BAB II.docx
-
Upload
bryan-pramana -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
Transcript of BAB II.docx
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan
1. Modul
a. Pengertian Modul
Modul merupakan sebuah cara pengorganisasian materi pelajaran
yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi
pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan
urutan penyajian materi pelajaran dan synthesizing yang mengacu pada
upaya untuk menunjukkan kepada pelajar keterkaitan fakta, konsep,
prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran
(Indriyanti & Susilowati, 2010). Modul adalah unit lengkap yang berdiri
sendiri dan terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara
khusus dan jelas (Nasution, 2011). Modul merupakan bahan ajar yang
dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman
belajar yang terencana dan didesain untk membantu siswa mencapai tujuan
belajarnya dengan komponen minimal berupa tujuan pembelajaran,
materi/substansi belajar dan evaluasi sehingga siswa dapat belajar sesuai
kecepatannya masing-masing (Depdiknas, 2008).
Modul dapat diartikan sebagai serangkaian pengalaman belajar
yang sengaja direncanakan dan dirancang untuk pencapaian tujuan belajar
serta berisi tentang satuan bahasan tertentu yang dikemas secara sistematis,
operasional dan terarah untuk digunakan siswa serta dilengkapi dengan
pedoman penggunaan untuk para guru. Modul memberikan informasi
penting, memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang kegiatan
yang harus dilakukan dan referensi rujukan yang bisa digunakan (Mulyasa,
2005). Modul juga diartikan sebagai jenis kesatuan kegiatan belajar yang
10
terencana dan dirancang untuk membantu siswa secara individual dalam
mencapai tujuan belajarnya (Sukiman, 2012). Modul memiliki beberapa
komponen yang mencakup tujuan belajar, bahan pembelajaran, metode
belajar, alat atau media, sumber belajar serta sistem evaluasi.
Pengertian modul berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan
bahwa modul merupakan paket belajar yang berisi serangkaian kegiatan
belajar yang sengaja dirancang untuk membantu siswa secara individual
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mengandung keterkaitan fakta,
konsep, prosedur dan prinsip materi pembelajaran meskipun tanpa
bimbingan guru. Modul memiliki empat ciri yaitu: 1) modul merupakan
unit bahan belajar yang dieancang secara khusus sehingga dapat dipelajari
siswa secara mandiri, 2) modul merupakan program pembelajaran utuh
yang disusun secara sistematis mengacu pada tujuan yang jelas dan
terukur, 3) modul memuat tujuan pembelajaran, bahan dan kegiatan untuk
mencapai tujuan serta evaluasi, 4) modul merupakan bahan belajar mandiri
yang dapat mengatasi kesulitan belajar siswa ketika tatap muka dikelas
(Sukiman, 2012).
b. Fungsi Modul
Modul mempunyai fungsi sebagai bahan yang digunakan siswa
dalam kegiatan pembelajaran, sehingga proses belajar menjadi lebih
terarah, sistematis dan mendukung penguasaan kompetensi sesuai dengan
kecepatan masing-masing siswa (Purwanto, dkk, 2007; Depdiknas, 2008).
Modul menurut Mulyasa 2005 dilengkapi dengan referensi sumber belajar
yang berfungsi sebagai tambahan bahan rujukan untuk belajar.
Modul berfungsi sebagai bahan ajar mandiri, pengganti fungsi
guru, sebagai alat evaluasi dan sebagai bahan rujukan belajar bagi siswa.
Modul sebagai bahan ajar mandiri adalah sebagai peningkat kemampuan
siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada kehadiran guru karena
dalam modul telah terangkum kegiatan yang terarah dan terstruktur. Modul
sebagai pengganti pendidik maksudnya penjelasan materi dan kegiatan
11
modul didesain dengan memperhatikan usia dan pengetahuan siswa serta
dikemas dengan bahasa yang baik dan mudah dipahami sehingga
penggunaan modul yang baik dan mudah dipahami sehingga penggunaan
modul bisa berfungsi sebagai pengganti guru atau fasilitator pembelajaran.
