian+down time)) x 100%
Dalam hal ini kebijakan dari besarnya nilai prosentasenya yang ditentukan
oleh pihak perusahaan dimana diharapkan nilai prosentase yang ditetapkan
adalah ideal dan menyesuaikan dengan karakteristik serta jenis perusahaan
yang menerapkan.
2.4. Total Productive Maintenance
Total Productive maintenance (Nakajima, 2007), merupakan filosofi yang
bertujuan memaksimalkan efekfektivitas dari fasilitas yang digunakan di dalam
industri, yang tidak hanya dialamatkan pada pemeliharaan saja tapi pada semua
aspek dari operasi dan intstalasi dari fasilitas produksi termasuk juga didalamnya
peningkatan kinerja dari orang–orang yang bekerja dalam perusahaan itu.
Komponen dari TPM secara umum terdiri dari atas 3 bagian, yaitu :
1. Total Approch : semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga
semua fasilitas yang ada dalam pelasksanaaan TPM.
2. Productive Action: sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan
operasi dari fasilitas produksi.
3. Maintenance : pelaksanaaan pemeliharaan dan peningkatan efektivitas dari
fasilitas dan kesatuan operasi produksi.
Total productive maintenance memiliki visi sebagai sistem perawatan
yang melihat peralatan dapat beoperasi 100% dalam waktu yang tersedia dengan
produk 100 % bagus (Nakajima, 2007). Visi tersebut dapat diperoleh apabila
perusahaan tersebut dapat melakukan implementasi total productive maintrenance
yang benar, adapun langkah–langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Implementasi awal
3. Tahap imlementasi TPM
4. Tahap Stabilisasi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari implementasi
2.4.1. Autonomous Maintenance
Autonomous maintenance merupakan elemen yang terpenting dalam total
productive maintenance yang menjelaskan bagaimana sebuah operator tidak
14
hanya menjalankan kegiatan produksi, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan
pemeliharaan sederhana, dengan demikian gejala kerusakan dapat dideteksi sedini
mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara total. Autonomous
maintenance memiliki 6 langkah untuk meningkatkan produktivitas adalah
sebagai berikut:
1. Mengembalikan peralatan seperti asal
2. Menghapuskan penyebab–penyebab kekotoran
3. Improve equipment accessibility
4. Initial maintenance standards
5. Autonomous inspection
6. General inspection and general process inspection
2.4.2. Maintenance
Pemeliharaan (maintenance) Suharto, 2005, merupakan suatu kegiatan
yang diarahkan pada tujuan menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem
produksi sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai
dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan
dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas
yang sangat tinggi maka lebih intensif. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama
sistem pemeliharaan.
1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (break down period) sampai
batasan minimum dengan mempertimbangan aspek ekonomis.
2. Menghindari kerusakan (break down ) yang tidak terencana atau kerusakan
tiba–tiba.
Dalam sistem pemeliharaan terdapat 2 kegiatan yang berkaitan dengan
tindakan pemeliharaan, yaitu:
1. Permeliharaan yang bersifat preventif (Preventive Maintenance) Pemeliharaan
ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum peralatan itu menjadi
rusak.
2. Pemiliharaan yang bersifat korektif (Corrective Maintenance)
15
Pemeliharaan korektif ini dimaksudkan untuk memperbaiki yang rusak.
Permeliharaan korektif dapat juga didefinisikan perbaikan yang dilakukan karena
adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya pemeliharaan
preventif maupun telah dilakukan pemeliharaan preventif tapi sampai pada waktu
tertentu fasilitas dan peralatan tersebut rusak.
2.4.3. Konsep Total Productive Maintenance (TPM).
Total Productive Maintenance atau TPM memiliki 3 target utama:
1. Zero product defect (tidak ada produk cacat)
2. Zero equipment unplanned failures (tidak ada kegagalan atau kerusakan pada
mesin yang tidak terdeteksi sebelumnya)
3. Zero accident (tidak ada kecelakan di area kerja)
Target-target tersebut dapat dicapai dengan melakukan Gap Analysis atas catatan
historis mengenai produk cacat, kegagalan mesin dan kecelakaan yang pernah
terjadi sebelumnya. Gap Analysis dapat dilakukan dengan diagram fishbone, why
why analysis, atau P-M analysis. Setelah didapatkan pemahaman yang jelas,
rencanakan investigasi untuk menemukan penurunan performa mesin. Tahap ini
disebut “Initial Cleaning”.
