BAB II.docx

47
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Penelitian Terdahulu Setyorini (2010) dengan judul penelitian “Pengaruh Metode Pembelajaran dan Gaya Belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Siswa Kelas VIII MTsN Plandi Jombang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Apakah ada perbedaan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah geometri dimensi tiga antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran GI dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran STAD, (2) Apakah ada perbedaaan kemampuan pemecahan masalah geometri dimensi tiga pada siswa ya-ng memiliki gaya belajar berbeda, (3) Apakah ada interaksi antara metode pem-belajaran yang digunakan dengan gaya belajar siswa terhadap kemampuan peme-cahan masalah geometri dimensi tiga. Sampel penelitian berjumlah 60 orang siswa, dengan hasil penelitian menunjukkan 1) ada perbedaan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah geometri 10

Transcript of BAB II.docx

Page 1: BAB II.docx

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Penelitian Terdahulu

Setyorini (2010) dengan judul penelitian “Pengaruh Metode Pembelajaran

dan Gaya Belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Siswa

Kelas VIII MTsN Plandi Jombang”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui 1) Apakah ada perbedaan kemampuan siswa dalam pemecahan

masalah geometri dimensi tiga antara kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran GI dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran STAD,

(2) Apakah ada perbedaaan kemampuan pemecahan masalah geometri dimensi

tiga pada siswa ya-ng memiliki gaya belajar berbeda, (3) Apakah ada interaksi

antara metode pem-belajaran yang digunakan dengan gaya belajar siswa terhadap

kemampuan peme-cahan masalah geometri dimensi tiga. Sampel penelitian

berjumlah 60 orang siswa, dengan hasil penelitian menunjukkan 1) ada perbedaan

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah geometri dimensi tiga antara

kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran GI dengan kelompok siswa yang

mengikuti pembelajaran STAD. (2) ada perbedaaan kemampuan pemecahan

masalah geometri dimensi tiga pada siswa yang memiliki gaya belajar berbeda.

(3) ada interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dengan gaya belajar

siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah geometri dimensi tiga.

Mawaddah (2011) dengan judul penelitian “Efektivitas Pembelajaran

Problem Solving Dipadu Kooperative Jigsaw Dalam Meningkatkan Kemampuan

10

Page 2: BAB II.docx

11

Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi di MTsN

Model Palu”. Penelitian ini bertujuan untuk 1). Menjelaskan efektivitas

pembelajaran problem solving dipadu cooperative jigsaw dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Biologi di

MTsN Model Palu, 2). Untuk menggambarkan model penerapan pembelajaran

Problem Solving Dipadu Kooperative Jigsaw Dalam Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi di MTsN

Model Palu, 3). Menjelaskan/mendeskripsikan respon siswa terhadap

pembelajaran Problem Solving Dipadu Kooperative Jigsaw Dalam Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi

di MTsN Model Palu. Desain penelitian yang digunakan adalah quasy experiment

semu dan dianalisis secara deskriptif dan statistik. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 1). Pembelajaran problem solving dipadu kooperatif jigsaw lebih efektif

menaingkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam mata

pelajaran Biologi dibandingkan pembelajaran kooperatif jigsaw ataupun

pembelajaran problem solving saja, 2). Efektifitas pelaksanaan pembelajaran

problem solving dipadu kooperatif jigsaw dalam penerapannya dapat dilihat dari

kemampuan berpikir kritis, prestasi hasil belajar, aktivitas guru mengelola

pembelajaran, aktivitas siswa dan respon siswa.

Perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat

dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Page 3: BAB II.docx

12

Tabel 2.1Persamaan dan Perbedaan dengan

Penelitian Terdahulu

No.Judul / Peneliti /

ThnHasil Perbedaan Persamaan

1. Pengaruh Metode Pembelajaran dan Gaya Belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Siswa Kelas VIII MTsN Plandi Jombang / Setyorini (2010)

1) ada perbedaan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah geometri dimensi tiga antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran GI dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran STAD.

(2) ada perbedaaan kemampuan pemecahan masalah geometri dimensi tiga pada siswa yang memiliki gaya belajar berbeda.

(3) ada interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dengan gaya belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah geometri dimensi tiga.

Objek penelitian

Variabel Gaya belajar

Variabel kemampuan pemecahan masalah

Alat analisis

Metode pembelajaran

Efektivitas Pembelajaran Problem Solving Dipadu Kooperative Jigsaw Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Biologi di MTsN Model Palu / Mawaddah / 2011

1). Pembelajaran problem solving dipadu kooperatif jigsaw lebih efektif menaingkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Biologi dibandingkan pembelajaran kooperatif jigsaw ataupun pembelajaran problem solving saja,

2). Efektifitas pelaksanaan pembelajaran problem solving dipadu kooperatif jigsaw dalam penerapannya dapat dilihat dari kemampuan berpikir kritis, prestasi hasil belajar, aktivitas guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa dan respon siswa.

