BAB II.docx

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faringitis 2.1.1 Definsi Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang biasanya disebabkan oleh infeksi akut. Farigitis dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain. 2.1.2 Anatomi Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region, yaitu : nasal, oral dan Laring.Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. 2

Transcript of BAB II.docx

Page 1: BAB II.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Faringitis

2.1.1 Definsi

Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang biasanya

disebabkan oleh infeksi akut. Farigitis dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri

(5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.

2.1.2 Anatomi

Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan

hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region, yaitu : nasal,

oral dan Laring.Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring

merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong

fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus

hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.Panjang dinding posterior faring pada orang

dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan

sebagian fasia bukofaringeal.

Gambar 1: struktur Faring

2

Page 2: BAB II.docx

A. Otot Ekstrinsik Faring

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang

(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,

media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk

seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya

dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang

bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan

lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh nervus vagus.

Gambar 2: Otot Ekstrinsik Faring

Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan

M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk

melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan

ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini

bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan.

M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring

dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang

dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini,

M.Tensor veli palatine, M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula.

M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk

menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot ini

dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda palatum

mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka

tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Palatoglosus

membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus faring.

3

Page 3: BAB II.docx

M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan otot

yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang

atas.

Gambar 3: Faring

B. Perdarahan

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak

beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring

asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang

palatine superior.

C. Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang

ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari

Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus

berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang

untuk otot-otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang

Nervus Glossopharyngeus.

4

Page 4: BAB II.docx

D. Aliran Limfa

Gambar 4: Aliran Limfe

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media

dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring

dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke

kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan

saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan

Laringofaring (Hipofaring). Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring,

adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain :

Batas atas : basis kranii

Batas bawah : palatum mole

Batas depan : rongga hidung

Batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan

beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring

dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang

merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu

refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen

jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus

Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os

temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

5

Page 5: BAB II.docx

Gambar 5: Bagian-bagian Tenggorokan

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan

laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

Batas atas : palatum mole

Batas bawah : tepi atas epiglottis

Batas depan : rongga mulut

Batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,

tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil

lingual dan foramen sekum. Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah

dari faring. Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

Batas atas : epiglotis

Batas bawah : kartilago krikodea

Batas depan : laring

Batas belakang : vertebra servikalis

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik

mempunyai arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior

Ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri

dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi

jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di

6

Page 6: BAB II.docx

bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di

garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan

dengan fosa faringomaksila.

Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut

dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan

puncaknya ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh

M.Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang

melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini

dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang

melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat

mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post

stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang

dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian

ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.

2.1.3 Epidemiologi

Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama

seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey

menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996

adalah karena viral faringitis. Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-

anak daripada pada dewasa. Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia

sekolah, terutama usia 4 – 7 tahun, dan sekitar 10%nya diderita oleh dewasa.

Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun.

2.1.4 Etiologi

a. Virus

Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis. Beberapa jenis virus ini yaitu :

- Rhinovirus

- Coronavirus

- Virus influenza

- Virus parainfluenza

- Adenovirus

- Herpes Simplex Virus tipe 1 dan 2

- Coxsackievirus A

- Cytomegalovirus

7

Page 7: BAB II.docx

- Virus Epstein-Barr

- HIV

b. Bakteri

Beberapa jenis bakteri penyebab faringitis yaitu :

- Streptoccocus pyogenes, merupakan penyebab terbanyak pada faringitis akut.

Streptokokus grup A, merupakan penyebab terbanyak pada anak usia 5 – 15 tahun,

namun jarang menyebabkan faringitis pada anak usia <3 tahun.

- Streptokokus grup C dan G

- Neisseria gonorrheae

- Corynebacterium diphtheriae

- Corynebacterium ulcerans

- Yersinia enterocolitica

- Treponema pallidum

- Vincent angina, merupakan mikroorganisme anaerobik dan dapat menyebabkan

komplikasi yang berat, seperti abses retrofaringeal dan peritonsilar

c. Penyebab faringitis yang bersifat noninfeksi, yaitu sleep apnea, GERD, merokok, dan

alergi. Alergi menyebabkan hiperplasia limfoid, obstruksi nasal, dan keluarnya mukus

hidung yang dapat mengiritasi faring.

2.1.5 Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara

langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman

menginfiltrasi lapisanepitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapathiperemi, kemudian edema dan sekresi

yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadimenebal dan kemudian

cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.

Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk

sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau

jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding

faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadimeradang dan membengkak.

