BAB II.docx

34
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Listrik Negara Pengusahaan kelistrikan di Indonesia dirintis oleh perusahaan listrik swasta Belanda, yaitu seperti NV. ANIEM, NV. GEBEO, NV. OGEM dan perusahaan lokal lainnya. perusahaan listrik swasta dikuasai oleh jepang dan dikelola menurut situasi daerah tertentu seperti perusahaan listrik Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan lain – lain. Pada periode ini perusahaan listrik dan gas diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dari tangan Jepang dan melalui Ketetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/SD/1945 tanggal 27 Oktober 1945, dibentuk jawatan listrik dan gas yang berkedudukan di Yogyakarta. Pada masa Agresi Belanda I (19 Desember 1948) perusahaan listrik yang dibentuk dengan Ketetapan Presiden di atas dikuasai oleh pemilik semula. Pada Agresi Belanda II sebagian besar kantor jawatan listrik dan gas direbut kembali oleh pemerintah Belanda, sedangkan perusahaan listrik swasta diserahkan pada pemilik semula sesuai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Jawatan tenaga membawahi perusahaan untuk perusahaan Tenaga Listrik (PENUPETEL) dan diperluas membawahi juga perusahaan Negara untuk Distribusi 5

Transcript of BAB II.docx

Page 1: BAB II.docx

BAB IILANDASAN TEORITIS

2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Listrik Negara

Pengusahaan kelistrikan di Indonesia dirintis oleh perusahaan listrik

swasta Belanda, yaitu seperti NV. ANIEM, NV. GEBEO, NV. OGEM dan

perusahaan lokal lainnya. perusahaan listrik swasta dikuasai oleh jepang dan

dikelola menurut situasi daerah tertentu seperti perusahaan listrik Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan lain – lain. Pada periode ini perusahaan

listrik dan gas diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dari tangan

Jepang dan melalui Ketetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/SD/1945

tanggal 27 Oktober 1945, dibentuk jawatan listrik dan gas yang berkedudukan di

Yogyakarta.

Pada masa Agresi Belanda I (19 Desember 1948) perusahaan listrik yang

dibentuk dengan Ketetapan Presiden di atas dikuasai oleh pemilik semula. Pada

Agresi Belanda II sebagian besar kantor jawatan listrik dan gas direbut kembali

oleh pemerintah Belanda, sedangkan perusahaan listrik swasta diserahkan pada

pemilik semula sesuai hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Jawatan tenaga membawahi perusahaan untuk perusahaan Tenaga Listrik

(PENUPETEL) dan diperluas membawahi juga perusahaan Negara untuk

Distribusi Tenaga Listrik. Pada tahun 1952 berdasarkan Keputusan Presiden RI

Nomor 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang nasionalisasi perusahaan listrik milik

bangsa Belanda yaitu jika kasasi penguasaannya telah berakhir, maka beberapa

perusahaan listrik milik swasta tersebut diambil alih dan digabungkan ke jawatan

Negara. Pada tahun 1959 setelah Dewan Direktur Perusahaan Listrik Negara (DD

PLN) terbentuk berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang

Perusahaan Negara dan melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 67 tahun 1961

dibentuklah Badan Pimpinan Umum PLN (BPU PLN) yang mengelola semua

Perusahaan Listrik Negara dan Gas dalam satu wadag organisasi.

5

Page 2: BAB II.docx

6

Pekerjaan Umum dan Tenaga pada saat itu menetapkan SK Menteri PUT

Nomor Menteri 19/01/20 tanggal 20 Mei 1961 yang memuat arahan sebagai

berikut :

1. BPU adalah suatu Perusahaan Negara yang diserahi tugas menguasai dan

mengurus perusahaan – perusahaan listrik dan gas yang berbebtuk badan

hukum.

2. Organisasi BPU PLN dipimpin oleh direksi.

3. Di daerah dibentuk daerah aksploitasi yang terdiri atas :

a. 10 daerah eksploitasi listrik umum dan distribusi

b. 2 daerah eksploitasi khusus distribusi listrik

c. 1 daerah eksploitasi khusus pembangit listrik

d. 13 Pembangkit Listrik Negara eksploitasi proyek kelistrikan.

4. Daerah eksploitasi khusus distribusi dibagi lebih lanjut menjadi cabang dan

ranting.

5. Daerah eksploitasi khusus pembangkit dibagi lebih lanjut menjadi sektor.

Dalam kabinet Pembangunan I Dirjen GATRIK PLN dan Lembaga

Masalah Ketenagaan (LMK) dialihkan ke Departemen Pekerjaan Umum dan

Tenaga Listrik (PUTL). Lembaga masalah ketenagaan (LMK) ditetapkan dalam

pengelolaan PLN melalui Peraturan Menteri PUTL Nomor 6/PRT/1970.

Tahun 1972 PLN ditetapkan sebagai perusahaan Umum melalui Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 10, Pemerintah juga memberi tugas dibidang kelistrikan

kepada PLN untuk mengatur, membina, mengawasi, dan melaksanakan

perencanaan umum dibidang kelistrikan nasional disamping tugas – tugas sebagai

perusahaan. Mengingat kebijakan energi dan PLN seta PGN dari Departemen

dibidang Ketenagaan selanjutnya ditangani oleh Dirjen Ketenagaan (1981).

Dalam Kabinet Pembangunan IV Dirjen Ketenagaan diubah menjadi

Dirjen Listrik dan Energi Baru (LEB). Perubahan nama ini untuk memperjelas

tugas dan fungsinya yaitu :

a. Program Kelistrikan

b. Pembinaan – pembinaan pengesahan.

c. engembangan energi baru.