TPM juga berguna untuk mengidentifikasi tujuh kerugian atan tujuh pemborosan
(waste) pada mesin, yaitu:
1. Setup adjustment time
2. Initial adustment time
3. Waktu kerusakan mesin (equipment bereakdown time)
4. Mesin menganggur (idle)
5. Speed (cycle time) losses (penurunan kecepatan)
6. Start-up quality losses (penurunan kualitas start-up)
7. In-process quality losses (penurunan kualitas proses)
Ketujuh waste dalam proses manufaktur ini harus dihilangkan, dapat dengan cara
menerapkan TPM dalam proyek Kaizen. Eliminasi dari ketujuh waste tersebut
merupakan aplikasi dari tiga garis besar pilar TPM, yang meliputi:
Efficient Equipment Utilization
16
Efficient Worker Ulitization
Efficient Material & Energy Utilization
Dari tiga garis besar tersebut, dikembangkan delapan pilar yang menunjang
keseluruhan implementasi TPM. Delapan pilar tersebut meliputi:
1. Focussed improvement (Kobetsu Kaizen): melakukan perbaikan yang
berkelanjutan walau sekecil apapun perbaikan tersebut.
2. Planned Maintenance: fokus meningkatkan availability dari mesin dan
peralatan dan mengurangi kerusakan mesin.
3. Edukasi dan Pelatihan: membentuk formasi karyawan yang memiliki skill dan
menguasai teknik untuk melakukan autonomous maintenance.
4. Autonomous Maintenance (Jishu Hozen): artinya adalah melakukan
pemeliharaan terhadap mesin yang dipakai. Terdapat tujuh langkah dan
aktifitas yang dilakukan pada Jisshu Hozen.
5. Quality Maintenance (Hinshitsu Hozen): quality maintenance adalah
pengaturan mesin yang memperkecil kemungkinan terjadi cacat berulang
kali. Hal ini dilakukan untuk memastikan tercapainya target zero defect.
6. Office TPM: bagaimana membuat aktifitas kantor yang efisien dan
menghilangkan kerugian yang mungkin terjadi.
7. Safety, Hygene dan Environment (SHE): adalah aktifitas untuk menciptakan
area kerja yang aman dan sehat, dimana sangat kecil kemungkinan terjadi
kecelakaan. Temukan dan perbaiki area rawan kecelakan untuk memastikan
keselamatan sekaligus memelihara kesehatan lingkungan.
8. Tools Management, untuk meningkatkan ketersediaan equipment dengan
mengurangi tools resetting time (waktu pengaturan ulang alat-alat) untuk
mengurangi biaya pemeliharaan peralatan dan memperpanjang usia pakai
peralatan.
2.4.4. Ukuran Sukses TPM
Alat pengukur performa yang dianggap paling sesuai dengan Lean
Manufacturing dan TPM adalah OEE (Overall Equipment Effectiveness).
Pengukuran OEE digunakan untuk mengetahui potensi perbaikan yang dapat
17
dilakukan pada sebuah alat atau mesin. Aplikasi konsisten dari teknik perbaikan
seperti TPM ini akan secara signifikan mengurangi kerugian dan secara positif
memberikan impact kepada performa suatu alat atau mesin yang beroperasi setiap
hari.
2.5. Jenis-Jenis Pemeliharaan
Kegian pemeliharaan (maintenance) Rusmanto, 2005, pada perusahaan
adalah untuk menunjang operasi produksi suatu perusahaan , baik perusahaan
manufaktur maupun perusahaan jasa atau non-manufaktur. Maintenance dibagi
menjadi beberapa kriteria sebagai berikut:
2.5.1. Planned Maintenance (pemeliharaan yang terencana)
adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan
terlebih dahulu. Perencanaan pemeliharaan ini mengacu pada rangkaian proses
produksi.
1. Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan)
pemeliharaan yang dilaksanakan dalam priode waktu yang tepat atau
dengan kriteria tertentu pada sebagai tahap proses produksi. Tinjauannya agar
produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana, baik kualitas, biaya, maupun
ketepatan waktunya.
2. Corrective maintenance (pemeliharaan koreksi)
pemeliharaan yang dilaksanakan karena adanya terjada kekeliruan dalam
mesin lagi berjalan maka perlu diamati tahap kegiatan proses produksi yang perlu
diperbaiki (koreksi).