Virus-virus seperti rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder

pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik

8

Page 8: BAB II.docx

khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karenafragmen M protein dari Group A

streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan

dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selainitu juga

dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat

terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

2.1.6 Klasifikasi

a. Faringitis Akut

1. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan

menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit

menelan. Pada pemeriksaantampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,

Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus

dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesikulit berupa maculopapular

rash Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala

konjungtivitisterutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis

yang disertai produksieksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar

limfa di seluruh tubuh terutamaretroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang

disebabkan HIV menimbulkan keluhannyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan

demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,terdapat eksudat, limfadenopati

akut di leher dan pasien tampak lemah.

Gambar 6: Faringitis virus

9

Page 9: BAB II.docx

2. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu

yangtinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil

membesar, faring dantonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.

Beberapa hari kemudian timbul bercak 

Petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal

dan nyeri pada penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A

dapat diperkirakan denganmenggunakan Centor criteria yaitu : - demam- Anterior

Cervical lymphadenopathy- Tonsillar exudates- absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak

mengalami faringitisakibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien

memiliki kemungkian 40%terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien

memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.

Gambar 7: Faringitis Streptococcal

3. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak

putih diorofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

10

Page 10: BAB II.docx

b. Faringitis Kronik 

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan

faringitiskronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis

kronik, sinusitis,iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang

mukosa faring dan debu.Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang

bernafas melalui mulutkarena hidungnya tersumbat.

1. Faringitis Kronik Hiperplastik 

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.Pada

faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.

Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan

tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.

2. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitisatrofi,

udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkanrangsangan

serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta

mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yangkental dan

bila diangkat tampak mukosa kering.

2.1.7 Gejala klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme

yangmenginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti

lemas,anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang

hiperemis,tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada

rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin

dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.

2.1.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan

dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung

danleher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang

membesar danhiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan

diagnoseantara lain yaitu :- pemeriksaan darah lengkap. GABHS rapid antigen detection test 

11

Page 11: BAB II.docx

bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcusgroup A- Throat culture Namun

pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.

2.1.10 Penatalaksanaan

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan

berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol

(isoprenosine)diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi

dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan

50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group

Adiberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal

atauamoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa

3x500mgselama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan

kortikosteroidkarena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi

inflamasi. Steroidyang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada

anak-anak 0,08-0,3mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri

dapat diberikan analgetik. antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan

menggunakan air hangat atauantiseptik.

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan

kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik ( electro

cauter ). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann

obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati.

Pada faringitiskronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis

kronik atrofi hanyaditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan

mulut.

2.1.11 Prognosis

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan

faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

2.1.12 Komplikasi

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,

mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi

komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal

ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik

12

Page 12: BAB II.docx

2.2 Tonsilitis

2.2.1 Anatomi

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil : tonsil faringeal (adenoid),

tonsil palatina, & tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang

disebut cincin Waldayer.

2.2.2 Definisi

adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin

waldeyer.Cincin waldeyer terdiri dari tonsila faringeal (adenoid), tonsila palatina

(faucial), tonsil tuba eustachius, dan tonsila lingual.

2.2.3 Klasifikasi

a. Tonsilitis Akut

1. Tonsilitis viral

Gejala yang timbul lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorokan.

Penyebab tersering adalah epstein barr virus. Haemofilus influenzae merupakan

penyebab tonsilitis supuratif. [pada infeksi virus coxschakie pada rongga mulut akan

tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakab pasien.

Terapi cukup dengan istirahat, minum cukup, analgetik, dan anti virus diberikan jika

gejala berat.

13

Page 13: BAB II.docx

Gambar 8: Tonsilitis

2. Tonsilitis bakterial

Dapat disebabkan streptokokus A beta hemolitikus yang dikenal sebagai strept

throat, pneumokokus. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel tonsil akan menyebabkan

reaksio radang berupa keluarnya leukosit PMN sehingga terbentuk detritus. Detritus

merupakan kumpulan leukisit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas.Tampak

sebagai kriptus yang mengisi celah tonsil dan berupa bercak kuning.

14

Page 14: BAB II.docx

Bentuk tonsilitis akut dengan bercak detritu syang jelas disebut tonsilitis

folikularis, jika detritus menjadi satu dikenal sebagai tonsilitis lakunaris.Bercak

detritus ini juga dapat melebarr dan memberntuk pseudomembran.

Masa inkubasi selama 2-4 hari.Gejala dan tanda yang sering adalah nyeri

tenggorok, nyeri menelan, demam, rasa letih, lesu, nyeri di sendi-sendi,

otalgia.Otalgia disebabkan adanya nyeri alih melelui saraf N.IX.pada pemeriksaan

tampak tonsil hiperemis, membengkak, terdapat detritus folikel, lakukan atau tertutup

membran semu. Tera[pi dengan antibiotik spektrum luas, yaitu penisilin, eritromisin,

antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.Komplikasi pada anak

dapat menimbulkan OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronkitis,

miokarditis, serta septikemia akibat infeksi v. jugularis interna (sindroma

lemierre).Hipertropi tonsil mnyebabakan pasien bernapas melalui mulut, tidur

mendengkur, dan gangguan tidur akibat sleep apneu.

