BAB II.docx

63
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam lembaga pendidikan Islam, Pesantren memberi di-dikan kepada para Santrinya bersifat tradisional untuk memahami dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Agama Islam, dengan menekankan pentingnya moral Agama Islam sebagai pedoman hidup sehari-hari Oleh karena itu, dalam Pesantren dibuat sebuah peraturan umum tertulis yang harus dipatuhi oleh setiap Santri, “Bagi setiap Santri yang melanggar peraturan yang sudah di tentukan akan di kenakan tahkim (sanksi) sesuai dengan ketentuan, melalui tahapan, dinasehati dan diberi tindakan”. Pondok Pesantren merupakan suatu komunitas pendidikan Agama, dimana kyai, Ustadz, Santri dan pengurus Pondok Pesantren hidup bersama dalam satu kampus, berlandaskan nilai-nilai Agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasaannya sendiri, yang 1

Transcript of BAB II.docx

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahDalam lembaga pendidikan Islam, Pesantren memberi di-dikan kepada para Santrinya bersifat tradisional untuk memahami dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Agama Islam, dengan menekankan pentingnya moral Agama Islam sebagai pedoman hidup sehari-hari Oleh karena itu, dalam Pesantren dibuat sebuah peraturan umum tertulis yang harus dipatuhi oleh setiap Santri, Bagi setiap Santri yang melanggar peraturan yang sudah di tentukan akan di kenakan tahkim (sanksi) sesuai dengan ketentuan, melalui tahapan, dinasehati dan diberi tindakan. Pondok Pesantren merupakan suatu komunitas pendidikan Agama, dimana kyai, Ustadz, Santri dan pengurus Pondok Pesantren hidup bersama dalam satu kampus, berlandaskan nilai-nilai Agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasaannya sendiri, yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya. Kehidupan dalam Pesantren tidak terlepas dari rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan : halal-haram, wajib- sunnah, baik-buruk dan sebagianya itu berangkat dari hukum Islam dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian dari ibadah keagamaan, dengan kata lain semua kegiatan dan aktivitas kehidupan selalu dipandang dengan hukum Islam. Secara tersirat inti dari tujuan Pesantren itu adalah untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral.Gambaran utuh kecerdasan manusia dapat dilengkapi dengan perbincangan mengenai kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual di sini diartikan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan yang menentukan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas, kecerdasaan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Kecerdasan Spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan Intelektual quotien IQ dan EQ secara efektif, bahkan Kecerdasan Spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita. Pada dasarnya manusia adalah makhluk spiritual, karena selalu terdorong oleh kebutuhan untuk pertanyaan mendasar atau pokok.mengapa saya? dilahirkan? apakah makna hidup? Buat apa saya melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi atau merasakan terkalahkan? Apakah yang dapat membuat semua berharga? kita diarahkan, bahwa ditentukan oleh suatu kerinduan yang sangat manusiawi untuk menentukan makna nilai dari upaya atau yang membawa kita melampaui diri kita dan keadaan saat ini, sesuatu yag membuat kita dan perilaku kita bermakna (Danah Zohar Ian Marshal, 2001: 4)Kecerdasan spiritual merupakan temuan baru yang sangat berharga bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam. Dengan ditemukan Kecerdasan Spiritual tersebut akan semakin memperjelas tujuan pendidikan agama. Pondok Pesantren Darussalam juga sangat mengembangkan kepada Santrinya dengan mengoptimalkan Kecerdasan Spiritual sebagai ciri utama. Telah disebutkan di atas bahwa Kecerdasan Spiritual adalah landasan utama untuk mengoptimalkan IQ dan SQ. Dan juga pembinaan pribadi melalui penanaman tata nilai dan kebiasaan di lingkungan Pesantren. Kafrawi (1978) mengemukakan bahwa hal tersebut pada umumnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu lingkungan (sistem asrama/hidup bersama), perilaku Kiai sebagai central figure dan pengamalan kandungan kitab-kitab yang dipelajari. Kiai atau Ustadz adalah merupakan unsur yang sangat esensial dalam sebuah Pesantren karena beliau merupakan orang tua asuh bagi para Santri. Adanya hubungan yang akrab antara pimpinan/kiai, Ustadz/Ustadzah dan Santri. Antara Ustadz dengan Ustadzah, antara Santri dengan Santri telah menyebabkan penuangan ilmu kiai kepada Santrinya dan penuangan ilmu pada Ustad kepada Santrinya berlangsung dengan intensif. Bahkan dengan adanya sikap kiai yang lemah lembut dan tutur kata yang santun dalam mengasuh, mendidik dan membimbing santrinya laksana (seperti) mengasuh, mendidik dan membimbing putra-putrinya sendiri yang disertai dengan memberi suri tauladan yang baik dalam beribadah, dalam pergaulan sehari-hari dengan keluarga, dengan Ustadz/Ustadzah dengan Santri, dengan masyarakat dan lain-lain. Hal tersebut dapat menambah keyakinan, kepercayaan dan kemantapan santri terhadap kiai. Sehingga santri tidak hanya terbatas mengambil ilmu kiai saja, tetapi juga semua perilaku, akhlakul karimah dan tutur kata yang sudah menjadi suri tauladan yang baik yang patut diambil oleh santri dan merupakan bagian dari proses pembinaan watak dan pembentukan kepribadian santri. Keberadaan para santri di Pondok Pesantren Darussalam mempunyai latar belakang dan alasan-alasan yang berbeda. Hal ini akan membentuk kualitas pada diri santri itu sendiri dalam menyerap nilai-nilai Agama Islam. Sebab tidak jarang dijumpai pada suatu Pesantren dimana santri yang dititipkan oleh orang tuanya sebagai ketidak mampuan orang tuanya dalam menangani kelakuan buruk anaknya, sehingga memasukkannya ke Pesantren. Santri seperti inilah yang terkadang membuat berbagai masalah bagi Pesantren dan kondisi tersebut yang akan mendapat perhatian bagi Pesantren.Pihak pembina santri dan telah menciptakan peraturan-peraturan agar anggota Pesantren berperilaku sesuai dengan peraturan yang berlaku, tapi pada kenyataannya masi ada santri melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam Pondok Pesantren Darussalam. perilaku tersebut jika tidak segera ditanggulangi akan mengganggu keamanan dan ketertiban dalam Pondok Pesantren Darussalam.Menurut Abdulsyani (1987:65), bahwa terjadinya perilaku tersebut disebabkan oleh pudarnya kaedah-kaedah yang belaku dalam masyarakat, turunnya pengendalian masyarakat terhadap perilaku anggota-anggotanya dan lain sebagainya. Gejala perban anggota