2.5.2. Unplanned Maintenance (pemeliharaan tidak terencana)
Pemeliharaan yang dilakukan karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa
adanya kerusakan tiba-tiba memberikan hasil yang tidak layak . Dalam hal ini
dilakukan kegiatan pemeliharaan atas peralatan mesin secara tidak berencana.
2.5.3. Emergency Maintenance (pemeliharaan darurat).
18
Yakni kegiatan pemeliharaan mesin yang memerlukan penanggulangan
yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan akibat yang lebih parah.
Selanjutnya pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance) dibagi
lagi menjadi sebagai berikut:
1. Running maintenance (pemeliharaan berjalan), kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan pada waktu proses produksi sedang berjalan.
2. Shutdown maintenance (pemeliharaan waktu istirahat), yakni kegiatan
pemeliharaan yang dilakukan pada waktu proses produksi sedang dihentikan.
2.6. Strategi Pemeliharaan Mesin
Perencanaan pemeliharaan (Kotler P, 2007). dilakukan sesuai dengan buku
petunjuk pabrik. Pola pemeliharaan ini dapat berarti bekerja secara terus-menerus
atau bekerja secara terputus-putus. Pola pemeliharaan dapat berarti pula bekerja
terus-menerus selama 24 jam per hari atau hanya 8 jam per hari.
Bentuk pola pemeliharaan suatu perusahaan tentu saja sangat berpengaruh
kepada srategi pemeliharaan mesin yang harus dilakukan agar pemeliharaan
tersebut dapat dijalankan secara efektif dan memberikan hasil yang optimum.
Oleh karena itu, srategi pemeliharaan dapat dibagi menjadi berikut ini.
1. Strategi pemeliharaan berencana.
2. Strategi pemeliharaan pencegahan.
3. Strategi pemeliharaan peramalan.
4. Strategi pemeliharaan darurat.
5. Strategi pengukuran kerja para tenaga perawat mesin.
2.6.1. Strategi Pemeliharaan Darurat (Emergency maintenance).
Adapun tujuan pemeliharaan darurat adalah antara lain untuk
menanggulangi keadaan darurat. Misalnya, salah satu mesin yang sedang
beroperasi tiba-tiba mogok karena rusak. Mesin ini secara darurat harus segera
diperbaiki.
2.6.2. Strategi Pemeliharaan Berencana (Planned maintenance).
19
Strategi pemeliharaan berencana adalah rencana pemeliharaan seluruh
tahap proses produksi dari tahap awal agar dalam jangka waktu yang relatif lama
tidak terjadi kerusakan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi.
Strategi pemeliharaan berencana meliputi kegiatan pemeliharaan dalam
berbagai keadaan sebagai berikut.
1. Pada waktu proses produksi sedang berjalan, yakni selalu memantau
seluruh mesin dan peralatan produksi.
2. Pemeliharaan dilakukan pada waktu proses produksi sedang dihentikan,
baik berhenti karena adanya mesin rusak maupun bernti karena pola
beroperasinya hanya 8 jam per hari.
2.6.3. Pemeliharaan Pencegahan (preventive maintenance).
pemeliharaan pencegahan adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat
mancegah terjadi gangguan pada proses sedang berjalan. Pemeliharaan
pencegahan ini untuk mencegah seringnya kerusakan mesin, agar proses
produksinya dapat berjalan seoptimal mungkin.
Strategi pemeliharaan pencegahan akan segera tampak hasilnya berupa
efesiensi karena terhindar dari kemacetan proses produksi akibat kerusakan salah
satu unit pembangkit.
Banyak faktor yang memengaruhi pemeliharaan pencegahan (preventive
maintenance). Kegiatan pemeliharaan ini merupakan kegiatan yang kompleks dan
berkaitan dengan kegiatan lain. Jadi, keberhasilan pemeliharaan pencegahan ini
harus didukung seluruh unit kerja.
Keberhasilan dari pemeliharaan pencegahan, agar operasi perusahaan
berhasil sehingga perlu hal-hal sebagai berikut.
1. Intuisi, tentunya intuisi terhadap sifat mesin. Montir yang ahli dan
berpengalaman biasanya mempunyai intuisi yang tajam. Misalnya dari
suara mesin dia dapat menebak bahwa mesin akan rusak.