Page 3: BAB II.docx

7

Tugas – tugas pemerintah yang semula dipikul PLN secara bertahap

dikembalikan ke Departemen sehingga PLN dapat lebih memusatkan fungsinya

sebagai perusahaan.

Mengingat tenaga listrik sangat penting bagi pningkatan kesejahteraan dan

kemakmuran rakyat secara umum serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi

secara umum, oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan dan

pengelolaan perlu ditingkatkan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang

cukup merata dengan pelayanan mutu yang baik. Kemudian dalam rangka

peningkatan pembangunan yang berkesinambungan dibidang tenaga listrik

diperlukan upaya secara optimal memanfaatkan sumber energi untuk

membangkitkan tenaga listrik sehingga penyediaan tenaga listrik terjamin. Untuk

mencapai maksud tersebut pemerintah menganggap bahwa ketentuan dan

perundang – undangan yang sudah ada tidak lagi sesuai dengan keadaan dan

kebutuhan listrik maka bersama – sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia menetapkan Undang – Undang Nomor 15 tahun 1985.

Keputusan pengadaan Undang – Undang “ Jawatan “ tersebut, pemerintah

menetapkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan

dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Berdasarkan Undang – Undang dan peraturan

pemerintah tersebut ditetapkan bahwa PLN merupakan salah satu pemegang

kekuasaan usaha tenaga listrik. Sesuai dengan makna yang terkandung dalam

Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1990 tentang

Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara. Peraturan ini merupakan dasar

hukum pengelolaan PERUM Listrik Negara sebagai pemegang kuasa usaha

ketenagaan listrik.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi usaha penyediaan tenaga listrik

maka PERUM Listrik Negara yang didirikan dengan PP Nomor 17 Tahun 1990

dinilai memenihu persyaratan untuk dialihkan bentuknya menjadi PERSERO.

Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1994 tanggal 6

April 1994 tentang pengalihan bentuk PERUM menjadi PERSERO hal ini

tercantum dalam anggaran dasar PT. PLN (PERSERO) Akte Notaris Sujipto, SH

Nomor 109 tanggal 30 Juli 1994.

Page 4: BAB II.docx

8

2.2. Pengertian Manajemen Pemeliharaan 

Secara garis besar (nursalam,2007) pengertian manajemenpemeliharaan

(maintenance) adalah pengorganisasian operasi pemeliharaan untuk memberikan

performansi mengenai peralatan produksi dan fasilitas industri. Dasar pemikiran

yang sehat dan logis adalah suatu persyaratan terbaik dalam mengorganisasikan

pemeliharaan. Pengorganisasian ini mencakup penerapan dari metode manajemen

dan memerlukan perhatian yang sistematis. Hal ini merupakan pekerjaan yang

harus dipertimbangkan secara sungguhsungguh dalam mengatur perlengkapan.

Dimana perlengkapan itu merupakan peralatan, material, tenaga kerja, biaya,

teknik atau tata cara yang diterapkan serta waktu pelaksanaannya. Dengan

mengetahui tujuan dan sistem manajemen yang diterapkan, maka akan dapat

mengatasi masalah, megambil tindakan serta mengerti dengan jelas permasalahan

yang sedang dihadapi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan dalam merencanakan organisasi maintenance antara lain:

2.2.1. Control Yang Situasi Geografis;

Suatu pabrik/plant akan mudah dipelihara dari suatu bengkel dan

tersentralisasi, sedangkan suatu pabrik yang letaknya terpencar harus memiliki

kelompok-kelompok maintenance yang terdesentralisasi, bahwa barangkali

organisasi-organisasi yang parallel akan memberikan hasil yang efisien.

2.2.2. Jenis Peralatan (Equipment);

Apabila terdapat banyak mesin yang sejenis dalam pabrik maka

penanganan maintenance secara sentralisasi akan lebih baik daripada

desentralisasi. Sebaiknya bila pada bagian pabrik terdapat banyak mesin yang

sejenis dan pada bagian lain terdapat banyak mesin lain yang sejenis maka

penanganan secara desentralisasi mungkin lebih baik.

2.2.3. Kontinuitas Operasi (Operational Continuity);

Suatu pabrik yang bekerja dalam satu shift selama lima hari kerja per

minggu dan pabrik lain yang bekerja 24 jam sehari selama 7 hari seminggu

Page 5: BAB II.docx

9

tentunya memiliki masalah-masalah yang sangat berbeda sehingga perlu ditangani

dengan bentuk organisasi yang berbeda pula.

2.2.4. Ukuran Pabrik (Plant type);

Pabrik yang besar lebih banyak memerlukan tenaga maintenance dari

pada pabrik yang kecil. Keadaan ini sesungguhnya tidak mempengaruhi banyak

kepada segi organisasi. Akan tetapi pada pelaksanaannya akan membutuhkan

pengawasan dan pertanggung jawaban yang berbeda dimana pada tingkat yang

lebih kecil maka akan lebih kecil pula tingkat pertanggung jawabannya.

2.2.5 Tenaga Kerja, Training dan Kehandalannya;

Hal ini perlu mendapat perhatian dalam membuat membuat suatu

organisasi maintenance karena ada pengaruhnya terhadap beban pengawasan dan

fasilitas untuk training. Di daerah dimana tenaga kerja yang andal sangat langka

diperoleh maka pengawas dan fasilitas training yang baik harus mudah didapat.

2.2.6. Ruang Lingkup bagi Maintenance;

Dalam suatu bagian maintenance yang diserahi tanggung jawab hanya

untuk memelilhara mesin saja, maka beban organisasinya tidak seberat suatu

bagian maintenance dengan tanggung jawab yang meliputi bidang kerja lain.