Modul sebagai alat evalusi maksudnya adalah dengam modul siswa
diharapkan dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaan materi
yang telah dipelajaro siswa sesuai petunjuk yang ada dalam modul. Modul
sebagai bahan rujukan maksudnya adalah didalam modul juga terangkum
berbagai materi yang harus dipelajari siswa (Purwanto, 2012).
c. Karakteristik Modul
Modul menurut Sukiman (2012) mempunyai lima karakteristik
sebagai berikut: 1) petunjuk mandiri (self intructional), 2) kesatuan isi
(self contained), 3) berdiri sendiri (stand alone), 4) adaptif (adaftive) dan
5) bersahabat (user friendly). Lima karateristik modul tersebut perlu
diperhatikan dalam pengembangannya, supaya diperoleh modul yang
sesuai dengan tujuannya.
Karakteristik petunjuk mandiri (selft intructional) dalam sebuah
modul memungkinkan siswa belajar mandiri dan tidak tergantung oleh
pihak lain. Karakter petunjuk mandiri (self intructional) dipenuhi dengan:
1) memuat tujuan yang jelas dan menggambarkan pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, 2) memuat materi pembelajaran yang
dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga
memudahkan untuk dipelajari secara tuntas, 3) menyediakan contoh dan
ilustrasi yang mendukung kejelasan pemamparan materi pembelajaran, 4)
menyediakan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan
untuk mengukur penguasaan siswa, 5) kontektual, materi yang disajikan
terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa,
6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, 7) menyediakan
rangkuman materi pembelajaran, 8) menyediakan instrumen penilaian
yang memungkinkan siswa melakaukan penilaian sendiri (self assessment),
12
9) menyediakan umpan balik atas siswa, sehingga siswa mengetahui
tingkat penguasaan materi, 10) menyediakan informasi tentang
rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran
(Sukiman, 2012; Depdiknas, 2008).
Karakter kesatuan isi (self contained) bila didalam modul berisi
seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan. Tujuan penyususunan
materi secara utuh adalah memberikan kesempatan kepada siswa
mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas
kedalam satu kesatuan yang utuh. Materi dari satu standar kompetensi
apabila dibagi dan dipisah harus dilakukan dengan hati-hati dan
memperhatikan keluasan standar kompetensi yang harus dikuasi oleh
siswa, sehingga kesatuan isi tetap terjaga (Sukiman, 2012). Karakter self
contained dipenuhi dengan cara: 1) pembuatan kerangka modul yang
mencakup perumusan tujuan, pengorganisasian soal evaluasi, materi,
kegiatan dan penentuan alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran
sesuai tujuan yang dirumuskan, 2) menulis program secara rinci yang
mencakup pembuatan pentunjuk dan kelengkapan paket belajar dalam
modul (Suratsih, 2010).
Karakter berdiri sendiri (stand alone) merupakan karakteristik
modul yang tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, atau tidak
harus digunakan bersama-sama dengan media lain (Sukiman, 2012).
Modul tidak memerlukan bantuan bahan ajar lain ketika digunakan siswa
dalam mempelajari materi atau mengerjakan tugas didalam modul. Modul
tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri ketika dalam
penggunaannya, siswa masih menggunakan atau bergantung pada media
lain selain modul yang digunakan (Depdiknas, 2008).
Karakter adaptif (adative) merupakan karakteristik modul yang
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Modul dinyatakan adaptif apabila modul dapat
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
13
yang ada pada suatu masa. Modul yang memperhatikan perkembangan
ilmu dan teknologi, pengembangannya tetap up to date (Sukiman, 2012).
Karakter bersahabat (user friendly) merupakan karakteristik yang
memungkinkan modul untuk memenuhi kaidah agar mudah digunakan
oleh siswa. Intruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
mempermudah siswa dalam merespon dan mengakses sesuai keingininan.
Karakter user friendly dapat diwujudkan dengan penggunaan bahasa yang
sederhana, mudah dimengerti dan penggunaan istilah yang umum
(Sukiman, 2012; Depdiknas, 2008).
d. Unsur-unsur Modul
Modul disusun dengan memperhatikan unsur-unsur penyusun atau
komponen agar dapat didapatkan modul yang baik. Unsur-unsur terdiri
dari tujuh diantaranya: 1) rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan
spesifik, 2) petunjuk guru, 3) lembar kegiatan siswa, 4) lembar kerja siswa,
5) kunci lembar kerja siswa, 6) lembar evaluasi dan 7) kunci lembar
evaluasi (Prastowo, 2012).
Rumusan tujuan pengajaran yaitu menggambarkan tingkah laku
yang diharapkan dari siswa setelah melakukan kegiatan dalam modul.
Rumusan tujuan pengajaran tercantum pada lembar kegiatan siswa dan
petunjuk guru. Tujuan pengajaran pada lembar kegiatan siswa berfungsi
untuk memberitahukan kepada siswa tentang tingkah laku yang diharapkan
dari siswa setelah berhasil menyelesaikan kegiatan modul. Tujuan
pengajaran pada petunjuk guru berfungsi untuk memberitahukan guru
mengenai tingkah laku atau pengetahuan yang seharusnya dimiliki siswa
setelah menyelesaikan kegiatan dimodul (Prastowo, 2012). Rumusan
tujuan dalam modul dibedakan menjadi tujuan pembelajaran umum yang
memuat target capaian kompetensi umum siswa (kompetensi dasar) dan
tujuan pembelajaran khusus yang memuat uraian atau penjabaran dari
kompetensi umum dalam bentuk indikator (Purwanto dkk, 2007).
14
Petunjuk guru berisi instruksi penyelenggaraan pengajaran dengan
modul agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dan efektif. Bagian
petunjuk guru berisi penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang
dilakukan dalam kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan
modul, alat-alat pengajaran dan sumber yang digunakan, prosedur evaluasi
dan jenis alat yang digunakan (Prastowo, 2012). Petunjuk siswa digunakan
agar siwa paham tentang kegiatan yang dilakukannya (Sukiman, 2012).
Petunjuk yang tercantum dalam modul secara umum memuat penjelasan
rinci tentang penyelnggaraan pembelajaran supaya berjalan dengan efisien
(Suratsih, 2010).
Lembar kegiatan siswa memuat materi pelajaran yang harus
dikuasi, kegiatan yang dilakukan siswa dan rujukan buku-buku yang dapat
dipelajari sebagai pendukung dan pelengkap materi dalam modul
(Prastowo, 2012). Materi yang tecantum dalam modul disusun secara logis
dan sistematis serta dilengkapi dengan gambar, bagan dan grafik sehingga
membantu siswa mencapai tujuan belajarnya. Kegiatan modul memuat
kegiatan siswa selama pembelajaran yang mendukung berlangsungnya
proses belajar secara aktif, tidak sekedar membaca, tetapi juga melakukan
pengamatan, percobaan, simulasi, diskusi, pemecahan masalah (Mulyasa,
2005; Muljono, 2001).
Kunci lembar kerja siswa digunakan untuk memeriksa ketepatan
hasil pekerjaan sehingga memungkinkan siswa segara melakukan koreksi
atas kesalahan yang dilakukan dalam belajar. Keberadaan kunci jawaban
dapat mendukung terjadinya konfirmasi dengan degera terhadap jawaban
siswa yang salah. Kunci jawaban lembar kerja siswa dapat dicantumkan
dalam modul atau diberikan terpisah atau disampaikan oleh guru
(Prastowo, 2012).
Lembar evaluasi berupa tes atau rating scale yang digunakan untuk
evaluasi guru terhadap tercapai tidaknya tujuan yang dirumuskan pada
modul oleh siswa. Tes dan rating scale pada lembar evaluasi disusun
dalam item-item tes yang disesuaikan dan dijabarkan dari rumusan tujuan
15
modul (Prastowo, 2012). Evluasi yang berisi soal-soal pengukur
penguasaan siswa setelah mempelajari keseluruhan isi modul, dilengkapi
pula dengan kunsi jawaban dan rumus analisis tingkat penguasaan siswa
(Sukiman, 2012).
Kunci lembar evaluasi berisi jawaban dari soal yang telah
diberikan sebelumnya dalam modul. Kunci soal evaluasi ditulis oleh
penyusun modul dan bertujuan untuk membantu siswa dalam
mencocokkan hasil jawabannya secara mandiri. Hasil jawaban siswa
digunakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan dalam modul
berdasarkan tingkat penguasaan materi siswa. Kunci jawaban lembar
evaluasi dapat dicantumkan pada akhir modul atau diberikan terpisah dan
sisimpan guru untuk menjaga kemurnian hasil jawaban siswa (Prastowo,
2012; Sungkono, 2009).
e. Format Modul
Komponen modul terdiri dari lembar kegiatan siswa, lembar kerja
siswa, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban dan kunci jawaban
yang dikemas dalam format modul. Format modul digunkan untuk
menjamin modul supaya isi dari modul tersusun secara sistematis. Format
modul menurut Mulyasa (2005) terdiri dari enam, yaitu: 1) bagian
pendahuluan, 2) tujuan pembelajaran, 3) tes awal, 4) pengalaman belajar,
5) sumber belajar dan 6) tes akhir.
Bagian pendahuluan merupakan bagian pembuka modul yang
berisi deskripsi umum seperti materi yang disajikan, pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang akan dicapai siswa setelah belajar termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul (Mulyasa,
2005). Bagian tujuan pembelajaran berisi tujuan pembelajaran khusus
yang dicapai siswa setelah mempelajari modul, tujuan terminal, tujuan
akhir dan kondisi untuk mencapai tujuan. Bagian tes awal berfungsi untuk
menetapkan posisi siswa, mengetahui kemampuan awal siswa,
menentukan awal siswa belajar dan perlu tidaknya mempelajari modul.
16
Bagian pengalaman belajar merupakan rincian materi untuk setiap tujuan
pembelajaran khusus yang berisi sejumlah materi yang diikuti penilaian
formatif sebagai balikan bagi siswa tentang tujuan belajar yang dicapai.
Bagian sumber belajar berisi referensi yang dapat ditelusuri dan digunakan
siswa untuk tambahan informasi. Bagian tes akhir berisi instrumen
evaluasi yang isinya sama dengan tes awal, hanya lebih difokuskan pada
tujuan terminal setiap modul sehingga efektifitas modul dalam
meningkatkan pembelajaran dapat diukur (Mulyasa, 2005).
f. Langkah-langkah Penyusunan Modul
Penyusunan modul menurut Prastowo (2012) membutuhkan empat
tahapan yaitu: 1) tahap analisis kurikulum, untuk menentukan materi yang
memerlukan bahan ajar modul dengan cara melihat initi materi yang
diajarkan, kompetensi serta hasil belajar kritis yang harus dimiliki siswa,
2) tahap menentukan judul modul, dilakukan dengan mengacu pada
cakupan kompetensi dasar atau materi pokok yang ada dalam kurikulum,
satu kompetensi yang cakupannya tidak terlalu besar dapat digunkan
sebagai judul modul, 3) tahap pemberian kode modul, dilakukan untuk
memudahkan pengelolaan modul melalui pemberian angka-angka yang
berisi makna, misalnya digit pertama menunjukkan kelompok jurusan
(IPA/IPS/Bahasa) dan digit kedua menunjukkan mata pelajaran (1=
biologi, 2 = fisika), 4) tahap penulisan modul, dilakukan dengan
memperhatikan perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai,
penentuan alat evaluasi atau penilaian, penyusunan materi, urutan
pengajaran yang dijelaskan dalam petunjuk penggunaan modul bagi para
guru dan siswa, serta struktur atau unsur-unsur bahan ajar modul.
Empat tahapan penyusunan modul menurut Prastowo (2012) baru
mencapai tahapan penulisan modul sehingga secara umum dapat
dilengkapi dengan tahapan penulisan modul menurut Depdiknas (2008)
yang terdiri dari: 1) analisis kebutuhan modul untuk memperoleh
informasi modul yang dibutuhkan peserta didik dalam mempelajari
17
kompetensi yang diprogram kan, 2) desain modul dengan membuat buram
modul dengan mengacu pada RPP guru yang kemudian diujicobakan
dahulu supaya terjamin kevalidannya, 3) implementasi modul sesuai
dengan alur, 4) penilaian hasil belajar siswa setelah implementasi modul,
5) evaluasi dan validasi secara periodik dan 6) jaminan kualitas untuk
menjamin bahwa modul yang dikembangkan telah sesuai dengan
ketentuan pengembangan modul.
g. Keuntungan Pengunaan Modul
Modul yang dikembangkan dan disusun dengan baik mampu
memberikan banyak keuntungan baik bagi siswa maupun guru.
Keuntungan penggunaan modul bagi siswa adalah: 1) dapat memberikan
balikan (feedback) setelah siswa selesai menggunakan modul karena
modul dilengkapi dengan rumus tingkat penguasaan materi untuk
mengetahui taraf hasil belajar siswa sehingga siswa dapat segera
memperbaiki kekuarangan belajarnya, 2) memberikan kesempatan bagi
siswa untuk menguasai bahan pelajaran secara tuntas, 3) memudahkan
siswa mencapai tujuan belajar karena penyusunannya dirancang khusus
untuk tujuan tertentu, 4) memberikan motivasi kepada siswa karena berisi
kegiatan dan langkah-langkah belajar yang teratur, 5) bersifat fleksibel
sehingga dapat digunakan siswa dengan beragam latar belakang siswa dan
6) membuka kesempatan unntuk terjadi kerjasama diantara siswa
(Nasution, 2011).
Keuntungan penggunaan modul bagi guru adalah: 1) memberikan
rasa kepuasan yang lebih besar karena modul bisa menjamin hasil belajar
yang baik melalui kemudahan penggunaannya, 2) memberikan waktu yang
lebih banyak untuk guru dalam memberikan bantuan dan perhatian
individual tanpa menggangu atau melibatkan seluruh kelas, 3) guru lebih
memiliki waktu banyak untuk memberikan pengayaan dan tambahan
informasi kepada siswa, 4) memberikan kebebasan untuk guru dalam
18
mengelola persiapan pembelajaran karena sudah terangkum dalam modul
(Nasution, 2011).
2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
Proses berpikir merupakan kegiatan intelektual sesorang yang terjadi
dalam otak. Proses berpikir kompleks atau yang sering disebut berpikir
tingkat tinggi (HOTS) dikategorikan menjadi empat kelompok meliputi
pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision
making), berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative
thinking). Taksonomi Bloom yang telah direvisi dianggap merupakan dasar
bagi berpikir tingkat tinggi. Pemikiran ini didasarkan bahwa beberapa jenis
pembelajaran merupakan proses kognisi yang lebih daripada yang lain, tetapi
memiliki manfaat-manfaat lebih umum. (Lewy, dkk, 2009).
Berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills didefinisikan
didalamnya termasuk berpikir kritis, logis, reflektif, metakognisi dan kreatif
(King, 2011). Semua keterampilan tersebut aktif ketika seseorang berhadapan
dengan masalah yang tidak biasa, ketidakpastian, pertanyaan dan pilihan.
Penerapan yang sukses dari keterampilan ini terdapat dalam penjelasan,
keputusan, penampilan, dan produk yang valid sesuai dengan konteks dari
pengetahuan dan pengalaman yang ada serta lanjutan perkembangan
keterampilan ini atau keterampilan intelektual lainnya.
Higher order thinking skills berdasarkan pada keterampilan berpikir
tingkat rendah seperti membedakan, penerapan dan analisis sederhana, dan
strategi kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan sebelumnya dari isi
permasalahan pokok (kosakata, pengetahuan prosedural, dan pola memberi
alasan). Strategi pengajaran yang sesuai dan lingkungan belajar yang
memfasilitasi pertumbuhan kemampuan berpikir yang lebih tinggi seperti
19
halnya ketekunan siswa, pemantauan diri, dan berpikiran terbuka, sikap
fleksibel (King, 2011).
Higher order thinking terjadi ketika seseorang mengambil informasi
baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling berhubungan
dan / atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai
suatu tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi
membingungkan. Berbagai tujuan dapat dicapai melalui pemikiran tingkat
tinggi; memutuskan apa yang harus percaya; memutuskan apa yang harus
dilakukan; menciptakan ide baru, objek baru, atau ekspresi seni; membuat
prediksi, dan memecahkan masalah tidak rutin. Tiga level pertama (terbawah)
merupakan Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya
Higher Order Thinking Skill. Namun demikian pembuatan level ini bukan
berarti bahwa lower level tidak penting. Justru lower order thinking skill ini
harus dilalui dulu untuk naik ke tingkat berikutnya.
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku akibat adanya
proses belajar, meliputi kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau
pengertian (Aunurrahman, 2009). Hasil belajar menurut Sudjana (2010)
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mendapatkan
pengalaman beljar selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil
belajar menurut Sukmadinata (2004) adalah perwujudan dari kecakapan
potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang melalui proses belajar.
Hasil belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa segala
bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan tertentu yang didapatkan
akibat proses belajar. Hasil belajar merupakan capaian akhir dari proses
pembelajaran yang dinilai dari kegiatan evaluasi untuk mendapatkan
pembuktian yang menunjukkan keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran (Sudjana, 2010).
20
b. Dimensi Hasil belajar
Hasil belajar memiliki empat dimensi pengetahuan dan enam
kategori dimensi proses kognitif yang diklasifikasikan dalam taksonomi
pendidikan. Dimensi pengetahuan terdiri dari; 1) pengetahuan faktual, 2)
pengetahuan konseptual, 3) pengetahuan prosedural dan 4) pengetahuan
metakognitif. Kategori dimensi proses kognitif terdiri dari: 1) mengingat
(remember), 2) memahami (understand), 3) mengaplikasikan (apply), 4)
menganalisis (analyze), 5) mengevaluasi (evaluate) dan 6) mencipta
(create) lengkap dengan pengklasifikasian proses kognitif siswa secara
komprehensif pada tujuan di bidang pendidikan (Anderson, dkk, 2010).
Pengetahuan faktual mencakup elemen-elemen dasar yang harus
diketahui siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk
menyelesaikan masalah dalam suatu disiplin ilmu (Anderson, dkk, 2010).
Pengetahuan faktual terdiri dari pengetahuan terminologi serta
pengetahuan elemen dan detail spesifik dalam disiplin ilmu. Pengetahuan
tentang terminologi melingkupi pengetahuan tentang label dan simbol
verbal dan nonverbal (kata, angka, tanda, gambar). Setiap materi kajian
mempunyai banyak label dan simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang
merujuk pada makna-makna tertentu. Label dan simbol ini merupakan
bahasa dasar dalam suatu disiplin ilmu. Pengetahuan tentang detail-detail
dan elemen-elemen yang spesifik merupakan pengetahuan tentang
peristiwa, lokasi, orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya.
Pengetahuan ini meliputi semua informasi yang mendetail dan spesifik,
seperti tanggal terjadinya sebuah peristiwa. Fakta-fakta yang spesifik
adalah fakta-fakta yang dapat disendirikan sebagai elemen-elemen yang
terpisah dan berdiri sendiri. Setiap bidang kajian mengandung peristiwa,
lokasi, orang, tanggal, dan detail-detail lain yang mempresentasikan
pengetahuan penting tentang bidang itu (Gunawan dan Palupi, 2013).
Pengetahuan konseptual mencakup hubungan-hubungan antar
elemen dalam sebuah struktur besar yang memungkinkan elemen-
elemennya berfungsi secara bersamaan (Anderson, dkk, 2010).
21
Pengetahuan konseptual meliputi skema, model, mental, dan teori yang
mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi
kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling
berkaitan secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi
bersama.Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu: 1)
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori; 2) pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi dan 3) pengetahuan tentang teori, model, dan
struktur. Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan
generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori, model, dan
struktur (Gunawan dan Palupi, 2013).
Pengetahuan prosedural mencakup cara melakukan sesuatu,
mempraktekan metode-metode penelitian dan kriteria untuk menggunakan
keterampilan, algoritme (urutan langkah logis penyelesaian masalah),
teknik dan metode (Anderson, dkk, 2010). Pengetahuan prosedural
berkaitan dengan pertanyaan “bagaimana”. Pengetahuan prosedural ini
terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) pengetahuan tentang keterampilan
dalam bidang tertentu dan algoritma; 2) pengetahuan tentang teknik dan
metode dalam bidang tertentu; dan 3) pengetahuan tentang kriteria untuk
menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat (Gunawan dan
Palupi, 2013).
Pengetahuan metakognitif mencakup pengetahuan tentang kognisi
secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri
(Anderson, dkk, 2010). Salah satu ciri belajar dan penelitian tentang
pembelajaran yang berkembang adalah menekankan pada metode untuk
membuat siswa semakin menyadari dan bertanggung jawab atas
pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Pengetahuan metakognitif
terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) pengetahuan strategis; 2)
pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan
kontekstual dan kondisional; dan 3) pengetahuan diri (Gunawan dan
Palupi, 2013).
22
Keempat dimensi pengetahuan menurut Anderson dkk (2010)
mencakup enam kategori dalam dimensi proses kognitis lengkap dengan
proses kognitifnya seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Dimensi Proses Kognitif
Dimensi dan Kategori Proses Kognitif
Pengertian
Mengingat (remember)
a. Mengenali
b. Mengingat Kembali
Mengambil kembali pengetahuan dari memori jangka panjang seseorang. Mengingat meningkatkan kemampuan untuk mendefisinkan istilah, mengidentifikasi fakta dan menentukan informasi.Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tertentu.Kegiatan mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang.
Memahami (understand)
a. Menafsirkan b. Mencontohkan c. Mengkalsifikasikand. Merangkum e. Menyimpulkanf. Membandingkan g. Menjelaskan
Mengkontruksi makna dari suatu materi pembelajaran termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan penjelasan guru. Memahami membantu siswa terhubung dengan pengetahuan sebelumnya.Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain.Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip.Menentukan sesuatu dalam satu kategori.Mengabtraksikan tema umum atau poin pokok.Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima.Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya.Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem.
Mengaplikasikan (apply)
a. Mengeksekusi b. Mengimplementasikan
Menerapkan suatu pengetahuan atau prosedur ke dalam suatu keadaan tertentu. Mengaplikasikan memungkinkan untuk menerapkan prosedur belajar dan metode.Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familiar.Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familiar.
Menganalisis (analyze)
a. Membedakan
b. Mengorganisasi
c. Mengatribusikan
Menguraikan permasalahan menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan keterkaitan hubungan antara bagian satu dan lainnya.Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting.Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur.Menentukan sudut pandang, bias, nilai atau maksud dibalik materi pembelajaran.
23
Mengevaluasi (evaluate)
a. Memeriksa
b. Mengkritik
Mengambil suatu keputusan berdasarkan kriteria atau standar yang sudah ada. Mengevaluasi membantu siswa untuk membuat penilaian berdasarkan bukti dan kriteria.Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk, menemukan konsistensi internal dan menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktekan.Menemukan inkonsistensi antara suatu prosuk dan kriteria eksternal, menentukan konsistensi eksternal, menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah.
Mencipta (create)
a. Merumuskan b. Merencanakan
c. Memproduksi
Memadukan beberapa unsur agar terbentuk sesuatu yang baru atau membuat produk baru yang asli.Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria.Mendesain atau merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas.Menciptakan suatu produk.
(Sumber: Anderson dkk, 2010; Gunawan dan Palupi, 2013).
B. Kerangka Pemikiran
Biologi merupakan bagian dari pembelajaran sains yang membutuhkan
kemampuan berpikir untuk mendapatkan konsep sains. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi merupakan bagian dari proses berpikir yang perlu dibangun mulai
tahapan berpikir mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis kemudian
melakukan pengambilan keputusan dengen membuat kriteria penilaian, kritikan
dan masukan bahkan sampai memberikan solusi pemecahan. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi dituntut pada abad 21 dalam menyiapkan siswa yang mampu
bersaing dalam dunia global (Griffin, 2013; Trisdiono & Muda, 2013).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatihkan melalui literatur
seperti buku atau modul yang digunakan dalam proses pembelajaran, namun
kondisi buku atau modul yang ada disekolahan masih belum memenuhi aspek
berpikir tingkat tinggi secara maksimal baik pada tujuan, materi, kegiatan, soal
evaluasi cara penyampaian maupun penggunaannya. Buku atau modul yang
belum memnuhi aspek berpikir tingkat tinggi secara maksimal, tentunya kurang
berpotensi dalam memberikan bantuan individual terkait pemberdayaan berpikir
tingkat tinggi siswa, sehingga terdapat pengaruh pada kurangnya hasil belajar
siswa. Solusi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan kurangnya
pemenuhan aspek dalam berpikir tingkat tinggi pada sarana pendukung belajar di
24
sekolah adalah dengan mengembangkan modul berbasis kemampuan berpikir
tingkat tinggi (HOTS).