Pondok Pesantren yang lain, merusak tatanan dan kestabilan Pondok Pesantren. Maka, peranan dari keluarga, pembina santri, masyarakat dan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengajak dan membina santri yang melakukan perilaku tersebut agar kembali mematuhi norma-norma dan aturan yang berlaku. Berdasarkan hasil pra survey sementara yang dilakukan peneliti, keadaan Santri di Pondok Pesantren Darussalam masih dijumpai santri yang berperilaku melanggar tata tertib peraturan yang telah berlaku. Bentuk perilaku yang dilanggar santri khususnya Santri di Pondok Pesantren Darussalam seperti melanggar tata tertib Pondok Pesantren, misalnya bolos, berpacaran, tidak sholat berjamaah, melawan apa kata gurunya atau ustaznya menyimpan dan menggunakan barang-barang elektronik (handphone, televisi, tape dan radio).Dalam kehidupan di Pondok Pesantren, perilaku seperti itu dianggap dapat mengganggu ketertiban Pondok karena tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku khususnya di Pondok Pesantren Darussalam. Perilaku tersebut adalah semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Pondok Pesantren yaitu yang melanggar norma-norma agama, etika, peraturan Pondok, keluarga, masyarakat dan sebagainya. Dengan kesadaran diri terhadap perilaku Santri tersebut Kecerdasan Spiritual (SQ) dapat membentuk kesadaran diri yang tinggi bagi para Santri, dimana santri bisa mengambil hikmah dari perbuatannya. agar mereka dapat menyikapi secara baik perbuatannya tersebut, serta untuk menyeimbangkan kemampuan intelektual dan emosional yang di milikinya sehingga dengan kemampuan ini akan mewujudkan pribadi Santri seutuhnya. Untuk mengembangkan potensi diri supaya Santri bisa menyesuaikan dirinya dengan baik Santri di Podok Pesantren Darussalam Saran Kabun dilatih dalam beberapahal. separti dilatih bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dalam kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Santri Pondok Pesantren darussalam Saran Kabun. seperti Gotohroyong bersama setiap hari jumat, muhadoroh, latihan Al-barzanji setiap malam rabu, latihan Solawat setiap malam kamis, olah raga dan mengikuti hari-hari besar Islam.Dengan meluasnya kesempatan santri untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial serta diberikan dukungan Sosial, maka wawasan sosial santri semakin membaik, sekarang santri menjadi berkualitas memiliki kesadaran yang tinggi dan sempurna akal budinya dalam berpikir terhadap perilakunya.Dari fenomena yang ditemukan diatas dapatkah Kecerdasan Spiritual Menjadikan kesadaran Santri menjahui perilaku yang melanggar aturan yang telah berlaku di Pondok Pesantren Darussalam. dari uraian di atas, penulis tertarik meneliti masalah ini dengan judul:HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ) DENGAN KESADARAN DIRI TERHADAP PERILAKU SANTRI DI PONDOK PESANTREN DARUSSALAM SARAN KABUN KECAMATAN KABUN KABUPATEN ROKAN HULU

B. Alasan Memilih Judul1. Karena belum ada yang menelitinya.2. Penulis melihat lansung kondisi santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kabupaten Rokanhulu.3.Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pola pembinaan Santri dalam mengendalikan perilaku Santri.C. Pengesahan Istilah.Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap istilah yang terdapat di dalam judul penelitian ini. Maka penulis perlu menegaskan istilah sebagai berikut:a. Kecerdasan SpiritualMenurut kamus umum bahasa Indonesia, spiritual adalah berkenaaan dengan kejiwaan dan berhubungan dengan rohani (Poerwadarminto, 1999: 603). Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, maka yang paling tinggi dan paling bernilai dimana manusia akan merasa bahagia justru terletak pada aspek spiritualisasinya. Dan hal ini terasa oleh manusia, karena ia ikhlas mengabdi kepada sifat atau kehendak Allah (Ary Ginanjar Agustian, 2001: 97). Spiritual dalam Islam adalah Islam itu sendiri yang mempresentasikan ajaran-ajaran yang bersifat holistik dan integral. Tidak hanya dimensi lahir tetapi juga sangat urgen adalah batin yang sifatnya kebenaran mutlak yang merupakan perwujudan dari kedekatan kepada sang pencipta yaitu keimanan. Dengan kunci benar dan ikhlas dengan alasan psikologi, sebagian pendidik dan orang tua mungkin tidak bisa mencontohkan ketrampilan pemecahan masalah di rumah, walaupun sesungguhnya mereka mempunyai peranan yang sangat penting ( Abudin Nata, 2002: 49). b. Perilaku Menurut J.P Chaplin dalam Heri Zan dan Namora (2010 : 26) perilaku aalah kumpulan reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan, tanggapan ataupun jawaban yang dilakukan seorang, seperti proses berfikir, bekerja, hubungan seks, an sebagainya.Maksud dari perilaku dalam penelitian ini adalah perbuatan yang dilakukan oleh para siswa atau santri yang melanggar aturan atau tata tertib yang berlaku di pondok pesantren.c. Kesadaran DiriKesadaran diri menurut Adler dalam Handrianto (2012 : 88) pikiran yang difahami dan diperlakukan seseorang sebagai hal yang membantunya dalam usaha meraih keberhasilan.D. Permasalahan1. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:a) Masih ada santri di Pondok Pesantren Darussalam di temukan yang berperilaku melanggar peraturan yang telah di tetapkan oleh pondok.b) Sebagian santri di temukan melawan, mendongkol kepada Kiai atau ustadz di Pondok Pesantren Darussalam.2. Batas MasalahDari identifikasi diatas, maka penulis membatasi masalah hanya pada` hubungan kecerdasan spiritual dengan kesadaran diri terhadap perilaku santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu3. Rumus MasalahBerdasarkan batasan masalah diatas dapat disimpulkan pada penelitian ini yaitu:a. Bagaimanakah kecerdasan spiritual di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan hulu.b. Bagaimanakah kesadaran diri perilaku Santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan hulu.c. Apakah hubungan kecerdasan spiritual dengan kesadaran diri terhadap perilaku santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan hulu.E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian1) Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, makan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a.Untuk mengetahui Kecerdasan Spiritual pada Santri Pondok Pesantren Darussalam. b.Untuk mengetahui kesadaran diri terhadap perilaku Santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu.c.Untuk mengetahui adakah hubungan Kecerdasan Spiritual dengan kesadaran diri terhadap perilaku santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu.2) Kegunaan PenelitianAdapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang hubungan kecerdasan spiritual dengan kesadaran diri terhadap perilaku santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu.b. Sebagai masukan dan informasi bagi pihak pengelolah Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Rokan Hulu dalam membina santri supaya meningkatkan kecerdasan spiritual dan kesadaran diri terhadap perilaku santri.c. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi di jurusan Bimbingan Konseling Islam.F. Kerangka Teoritis dan Konsep Operasional1. Kerangka TeoritisSebagai dasar pemikiran dalam penelitian ini, terlebih dahulu akan dikemukakan kerangka teoritis sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Kerangka teoritis merupakan dasar pemikiran untuk mengkaji atau menjelaskan teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini.A. Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual Kecerdasan Spiritual terdiri dari gabungan kata kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti. Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin yaitu spiritus yang berarati nafas. Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang non jasmani meliputi emosi dan karakter. Dalam kamus psikologi spiritual adalah suatu zat atau mahkluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri-ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitasenergi disposisi (J. Chaplin, 2009 : 480).Dalam bukunya kecerdasan spiritual Danah Zohar tampak tidak memberikan batas secara definitif, tetapi mereka memberikan penjelasan-penjelasan maupun berbagi gambaran yang semuanya berkaitan dengan esensi Kecerdasan spiritual. Dari penjelasan-penjelasan tersebut tampak bahwa pengarang sangat menekankan aspek nilai dan makna sebagai unsur penting dari kecerdasan spiritual.Kecerdasan spiritual adalah landasan yang di perlulukan untuk mengfunsikan kecerdasan Intelektual (IQ) dan kecerdsan Emosisonal (EQ) secara efektif. Oleh kerena itu Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan manusia yang paling tinggi. Hal ini secara lansung atau tidak lansung berhubung dengan kemampuan manusia menteransendensikan diri: transendensi merupakan kualitas tertinggi dari kehidupan spiritual. Ia membewa manusia melampaui batas-batas penegtahuan dan pengalaman kita, serta menempatkan pengalaman dan pengetahun kita dalam konteks yang lebih luas. Transendensi membawa manusia kepada kesaaran akan sesuatu yang luar biasa, dan tiak terbatas, baik di dalam maupun diluar diri kita. Transendensi adalah inti daripada kecerdasan spiritual, karena dengan kemempuan transendensi diri itu manusia dapat mencapai pusat. Dengan demikian unsur-unsur yang lain akan mengikuti dengan sangat indah (Susanti, 2006 dalam http:// www.distrid.com).Dengan bahasa populer, kecerdasan spiritual bisa diartikan sebagai kemampuan merohanikan diri. Defenisi inilah yang di ungkapkan oleh Khalil Khavari (dalam Nggemanto, 2001 : 117) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kualitas dari dimensi non-material atau ruh manusia. Agustian (2001 : 57) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan. Melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersipat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pemikiran tauhid (integralistik) serta prinsip hanya kepada Allah SWT. Kebutuhan akan spiritual adalah untuk mempertahankan keyakinan, mengembalikan keyakinan, memenuhi kewajiban agama, serta untuk menyeimbangkan kemampuan intelektual dan emosional yang di miliki seseorang, sehingga dengan kemampuan ini akan membantu mewujudkan pribadi manusia seutuhnya (Susanti, 2006 : 23). Untuk keperluan itu perlulah kiranya Allah mengutus seorang rosul yaitu Muhammad saw, sebagai yang di sebutkan dalam Firman-Nya Q.S. Al-Jumah, 62: 2 Artinya : Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.Spiritual dalam Islam identik dengan kecerdasan ruhaniah yang pada dasarnya tahap pencerdasan ruh ini dapat kita mulai sejak pra kehamilam, kemudian kita teruskan pada saat kehamilan, dan dapat kita bangun sejak balita hingga dewasa. Rudof Otto sebagai mana di kutip oleh Sayyed Hossein Nasr (dalam susanti, 2006 : 23) mendefenisikan spiritual sebagai pengalaman yang suci. Pemaknaan ini kemudian di produksi oleh seluruh pemikiran agama (spitualis) dalam pemahaman makna keyakinan-keyakinan dalam konteks sosial mereka. Setiap pemeluk agama yang meyakini eksistensi Allah selaku penciptanya, maka pada dirinya tumbuh spiritualitas tersebut. Keinginan mempertahankan keyakinan dalam diri bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan mengendalikannya, itupun cabang dari spiritualitas. Pengabdian diri seutuhnya terhadap ilahi merupakan hasil dari kerja keras spiritual yang membumi pada setiap jiwa. (Susanti, 2006 : 23) Dengan demikian peneliti berkesimpulan bahwa spiritulitas menjadi pusat aktifitas setiap manusia. Baik maupun jahat. Hanya saja, evaluasi baik dan jahat itu dengan sendirinya akan terkontaminasi oleh perilaku sosiologis suatu masyarakat, sehingga serpihan spiritual akan mengacu dan mengumpul dalam kehidupan manusia. Maka, yang baik di suatu tempat tertentu belum tentu baik di tempat lain, lantaran semua ini historis dan sosiologis manusia memiliki serpihan pengalaman suci yang berbeda-beda pula.Pir Vilayat Inayat Khan (dalam Susanti, 2006 : 24) menjelaskan bahwa sesungguhnya rahasia tasauf adalah beralih dari sudut pandang pribadi yang sempit kesudut panjang Ilahi. Secara sederhana, keberadaan kita terdiri dari dua kutub. Kesadaran diri individual yang sifatnya pribadi dan Ilahi yang lebih mulia. Di dalam kutub dimensi kesadaran pribadi itulah mengalami kandala dan batasan. Sementara kita mengira bahwa keadaan merupakan penyebab frustasi ini. Penyebab yang sesungguhnya adalah tidak sadarkan diri yang lebih mulia. Jadi tujuan meditasi adalah menghubungkan kembali pribadi dengan dimensi trans-personal dari keberadaan ini.Dari penjelasan ini, dapat di pahami bahwa spritualitas adalah bagian dari tasauf yang mengharapkan lahirnya kesadaran pribadi akan hakikat diri yang sesungguhnya. Manusia itu adalah serpihan Ilahi sebenarnya. Artinya semakin disadari dan di hayati hakikat diri, semakin tahu dan kenal akan Tuhan. Menghadirkan Tuhan dalam setiap diri memang sangat tidak rasional menurut pandangan ilmiah, tetapi hal itu harus di dorong oleh keyakinan yang dalam bahwa seluruh aktivitas adalah gerakan kekuatan yang di transfer-Nya (dari kekuatan absolute). Setiap manusia yang memiliki kemampuan adalah jelmaan dari hidupnya. Sehingga disanalah kepantasan manusia menyandang gelar makhluk mulia yang di bekali dengan pengalaman suci dan fitrah beragama