Objek penelitian

Variabel pembelajaran problem solving

Variabel kemampuan berpikir kritis

Varibel hasil belajar

Alat analisis

Page 4: BAB II.docx

13

2.2 Konsep Cooperative Learning

Istilah cooperative learning dalam wacana Indonesia dikenal dengan

pembelajaran kooperatif. Istilah ini lebih bermakna daripada sekedar belajar

kelompok tradisional yang membentuk kelompok kerja dengan lingkungan yang

positif dan meniadakan persaingan individu dalam kelompok untuk mencapai

prestasi akademik. Pembelajaran kooperatif berlandaskan teori konstruktivisme

sosial Vygotsky yang menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi

secara mutual (Suprijono, 2009:55). Aliran Vygotsky ini menekankan peserta

didik untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang

lain. Pembelajaran cooperative muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya (Trianto, 2007:14). Siswa bekerja dalam kelompok

untuk saling membantu dalam memcahkan suatu masalah agar semua siswa

tersebut dapat memahami apa yang diajarkan oleh gurunya. Sehingga arti penting

dari pembelajaran kooperatif ini adalah belajar kelompok untuk mencapai tujuan

bersama. Pembelajaran kooperatif ini menggunakan system pengelompokkan

antara 4 sampai 6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,

jenis kelamin, rasa atau suku yang berbeda/heterogen (Sanjaya, 2008:242).

Kelompok yang dimaksud bukanlah semata-mata sekumpulan orang tetapi

di dalam kumpulan tersebut harus terdapat interaksi, mempunyai tujuan,

berstruktur dan groupness (Suprijono, 2009:57). Menurut teori psikodimika,

kelompok bukan hanya sekedar kumpulan individu melainkan merupakan satu

kesatuan yang memiliki cirri dinamika dan emosi sendiri. Misalnya, kelompok

Page 5: BAB II.docx

14

terbentuk karena adanya ketergantungan masing-masing individu, mereka merasa

tidak berdaya sehingga mereka membutuhkan bantuan orang lain. Dalam situasi

yang demikian, maka pimpinan kelompok bias mengarahkan perilaku dan

interaksi antar anggota kelompok (Sanjaya, 2008:241).

Menurut Slavin (Rinawati, 2002:15) bahwa tiga konsep utama yang

menjadi karakteristik cooperative learning yaitu penghargaan kelompok,

pertanggung jawaban kelompok, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

Proses pembelajaran dengan model cooperative learning mampu merangsang dan

menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar dalam kelompok-

kelompok kecil yang bervariasi kemampuan dan jenis kelaminnya untuk

menyelesaikan tugasnya dan memecahkan masalah secara bersama-sama.

Dari uraian di atas, maka model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan

pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu

mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Dalam model

pembelajaran ini, tiap anggota kelompok terdiri 4 – 5 orang, siswa heterogen

(kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung

jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi yang membentuk kelompok

heteregon, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

Menurut Slavin (2009:11) pembelajaran kooperatif memiliki beberapa

jenis atau tipe, yaitu:

a. Students Teams Achievement Learning yang dikembangkan oleh

Robert E. Slavin. Jenis ini terbagi dalam lima tipe yaitu: Student Teams

Achievement Division (STAD), Teams Games Tournament (TGT),

Page 6: BAB II.docx

15

Jigsaw, Cooperative Intergrated Reading and Composition (CIRC) dan

Team Accelerated Instruction (TAI).

b. Group Investigation yang dikembangkan oleh Sholomo B. dan Yael

Sharon. Dalam tipe ini, siswa tidak hanya bekerja sama namun terlibat

merencanakan baik topic untuk dipelajari maupun prosedur

penyelidikan yang digunakan.

c. Learning Together yang dikembangkan oleh David Johnson dan Roger

Johnson.

d. Complex Instruction yang dikembangkan oleh Elizabet Cohan.

e. Structured Dyadie yang dikembangkan oleh Dan Serean dkk.

Roger dan David Johnsons (dalam Suprijono, 2009:58) mengatakan tidak

semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil

yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong yang harus

diterapkan, yaitu sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan positif

b. Tanggung jawab perseorangan

c. Tatap muka

d. Komunikasi antar anggota

e. Evaluasi proses kelompok

Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam

model pembelajaran cooperative learning. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk

dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama dan sosial,

serta kemampuan akademis. Dalam kemampuan akademis, kelompok

Page 7: BAB II.docx

16

pembelajaran cooperative learning biasanya terdiri dari satu orang yang

berkemampuan akademis tinggi, dua orang berkemampuan sedang, dan satu

lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Menurut Johnson dan Johnson (dalam Rinawati, 2002:11) mengemukakan

empat elemen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yang juga merupakan ciri-ciri

belajar kooperatif, yaitu (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan

interaksi langsung diantara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab

atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu

mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru

hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Menurut Slavin (Fajar, 2002:11) beberapa keuntungan dalam

pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut:

a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

norma kelompok,

b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama

berhasil,

c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan

keberhasilan kelompok,

d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka

berpendapat,

Adapun kelemahan yang lain yang harus dihindari yaitu adanya anggota

kelompok yang tidak aktif. Menurut Slavin (dalam Fajar 2002:12) kelemahan-

kelemahan ini dapat dihindari dengan cara sebagai berikut:

Page 8: BAB II.docx

17

a. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian-

bagian tertentu dari permasalahan kelompok,

b. Masing-masing anggota kelompok harus mempelajari materi secara

keseluruhan. Hal ini karena hasil kelompok ditentukan oleh skor

perkembangan masing-masing individu,

2.2.1 Karakteristik dan Prinsip Cooperative Learning

Karakteristik merupakan perilaku yang tampak dan akan menjadi tabiat

atau karakter dari kegiatan cooperative learning. Slavin mengatakan bahwa

cooperative learning memiliki sejumlah karakteristik tertentu yang membedakan

dengan pembelajaran lain, dan karakteristik tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut:

1) Mengacu kepada keberhasilan kelompok. Keberhasilan kelompok adalah kemenangan kelompok dalam berkompetisi dalam suatu kegiatan pembelajaran, seperti halnya tipe STAD. Keberhasilan kelompok dicapai bersama oleh semua anggota kelompok.

2) Menekankan peranan anggota. Setiap anggota dalam kelompok memiliki tugas dan fungsi yang jelas, artinya anggota kelompok berperan sebagai pendorong, pendamai, penggerak, pemberi keputusan, atau perumus.

3) Mengandalkan sumber atau bahan. Sumber atau bahan yang akan dipelajari dibagi secara merata untuk setiap anggota kelompok. Bahan pembelajaran yang dimaksud adalah berupa bahan bacaan atau Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berkenaan dengan materi pelajaran yang diajarkan.

4) Menekankan interaksi. Setiap anggota kelompok berinteraksi secara tatap muka dalam kelompok secara terarah dan memanggil teman dengan menyebut nama.

5) Mengutakan tanggung jawab individu. Kemenangan kelompok tergantung kepada hasil belajar individu terhadap pemahaman materi pembelajaran. Setiap anggota kelompok membimbing satu sama lain terhadap bahan pembelajaran yang belum dipahami. Setelah semua anggota kelompok memahami bahan pembelajaran, maka anggota kelompok siap untuk melaksanakan tes pada akhir setiap pertemuan.

6) Menciptakan peluang untuk kemenangan bersama. Setiap siswa memberikan sumbangan kepada kelompoknya berupa nilai hasil belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setiap anggota kelompok berusaha memperoleh nilai terbaik.

Page 9: BAB II.docx

18

7) Mengutamakan hubungan pribadi. Semua anggota kelompok perlu bergaul satu sama lain dan saling tolong menolong dalam belajar kelompok.

8) Menitik beratkan kepada kepemimpinan bersama. Setiap siswa berhak untuk bicara dan memiliki tugas sendiri-sendiri. Guru bertindak sebagai pembimbing pada setiap waktu pembelajaran berlangsung.

9) Menekankan penilaian atau penghargaan kelompok. Penilaian kelompok diberikan pada usaha bersama dengan anggota kelompok, dan penghargaan kelompok biasanya diberikan apabila suatu kelompok menang atau menjuarai permainan antar kelompok (Fajar, 2009:11).

Bernet (dalam Isjoni, 2008:41) menyatakan ada lima unsur dasar yang

dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok, yaitu:

1. Positive Interdependence2. Interaction Face to Face3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi dalam anggota

kelompok4. Membutuhkan keluwesan5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah

(proses kelompok)

Sebagai suatu model pembelajaran, cooperative learning muncul dengan

beberapa prinsip seperti diungkapkan oleh Lundgren (dalam Rinawati, 2002:11)

yang mengenalkan prinsip-prinsip cooperative learning sebagai berikut:

a. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama.

b. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

d. Siswa harus berbagi tugas dan tanggung jawab sama besarnya diantara anggota kelompok.

e. Siswa diberi suatu evaluasi atau penghargaan, yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

f. Siswa melakukan kepemimpinan bersama sambil bekerja dan belajar untuk mendapatkan keterampilan.

g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam kelompok kooperatif.