2. Logika, alasan logis yang mendasari mengapa perlu dirawat.
3. Dihitung secara analisis.
4. Pelaksanaan yang konsisten.
20
5. Penyesuaian rencana dengan realisasi.
Kegiatan maintenance dipengaruhi oleh struktur organisasi suatu
perusahaan yang dipengaruhi pula oleh jenis usaha dan skala produksinya.
Perusahaan berskala kecil, dimana pemilik merangkap sebagai pimpinan
perusahaan sekaligus pengelola keuangan, tentunya struktur organisasinya sangat
sederhana. Namun, bila perusahaan tersebut berkembang menjadi lebih besar
dimana tiap pekerjaan tidak dapat dirangkap, berarti struktur organisasinya makin
kompleks dan rentang kendali (span of control)-nya makin besar dan jauh.
Jenis usaha pun memengaruhi bentuk struktur organisasinya. Misalnya
perusahaan manufaktur dan perusahaan jasa (nonmanufaktur) berada dalam
bentuk.
1. Pada perusahaan manufaktur perlu unit kerja yang mengelola proses
produksi.
2. Pada perusahaan jasa (nonmanufaktur), seperti hotel, rumah sakit, travel
agent tidak memerlukan petugas maintenance, agar operasi perusahaan
berjalan lancer. Tugas penyelia maintenance diperlukan baik pada
perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Sebab kegiatan supervisi
menunjang operasi perusahaan agar berjalan efesien dan efektif.
2.7. Merencanakan Pemeliharaan yang Efektif.
Kegiatan merencanakan pemeliharaan adalah usaha memilih dan
menentukan alternative yang dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas produksi
yang dimiliki. Berdasarkan fasilitas yang tersedia, disusun suatu kegiatan yang
rinci dan terarah sehingga kegiatan pemeliharaan dapat benar-benar menunjang
kegiatan operasi perusahaan secara efesien. Misalnya: Perusahaan memiliki 4
orang tenaga pemeliharaan mesin untuk melakukan kegiatan pengendalian
kualitas. Akan tetapi, karena perusahaan bekerja dengan 3 grup kerja masing-
masing 8 jam sehingga harus diatur agar si A, si B, dan si C dapat bekerja secara
efektif.
21
Dengan contoh tersebut, kegiatan pemeliharaan dapat dilaksanakan berdasarkan
rencana yang matang agar seluruh kegiatan operasi produksi dapat berjalan lancar
sesuai dengan rencana.
2.7.1. Perintah Kerja (working order).
Perintah kerja (working order) Wibowo, Nur Makmury. 2008, merupakan
dasar untuk merencanakan kegiatan pemeliharaan, berupa: alokasi (penempatan)
yenaga kerja, intruksi yang berisi pekerjaan, dan penjadwalan pemeliharaan
selanjutnya. Pada perusahaan yang bekerja berdasarkan alur rencana pemeliharaan
harus berdasarkan working order dari bagian supervisor pemeliharaan agar beban
kerja dapat dialokasikan lebih baik dan terarah sehingga operasi perusahaan dapat
telaksana efektif.
2.7.2. Melaksanakan Pemeliharaan.
Kegiatan pemeliharaan cecara rutin adalah suatu kerarusan, terutama pada
perusahaan yang bekerja terus-menerus. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan
terencana dan program supervisi yang baik. Apa yang mungkin terjadi bila
kegiatan pemeliharaan tidak dilakukan secara rutin? Artinya, petugas maintenance
tidak dipekerjakam secara rutin! Akibatnya mesin dapat cepat aus dan rusak.
2.7.3. Jadwal dan Program Pemeliharaan
1. Jadwal pemeliharaan.
Jadwal pemeliharaan adalah pengaturan waktu kegiatan pemeliharaan
mesin yang berkaitan dengan kegiatan proses produksi.
Dalam perusahaan yang berskala produksi besar dimana banyak mesin
produksi yang perlu dipelihara maka tiap kegiatan pemeliharaan untuk
setiap mesin perlu dibuat skedul pemeliharaan yang rinci dan efektif.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan jadwal
pemeliharaan adalah pembagian waktu pemeliharaan untuk masing-
masing petugas dan koordinasi kerja dengan unit lain. Alokasi tenaga
maintenance dengan jadwal produksi yang tepat.