2.2.7. Jenis Perusahaan;

Setiap perusahaan mempunyai kepentingan yang berbeda atas pelayanan

maintenance yang baik. Pada perusahaanperusahaan angkutan umum, lebih

banyak dituntut dari segi keamanan agar alat transportasi dapat berfungsi

sebagaimana mestinya sehingga bagian maintenance merupakan bagian yang

sangat penting. Hampir semuanya, dalam industri permesinan, penanaman modal

dalam pembelian mesin-mesin merupakan anggaran terbesar oleh karenanya

pertanggungan jawab untuk memelihara modal yang tertanam ini harus

ditempatkan pada manajemen yang tinggi.

Page 6: BAB II.docx

10

2.3. Prosedur Perencanaan Pemeliharaan

Kebanyakan manager dalam industri sekarang ini telah mendengar

mengenai pemeliharaan terencana dan mengetahui serba sedikit keuntungan yang

didapat dari penyusunan dan pelaksanaan suatu rancangan pemeliharaan

terencana.  Pada penyusunan dan pelaksanaan suatu rancangan pemeliharaan

terencana.  Pada perkembangannya sistem pemeliharaan yang terencana telah

dapat dibuktikan keuntungannya terutama oleh teknisi-teknisi maintenance yang

terjun langsung dalam pelaksanaan sistem pemeliharaan terencana. Skema

dibawah ini menunjukkan bagaimana sistem kerja pemeliharaan terencana.

Gambar 2.1.Skema Prosedur Pemeliharaan Terencana.

(Sumber : Nursalam, 2007)

Daftar sarana(apa yang di pelihara)

Planning

Jadwal pemiliharaan

(bagaimana memeliharanya)

Program pemeliharaan (kapan harus dipelihara)

Organizing Directig Coordinating

Spesifikasi Pekerjaan

Program perencanaan Minggunaan

Permintaan Perbaikan

Program perencanaan

Harian

Staff Produksi

MESIN

Catatan riwayat(hasil-hasil

pemeriksaan)

Laporan perbaikan

Laporan pemelihara

Controlling

Staff pemeliharan

Page 7: BAB II.docx

11

2.3.1. Menentukan Jadwal Pemeliharaan

Hal ini amat tergantung persiapan segala fasilitas. Jadwal pemeliharaan

harus disiapkan untuk setiap bagian pabrik atau peralatan produksi yang akan

dipelihara. Mencakup pula keterangan-keterangan bagaimana pemeliharan

tersebut harus dilakukan. 

2.3.2 Mempersiapkan Jadwal Pemeliharaan

selanjutnya menyusun spesifikasi pekerjaan (instruksi kerja) yang pada

dasarnya merupakan alat komunikasi dengan pelaksana untuk mengarahkan dalam

menjalankan kegiatan pemeliharaan pada peralatan produksi tertentu. Beberapa

manfaat dari spesifikasi pekerjaan atau lebih sering disebut dengan instruksi kerja

antara lain :

1. Merupakan instruksi dasar tindakan yang harus dilakukan -Menunjukkan

metode kerja, alat-alat apa yang dibutuhkan atau alat uji apa yang harus

digunakan.

2. Dapat dianggap sebagai standar kerja, sehingga siapapun yang melakukan

mempunyai cara yang sama, sekaligus mempengaruhi keselamatan kerja.

Bagian pemeliharaan sebaiknya merencanakan program pemeliharaan

berkala untuk selama jangka waktu tertentu. Secara ideal memang

dijabarkan dalam jangka waktu satu tahun, tetapi biasanya perusahaan-

perusahaan sulit melakukannya karena banyak faktor yang akan

mempengaruhi produksi dan kebutuhan perusahaan secara keseluruhan.

Sebagian menjabarkan dalam periode bulanan, tetapi ada juga dalam

mingguan. Kegiatan ini memerlukan hubungan yang erat dengan bagian

produksi untuk saling mengumpulkan informasi. Hasilnya sudah barang

tentu harus diketahui oleh kedua belah pihak Tanggung jawab untuk

menentukan siapa yang akan mengerjakan tergantung dari foreman atau

supervisor yang bersangkutan, yang tentu sangat mengetahui siapa yang

sepantasnya melakukan pekerjaan tersebut. 

Page 8: BAB II.docx

12

2.3.3 Kemampuan Personil Pelaksana Pemeliharaan.

Mesin-mesin yang mempunyai tingkat kerumitan yang sama, harus dibagi

merata selama setahun, untuk menghindari beban kerja yang tidak merata dalam

satu tahun. Jadwal pemeliharaan peralatan produksi terbagi menjadi beberapa

jenis 

antara lain :

1. Jadwal pemeliharaan jangka pendek, adalah jadwal pemeliharaan peralatan

produksi harian yang berupa pelumasan pada waktu peralatan akan dipakai

atau setelah digunakan produksi. Pemeliharaan ini dapat dilakukan oleh

operator dari peralatan produksi tersebut dengan memberikan petunjuk-

petunjuk pemeliharaan terlebih dahulu kepada para operator tersebut.

2. Jadwal pemeliharaan jangka sedang, adalah pemeliharaan peralatan

produksi bulanan yang disusun dari jadwal pemeliharaan tahunan yang

dalam penyusunannya harus disesuaikan dengan jadwal produksi pada

bulan yang bersangkutan sehingga tidak terjadi bentrokan.

