BAB II.docx
-
Upload
dewi-permatasari -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
description
Transcript of BAB II.docx
BAB II
PERAN BPJS DALAM MENURUNKAN AKI
A. BPJS SEBAGAI PENYELENGGARA JKN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional
ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat
wajib (mandatory) berdasarkan Undang- Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia
terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak.1,3
Kelebihan sistem asuransi sosial di banding kan dengan asuransi komersial antara
lain:1
Asuransi kesehatan mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan
dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-
kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan suatu jaminan
dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi dengan besaran
tetap. Dengan demikian pembiayaan kesehatan ditanggung bersama secara gotong
royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang per
orang.1.3
Tetapi asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan Sosial
atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Hal ini disebabkan karena, pertama, premi
asuransi komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar
masyarakat. Kedua, manfaat yang ditawarkan umumnya terbatas. 1,3
3
Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan sebagai
berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau.
Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. Itu
berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang
wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”. Ketiga,
asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki
portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu,
untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat
wajib.1,3
Prinsip - prinsip Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional
mengacu pada prinsip- prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah
satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar
dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta
yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat
membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib
untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui
prinsip gotong- royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.1,2,3
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya,
tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar - besarnya kepentingan peserta.
Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil
pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar -besarnya untuk kepentingan
peserta.1,2,3
3. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan
yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.1,2
4. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
4
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal
dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.1.2
5. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan -
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik -baik nya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.1,2
6. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-
besar kepentingan peserta.
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap
pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan
Kesehatan; Anggota TNI/PNS di ling kungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya;
peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta
peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Se
lanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Pes erta
BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.1,3
Peserta Jaminan Kesehatan yaitu Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi : 1,3
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak
mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
● Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya :
a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e.
Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan g. Pekerja yang
tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di
Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
5
● Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya a. Pekerja di luar
hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a
yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
● Bukan pekerja dan anggota keluarganya a. Investor; b. Pemberi Kerja; c.
Penerima Pensiun, terdiri dari : - Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak
pensiun; - Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; -
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; - Janda, duda, atau anak yatim
piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; - Penerima pensiun lain;
dan - Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat
hak pensiun. d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; f. Janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan Bukan Pekerja yang tidak
termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan
persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (bukan pene rima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut
iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya,
dan membayarkan iuran tersebut setiap bu lan kepada BPJS Kesehatan secara berkala
(pa ling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari
libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja beri kutnya. Keterlambatan pembayaran
iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total
iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. 1,3
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan ke pada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat
dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN
sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi
Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak dite rimanya
iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan
pembayaran Iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.1,3
6
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan
membayar dengan sistem paket INA CBG’s. 1,3
Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat
dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewe nang untuk
melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.
Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan
tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. 1,3
BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin
kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang
berlaku di wilayah tersebut.
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan diten tukan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di
wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri
Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan.1,3
Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN,
peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis
berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih
tinggi daripada haknya, dapat mening katkan haknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh
BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan,
yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku
bagi peserta PBI (penerima bantuan iuran).1,3
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diper oleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa
pelayan an kesehatan (manfaat medis) serta akomo dasi dan ambulans (manfaat non
medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien ruj ukan dari Fasilitas Kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.1,3
7
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama- tama harus memperoleh
pelay anan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta
memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan
melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali da lam keadaan
kegawatdaruratan medis.1,3
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman
tenaga kesehatan atau pe- nyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang
tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.1,3
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang
menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui
proses kredensialing dan rekredensialing.1,3
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat
medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan
ambulans.Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 1,3
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan medis.1,3
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: 1,3
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai
penge lolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus
dan Hepatitis B (DPTH B), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan
tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang mem bidangi keluarga berencana.
Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi
risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada
manfaat yang tidak dijamin meliputi: 1,3
8
a. Tidak sesuai prosedur;
b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS;
c. Pelayanan bertujuan kosmetik;
d. General check up; pengobatan alternatif;
e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi;
f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ;
g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri
sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.
B. ANGKA KEMATIAN IBU MELAHIRKAN (AKI)
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang
telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah
mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI
telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk
mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan
usaha keras yang terus menerus.4,5
Berdasarkan SDKI survei tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
Kelahiran Hidup, sedangkan berdasarkan SKDI 2012, AKI meningkat menjadi 359 per
100 ribu kelahiran hidup. Angka tersebut merupakan angka AKI tertinggi di Asia.
Penyebab Kematian Ibu Melahirkan antaralain, rendahnya kesadaran masyarakat tentang
kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak
faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang
terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan
yang disertai kejang- kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain
yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar
belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik,
kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam
segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah
medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya,
perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan.
Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu
diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat
9
diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta,
maupun masyarakat terutama suami.4.5
Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan,
berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan
yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.4,5
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28 persen),
anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama
terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di
berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh
pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen.
Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat)
dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.4,5
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen),
kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak
terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali
normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal
setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu
sebelum hamil. Sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan
adalah infeksi (11 persen).4
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
10
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.
Proporsi ibu hamil yang diperiksa oleh tenaga kesehatan meningkat dari 92 persen pada
SDKI 2002-2003 menjadi 96 persen pada SDKI 2012. Persalinan yang ditolong oleh
tenaga kesehatan meningkat dari 66 persen pada SDKI 2002-2003 menjadi 83 persen
pada SDKI 2012.4
C. PERANAN BPJS DALAM MENURUNKAN AKI
Berdasarkan penjelasan singkat tentang BPJS tersebut sebagaimana menurut Undang
- Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),telah diamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini
berarti bahwa seluruh masalah kesehatan masyarakat indonesia secara langsung dinaungi
oleh wadah jaminan kesehatan nasional. Dengan demikian penyelenggara JKN ini akan
memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh peserta BPJS. 1,2,3
Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan antara lain:1,2
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi
pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pelayanan promotif dan preventif;
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
11
Tren Indikator Pemeriksaan Kehamilan dan Persalinan, Indonesia 2002-2003, 2007, dan 2012
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan
dan rawat inap, yang mencakup: 1,3
a. Administrasi pelayanan;
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis;
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi
medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
f. Rehabilitasi medis;
g. Pelayanan darah;
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa pemulasaran jenazah
tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah;
12
j. Perawatan inap non intensif; dan
k. Perawatan inap di ruang intensif.
3. Persalinan.
Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat
anak hidup/ meninggal.
4. Ambulan
Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan satu ke
fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.
Sedangkan layanan kesehatan yang tidak dijamin antaralain :1,3
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan yang berlaku;
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja sampai nilai
yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja;
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas
yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas;
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol;
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
Dengan demikan hampir sebagian besar layanan kesehatan dijamin oleh BPJS
kesehatan bagi seluruh peserta BPJS. Sehingga pemberian layanan kesehatan, termasuk
masalah kesehatan ibu, persalinan, kunjungan antenatal, rujukan, keluarga berencana,
telah tercakup bagi seluruh peserta BPJS termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Sehingga diharapkan masalah – masalah kesehatan terutama penyebab kematian ibu
melahirkan dapat ditanggulangi. BPJS sebagai penyedia jaminan kesehatan nasional
diharapkan mampu menurunkan angka AKI.
13