Gambar 9: Perbedaan Tonsilitis Bakterial dan Virus

3. Tonsilitis membranosa

Penyakit yang termasuk dalam golongan inii adalah tonsilitis difteri, tonsilitis

septik dan angina plaut vincent, penyakit kelainan darah(leukemia akut, anemia

pernisioasa, neutropenia maligan, serta infeksi mono-nukleus), proses spesifik dan

TB, infeksi jamur monioliasis, aktinomikosis, dan blastomikosis, infeksi virus

morbili, pertusis, dan skarlatina.

15

Page 15: BAB II.docx

Gambar 10: Tonsilitis Difteria

b. Tonsilitis Difteri

1. Epidemiologi

Sering ditemukan pada anak usia kuranmg dari 10 tahun, frekuensi tertinggi pada

usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

2. Gejala dan Tanda

Gejala umum seperti gejala infeksi lainnya, yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya

subfebris, nyeri kepala, anoreksia, badan lemah, nadi lambat. Gejala lokal yang

timbul adalah tonsil bengkak dilapisi bercak putih kotor yang semakin meluas dan

bersatu membentuk membran semu. Memberan dapat meluas ke palatum mole,

uvula, nasofaring, larinfg, trakea, dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas.

Gejala akibat eksotoksi yamg dikeluarkan oleh kuman dipteri ini dapat menimbulkan

kelainan pada jantung berupa miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai

saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhanotot palatum dan otot pernapasan, pada

ginjal dapat mneyebabkan albuminaria.

3. Diagnosis

Diagnosa dilakukan dengan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung

jaringan dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman C. diphteriae.

4. Terapi

Terapi dengan ADS diberikan tampa menunggu hasil kultur, dosis 20.000-100.000

unti tergantung darti usia dan beratnya penyakit. Penisilin atau eritromisin

16

Page 16: BAB II.docx

25-50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB

perhari. Antipiretik dan isolasi penderita.

c. Tonsilitis kronis

1. Etiologi

Disebabkan rangsangan menahun akibat rokok, jenis-jenis makanan, higiene

mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut

yang tidak adekuat.

2. Patologi

Karena proses radang yang timbuil berulang, makaseain epitel mukosa, jaringan

limfoid juga terkikis sehingga diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami

pngerutan sehingga kripti melebar dan akan diisi oleh detritus. Prose berjalan terus

hingga menembus kapsul tonsil dan akgirnya menimbulkan perlekatan dengan

jaringan disekitar fossa tonsilaris.

3. Diagnosis

Pada pemeriksaan akan tampak tonsil membersar, permukaan tidak rata, kriptus

melebar dan beberapa terisi detritus, perasaan mengganjal di tenggorok, tengorokan

kering, napas berbau. Terapi lokal dengan berkumur dan obat hisap. Komplikasi yang

dapat timbul adalah rinitis kronik, sinusitis, otitis media secara perkontinuitatum.

Komplikasi jauh lewat jalur hematoigen yaotu endokarditis, artritis, miositis, nefritis,

uveitis, endosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, furunkulosis.

Gambar 11: Tonsilitis Kronis

17

Page 17: BAB II.docx

4. Pengobatan

Indikasi tonsilektomi berdasarkan the American Academy of Otolaringology Head

andNeck Surgery adalah sebgai berikut:

- Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun yang tidak

mendapat manfaat dengan pengobatan medikamentosa yang adekuat.

- Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atau adanya efek

samping gangguan pertumbuhan mulut/wajah (orofacial growth) yang terdokumentasi

oleh dokter gigi.

- Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas seperti ngorok,

bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti nafas saat tidur (sleep apnea

syndrom), atau komplikasi penyakit kardiopulmonal (endokarditis bakterialis dsb).

- Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa.

- Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak responsive dengan

pengobatan.

- Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kuman streptokokus yang tidak

responsive dengan pengobatan antibiotik.

- Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan.

- Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulang yang diakibatkan oleh

tonsilitis.

18

Page 18: BAB II.docx

2.3 Laringitis

2.3.1 Laringitis akut

A. Definisi

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang

berlangsung kurang dari 3 minggu.

B. Epidemiologi

Laringitis akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak (usia kurang dari 3,5 tahun),

namun tidak jarang dijumpai pada anak yang lebih besar, bahkan pada orang dewasa atau

orang tua.

C. Etiologi

Pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza

(tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,

Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan

Streptococcus pneumoniae.

D. Manifestasi klinis

- Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri

telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan

berat didapatkan sesak nafas dan sianosis.