3. Jadwal pemeliharaan jangka panjang, adalah pemeliharaan yang mencakup

pemeliharaan total atau sering dikenal dengan Overhaul. Pemeliharaan

jangkan panjang ini memerlukan persiapan yang matang dalam satu tahun

ke depan dengan melihat riwayat mesin pada tiap bulannya. Hal yang

perlu diperhatikan adalah waktu pelaksanaan overhaul tersebut karena

tentunya peralatan produksi tidak dapat berproduksi sama sekali pada saat

itu sehingga diperlukan kecepatan, ketepatan dalam pelaksanaan Overhaul.

Waktu yang dipergunakan untuk pemeliharaan harus dibatasi sesedikit

mungkin karena dalam Maintenance dikenal : Availability, adalah

kemampuan unjuk kerja peralatan produksi secara optimal tanpa terjadinya

gangguan apapun yang akan mengakibatkan terganggunya proses produksi

(efisiensi). Secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut:

Availability = ((waktu operasi / (waktu operasi+down time)) x 100%

Atau,

Page 9: BAB II.docx

13

Efisiensi = ((waktu pemakaian / (waktu pemakaian+down time)) x 100%

Dalam hal ini kebijakan dari besarnya nilai prosentasenya yang ditentukan

oleh pihak perusahaan dimana diharapkan nilai prosentase yang ditetapkan

adalah ideal dan menyesuaikan dengan karakteristik serta jenis perusahaan

yang menerapkan.

2.4. Total Productive Maintenance

Total Productive maintenance (Nakajima, 2007), merupakan filosofi yang

bertujuan memaksimalkan efekfektivitas dari fasilitas yang digunakan di dalam

industri, yang tidak hanya dialamatkan pada pemeliharaan saja tapi pada semua

aspek dari operasi dan intstalasi dari fasilitas produksi termasuk juga didalamnya

peningkatan kinerja dari orang–orang yang bekerja dalam perusahaan itu.

Komponen dari TPM secara umum terdiri dari atas 3 bagian, yaitu :

1. Total Approch : semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga

semua fasilitas yang ada dalam pelasksanaaan TPM.

2. Productive Action: sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan

operasi dari fasilitas produksi.

3. Maintenance : pelaksanaaan pemeliharaan dan peningkatan efektivitas dari

fasilitas dan kesatuan operasi produksi.

Total productive maintenance memiliki visi sebagai sistem perawatan

yang melihat peralatan dapat beoperasi 100% dalam waktu yang tersedia dengan

produk 100 % bagus (Nakajima, 2007). Visi tersebut dapat diperoleh apabila

perusahaan tersebut dapat melakukan implementasi total productive maintrenance

yang benar, adapun langkah–langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Implementasi awal

3. Tahap imlementasi TPM

4. Tahap Stabilisasi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari implementasi

2.4.1. Autonomous Maintenance

Autonomous maintenance merupakan elemen yang terpenting dalam total

productive maintenance yang menjelaskan bagaimana sebuah operator tidak

Page 10: BAB II.docx

14

hanya menjalankan kegiatan produksi, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan

pemeliharaan sederhana, dengan demikian gejala kerusakan dapat dideteksi sedini

mungkin, sehingga kerusakan dapat dicegah secara total. Autonomous

maintenance memiliki 6 langkah untuk meningkatkan produktivitas adalah

sebagai berikut:

1. Mengembalikan peralatan seperti asal

2. Menghapuskan penyebab–penyebab kekotoran

3. Improve equipment accessibility

4. Initial maintenance standards

5. Autonomous inspection

6. General inspection and general process inspection

2.4.2. Maintenance

Pemeliharaan (maintenance) Suharto, 2005, merupakan suatu kegiatan

yang diarahkan pada tujuan menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem

produksi sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai

dengan yang dikehendaki. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan

dari sistem produksi, dimana apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas

yang sangat tinggi maka lebih intensif. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama

sistem pemeliharaan.

1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (break down period) sampai

batasan minimum dengan mempertimbangan aspek ekonomis.

2. Menghindari kerusakan (break down ) yang tidak terencana atau kerusakan

tiba–tiba.

Dalam sistem pemeliharaan terdapat 2 kegiatan yang berkaitan dengan

tindakan pemeliharaan, yaitu:

1. Permeliharaan yang bersifat preventif (Preventive Maintenance) Pemeliharaan

ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum peralatan itu menjadi

rusak.

2. Pemiliharaan yang bersifat korektif (Corrective Maintenance)

Page 11: BAB II.docx

15

Pemeliharaan korektif ini dimaksudkan untuk memperbaiki yang rusak.

Permeliharaan korektif dapat juga didefinisikan perbaikan yang dilakukan karena

adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya pemeliharaan

preventif maupun telah dilakukan pemeliharaan preventif tapi sampai pada waktu

tertentu fasilitas dan peralatan tersebut rusak.

2.4.3. Konsep Total Productive Maintenance (TPM).

Total Productive Maintenance atau TPM memiliki 3 target utama:

1. Zero product defect (tidak ada produk cacat)

2. Zero equipment unplanned failures (tidak ada kegagalan atau kerusakan pada

mesin yang tidak terdeteksi sebelumnya)

3. Zero accident (tidak ada kecelakan di area kerja)

Target-target tersebut dapat dicapai dengan melakukan Gap Analysis atas catatan

historis mengenai produk cacat, kegagalan mesin dan kecelakaan yang pernah

terjadi sebelumnya. Gap Analysis dapat dilakukan dengan diagram fishbone, why

why analysis, atau P-M analysis. Setelah didapatkan pemahaman yang jelas,

rencanakan investigasi untuk menemukan penurunan performa mesin. Tahap ini

disebut “Initial Cleaning”.