Page 10: BAB II.docx

19

2.2.2 Langkah-Langkah Model Cooperative Learning

Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif,

keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum dalam Tabel 2.1 sebagai berikut:

Table 2.2Langkah-Langkah Pembelajaran KooperatifFase Tingkah Laku Guru

Fase-1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

Fase-2Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing

Sumber: Trianto, 2007:48

2.2.3 Teori Belajar yang Melandasi Cooperative Learning

Terdapat berbagai teori dalam mempelajari pembelajaran kooperatif. Tiga

diantaranya sebagaimana disebutkan berikut ini:

1. Teori Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel

(dalam Isjoni, 2007:35) bahwa tujuan bahan pelajaran yang dipelajari haruslah

“bermakna”. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan

informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif

Page 11: BAB II.docx

20

seseorang berupa fakta-fakta dan konsep-konsep yang telah dipelajari atau diingat

oleh siswa.

Adapun Suparno (dalam Isjoni, 2007:35) mengatakan, pembelajaran

bermakna adalah:

“Suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan

struktur pengertian yang sudah ada dipinyai seseorang dalam proses

pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi bila pelajar mencoba

menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya,

bahan pelajaran itu harus cocok dengan struktur kognitif yang dimiliki pelajar”.

Dengan demikian pembelajaran kooperatif akan dapat mengusir rasa jenuh

dan bosan. Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang cocok adalah lebih

bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran.

Kekuatan dan kebermaknaan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran

terletak pada kemampuan pelajar dalam mengambil peran pada kelompoknya.

Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan bimbingan langsung dari guru,

baik lisan maupun dengan contoh tindakan. Sedangkan siswa diberi kebebasan

untuk membangun pengetahuannya sendiri.

2. Teori Piaget

Menurut Piaget (dalam Isjoni, 2007:38) bahwa setiap individu mengalami

tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut:

1. Sensoni motor (0-2 tahun)

2. Pra operasional (2-7 tahun)

3. Operasional konkret (7-11 tahun)

Page 12: BAB II.docx

21

4. Operasional formal (11 tahun ke atas)

Bila merujuk pada teori Piaget, maka pelajar yang berada pada jenjang

SMP (Usia berkisar antara 13-15 tahun), termasuk dalam kategori tingkat

operasional formal. Pada periode ini kemajuan yang dimiliki anak ialah siswa

tidak perlu berfikir dengan pertolongan benda-benda atau perisitiwa-peristiwa

konkret, karena anak mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.

Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini mengacu kepada

kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi peserta didik. Sehingga

menurut teori ini pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal

tetapi harus dikonstruksikan pada kehidupan nyata, maka dalam kegiatan

pembelajaran peserta didik haruslah bersifat aktif dan dengan menggunakan

model pembelajaran cooperative karena model tersebut membuat siswa menjadi

aktif dan berpartisipasi.

Selanjutnya implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam

pengajaran menurut Surya (dalam Isjoni, 2007:38), antara lain:

1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dalam mengajar guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak,

2. Guru harus membantu anak/peserta didik agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya,

3. Bahan yang harus dipelajari anak/peserta didik hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing,

4. Diberi peluang agar pembelajaran anak sesuai dengan peringkat perkembangannya,

5. Di dalam ruangan kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.

Page 13: BAB II.docx

22

3. Teori Vygotsky

Vygotsky (dalam Isjoni, 2007:39) mengemukakan bahwa pembelajaran

merupakan suatu perkembangan pengertian. Ia membedakan adanya dua

pengertian yang spontan dan ilmiah. Pengertian yang spontan adalah pengertian

yang didapatkan dan pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah

pengertian yang didapat dari ruang kelas, atau yang diperoleh dan dipelajari di

sekolah.

Ide terpenting lain yang dikemukakan oleh Vygotsky adalah scaffolding, yaitu

memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran,

kemudian menguranginya dan member kesempatan kepada anak untuk

mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa

petunjuk, peringatan, dorongan, mengurangi masalah pada langkah-langkah

pemecahan, member contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan pelajar

tumbuh dengan mandiri.

Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain

kognitif dengan social budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruangan

kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama

antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu dibawah bimbingan guru.

2.2.4 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di

Johns Hopkins University dan merupakan metode pembelajaran kooperatif yang

paling sederhana dan merupakan metode yang sangat mudah diterapkan dalam

pembelajaran. Seperti dalam kebanyakan model pembelajaran kooperatif lainnya,

Page 14: BAB II.docx

23

model STAD didasarkan pada prinsip bahwa para siswa bekerja bersama-sama

dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim

dan juga dirinya sendiri.