semenjak ia dari kandung ibunya. Maka makna hidup manusia dengan demikian terletak pada tingkat spiritualitas yang dimilikinya. Ada sebagian manusia berpendapat bahwa yang di capai dalam proses pembinaan spiritualitas tersebut itulah Tuhan yang sebenarnya. (Susanti, 2006 : 24)Jalaluddin Rahmad, mengisahkan seorang anak yang melakukan sholat malam, dengan doa-doa personalnya dengan khusuk dikala orang lain terlelap tidur, dia bagun untuk menjalin hubungan yang dekat dengan Robbnya. Di kehidupan dunia, ketika anak tersebut ingin melanjutkan sekolahnya ke Jerman, orang tuanya tidak sanggup menyekolahkannya ke Jerman, di kerenakan tidak ada biaya, namun anak ini berusaha meyakinkan kepada orang tuanya, bahwa Allah akan memberi jalan. Selain itu diceritakan oleh Jalaluddin Rahmad, seorang anak sering memberikan perhatian kepada tetangga-tetanganya yang miskin. Menjelang lebaran, seperti biasa, ibunya memberikannya uang untuk membeli pakaian baru. Anak tersebut menerima uang itu seraya meminta izin untuk memberikannya kepada tukang becak tetangganya. uang ini jauh lebih berharga bagi dia ketimbang saya, Bu, kata anak tersebut. (Jalaluddin Rahmad, 2007 : 64)Dari kisah ini, Jalaluddin Rahmad mengutip lima karakteristik orang cerdas secara spiritual menurut Robet A. Emmons, beliau mengatakan bahwa anak tersebut merasakan kehadiran Tuhan didalam kehusyukan sholatnya. Selanjutnya anak yang melakukan sholat, baik sholat Qiyamullail seperti kisah diatas termasuk karakteristik kedua dari emosi anak tersebut mampu mengalami tingkat kesadaran yang memuncak, dengan komitmennya untuk menjalin hubungan yang dalam dengan Tuhannya. Anak yang menggunakan sumber spiritual seperti kitab suci Al-Quran dan Hadist dalam memecahkan masalahnya di dunia termasuk ciri-ciri tiga orang yang cerdas secara spiritual menurut Emons , dalam kisah tersebut digambarkan bahwa anak tersebut berupaya meyakini kepada orang tuanya bahwa Allah SWT akan membantu dan memberi jalan dalam menggunakan keyakinan sumber firman Allah SWT dalam Al-Quran siapa yang bersungguh-sungguh mencari keridohan kami, kami akan menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami (QS Al-Ankabut 29 : 69). Selanjutnya oaring yang cerdas secara spiritual menurut Emons, mereka mampu mensakralkan pengalaman sehari-hari dengan mengerjakan pekerjaan biasa namun untuk tujuan yang agung, Jalaluddin Rahmad mengisahkan, konon pada abad pertengahan, seorang musyafir bertemu dengan dua orang bekerja yang sedang mengangkut batu bata. Salah seorang diantara mereka yang bekerja dengan muka cemberut dan masam serta tampak kelelahan. Kawanya justru bekerja dengan ceria, penuh semangat. Ia tampak tidak kecapean. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, apa yang anda sedang kerjakan? yang cemberut menjawab, saya sedang menumpuk batu. Yang ceria berkata, saya sedang membangunkan katedral yang kedua telah mengangkat pekerjaan menumpuk bata pada tataran makna yang lebih luhur. Ia telah melakukan pengkudusan (sanktifikasi). Masi menurut Emons orang yang cerdas secara spiritual memiliki rasa kasih sayang yang tinggi kepada sesama, bersyukur, kesadaran mudah memberi manfaat. Dari kisah anak tersebut terlihat anak mengasihi sesama dengan memberikan uangnya untuk tukang becak (Jalaluddin Rahmad, 2007 : 66-68)Memahami penjelasan tersebut peneliti berkesimpulan orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiyah sebagai manifestasi diri aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya menggunakan sumber-sumber spiritual seperti Al-Quran dan Hadist sebagai pemecah masalahnya, serta mampu berbuat baik kepada sesama dalam kehidupannya.2. Fator-faktor yang mendukung kecerdasan spiritualMenurut Sinetar otoritas intutif, yaitu kejujuran, keadilan kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mempunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya (http://www.masbow.com).Menurut Agustin (2001 : 68-117) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalm diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan. Menurut Dana Zohar faktor kecerdasan spiritual terletak pada sel syaraf otak dan juga titik Tuhan (God Spot) yang telah di teliti secara ilmiah oleh beberapa ahli di bidang ilmu syaraf dan otak.

3. Kecerdasan spiritual dalam tinjawan Al-QuranMenurut kurniawati dan Abrori (dalam jurnal psikologi 2005 : 117-118) mengatakan Al-Quran mengajarkan bahwa agama islam adalah fitrah kemanusiaan yang murni. Didalam relung kalbu setiap manusia ada desah tersembunyi yang selalu senentiasa berbisik, dan pertanyaan-pertanyaan yang selalu meminta jawaban untuk melenyapkan kegelisahan serta diperoleh ketenangan perasaan. Seperti pertanyaan dunia itu apa? Manusia itu siapa? Darimana dating keduanya? Siapa yang menciptakan? Kemana tujuannya? Apakah lagi sesuatu yang hidup sesudah hidup sekarang? Pertanyaan-pertanyaan diatas akan selalu ada selama dunia ini masih terbentang. Dan terhadap pertanyaan-pertanyaan ini tak ada yang mampu memberikan jawaban yang benar-benar memuaskan kecuali agama, QS:Ali Imron 1889-190. Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,Bagi orang-orang yang mukmin, tidak ada sukar dalam meneliti jalan untuk mencepai tujuan. Segala yang berat dirasakan ringan, yang jauh dirasakan dekat yang terjadi dirasakan mulus, dan segalanya dilalui dengan perasaan bahagia. Serta upaya menggapai cita-citanya meraih keredohan Allah SWT, maka dia menghadapi segala rintangan dengan tanpa disertai nyali yang ciut dan perasaan yang khawatir.Orang mukmin dalam kehidupannya tidak merasa sendirian atau terasing, bukan berarti ketika berjalan, dia merasa Tuhan berjalan di seberang yang lain, melainkan dia merasa sangat dekat dan sangat erat hubungannya dengan Tuhan. Orang mukmin tidak merasa bahwa kehidupan ini sebuah bencana yang harus ia pikul entah kemana. Namun ia merasa bahwa kehidupan ini merupakan bagian perjalanan untuk kehidupan di alam selanjutnya sesuai dengan prinsip iman kepada qhado dan khaddar. Orang mukmin dapat merasakan makna yang fundamental dalam menjalani hidup yang penuh liku-liku sekalipun.Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa satu-satunya tempat untuk mendapatkan perasaan damai adalah iman. Orang mukmin itu hidup sesuai dengan fitrah kemanusian yang benar, mengetahui rahasia hidupnya dan alam raya, terhindar dari perasaan ragu, tampak jelas baginya tujuan jalan yang akan di tempuh, merasa dirinya dekat dan mempunyai hubungan yang erat dengan Allah S.W.T. dengan demikian kebahagiaan adalah milik insane berima, baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat yang kekal abadi.4. Ciri-ciri Individu yang memiliki Kecerdasan Spiritual TinggiMenurut Danah Zohar dan Ian Marshall (dalam Satidarma dan Waruwu, 2003 : 45) individu yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi diantaranya adalah :