- Pemeriksaan fisik

Tampak mukosa laring hiperemis, terutama diatas dan bawah pita suara

Gambar 12: Laringitis

19

Page 19: BAB II.docx

E. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu

menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan

tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak

memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan

usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman

penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab

F. Penatalaksanaan

- Non medikamentosa

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari, menghindari iritasi pada

faring dan laring misalnya merokok, makanan pedas, dan minum es.

G. Medikamentosa

Antibiotik jika penyebabnya infeksi bakteri dan trakeostomi apabila ada

sumabtan laring.

2.3.2 Laringitis kronik

A. Definisi

Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring

yang terjadi dalam jangka waktu lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan

oleh penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi

laryngitis kronik non spesifik dan laryngitis kronik spesifik (laryngitis tuberkulosa

dan laryngitis luetika).

B. Etiologi

Penyebab dari laryngitis kronik sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi

septum yang berat, polip hidung, bronchitis kronik atau tuberculosis paru. Penyebab

tersering pada orang dewasa antara lain yaitu:

- Merokok; merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan peradangan dan

penebalan pita suara

- Alkoholik; alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.

- Gastroesophageal reflux disease (GERD); GERD adalah suatu kelainan dimana asam

lambung naik kembali melalui esophagus dan tenggorokan, sehingga dapat

menyebabkan iritasi pada laring.

20

Page 20: BAB II.docx

- Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia; banyak pekerja-

pekerja pabrik yang menderita laryngitis kronik seperti pada pekerja pabrik pupuk,

pestisida.

- Penggunaan suara yang berlebih.

C. Manifestasi klinis

- Anamnesis:

Suara parau (disfoni), rasa tersangkut di tenggorok, panas dan tertekan di

daerah laring, nyeri menelan.

- Pemeriksaan fisik:

Tampak mukosa menebal, permukaannya tak rata dan hiperemis.

Pada laringitis Tuberkulosis, terdapat 4 stadium yaitu:

a. Stadium infiltrasi

Mukosa laring posterior edema dan hiperemis dan akan berubah menjadi pucat. Di

submukosa terbentuk tuberkel dan akan membesar dan bersatu sehingga mukosa

diatasnya meregang. Jika suatu saat mukosa benar-benar teregang akan pecah dan

timbul ulkus.

b. Stadium ulserasi

Ulkus dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan, dan nyeri

c. Stadium perikondritis

Ulkus makin dalam. Dapat terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk

nanah yang berbau sehingga terbentuk sekuester. Keadaan umum pasien dapat

memburuk.

d. Stadium fibrotuberkulosis

Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotis.

Pada laringitis luetika terdapat guma yang bila pecah akan membentuk ulkus.

21

Page 21: BAB II.docx

D. Pemeriksaan penunjang

Laringoskopi direk, laringoskop indirek, laboratorium, foto rontgen torak,

pemeriksaan patologi anatomi

E. Penatalaksanaan

- Terapi non medikamentosa:

Pada penderita laryngitis kronik yang disebabkan oleh peradangan yang terjadi

di hidung, faring serta bronkus maka diberikan pengobatan untuk mengobati

peradangan tersebut. Pasien juga diminta untuk tidak banyak bersuara. Pada laryngitis

yang disebabkan oleh rokok, alkohol, asap pabrik, penggunaan suara yang berlebih

maka disarankan : Pasien diharapkan untuk berhenti merokok, hentikan meminum

alcohol, Gunakan masker, hindari minuman dingin, hindari makan goring-gorengan,

hindari makan pedas, hindari zat-zat penyebab, istirahat berbicara ( tidak terlalu

banyak bicara), kumur-kumur dengan air garam

- Terapi Medikamentosa : Antibiotik, Antituberkulosa (laryngitis tuberkulosa) ,

Antasida, Obat batuk jika terdapat batuk

- Terapi Pembedahan : Pengangkatan sekuester (pada laryngitis luetika) dan

trakeostomi bila terjadi sumbatan laring

F. Komplikasi

Pada laringitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain maka dapat

terjadi inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan kesulitan bernafas. Kesulitan

bernafas ini dapat disertai stridor baik pada periode inspirasi, ekspirasi atau keduanya.

Laringitis akibat merokok, laring tidak dapat sembuh dari edema. Hal ini

menyebabkan laring dan plika vokais berada dalam keadaan eritema dan edema akibat

inflamasi. Edema yang timbul dapat bervariasi mulai dari ringan hingga berat, hal ini

mengakibatkan suara akan menjadi parau, terkesan lebih berat atau kasar dan rendah.

Laringitis kronik akibat pemaparan yang lama dan berulang dapat menyebabkan

terbentuknya jaringan parut pada plika vokalis, penebalan plika vokalis, lesi pita

vokalis dan dapat terjadi parakeratosis atau hyperkeratosis.

Pada laringitis luetika bila terjadi penyembuhan spontan dapat menyebabkan

terjadinya stenosis laring, karena terbentuknya jaringan parut.

22