TPM juga berguna untuk mengidentifikasi tujuh kerugian atan tujuh pemborosan

(waste) pada mesin, yaitu:

1. Setup adjustment time

2. Initial adustment time

3. Waktu kerusakan mesin (equipment bereakdown time)

4. Mesin menganggur (idle)

5. Speed (cycle time) losses (penurunan kecepatan)

6. Start-up quality losses (penurunan kualitas start-up)

7. In-process quality losses (penurunan kualitas proses)

Ketujuh waste dalam proses manufaktur ini harus dihilangkan, dapat dengan cara

menerapkan TPM dalam proyek Kaizen. Eliminasi dari ketujuh waste tersebut

merupakan aplikasi dari tiga garis besar pilar TPM, yang meliputi:

Efficient Equipment Utilization

Page 12: BAB II.docx

16

Efficient Worker Ulitization

Efficient Material & Energy Utilization

Dari tiga garis besar tersebut, dikembangkan delapan pilar yang menunjang

keseluruhan implementasi TPM. Delapan pilar tersebut meliputi:

1. Focussed improvement (Kobetsu Kaizen): melakukan perbaikan yang

berkelanjutan walau sekecil apapun perbaikan tersebut.

2. Planned Maintenance: fokus meningkatkan availability dari mesin dan

peralatan dan mengurangi kerusakan mesin.

3. Edukasi dan Pelatihan: membentuk formasi karyawan yang memiliki skill dan

menguasai teknik untuk melakukan autonomous maintenance.

4. Autonomous Maintenance (Jishu Hozen): artinya adalah melakukan

pemeliharaan terhadap mesin yang dipakai. Terdapat tujuh langkah dan

aktifitas yang dilakukan pada Jisshu Hozen.

5. Quality Maintenance (Hinshitsu Hozen): quality maintenance adalah

pengaturan mesin yang memperkecil kemungkinan terjadi cacat berulang

kali. Hal ini dilakukan untuk memastikan tercapainya target zero defect.

6. Office TPM: bagaimana membuat aktifitas kantor yang efisien dan

menghilangkan kerugian yang mungkin terjadi.

7. Safety, Hygene dan Environment (SHE): adalah aktifitas untuk menciptakan

area kerja yang aman dan sehat, dimana sangat kecil kemungkinan terjadi

kecelakaan. Temukan dan perbaiki area rawan kecelakan untuk memastikan

keselamatan sekaligus memelihara kesehatan lingkungan.

8. Tools Management, untuk meningkatkan ketersediaan equipment dengan

mengurangi tools resetting time (waktu pengaturan ulang alat-alat) untuk

mengurangi biaya pemeliharaan peralatan dan memperpanjang usia pakai

peralatan.

2.4.4. Ukuran Sukses TPM

Alat pengukur performa yang dianggap paling sesuai dengan Lean

Manufacturing dan TPM adalah OEE (Overall Equipment Effectiveness).

Pengukuran OEE digunakan untuk mengetahui potensi perbaikan yang dapat

Page 13: BAB II.docx

17

dilakukan pada sebuah alat atau mesin. Aplikasi konsisten dari teknik perbaikan

seperti TPM ini akan secara signifikan mengurangi kerugian dan secara positif

memberikan impact kepada performa suatu alat atau mesin yang beroperasi setiap

hari.

2.5. Jenis-Jenis Pemeliharaan

Kegian pemeliharaan (maintenance) Rusmanto, 2005, pada perusahaan

adalah untuk menunjang operasi produksi suatu perusahaan , baik perusahaan

manufaktur maupun perusahaan jasa atau non-manufaktur. Maintenance dibagi

menjadi beberapa kriteria sebagai berikut:

2.5.1. Planned Maintenance (pemeliharaan yang terencana)

adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan berdasarkan perencanaan

terlebih dahulu. Perencanaan pemeliharaan ini mengacu pada rangkaian proses

produksi.

1. Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan)

pemeliharaan yang dilaksanakan dalam priode waktu yang tepat atau

dengan kriteria tertentu pada sebagai tahap proses produksi. Tinjauannya agar

produk yang dihasilkan sesuai dengan rencana, baik kualitas, biaya, maupun

ketepatan waktunya.

2. Corrective maintenance (pemeliharaan koreksi)

pemeliharaan yang dilaksanakan karena adanya terjada kekeliruan dalam

mesin lagi berjalan maka perlu diamati tahap kegiatan proses produksi yang perlu

diperbaiki (koreksi).

2.5.2. Unplanned Maintenance (pemeliharaan tidak terencana)

Pemeliharaan yang dilakukan karena adanya indikasi atau petunjuk bahwa

adanya kerusakan tiba-tiba memberikan hasil yang tidak layak . Dalam hal ini

dilakukan kegiatan pemeliharaan atas peralatan mesin secara tidak berencana.

2.5.3. Emergency Maintenance (pemeliharaan darurat).

Page 14: BAB II.docx

18

Yakni kegiatan pemeliharaan mesin yang memerlukan penanggulangan

yang bersifat darurat agar tidak menimbulkan akibat yang lebih parah.

Selanjutnya pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance) dibagi

lagi menjadi sebagai berikut:

1. Running maintenance (pemeliharaan berjalan), kegiatan pemeliharaan yang

dilakukan pada waktu proses produksi sedang berjalan.

2. Shutdown maintenance (pemeliharaan waktu istirahat), yakni kegiatan

pemeliharaan yang dilakukan pada waktu proses produksi sedang dihentikan.