1. Bersikap fleksible (mampu beradaptasi secara spontan dan aktif)2. Mempunyai kesadaran diri yang tinggi3. Mampu menghadapi manfaat penderitaan4. Memiliki visi dan prinsip nilai5. Memiliki komitmen6. Bertindak penuh tanggung jawabMenurut Siner (dalam Satiadarma dan Waruwu, 2003 : 46), pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi sebagai berikut :1. Mempunyai kesadaran diri yang mendalam2. Intuisi kekuatan atau otoritas bawaan3. Memiliki standar moral yang tinggi4. Kecendrungan merasakan pengalaman puncak dan bakat-bakat estetis.Menurut Agustian (2001 : 68-171) pribadi yang mempunyai aspek kecerdasan spiritual memiliki prinsip kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman kepada Allah SWT : 1. Prinsip bintang (Star Principle) berdasarkan iman kepada Allah SWT. Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT.2. Prinsip malaikat (Anggel principle) berdasarkan iman kepada malikat.3. Prinsip kepemimpinan (leadership principle) berdasarkan iman kepada rosul.4. Prinsip pembelajaran (larning principle) berdasarkan iman kepada kitab.5. Prinsip masa depan (visim principle) berdasarkan iman kepada hari akhir.6. Prinsip keteraturan (Well Organized principle) berdasarkan iman kepada Qodho dan Qodar.B. Perilaku 1. Pengertian PerilakuMenurut J.P Chaplin dalam Heri Zan dan Namora (2010 : 26) perilaku aalah kumpulan reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan, tanggapan ataupun jawaban yang dilakukan seorang, seperti proses berfikir, bekerja, dan sebagainya.Seangkan menurut Soekidjo dalam Heri Zan Namora (2010 : 27) perilaku adalah totalitas dari epnghayatan an aktivitas yang mempengaruhi perhatian, pengamatan, pikiran, aya ingat, dan fantasi seseorang. Meskipun perilaku aalah totalitas respons, namun semua respons juga sangat tergantung pada kreakteristik seseorang.J.W. Kalat dalam Dhamar Pramutio (2012: 29). Perilaku seseorang adalah hal yang penting sekaligus sulit untuk dipahami, pengaruh gen dan lingkungan dalam perilaku sangat sulit untuk ditemukan terutama pada manusia. Tetapi kita tetap dapat memilih untuk tidak dapat memanfaatkannya apa bila perilaku tersebut tidak sesuai untuk bertahan dalam kehidupan moderen pada saat ini.Berdasarkan pendapat parah ahli tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan reaksi seseorang yang lansung terlihat atau yang tidak tampak. Segala macam reaksi seseorang akibat faktor luar diri atau dari lingkungan.2. Aspek-aspek Perilaku a. Pengamatan Pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat, mendengar, meraba, membau dan mengecap. Kegiatan-kegiatan ini biasanya disebut sebagai modalitas pengamatan. Aspek-aspek dari pengamatan adalah:1. Penglihatan adalah proses pengenalan objek-objek melalui penglihatan yang disimbolkan kedalam simbol lambing atau warna. 2. Pendengaran adalah proses penerimaan suara.3. Penciuman (pembauan) adalah proses pengenalan objek-objek luar melelui indara penciuman yang ada akhirnya dapat membentuk perilaku orang.4. Pengecap adalah proses pengenalan objek-objek luar melalui alat indra penegecap seperti rasa manis.5. Ransangan indara kulit, adalah proses pengenalan objek-objek luar melelui rangsangan indra kulit berhubungan dengan indra rasa sakit, peraba, rasa panas dan dingin.

b. Perhatian Notmodjo dalam Herizan dan Namora (2010 : 28) mengatakan bahwa perhatian adalah kondisi pemusatan energi psikis yang tertuju kepada objek dan dianggap sebagai kesadaran seseorang dalam aktifitas.Secara umum perhatian dapat dikelompokan:1. Berdasarkan objeknya. Adalah perhatian yang timbul akibat luas tidaknya objek yang berhubungan dengn perhatianya.2. Berdasarkan itensitas. Adalah banyak atau tidaknya kesadaran melakukan kegiatan dengan itensitas atau tampa itensitas.3. Berdasarkan timbulnya. Terdiri dari perhatian spontan dan perhatian di sengaja.4. Berdasarkan daya tariknya. Berdasarkan segi objek yang selalu menjadi perhatian adalah objek yang menarik, baru, asing dan menonjol.Berdasarkan pengelompokan di atas perhatian berdasarkan objek dibedakan menjadi perhatian terpencar dan perhatian terpusat. Perhatian terpencar adalah perhatian berbagai objek sasaran. Perhatian terpusat (konsentrasi) adalah perhatian yang tertuju pada satu objek. Adapun perhatian yang di sengaja adalah perhatian yang timbul adanya usaha-usahauntuk memberikan perhatian.Manusia selalu mencari hal-hal baru, aneh, dan menarik pembicaraan adapun dari segi subjektivitas yang menjadi perhatian adalah apabila berhubungan dengan pungsi, kepentingan tingkat kebutuhannya, kegemaran pekerjaan, jabatan, atau sejarah hidup (Heri dan Namora 2010: 28).c. Fantasi Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan yang telah ada. Namun tidak selamanya tangagapan baru selalu sama dengan tanggapan sebelumnya. Misalnya, melalui fantasi seorang ibu menemukan metode perawatan bayi. Adanya fantasi dia menunjukkan kreatifitas dia dalam merawat bayi.Relevansi antara fantasi dan kehidupan manusia sehari-hari adalah:1. Dengan fantasi orang dapat melepaskan diri dari ruangan atau waktu sehingga orang dapat memahami apa yang terjadi ditempat lain dan pada waktu yang berbeda pula.2. Dengan fantasi orang dapat melepaskan diri dari ruangan atau waktu sehingga orang dapat memahami apa yang terjadi di tempat lain dan pada waktu yang berbeda pula. 3. Dangan fantasi orang dapat menempatkan diri dalam kehidupan pribadi orang lain sehingga ia dapat memahami orang lain, budaya atau masalah kemanusian. 