Dalam model STAD kelompok terdiri atas empat sampai lima siswa yang

mewakili keseimbangan kelas dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan

ras. Kelompok merupakan tampilan yang paling penting dari STAD dan penting

pula bagi guru dalam rangka mengarahkan anggota masing-masing kelompok.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD merujuk pada

konsep Slavin (2009:71) yang terdiri dari lima komponen utama/langkah, yaitu:

presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Komponen atau langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penyajian Materi/Presentasi kelas

Kegiatan penyajian materi dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD

pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas yang dilakukan oleh

guru dengan metode seperti ceramah, demonstrasi atau diskusi, tetapi bisa juga

memasukkan presentasi audiovisual. Slavin (2009:144) mengungkapkan bahwa

“Perbedaan presantasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi

tersebut haruslah berfokus pada unit-unit STAD”. Dengan cara ini, para siswa

akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar member perhatian penuh selama

presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka

mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

Lebih jelasnya bahwa pada tahap ini guru memulai dengan menyampaikan

tujuan pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi

Page 15: BAB II.docx

24

yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan member apersepsi dengan tujuan

mengingatkan siswa terhadap materi pra syarat yang telah dipelajari agar siswa

dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang

dimiliki.

2. Tahap Kerja Kelompok/Tim

Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap pointnya, yang

ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan

tim pun harus melakukan yang terbaik untuk memabntu tiap anggotanya. Tim

terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam

hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnitas. Fungsi utama dari tim ini

adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih

khusus lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bias mengerjakan

kuis dengan baik. “Dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling

membantu, saling mendiskusikan, dan beragumentasi, untuk mengasah

pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam

pemahaman masing-masing” (Slavin, 2009:144).

Tahap kerja kelompok ini merupakan tahapan yang paling penting dan

merupakan cirri khas dari model STAD. Kerja kelompok ini memerlukan satu

atau dua jam pelajaran untuk masing-masing kelompok menuntaskan materi yang

telah diberikan. Anggota kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan LKS yang

telah disiapkan dan guru perlu memeriksa bahwa setiap anggota kelompok dapat

menjawab semua pertanyaan dalam LKS. Guru perlu memotivasi para siswa

Page 16: BAB II.docx

25

dalam kelompok untuk saling bekerja sama karena selama sesi kelompok inilah

para siswa akan saling mengajari dan belajar dari temannya.

Dalam tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Sehingga

untuk membantu proses ini, guru berkeliling dari satu kelompok ke kelompok

lainnya sambil mengajukan pertanyaan dan memotivasi siswa untuk menjelaskan

jawabannya.

3. Kuis

Pada tahap ini guru menyelenggarakan tes untuk mengukur pengetahuan yang

diperoleh siswa dalam bentuk sebuah kuis. Kuis dilakukan setelah sekitar satu

atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua

periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. “Para siswa

tidak dibolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap

siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya”. (Slavin,

2008:144). Tanggung jawab individual ini memotivasi siswa untuk member

penjelasan satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah

dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang

diajarkan (Slavin, 2008:12).

4. Skor kemajuan individual

Skor perkembangan individu diperoleh dari perbandingan antara skor awal

(pretest) sebelum diadakan pembelajaran dengan skor yang diperoleh siswa

setelah diadakan pembelajaran model kooperatif STAD (posttest). Berdasarkan

pretest, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan

Page 17: BAB II.docx

26

sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang

diperolehnya.

Tabel 2.3Kriteria pemberian skor perkembangan individu

No. Skor tes Skor Perkembangan

1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 52. Antara 10 sampai 1 poin di bawah skor awal 103. Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 204. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 305. Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30

Sumber: Slavin (2009:159)

Contoh perhitungan: Seorang siswa dalam kelompok belajar memperoleh skor

awal (pretest) yaitu 20 dari skor maksimal yang harus diperoleh (misalnya skor

maksimal adalah 30). Kemudian setelah melaksanakan posttest siswa tersebut

mendapatkan nilai 25 maka nilai perkembangan yang disumbangkan siswa

tersebut untuk kelompoknya adalah 20 (karena nilai posttest yang diperoleh

adalah 5 poin di atas skor pretest).

5. Rekognisi Tim/Penghargaan

Salah satu hal yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa adalah

dengan memberikan sebuah penghargaan. Begitupun dalam kelompok,

penghargaan yang diberikan dapat membuat sebuah kelompok lebih kompak dan

lebih aktif lagi untuk belajar. Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk

penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka mencapai criteria tertentu (Slavin,

2009:146). Adapun kriterianya dapat ditunjukkan dalam Tabel 2.4.

Page 18: BAB II.docx

27

Tabel 2.4Kriteria Tingkat Penghargaan KelompokKriteria (Rata-rata Tim) Predikat

0 ≤ x ≤ 5 -5 ≤ x ≤ 15 Tim baik15 ≤ x ≤ 25 Tim hebat25 ≤ x ≤ 30 Tim super

Sumber: Trianto (2007:56)

Dari Tabel 2.4 skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-

masing sumbangan skor individu anggota dalam kelompok dan hasilnya dibagi

sesuai dengan jumlah anggota kelompoknya, sehingga didapat rata-rata skor

perkembangan individu dalam kelompok yang disebut rata-rata kelompok/tim.