2.6. Strategi Pemeliharaan Mesin

Perencanaan pemeliharaan (Kotler P, 2007). dilakukan sesuai dengan buku

petunjuk pabrik. Pola pemeliharaan ini dapat berarti bekerja secara terus-menerus

atau bekerja secara terputus-putus. Pola pemeliharaan dapat berarti pula bekerja

terus-menerus selama 24 jam per hari atau hanya 8 jam per hari.

Bentuk pola pemeliharaan suatu perusahaan tentu saja sangat berpengaruh

kepada srategi pemeliharaan mesin yang harus dilakukan agar pemeliharaan

tersebut dapat dijalankan secara efektif dan memberikan hasil yang optimum.

Oleh karena itu, srategi pemeliharaan dapat dibagi menjadi berikut ini.

1. Strategi pemeliharaan berencana.

2. Strategi pemeliharaan pencegahan.

3. Strategi pemeliharaan peramalan.

4. Strategi pemeliharaan darurat.

5. Strategi pengukuran kerja para tenaga perawat mesin.

2.6.1. Strategi Pemeliharaan Darurat (Emergency maintenance).

Adapun tujuan pemeliharaan darurat adalah antara lain untuk

menanggulangi keadaan darurat. Misalnya, salah satu mesin yang sedang

beroperasi tiba-tiba mogok karena rusak. Mesin ini secara darurat harus segera

diperbaiki.

2.6.2. Strategi Pemeliharaan Berencana (Planned maintenance).

Page 15: BAB II.docx

19

Strategi pemeliharaan berencana adalah rencana pemeliharaan seluruh

tahap proses produksi dari tahap awal agar dalam jangka waktu yang relatif lama

tidak terjadi kerusakan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi.

Strategi pemeliharaan berencana meliputi kegiatan pemeliharaan dalam

berbagai keadaan sebagai berikut.

1. Pada waktu proses produksi sedang berjalan, yakni selalu memantau

seluruh mesin dan peralatan produksi.

2. Pemeliharaan dilakukan pada waktu proses produksi sedang dihentikan,

baik berhenti karena adanya mesin rusak maupun bernti karena pola

beroperasinya hanya 8 jam per hari.

2.6.3. Pemeliharaan Pencegahan (preventive maintenance).

pemeliharaan pencegahan adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat

mancegah terjadi gangguan pada proses sedang berjalan. Pemeliharaan

pencegahan ini untuk mencegah seringnya kerusakan mesin, agar proses

produksinya dapat berjalan seoptimal mungkin.

Strategi pemeliharaan pencegahan akan segera tampak hasilnya berupa

efesiensi karena terhindar dari kemacetan proses produksi akibat kerusakan salah

satu unit pembangkit.

Banyak faktor yang memengaruhi pemeliharaan pencegahan (preventive

maintenance). Kegiatan pemeliharaan ini merupakan kegiatan yang kompleks dan

berkaitan dengan kegiatan lain. Jadi, keberhasilan pemeliharaan pencegahan ini

harus didukung seluruh unit kerja.

Keberhasilan dari pemeliharaan pencegahan, agar operasi perusahaan

berhasil sehingga perlu hal-hal sebagai berikut.

1. Intuisi, tentunya intuisi terhadap sifat mesin. Montir yang ahli dan

berpengalaman biasanya mempunyai intuisi yang tajam. Misalnya dari

suara mesin dia dapat menebak bahwa mesin akan rusak.

2. Logika, alasan logis yang mendasari mengapa perlu dirawat.

3. Dihitung secara analisis.

4. Pelaksanaan yang konsisten.

Page 16: BAB II.docx

20

5. Penyesuaian rencana dengan realisasi.

Kegiatan maintenance dipengaruhi oleh struktur organisasi suatu

perusahaan yang dipengaruhi pula oleh jenis usaha dan skala produksinya.

Perusahaan berskala kecil, dimana pemilik merangkap sebagai pimpinan

perusahaan sekaligus pengelola keuangan, tentunya struktur organisasinya sangat

sederhana. Namun, bila perusahaan tersebut berkembang menjadi lebih besar

dimana tiap pekerjaan tidak dapat dirangkap, berarti struktur organisasinya makin

kompleks dan rentang kendali (span of control)-nya makin besar dan jauh.

Jenis usaha pun memengaruhi bentuk struktur organisasinya. Misalnya

perusahaan manufaktur dan perusahaan jasa (nonmanufaktur) berada dalam

bentuk.

1. Pada perusahaan manufaktur perlu unit kerja yang mengelola proses

produksi.

2. Pada perusahaan jasa (nonmanufaktur), seperti hotel, rumah sakit, travel

agent tidak memerlukan petugas maintenance, agar operasi perusahaan

berjalan lancer. Tugas penyelia maintenance diperlukan baik pada

perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa. Sebab kegiatan supervisi

menunjang operasi perusahaan agar berjalan efesien dan efektif.

2.7. Merencanakan Pemeliharaan yang Efektif.

Kegiatan merencanakan pemeliharaan adalah usaha memilih dan

menentukan alternative yang dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas produksi

yang dimiliki. Berdasarkan fasilitas yang tersedia, disusun suatu kegiatan yang

rinci dan terarah sehingga kegiatan pemeliharaan dapat benar-benar menunjang

kegiatan operasi perusahaan secara efesien. Misalnya: Perusahaan memiliki 4

orang tenaga pemeliharaan mesin untuk melakukan kegiatan pengendalian

kualitas. Akan tetapi, karena perusahaan bekerja dengan 3 grup kerja masing-

masing 8 jam sehingga harus diatur agar si A, si B, dan si C dapat bekerja secara

efektif.