22
2. Program Pemeliharaan (maintenance program).
Program Pemeliharaan (maintenance program) merupakan daftar alokasi
kegiatan pemeliharaan mesin yang berisi jadwal waktu pelaksanaan
kegiatan pemeliharaan dan alokasi petugas. Program pemeliharaan
tersebut dibuat setiap minggu, atau setiap bulan, yaitu periode waktu
tertuntu sesuai dengan kebutuhan produksi.
a. Menyediakan peralatan yang akan digunakan dalam pemeliharaan.
b. Menganalisis serta memeriksa hasil pekerjaan pemeliharaan yang
telah dilaksanakan secara rutin.
Program kegiatan pemeliharaan mesin disusun untuk mengetahui jenis-
jenis kegiatan operasi, mana saja yang perlu dimonitor. Kapan dilakukan
pemantauan, siapa petugas yang harus melaksanakannya.
Tujuan utama dari maintenance program adalah sebagai berikut.
1. Melaksanakan rencana kerja pemeliharaan meliputi:
a. Membagi kegioatan pemeliharaan mesin pada setiap jenjang operasi
perusahaan dalam suatu tahun atau dalam periode yang lebih
singkat.
b. Menyelenggarakan keseimbangan antara kegiatan pemeliharaan
dengan seluruh kegiatan operasi proses produksi.
2. Merencanakan seluruh kegiatan pemeliharaan mesin pada berbagai
kegiatan produksi untuk saat ini maupun periode yang akan dating.
Penyajian menyeluruh dan rinci dari kegiatan pemeliharaan sejak awal
sampai dengan pasca proses produksi dapat digunakan untuk mendesain
perencanaan kegiatan pemeliharaan mesin per minggu, bahkan per hari.
2.8. Hubungan Kegiatan Pemeliharaan Dengan Biaya
Tujuan utama manajemen produksi Kusnaedi, 2005, adalah mengelola
penggunaan sumber daya berupa factor-faktor produksi yang tersedia . Untuk
menunjang kelancaran proses produksi diperlukan suatu kegiatan pemeliharaan
mesin. Dalam hal ini, maka intensif kegiatan pemeliharaan dilakukan berarti
23
biayanya makin besar. Demikian pula makin besar skala atau volume produksi
makin banyak tenaga perawat mesin, karena banyak pula tahap kegiatan produksi
yang perlu dimonitor. Jadi biaya pemeliharaan berbanding lurus dengan frekuensi
pemeliharaan dan skala usaha.
Misalnya, bila semula operasi produksi cukup 8 jam per hari, tetapi bila
volume naik berarti operasi jam kerja produksi harus ditambah misalnya menjadi
8 jam kali 3 grup kerja. Hal ini berarti tenaga pemeliharaan mesin juga perlu
ditambah.
Adapun frekuensi pemeliharaan mesin tergantung kondisi mesin itu
sendiri. Misalnya, mesin sering rusak karena umurnya sudah tua, berarti bukan
saja perlu dipelihara lebih sering, namun perlu pula sering dimonitor.
Namun demikian, karena umumnya tenaga perawat merupakan tenaga
tetap yang harus digaji setiap bulan, berarti biaya pemeliharaan ini merupakan
dari biaya tetap.
2.9. Pengertian Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah total pengukuran terhadap
performance yang berhubungan dengan availability dari proses produktivitas dan
kulitas. Pengukuran OEE menunjukkan seberapa baik perusahaan mengunakan
sumber daya yang dimiliki termasuk peralatan, pekerja dan kemampuan untuk
memuaskan konsumen dalam hal pengiriman yang sesuai dengan spesifikasi
kualitas menurut konsumen. Menurut Nakajima (2007) dalam Ljungberg (2007),
Total Productive Maintenance
(TPM) tergantung kepada tiga konsep:
a. Memaksimalkan pengunaan peralatan secara efektif.
b. Perawatan secara otomatis oleh operator.
c. Kelompok aktivitas kecil.
Dari tiga hal tersebut OEE dapat digunakan untuk mengabungkan operasi,
perawatan dan manajemen dari peralatan manufaktur dan sumber daya
(Dal,2007:2007).
Penelitian ini menyatakan bahwa keakuratan performansi data peralatan
24
merupakan kunci sukses dan memperpanjang umur efektivitas dari aktivitas TPM.
Apabila peralatan gagal dan menjadi alasan produksi gagal maka hal itu tidak
dapat dipahami, karena beberapa kegiatan dari TPM tidak dapat digunakan
dengan optimal untuk menyelesaikan masalah utama perusahaan. Kegagalan
produksi, bersamaan dengan biaya tak langsung dan biaya tersembunyi. Nakajima
(2007), menyatakan bahwa OEE adalah sebuah alat untuk mengukur keberadan
dari biaya tersembunyi. Nakajima (2007) juga memperkirakan bahwa
penggunaan OEE yang paling efektif adalah selama proses berlangsung dengan
penggunaan dari peralatan dasar kendali kualitas, seperti diagram pareto.
Penggunaan dapat menjadi penting untuk keberadaan dari sistem pengukuran
performansi perusahaan.
2.9.1 Tujuan Overall Equipment Effectiveness (OEE).
OEE dapat digunakan dalam beberapa jenis tingkatan pada sebuah
lingkungan perusahaan. Pertama, OEE dapat digunakan sebagai “Benchmark”
untuk mengukur rencana perusahaan dalam performansi. Kedua, nilai OEE,
perkiraan dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk membandingkan garis
performansi melintang dari perusahaan, maka akan terlihat aliran yang tidak
penting. Ketiga, jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat
mengidentifikasikan mesin mana yang mempunyai performansi buruk, dan
bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM (Dal, 2007:2009).
2.9.2. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE).
Hal-hal yang diperlukan dalam aplikasi Overall Equipment Effectiveness
diperusahaan adalah dengan menghitung komponen OEE, yaitu: Availability
Ratio Elemen Availability Ratio yang digunakan untuk mengukur nilai OEE
adalah dengan memperhatikan total waktu kerusakan yang dihasilkan dari
unscheduled downtime, proses set-up dan kerusakan yang tidak direncanakan
lainnya.
Faktor penting Availability adalah loading time dan operating time.
Loading time adalah total waktu produksi dalam sehari, yang dapat dipisahkan
dalam beberapa aktivitas yaitu:
25
a) Menunggu untuk penyelesaian pesanan.
b) Tenaga kerja yang tidak tersedia untuk menggantikan operator yang
istirahat.
c) Aktivitas rencana pemeliharan.
d) Proses perbaikan.
e) Perawatan mesin oleh operator.
f) Pelatihan operator.
Dengan demikian formula yang digunakan untuk menghitung availability ratio
adalah: Availability Ratio=(operating time)/(loading time)..............................(2.1).
Operating time = loading time – down time
Performance Ratio, Performance merupakan ukuran perbandingan actual speed
dari peralatan untuk kecepatan yang ideal. Performance merupakan bagian dari
OEE yang mungkin dikalkulasikan dalam beberapa cara yang berbeda.
Nakajima (2007) kesulitan jumlah ukuran output dan definisi Performance
merupakan petunjuk dari actual deviation dalam produksi dari ideal cycle time
(Dal,2007). Performance merupakan hasil net operating time dan operating time.
Operating time merupakan peralatan yang menunjuk pada ketidakcocokan antara
ideal speed dengan actual operating. Net operating time merupakan ukuran yang
diperoleh dari kecepatan proses yang stabil dari waktu tertentu dan merupakan
perkalian antara jumlah produksi dengan actual cycle time dibagi dengan
operating time. Dengan demikian formulasinya adalah:
Performace Ratio= (proced amount X Theoritical cycle time)/(operating
time)...................................................................................................................(2.2).
2.9.3. Quality Ratio
Quality dapat digunakan untuk menunjukkan proporsi produksi yang tidak
sempurna dengan volume produksi total. Quality meliputi kegagalan pada tahap
produksi biasanya pada mesin khusus atau garis produksi. Processed amount
adalah hasil dari proses produksi yang berlangsung. Kalkulasi Quality
diidentifikasikan dari kegagalan kualitas, jumlah produk cacat untuk kegagalan
kualitas selama proses produksi. Departemen membuat sebuah target untuk
26
Quality adalah 99,5 %. Hal ini merupakan catatan penting bahwa sebuah target
dianggap dari kegagalan produk yang diidentifikasikan selama proses permesinan.
Pengumpulan data secara efektif dianggap sebagai kunci untuk memperbaiki
pengukuran kualitas.
Quality Ratio = (processed amount-defect amount)/(processed amount)…....(2.3).
Dari ketiga faktor diatas maka untuk perhitungan Overall Equipment Effectiveness
adalah:
OEE=Availability(%)xPerformance(%)xQuality(%)........................................(2.4).
Dalam perhitungan OEE perlu dilakukan perhitungan Downtime dari mesin.