2.3 Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Belajar

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki

arti “berusaha memiliki kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian

bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang

belum dipunyai sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu,

memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki pengalaman yang baru.

Menurut Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning yang

dikutip oleh Purwanto (2002:82) mengemukakan:

"Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi ini, dimana perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan, respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang."

Hal lain dikemukakan oleh Mudzakir (2001:34) bahwa: "belajar

merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di

Page 19: BAB II.docx

28

dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap kebiasaan, ilmu

pengetahuan, keterampilan, dan lain sebagainya."

Definisi lain seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman (2003:28) bahwa

belajar dapat diartikan sebagai: "suatu proses dari seorang individu yang berupaya

mencapai tujuan belajar yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif

menetap."

Belajar juga merupakan proses pengumpulan atau penghafalan suatu fakta

dalam bentuk informasi atau materi pelajaran, demikianlah sebagian orang

menafsirkan arti belajar (2004:64).

Menurut Gagne yang dikutip Ibrahim (2001:487), memaparkan bahwa :

“Belajar sebagai suatu perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia. Perubahan dalam menunjukkan kinerja (perilaku) berarti belajar itu menentukan semua keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang diperoleh siswa. Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai”.

Sementara Wittig seperti dikutip oleh Syah (2006:90) mengemukakan

bahwa belajar : merupakan perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam

segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai

pengalaman. Perubahan yang menyangkut seluruh aspek psikofisik organisme

yang didasarkan pada kepercayaan bahwa tingkah laku lahiriyah organisme itu

sendiri bukan indikator adanya peristiwa belajar, karena proses belajar itu tidak

dapat diobservasi langsung (Syah, 2006:60).

Sedangkan menurut Witrock (dalam Ibrahim, 2003:734-735), belajar

adalah suatu terminologi yang menggambarkan proses perubahan melalui

pengalaman. Proses tersebut mempersyaratkan perubahan yang relatif permanen

Page 20: BAB II.docx

29

berupa sikap, pengetahuan, informasi, kemampuan, dan keterampilan melalui

pengalaman.

2.3.2 Hakikat Hasil Belajar

Hasil belajar didefinisikan sebagai suatu hasil yang diharapkan dari

pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rumusan perilaku tertentu sebagai

akibat dari proses belajarnya (Riva’i, 2003:130).

Menurut Rusyan (2000:65) dalam bukunya Pendekatan Dalam Proses

Belajar Mengajar berpendapat : "Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh

seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah

ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat."

Menurut Sudjana (2000:28) hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat

dari suatu proses belajar.

Menurut aliran psikologi kognitif memandang hasil belajar adalah

(Rosyada, 2004:92):

Mengembangkan berbagai strategi untuk mencatat dan memperolehinformasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama.

Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli maka

intinya adalah "perubahan". Oleh karena itu seseorang yang melakukan aktivitas

belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh

pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.

Perubahan-perubahan tingkah laku yang terjadi dalam hasil belajar memiliki ciri-

ciri (Slameto, 2003:3-4):

Page 21: BAB II.docx

30

1. Perubahan terjadi secara sadar2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional3. Perubahan bersifat positif dan aktif4. Perubahan bukan bersifat sementara5. Perubahan bertujuan dan terarah6. Mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Hasil belajar menempatkan seseorang dari tingkat abilitas yang satu ke

tingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan tingkat abilitas menurut Bloom

meliputi tiga ranah, yaitu (Sardiman, 2004, 23-24):

1. Kognitif: Knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai), application (menerapkan)

2. Affective: receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), valuing (menilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).

3. Psychomotor: initiatory level, pre-routine level, routinized level.

Sedangkan menurut Hewindati dan Suryanto (2004:63) hasil belajar

merupakan suatu proses di mana suatu organisme mengalami perubahan perilaku

karena adanya pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika di dalam diri anak

telah terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai

interaksi dengan lingkungan.

Sebenarnya hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan

atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dari seseorang

dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan

pengetahuan, keterampilan berpikir, maupun keterampilan motorik (Sukmadinata,

2003:102-103).

Hasil belajar akan menumbuhkan pengetahuan dan pengertian dalam diri

Page 22: BAB II.docx

31

seseorang sehingga ia dapat mempunyai kemampuan berupa keterampilan dalam

bentuk kebiasaan, sikap dan cita-cita hidupnya. Orang yang telah berhasil dalam

belajar akan menjadi orang yang mandiri dan dapat meningkatkan kesejahteraan

hidupnya, serta dapat menentukan arah hidupnya (Koster, 2000:26). Bahar (dalam

Yusmaida, 2002:2) mengemukakan bahwa ada dua hal yang sangat penting untuk

dijadikan sasaran evaluasi dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu hasil belajar siswa

tiap catur wulan dan daya capai kurikulum pada tiap sekolah.