Page 17: BAB II.docx

21

Dengan contoh tersebut, kegiatan pemeliharaan dapat dilaksanakan berdasarkan

rencana yang matang agar seluruh kegiatan operasi produksi dapat berjalan lancar

sesuai dengan rencana.

2.7.1. Perintah Kerja (working order).

Perintah kerja (working order) Wibowo, Nur Makmury. 2008, merupakan

dasar untuk merencanakan kegiatan pemeliharaan, berupa: alokasi (penempatan)

yenaga kerja, intruksi yang berisi pekerjaan, dan penjadwalan pemeliharaan

selanjutnya. Pada perusahaan yang bekerja berdasarkan alur rencana pemeliharaan

harus berdasarkan working order dari bagian supervisor pemeliharaan agar beban

kerja dapat dialokasikan lebih baik dan terarah sehingga operasi perusahaan dapat

telaksana efektif.

2.7.2. Melaksanakan Pemeliharaan.

Kegiatan pemeliharaan cecara rutin adalah suatu kerarusan, terutama pada

perusahaan yang bekerja terus-menerus. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan

terencana dan program supervisi yang baik. Apa yang mungkin terjadi bila

kegiatan pemeliharaan tidak dilakukan secara rutin? Artinya, petugas maintenance

tidak dipekerjakam secara rutin! Akibatnya mesin dapat cepat aus dan rusak.

2.7.3. Jadwal dan Program Pemeliharaan

1. Jadwal pemeliharaan.

Jadwal pemeliharaan adalah pengaturan waktu kegiatan pemeliharaan

mesin yang berkaitan dengan kegiatan proses produksi.

Dalam perusahaan yang berskala produksi besar dimana banyak mesin

produksi yang perlu dipelihara maka tiap kegiatan pemeliharaan untuk

setiap mesin perlu dibuat skedul pemeliharaan yang rinci dan efektif.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan jadwal

pemeliharaan adalah pembagian waktu pemeliharaan untuk masing-

masing petugas dan koordinasi kerja dengan unit lain. Alokasi tenaga

maintenance dengan jadwal produksi yang tepat.

Page 18: BAB II.docx

22

2. Program Pemeliharaan (maintenance program).

Program Pemeliharaan (maintenance program) merupakan daftar alokasi

kegiatan pemeliharaan mesin yang berisi jadwal waktu pelaksanaan

kegiatan pemeliharaan dan alokasi petugas. Program pemeliharaan

tersebut dibuat setiap minggu, atau setiap bulan, yaitu periode waktu

tertuntu sesuai dengan kebutuhan produksi.

a. Menyediakan peralatan yang akan digunakan dalam pemeliharaan.

b. Menganalisis serta memeriksa hasil pekerjaan pemeliharaan yang

telah dilaksanakan secara rutin.

Program kegiatan pemeliharaan mesin disusun untuk mengetahui jenis-

jenis kegiatan operasi, mana saja yang perlu dimonitor. Kapan dilakukan

pemantauan, siapa petugas yang harus melaksanakannya.

Tujuan utama dari maintenance program adalah sebagai berikut.

1. Melaksanakan rencana kerja pemeliharaan meliputi:

a. Membagi kegioatan pemeliharaan mesin pada setiap jenjang operasi

perusahaan dalam suatu tahun atau dalam periode yang lebih

singkat.

b. Menyelenggarakan keseimbangan antara kegiatan pemeliharaan

dengan seluruh kegiatan operasi proses produksi.

2. Merencanakan seluruh kegiatan pemeliharaan mesin pada berbagai

kegiatan produksi untuk saat ini maupun periode yang akan dating.

Penyajian menyeluruh dan rinci dari kegiatan pemeliharaan sejak awal

sampai dengan pasca proses produksi dapat digunakan untuk mendesain

perencanaan kegiatan pemeliharaan mesin per minggu, bahkan per hari.

2.8. Hubungan Kegiatan Pemeliharaan Dengan Biaya

Tujuan utama manajemen produksi Kusnaedi, 2005, adalah mengelola

penggunaan sumber daya berupa factor-faktor produksi yang tersedia . Untuk

menunjang kelancaran proses produksi diperlukan suatu kegiatan pemeliharaan

mesin. Dalam hal ini, maka intensif kegiatan pemeliharaan dilakukan berarti

Page 19: BAB II.docx

23

biayanya makin besar. Demikian pula makin besar skala atau volume produksi

makin banyak tenaga perawat mesin, karena banyak pula tahap kegiatan produksi

yang perlu dimonitor. Jadi biaya pemeliharaan berbanding lurus dengan frekuensi

pemeliharaan dan skala usaha.

Misalnya, bila semula operasi produksi cukup 8 jam per hari, tetapi bila

volume naik berarti operasi jam kerja produksi harus ditambah misalnya menjadi

8 jam kali 3 grup kerja. Hal ini berarti tenaga pemeliharaan mesin juga perlu

ditambah.

Adapun frekuensi pemeliharaan mesin tergantung kondisi mesin itu

sendiri. Misalnya, mesin sering rusak karena umurnya sudah tua, berarti bukan

saja perlu dipelihara lebih sering, namun perlu pula sering dimonitor.

Namun demikian, karena umumnya tenaga perawat merupakan tenaga

tetap yang harus digaji setiap bulan, berarti biaya pemeliharaan ini merupakan

dari biaya tetap.