Modul berbasis berpikir tingkat tinggi merupakan usaha yang
terkonsentrasikan pada perberdayaan aspek berpikir tingkat tinggi secara
keseluruhan. Aspek berpikir tingkat tinggi yang terdiri dari pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dan metakognitif, sementara untuk proses kognitif tiga
level pertama merupakan Lower Order Thinking Skill yaitu C1, C2, C3, sedang
tiga level atas merupakan Higher Order Thinking Skill yaitu C4, C5, C6 (Widodo,
2006). Pelatihan secara spesifik yang mengarah pada aspek berpikir tingkat tinggi
dipandang lebih efektif dalam mendukung pengembangan kemampuan berpikir
siswa karena aspek berpikir tingkat tinggi yang digunakan merupakan
keterampilan kognitif yang mampu mengakomodasi perkembangan kognitif siswa
(Widodo, 2006).
Keterampilan kognitif yang memperdayakan hasil belajar siswa melalui
kegiatan berpikir tingkat tinggi dalam modul, membantu siswa untuk
mendapatkan peningkatan hasil belajar dan pemahaman yang mendalam, terwujud
dari perolehan pengumpulan informasi, mengingat dan keterampilan
mengorganisasi, mengintegrasi, mengevaluasi serta menganalisis (Ramirez &
Ganaden, 2008). Modul dan buku berpikir tingkat tinggi tidak hanya melatihkan
tahapan mengingat melainkan juga harus terdapat kemampuan berpikir kritis dan
kreatif, serta pemecahan masalah (Rosnawati, 2009). Kemampuan Modul
kemampuan berpikir tingkat tinggi dibuat dengan susunan sesuai dengan cara
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mulai dari menentukan
tujuan pembelajaran, bertanya, latihan soal, meninjau, memperbaiki dan
meningkatkan serta memberikan umpan balik (Limbach & Waugh, 2009).
Perolehan hasil belajar secara langsung dapat mengalami peningkatan dari
penggunaan modul berbasis berpikir tingkat tinggi adalah hasil belajar kognitif,
karena siswa yang terlatih sebagai pemikir mampu bekerja pada semua level
berpikir (Anderson dkk, 2011). Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran
penelitian secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.1.
25
Cara Pemenuhan: Pengadaan literatur (buku/modul) yang
memenuhi aspek berpikir HOTS
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
terlatihkan dengan baik
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa belum
terlatihkan
Isi Modul: tujuan, materi, kegiatan dan soal evaluasi
Mengacu pada keterampilan kognitif
Aspek HOTS: aspek analisa (analysis), aspek evaluasi (evaluate) dan aspek mencipta (create)
Solusi Masalah: Pengembangan modul
berbasis HOTS
Dampak: Hasil belajar siswa meningkat
Dampak: Hasil belajar siswa kurang maksimal pada kemampuan HOTS
Berkebalikan
<>
Tuntutan: Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
perlu dikembangkan sebagai kecakapan abad 21
Berkebalikan
<>
Kenyataan :Buku dan modul di sekolah belum
memenuhi aspek berpikir tingkat tinggi (HOTS)
secara menyeluruh serta cara penggunaan dan
penyampaian
Berkebalikan
<>
26
27
C. Hipotesis Penelitian
Penelitian pengembangan modul berbasis kemampuan berpikir tigkat
tinggi (HOTS) dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya uji lapangan
operasional/efektivitas. Uji lapangan operasional dilakukan dengan setting kuasi
eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan modul dalam
memperdayakan hasil belajar siswa sehingga perlu dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Ho: Tidak ada perbedaan hasil posttest yang signifikan antara kelas kontrol yang
menggunakan modul biologi sekolah dan kelas perlakuan yang menggunakan
modul berbasis kemampuan berpikir tinggkat tinggi (HOTS) pada materi
jaringan tumbuhan.
Ha: ada perbedaan hasil posttest yang signifikan antara kelas kontrol yang
menggunakan modul biologi sekolah dan kelas perlakuan yang menggunakan
modul berbasis kemampuan berpikir tinggkat tinggi (HOTS) pada materi
jaringan tumbuhan.