Dengan menilai hasil belajar murid-muridnya sebenarnya guru tidak hanya

menilai hasil usaha muridnya saja tetapi sekaligus juga menilai hasil usahanya

sendiri. Menilai hasil belajar siswa berfungsi untuk dapat membantu guru dalam

menilai kesiapan anak pada suatu mata pelajaran, mengetahui status anak dalam

kelas, membantu guru dalam usaha memperbaiki metode belajar mengajar. Selain

bagi guru kegunaan hasil belajar bagi administrator adalah untuk memberi laporan

kemajuan murid kepada orang tua, member ikhtisar mengenai hasil usaha yang

dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan (Suryabrata, 2002:299-302).

Untuk lebih jelasnya mengenai hasil belajar biologi dapat dilihat pada

bagan dibawah ini :

Gambar 2.1Hasil Belajar Siswa

Pengetahuan

Perilaku

Belajar Tes Hasil Belajar

Nilai

Page 23: BAB II.docx

32

Dari bagan di atas mencerminkan, bahwa hasil belajar diakibatkan oleh

adanya kegiatan evaluasi belajar (tes) dan evaluasi belajar dilakukan karena

adanya kegiatan belajar. Baik buruknya hasil belajar sangat tergantung dari

pengetahuan dan perubahan perilaku dari individu yang bersangkutan terhadap

apa yang dipelajarinya.

Jadi hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pengetahuan yang dicapai siswa pada mata pelajaran biologi setelah mengalami

proses pengajaran di sekolah dari hasil tes atau ujian yang diberikan setelah

melewati proses belajar pada akhir rumusan tertentu.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar

dapat dilakukan melalui tes. Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban dari siswa

dalam bentuk lisan, tertulis ataupun tindakan (Sudjana, 2005:35). Tes pada

umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama

hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai

dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Djamarah dan Zain (2006:106) menggolongkan penilaian keberhasilan

belajar ke dalam tiga jenis penilaian, diantaranya sebagai berikut:

a) Tes Formatif, digunakan untuk mengukur suatu atau beberapa pokok

bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini

dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan

tertentu dalam waktu tertentu.

Page 24: BAB II.docx

33

b) Tes Subsumatif, meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang

telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk

memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat

prestasi belajar. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses

belajar mengajar yang diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.

c) Tes Sumatif, untuk mengukur daya serap siswa terhadap pokok

bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua

tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau

taraf keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu.

Hasil tes ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun ranking

atau sebagai ukuran mutu sekolah.

Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan hasil

belajar pada mata pelajaran IPA Biologi. Hasil belajar tersebut adalah berupa

perolehan skor yang didapat oleh siswa setelah proses belajar mengajar. Skor

tersebut diperoleh berdasarkan kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang

diberikan oleh guru dalam bentuk tes tertulis. Tes tertulis diberikan kepada siswa

dalam bentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil tersebut dilihat apakah ada

peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan metode cooperative learning

tipe STAD dalam pembelajaran Biologi.

Page 25: BAB II.docx

34

2.4 Penerapan Model Coperative Learning Tipe STAD (Student Teams

Achievement Divisions) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Penerapan model cooperative learning tipe STAD secara tepat

memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran Biologi yang

ditargetkan di dalam kurikulum Biologi khususnya yang berhubungan dengan

hasil belajar.

Beberapa ahli pendidikan telah banyak melakukan penelitian mengenai

penerapan meode cooperative learning. Menurut Trend dalam Kunaedi (2006:38)

bahwa metode pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan

pembelajaran yang penting yakni prestasi akademik, penerimaan akan

penghargaan dan pengembangan keterampilan sosial. Dalam belajar kooperatif

meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau

tugas-tugas akademik penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model

ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para

pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan

kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan

perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah

norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat

member keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas

yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Tujuan penting lain

dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan

bekerja sama dan kolaborasi. Keteampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki

oleh siswa sebab saat ini banyak remaja masih kurang dalam keterampilan sosial.

Page 26: BAB II.docx

35

Sudrajat (2004:1120 menyatakan bahwa dengan pembelajaran kooperatif,

siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika

mereka saling mendiskusikan dengan temannya. Hal ini dikarenakan dalam

pembelajaran kooperatif, pengajaran dilakukan dengan tutor sebaya (peer

teaching). Dengan kesamaan daya nalar antara siswa dengan yang lainnya, dan

dibawah bimbingan guru, maka proses penerimaan dan pemahaman pengetahuan

materi pelajaran akan semakin mudah dan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif juga mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama

dan kolaborasi. Keterampilan ini penting untuk dimiliki di masyarakat di mana

banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling

bergantung satu sama lain di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Webb dalam Solihatin dan

Rahardjo (2007:12) menemukan bahwa dalam pembelajaran dengan

menggunakan metode pembelajaran kooperatif, sikap dan perilaku siswa

berkembang kea rah suasana yang demokratis dalam kelas. Selain itu, hasil

penelitian Snider dalam Solihatin dan Rahardjo (2007:13) yang dilakukan pada

siswa grade-9 pada mata pelajaran Geografi di Amerika, menemukan bahwa

penggunaan model pembelajaran kooperatif sangat mendorong peningkatan

prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan system kompetisi.