2.9. Pengertian Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah total pengukuran terhadap

performance yang berhubungan dengan availability dari proses produktivitas dan

kulitas. Pengukuran OEE menunjukkan seberapa baik perusahaan mengunakan

sumber daya yang dimiliki termasuk peralatan, pekerja dan kemampuan untuk

memuaskan konsumen dalam hal pengiriman yang sesuai dengan spesifikasi

kualitas menurut konsumen. Menurut Nakajima (2007) dalam Ljungberg (2007),

Total Productive Maintenance

(TPM) tergantung kepada tiga konsep: 

a. Memaksimalkan pengunaan peralatan secara efektif.

b. Perawatan secara otomatis oleh operator. 

c. Kelompok aktivitas kecil. 

Dari tiga hal tersebut OEE dapat digunakan untuk mengabungkan operasi,

perawatan dan manajemen dari peralatan manufaktur dan sumber daya

(Dal,2007:2007). 

Penelitian ini menyatakan bahwa keakuratan performansi data peralatan

Page 20: BAB II.docx

24

merupakan kunci sukses dan memperpanjang umur efektivitas dari aktivitas TPM.

Apabila peralatan gagal dan menjadi alasan produksi gagal maka hal itu tidak

dapat dipahami, karena beberapa kegiatan dari TPM tidak dapat digunakan

dengan optimal untuk menyelesaikan masalah utama perusahaan. Kegagalan

produksi, bersamaan dengan biaya tak langsung dan biaya tersembunyi. Nakajima

(2007), menyatakan bahwa OEE adalah sebuah alat untuk mengukur keberadan

dari biaya tersembunyi. Nakajima (2007) juga memperkirakan bahwa

penggunaan OEE yang paling efektif adalah selama proses berlangsung dengan

penggunaan dari peralatan dasar kendali kualitas, seperti diagram pareto.

Penggunaan dapat menjadi penting untuk keberadaan dari sistem pengukuran

performansi perusahaan.

2.9.1 Tujuan Overall Equipment Effectiveness (OEE). 

OEE dapat digunakan dalam beberapa jenis tingkatan pada sebuah

lingkungan perusahaan. Pertama, OEE dapat digunakan sebagai “Benchmark”

untuk mengukur rencana perusahaan dalam performansi. Kedua, nilai OEE,

perkiraan dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk membandingkan garis

performansi melintang dari perusahaan, maka akan terlihat aliran yang tidak

penting. Ketiga, jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat

mengidentifikasikan mesin mana yang mempunyai performansi buruk, dan

bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM (Dal, 2007:2009).

2.9.2. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE).

Hal-hal yang diperlukan dalam aplikasi Overall Equipment Effectiveness

diperusahaan adalah dengan menghitung komponen OEE, yaitu: Availability

Ratio Elemen Availability Ratio yang digunakan untuk mengukur nilai OEE

adalah dengan memperhatikan total waktu kerusakan yang dihasilkan dari

unscheduled downtime, proses set-up dan kerusakan yang tidak direncanakan

lainnya. 

Faktor penting Availability adalah loading time dan operating time.

Loading time adalah total waktu produksi dalam sehari, yang dapat dipisahkan

dalam beberapa aktivitas yaitu:

Page 21: BAB II.docx

25

a) Menunggu untuk penyelesaian pesanan. 

b) Tenaga kerja yang tidak tersedia untuk menggantikan operator yang

istirahat. 

c) Aktivitas rencana pemeliharan. 

d) Proses perbaikan. 

e) Perawatan mesin oleh operator. 

f) Pelatihan operator. 

Dengan demikian formula yang digunakan untuk menghitung availability ratio

adalah: Availability Ratio=(operating time)/(loading time)..............................(2.1).

Operating time = loading time – down time

Performance Ratio, Performance merupakan ukuran perbandingan actual speed

dari peralatan untuk kecepatan yang ideal. Performance merupakan bagian dari

OEE yang mungkin dikalkulasikan dalam beberapa cara yang berbeda. 

Nakajima (2007) kesulitan jumlah ukuran output dan definisi Performance

merupakan petunjuk dari actual deviation dalam produksi dari ideal cycle time

(Dal,2007). Performance merupakan hasil net operating time dan operating time.

Operating time merupakan peralatan yang menunjuk pada ketidakcocokan antara

ideal speed dengan actual operating. Net operating time merupakan ukuran yang

diperoleh dari kecepatan proses yang stabil dari waktu tertentu dan merupakan

perkalian antara jumlah produksi dengan actual cycle time dibagi dengan

operating time. Dengan demikian formulasinya adalah:

Performace Ratio= (proced amount X Theoritical cycle time)/(operating

time)...................................................................................................................(2.2).

2.9.3. Quality Ratio

Quality dapat digunakan untuk menunjukkan proporsi produksi yang tidak

sempurna dengan volume produksi total. Quality meliputi kegagalan pada tahap

produksi biasanya pada mesin khusus atau garis produksi. Processed amount

adalah hasil dari proses produksi yang berlangsung. Kalkulasi Quality

diidentifikasikan dari kegagalan kualitas, jumlah produk cacat untuk kegagalan

kualitas selama proses produksi. Departemen membuat sebuah target untuk

Page 22: BAB II.docx

26

Quality adalah 99,5 %. Hal ini merupakan catatan penting bahwa sebuah target

dianggap dari kegagalan produk yang diidentifikasikan selama proses permesinan.

Pengumpulan data secara efektif dianggap sebagai kunci untuk memperbaiki

pengukuran kualitas. 

Quality Ratio = (processed amount-defect amount)/(processed amount)…....(2.3).

Dari ketiga faktor diatas maka untuk perhitungan Overall Equipment Effectiveness

adalah:

OEE=Availability(%)xPerformance(%)xQuality(%)........................................(2.4).

Dalam perhitungan OEE perlu dilakukan perhitungan Downtime dari mesin.