4. Dengan fantasi orang dapat melepaskan diri dari kesukaran yang di hadapi dan melupakan hal-hal yang tak menyenangkan di masa lalu.5. Dengan fantasi orang dapat menciptakan sesuatu yang ingin dikejar dan berusaha mencapainya.d. Ingatan (Memory) Jika seseorang tidak dapat mengingat apapun mengenai pengalamannya berarti tidak dapat belajar apapun meskipun hanya sebatas percakapan yang sangat sederhana. Untuk berkomunikasi manusia selalu mengingat pikiran-pikiran yang akan di ungkapkan guna memunculkan setiap pikiran baru. Dengan ingatan orang dapat merefleksikan dirinya. Adapun tahapan ingatan yaitu: 1. Enconding stage, adalah tahapan penyusunan informasi melalui tranformasi fisik, pengubahan phenomena gelombang suara menjadi kode, dan menempatkan kode dalam ingatan.2. Storage stage, adalah penyimpan informasi yang terorganisasi dan mempertahankan kode dalam ingatan.3. Retrieval stage, adalah tahap untuk memperoleh atau mengulang kembali dari kode-kode yang pernah diterima sebelumnya.e. TanggapanTanggapan adalah gambaran diri hasil suatu penglihatan, sedangkan pendengaran dan penciuman adalah aspek yang tinggal dalam ingatan. Misalnya, tanggapan Ibu hamil terhadap pentingnya pemeriksaan rutin kehamilan. Hasil tanggapan adalah rasa bahagia. Suatu tanggapan berhubungan dengan kuantitas, kualitas, dinamika dan kualitas kapasitas tanggapan.Kuantitas sesuatu tanggapan berhubungan dengan kaya atau miskinnya tanggapan seseorang yang mana banyak atau sedikitnya tanggapan seseorang pada akhirnya mempengaruhi perilaku seseorang.kualitas tanggapan berkaitan pada hangat atau tidaknya, hidup atau hampanya, sensualitas atau spritualitas, dan lahiriah atau batiniah suatu tanggapan yang pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku seseorang. Dinamika tanggapan berkaitan dengan cepat atau lambatnya terhadap datang atau perginya suatu tanggapan tersebut. Adapun, untuk kualitas kapasitas tanggapan berkaitan dengan tingkat kesadaran seseorang dalam menhadapi tanggapan.f. BerfikirBerfikir adalah aktivitas idiealistis mengunakan simbol-simbol dalam memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk bicara. Melalui berfikir orang selalu meletakkan hubungan antara pengertian dan logika berfikir. Artinya, melalui berfikir orang mampu memberikan pengertian asumsi, dan menarik kesimpulan. Berfikir menjadi ukuran keberhasilan seorang dalam belajar, berbahasa, berfikir, dan memecahkan masalah. Dengan berfikir seorang akan menjadi lebih mudah dalam mengahdapi berbagai persoalan.3. Pembentukan Perilakua. Teori KebutuhanPembentukan perilaku manusia adalah akibat kebutuhan-kebutuhan dalam diri yang dimulai dari kebutuhan fisiologi, rasa aman, harga diri, sosial dan aktualisasi diri. Apabila usaha dalam memenuhi kebutuhan tercapai, maka orang itu tidak mengalami ketegangan dan cenderung mengarah kepada kebahagian. Namun sebaliknya pula, saat usaha pemenuhan kebutuhan tidak tercapai akan membuat seseorang mengalami frustasi terhadap usur-unsur kebutuhan. Jadi, kebutuhan merupakan motif, dorongan atau pun keinginan seseorang dalam bertingkahlaku.b. Teori DoronganPerilakua adalah respons seorang terhadap stimulus luardiri (lingkungan). Perilaku muncul akibat stimulus organisme dan memberikan respons. Respon-respons yang diberikan yaitu:1. Respondent respons (reflexive), adalah respons yang muncul akibat stimulus tertentu (elicing stimulation) yang relative menetap. Misalnay, melihat makanan yang lezat akan mendorong makan.2. Operant resons (instrumental respons) adalah respons yang timbul akibat ada ransangan reinforcing stimulation yang memperkuat respons. Contoh seorang bidan desa bekerja dengan baik dan memperoleh penghargaan, maka dia akan melakukan tugas yang lebih baik sebelumnya. Namun sebaliknya ketika dia tidak memperoleh respons, maka dia tidak akan memperbuat stimulus yang telah diterimanya.c. Teori BelajarTeori belajar dikembangkan oleh Bandura. Pembentukan perilaku akibat interaksi antara person dan lingkunganya dan adanya proses imitasi perilaku model. Perilaku model yang mampu memberikan pengalaman yang menyenagkan akan menimbulkan perilaku yang positif. Akan tetpi perilaku model yang memberikan pengalaman kurang menyenagkan akan dihilangkan. Peniruan perilaku model sangat di pengaruhi kesenangan, minat, keyakinan, karakter, sikap, atau perilaku domin model.d. Teori SikapGreen mengatakn dalam Heri dan Namora (2010 : 32). Bahwa pembentukan perilaku sangat di pengaruhi perilaku dalam dalam diri (behavior cause) dan perilaku luardiri (behavior causes). Pembentukan perilaku manusia akibat: 1. Factor predis posisi (predisposing factors), adalah factor pencetus terjadinya suatu sebab, seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.2. Factor pendukung (enabling factors), adalah factor yang turut serta mendorong timbunya suatu sebab, seperti lingkungan pisik dan fasilitas. Misal, sarana obat-obatan atau puskesmas.3. Factor pendorong (reinforcing factors) adalah paktor yang berhubungan dengan referensi sikap dan perilaku secara umum.4. Factor-faktor Mempengaruhi Perilaku1. EmosiEmosi adalah perasaan subjektif individu yang sering berkaitan dengan ekspresi raut muka ataupun gerak tubuh dan mengandung peran yang membangktkan ataupu memotivasi dalam diri individu. Emosi adalah pola perubahan individu yang kompleks dan mencakup pembangkitan fisiologis, perasaan subjektif, proses kognitif, dan reaksi tingkah laku seseorang (Abudin Nata, 2002: 49).2. PersepsiPresepsi merupakan suatu proses yang di dahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses yang diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensoris (Wagito, 2004).3. MotivasiMotivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada mahluk untuk bertingkahlaku mencapai tujuan yang di timbulkan oleh motivasi tersebut. Pengertian yang di kemukakan oleh James diatas berlaku umum, baik bagi manusia maupun hewan (Hasan 1986: 52).4. BelajarRita L. Atkinson, Dkk. Mengatakan bahwa belajar adalah salahsatu dasar memahami perilaku manusia , kerna belajar berkaitan dengan kematangan dan perkembangan fisik, emosi, motivasi, perilaku sosial dan kepribadian. Melalui belajar orang mampu mengubah perilaku dari perilaku sebelumnya dam menampilkan kemampuanya sesuai kebutuhanya (Heri Namora 2010 : 34).5. ItelegensiDefenisi itelegensi secara umum, Ebbinghaus, Dkk. Mengatakan bahwa itelegensi kemampuan dalam membuat kombinasi berpikir abstrak, atau kemampuan menentukan kemungkinan dalam perjuangan hidup. Adapun secara definitive teori, itelegensi adalah kesatuan daya-daya jiwa yang formal dan daya khusus, seperti daya mengukur, mengamati, memproduksi, atau menyelesaikan masalah.C. Kesadaran Diri Santria. Pengertian Kesadaran DiriKesadaran diri menurut Adler dalam Handrianto (2012 : 88) pikiran yang difahami dan diperlakukan seseorang sebagai hal yang membantunya dalam usaha meraih keberhasilan.Kita tidak bias mempertentangkan antara kesadaran dan ketidak sadaran seolah mereka setengah bagian yang antagonis dari eksistensi seseorang.kehidupan sadar menjadi tidak sadar ketika kita gagal untuk memahaminya da segera setelah kita memahami kencenderungan tidak sadar, maka hal itu sudah menjadi kesadaran diri. Allah SWT menerang kan didalam Al-Quran dalam surat hut ayat 5. Artinya: ketahuilah mereka melipat hatinya supaya (fikiranya) tersembunyi daripada (Allah). Ingatlah pada waktu mereka menutupi dirinya dengan bajunya, (Allah) mengetahui pa yang mereka sembunyikan, dan apa yang mereka nyatakan. Sungguh, ia mengetahui isihati.Ketujuh belengguh diatas, yakni prasangka, prinsip, pengalaman, prioritas dan kepentingan, sudut pandang, pembanding, dan literatur-litelatur merupakan hal yang sngat mempengaruhi cara berpikir seseorang, oleh kerena itu kemampuan melihat sesuatu secara jernih dan obyektif harus didahului oleh kemampuan mengenal faktor-faktor yang mempengaruhinya itu. Caranya adalah dengan mengembalikan manusia pada fitrah hatinya atau (God-Spot). Sehinga manusia akan mampu melihat dengan mata hati, mampu melihat dengan tepat, memprioritaskan dengan benar. Dari cara melihat yang obyektif ini maka keputusan yang di ambil akan benar dan dengan cara yang adil dan bijaksana sesuai dengan fitrah dan suara hati. Itulah contoh-contoh kecerdasan emosional dan spiritual yang tinggi. Menyebut secara berulang-ulang, melalui ucapan, pikiran dan hati sekaligus sebuah suara hati akan mampu mendorong pikiran untuk menjadi suci dan bersih sehingga membekas dihati. Ucapan Subbhanallah, maha suci Allah harus ditetapkan untuk membangun kekuatan pikiran bawah sadar, sehingga akan mendarah daging dalam diri kita menjadi suatu kekuatan, itulah yang disebut (Repettipe magic power) yang akan menghilangkan pengaruh pikiran-pikiran buruk, para dikma, dan ketujuh belenggu diatas, yang membuat manusia menjadi buta hati, tidak peka atau memiliki kecerdasan hati yang minim. Repettipe magic power adalah Dzikir, dan bertasbih. Mengingat kesucian nama tuhan setiap hari akan terus membantu dan mengendalikan kejernihan hati manusia, maka ia akan mampu melihat suatu permasalahan tanpa disadari latar belakang, interenst, pembanding dari sudut pandang subyektif, tetapi melihat sesuatu secara apa adanya, bukan memandang sesuatu menjadi merah kerena lensamata anda merah, atau semua hijau karena lensa kacamata anda hijau, namun pergunakan lah lensa kacamata bening sehingga anda mampu membedakan mana yang hijau dan mana yang merah. Ingatlah cara berpikir Tuhan yang suci (Ari Ginanjar 2001 : 46).b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kesadaran Santri1. Faktor Psikis Kesadaran santri dapat mempengaruhi sikap yang menjurus kepada tindak pelanggaran terhadap peraturan sekolah. 2. Faktor Perorangan. Sering kali kita jumpai sikap seseorang santri tidak sesuai dengan standar mentaati disiplin kelas sikap santri yang mementingkan diri sendiri, bertingkah laku tidak baik, dan terlalu rendah diri. 3. Faktor Sosial. Santri merupakan bagian dari masyarakat, dia tidak akan terhindar dari pengaruh masyarakat ingin terpandang bebas bertindak, keingian terpadang sering kali menjadi pusat perhatian, meskipun pusat seperti ini ditujukan pada faktor sosial,tapi dalam pelaksanaannya bersifat individu. 4. Faktor LingkunganKesibukan dalam Pondok atau diluar Pondok dipengaruhi oleh keadaan seluruhnya, misalnya keadaan ruang yang cukup bersih, menarik, cukup penerangan dan kebutuhan udara segar akan berpengaruh terhadap ketenangan dan kesungguhan dalam belajar,juga figur seseorang pendidik yang simpatik dan menyenangkan akan menambah semangat santri untuk belajar.

D. Hubungan Kecerdasan Spiritual Dengan Kesadaran Diri Terhadap Perilaku Santri.Dari kesimpulan diatas penulis mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat melekat pada diri seorang yaitu keimanan. Seorang yang mempunyai keimanan atau kecerdasaan spiritual pasti seorang itu akan mengenal akan adanya sang pencipta yaitu Allah SWT, karena apa? Kecerdasan spiritual dapat menjadikan seorang lebih cerdas secara spiritual beragama.Jika seorang telah memahami tentang keimanan dan mengenal adanya Allah maka seorang akan lebih faham membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, berkaitan dengan judul yang penulis teliti maka antara kecerdasan spiritual dan perilaku santri itu ada hubungannya. karena jika seorang mempunyai keimanan pasti orang akan lebih hati-hati untuk bertindak khususnya siswa misalnya: bolos sekolah, menggunakan obat-obat terlarang, mabuk-mabukan dan sering melanggar peraturan sekolah.1. Konsep OperasionalKonsep Operasional adalah konsep yang digunakan untuk menjelaskan konsep teoritas agar mudah dipahami. Selain itu konsep operasional juga berguna untuk mempermudah mencari data di lapangan.Konsep Operasional ini juga mencari indikator-indikator yang di gunakan untuk mencari masalah-masalah yang dihadapi dalam meneliti.a. Kecerdasan Spiritual Yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kcerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. (Danah Zohar Ian Marshal, 2000: 4)Sedangkan spiritual yang penulis maksud adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,menuju manusia seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah. (Ary Ginanjar Agustian, 2001: 57) Indikator Kecerdasan Spiritual antara lain: 1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif) 2. Tingkat kesadaran diri yang tinggi 3. Kemampuan menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. 4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit 5. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. 6. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (Danah Zohar Ian Marshall, 2000:14). b. Kesadaran Diri SantriKesadaran diri menurut Adler dalam Handrianto (2012 : 88) pikiran yang difahami dan diperlakukan seseorang sebagai hal yang membantunya dalam usaha meraih keberhasilan. Adapun santri yang peneliti maksud disini adalah santri yang aliyah di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu. c. Perilaku menurut Soekidjo dalam Heri Zan Namora (2010 : 27) perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktivitas yang mempengaruhi perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat, dan fantasi seseorang. Meskipun perilaku adalah totalitas respons, namun semua respons juga sangat tergantung pada kreakteristik seseorang.Sedangkan perilaku yang peneliti maksud dalam penelitian ini adalah perilaku santri yang melangar peraturan-peraturan di Pondok Pesantren seperti: melanggar tata tertib Pondok Pesantren, misalnya bolos, berpacaran, tidak sholat berjamaah, menyimpan dan menggunakan barang-barang elektronik.G. Metode PenelitianMetode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mencari jawaban atau menggambarkan permasalahan yang akan dibahas. 1. Jenis PenelitianMelihat dari sifatnya penelitian ini disebut penelitian deskriptif suatu penelitian deskriftif, dimasukkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, dalam hal ini Santri Pondok Pesantren Darussalam. dilihat dari jenis data penelitian ini digunakan penelitian obserpational research.

2. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesanteren Darussalam Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu mulai bulan Maret 2015 sampai Juli 2015.3. Subjek dan Objek PenelitianYang menjadi Subjek dalam penelitian ini adalah Santri yang Aliyah di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu.Objek penelitian adalah hubungan Kecerdasaan Spiritual (SQ) dengan kesadaran diri terhadap perilaku santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu 4. Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah Santri yang Aliyah di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu yang berjumlah 157 Santri yang aliyah.Sampel adalah sekelompok kecil individu yang dilibatkan langsung dalam penelitian. Sampel ini terdiri dari sekelompok individu yang dipilih dari kelompok yang lebih besar di mana pemahaman dari hasil penelitian akan dilakukan (Arikunto, 2006: 131).Arikunto berpendapat, bahwa apabila subjeknya kurang dari seratus orang lebih baik diambil semua, sedangkan apabila lebih dari seratus maka diambil sampel antara 10-25% atau 25-50% atau lebih (Arikunto, 2006:112). dari pendapat Arikuno diatas, dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel sejumlah 25% dari 157 santri di Pondok Pesantren Darussalam (populasi) berdasarkan teknik proportsional random sampling. Berdasarkan penghitungan sampel 25% dari 157 didapatkan sejumlah 39 responden.5. Variabel PenelitianVariabel penelitian Sugiono menyampaikan, bahwa variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Kasmadi dan Sunariah, 2013: 18).a. Variabel Independen (X) Adalah variabel yang nilainya tidak tergantung pada variabel lain, yaitu dalam penelitian ini adalah kecerdasan spiritual (X).b. Variabel Dipenden (Y).Variabel yang nilainya tergantung pada variabel lain. Yaitu penelitian dalam ini adalah Dengan Kesadaran Diri Terhadap Perilaku Santri di Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun (Y).6. Teknik Pengumpulan DataMetode pengumpulan data yang penyusun gunakan dalam penelitian ini adalah:a. AngketAngket digunakan peneliti untuk disebarkan kepada responden yang berisi tentang pertanyaan dan jawaban sehingga untuk dijawab dan untuk mengetahui hasilnya. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada respondan untuk dijawabnya. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yang akan diuku dan atau apa yang bisa diharapkan dari responden. (Sugiyono, 2009: 199). b. Sudi Kepustakaan, cara ini dilakukan untuk mencari data atau informasi melalui membaca jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan (Ruslan, 2006: 31). Sebagai penambah meteri dan teori untuk penyelesaian penelitian ini.7. Teknik Analisis DataMenyusun data penelitian akan memberi gambaran secara teratur mengenai langkah-langkah analisis dalam deskriptif kuantitatif. Setelah data terkumpul dan tersusun secara sistematis, Kemudian penulis menganalisis data menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Dan untuk mempermudah dalam proses menentukan hasil dari penelitian penulis menggunakan program computer SPSS sebagai teknik analisis data. SPSS adalah softwer/program yang digunakan untuk olah data statistic, SPSS adalah sebuah program computer yang digunakan untuk membuat analisis statistik. Deskripsi penelitian menggunakan program SPSS For Windows. 1. Sistematika PenulisanAgar penelitian ini lebih terarah, maka perlu ditentukan sistematika penulisan, perencanaan, pengamatan, analisa serta kesimpulan hasil penelitian, maka penulis menyusun sistematika ini dalam 5 bab, yaitu:

BAB I :PENDAHULUANBab ini menjelaskan tentang Latar Belakng masalah, alasan pemilihan judul, pengesahan istilah, permasalahan, kerangka teoritis konsep operasional, metodelogi penelitian.BAB II :GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANBerisikan tentang sejarah Singkat tentang Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokanhulu, visi, misi, moto tujuan, staf pengajar, struktur organisasi, dan jumlah Santri.BAB III :PENYAJIAN DATAMerupakan penyajian data yang penulis peroleh dari data wawancara, dan angket dari responden di lokasi penelitian.BAB IV : ANALISIS DATADalam bab ini berisikan analisis data yang membahas dan menganalisa data tentang hubungan Kecerdasaan Spiritual dengan kesadaran diri terhadap perilaku santri Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokanhulu.BAB V : PENUTUPBab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang:A. Kesimpulan B. Saran-saranDaftar PustakaLampiran-LampiraDAFTAR PUSTAKAAgustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia sukses Membangun Kecerdasan Emosi an Spiritual (The ESQ way 165). Jakarta: Arga.Dhamar Pramudito 2012. Biopsikologi. Jakarta: Salemba Humanika.Chaplin, j. 2009. Kamus psikologi. Terjemahan Oleh Kartini Kartono. Rahmad, Jalaludin. 2007 SQ for Kids Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini Bandung: Pustaka MizanNata, Abudin 2003. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional, Prenada Media. Jakarta.Nggemanto, a, 2003. Quqntum Quotien kecerdasan Quantum cara praktis melejitkan IQ, EQ, dan SQ yang harmonis. Bandung : NusantaraPoerdarminta, WJS 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka Jakarta.Ruslan, Rosady. 2006 Metode Penelitian Publik relation dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali pers.Satiadarma M.P dan Waruwu F.E. 2003 Mendidik Kecerdasan Jakarta: Pustaka Populer Obor.Susanti, H. 2006 Peran orangtua Dalam membina Kecerdasan Spiritual Anak Dalam keluarga (skripsi). http:// www.disrid.comSubandi. 2001. Menyoal Kecerdasan Spiritual Seminar setengah hari spiritual itelligencce PW IJABI Yogya.Kurniawati, E dan Abrory L. Vol.2/NO./Januari 2005.Korelasi SQ dengan kinerja pada karyawan UIN Malang. Fak. Psikologi UIN Malang: Psikoloislamika jurnal psikologi dan keislamanZohar, Danah dan Ian Marshal 2001. SQ ( Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Interalistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan). Mizan Bandung.Hardianto. 2012 Teori Kepribaian. Jakarta: Salemba Humanika.Hasan Langgulung 1986. Teori-teori kesehatan mental. Kebon Sirih 1/39 Jakarta.H. Juhaya S. Pradja, 2012. Psikologi kepribadian CV Pustaka Setia Bandung.Herri Zan Pieter, Nomora Lumonggan Lubis, 2010. pengentar psikologi dalam keperawatan Rawamangun-Jakarta.

40