Page 27: BAB II.docx

36

2.5 Kerangka Pemikiran

Proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi aktif antara siswa

dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Interaksi disini yaitu saling member dan

menerima informasi atau pengetahuan antara guru dengan siswa maupun antara

sesame siswa.

Suatu proses belajar mengajar (PBM) dapat berjalan efektif bila seluruh

unsur yang berpengaruh dalam PBM saling mendukung dalam rangka mencapai

tujuan. Seorang guru hendaknya mampu memberikan motivasi dan bimbingan

kepada siswa agar perubahan tingkah laku yang diharapkan sebagai hasil belajar

tercapai dengan baik, dalam hal ini guru harus benar-benar pandai dalam memilih

metode, serta pendekatan serta model pembelajaran.

Untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan terdapat banyak faktor

yang mempengaruhinya, terkadang bagi sebagian siswa mencapai hasil belajar

yang memuaskan sangatlah sulit. Dalam belajar ada beberapa factor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa baik factor yang berasal dari diri siswa, seperti

kesehatan, kecerdasan, bakat, minat, motivasi maupun faktor yang berasal dari

luar diri siswa, seperti lingkungan dan alat instrument (kurikulum, metode/model

pembelajaran, sarana dan fasilitas serta guru/pengajar).

Di dalam model pembelajaran teacher centered siswa bertindak pasif,

monoton sehingga kegiatan belajar menjadi kurang menarik. Berawal dari

kegiatan pembelajaran yang kurang menarik menyebabkan siswa menjadi malas

belajar, tidak ada motivasi dan akhirnya tidak senang mengikuti pelajaran

tersebut. Jika dalam kegiatan belajar mengajar, terdapat unsur paksaan pada diri

Page 28: BAB II.docx

37

siswa maka sudah dipastikan hasil belajarnya rendah. Dengan kata lain bahwa

tinggi rendahnya hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh ketepatan guru dalam

menggunakan model pembelajaran di dalam proses belajar mengajar.

Melihat masih rendahnya hasil belajar di SMP Negeri 5 Palolo, maka perlu

adanya proses penyempurnaan pembelajaran dengan tepat, agar berdaya dalam

membangkitkan motivasi dan menanamkan sikap positif terhadap siswa.

Rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan oleh rendahnya motivasi dan

sikap positif siswa dalam proses pembelajaran. Kondisi tersebut disebabkan oleh

beberapa hal, seperti proses pembelajaran yang belum terlaksana secara maksimal,

kurang efektifnya strategi motivasi yang diterapkan guru, kegiatan pembelajaran

yang masih bersifat hafalan dan verbalistik.

Sesuai dengan hasil wawancara dan observasi awal terhadap pelaksanaan

pembelajaran di SMP Negeri 5 Palolo dengan guru mata pelajaran, diperoleh

gambaran mengenai situasi pembelajaran di kelas, yakni berkaitan dengan proses

dan hasil belajar yang relatif rendah. Guru sering mengalami kendala dalam

memotivasi siswa agar berani dalam mengemukakan pendapatnya dalam

pembelajaran. Dari hasil observasi yang telah dilakukan juga menunjukkan

adanya kecenderungan pola pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher

centered), dimana siswa kurang berkesempatan untuk mengembangkan

kreativitas, dan belum terlihat secara maksimal dalam proses pembelajaran.

Banyak sekali jenis model pembelajaran yang dapat digunakan dan

divariasikan dalam proses belajar mengajar. Salah satu model yang diharapkan

dapat meningkatkan partisipasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar

Page 29: BAB II.docx

38

mengajar adalah model pembelajaran cooperative tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin (2008)

yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling

memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna

mencapai hasil belajar yang maksimal sehingga mendorong siswa untuk

berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya

menerapkan keterampilan yang diberikan.

Dari uraian di atas, maka permasalahan tersebut dapat ditarik kerangka

pemikiran seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

Teacher Centered

Rendahnya Hasil Belajar Siswa di SMPN 5 Palolo

Hasil Belajar Rendah Paradigma Pembelajaran

Pembelajaran Model Cooperative Learning Tipe STAD

Teacher Centered ke Student Centered

Meningkatnya Hasil Belajar

Page 30: BAB II.docx

39

1). Terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan

(treatment) dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning

Tipe STAD.

2). Terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas ekperimen dengan model

pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD dengan siswa kelas control

yang pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional.