BAB II.docx
-
Upload
rizka-rahmanita -
Category
Documents
-
view
59 -
download
4
Transcript of BAB II.docx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Faringitis
2.1.1 Definsi
Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang biasanya
disebabkan oleh infeksi akut. Farigitis dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri
(5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-lain.
2.1.2 Anatomi
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region, yaitu : nasal,
oral dan Laring.Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti
corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring
merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong
fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus
hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.Panjang dinding posterior faring pada orang
dewasa ±14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan
sebagian fasia bukofaringeal.
Gambar 1: struktur Faring
2
A. Otot Ekstrinsik Faring
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior,
media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk
seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya
dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang
bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan
lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh nervus vagus.
Gambar 2: Otot Ekstrinsik Faring
Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan
M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan
ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini
bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu menelan.
M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring
dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang
dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini,
M.Tensor veli palatine, M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula.
M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot ini
dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda palatum
mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka
tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. M.Palatoglosus
membentuk arkus anterior faring dab kerjanya menyempitkan ismus faring.
3
M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M.Azigos uvula merupakan otot
yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke belakang
atas.
Gambar 3: Faring
B. Perdarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang
palatine superior.
C. Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari
Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus
berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang
untuk otot-otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang
Nervus Glossopharyngeus.
4
D. Aliran Limfa
Gambar 4: Aliran Limfe
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media
dan inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring
dan kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke
kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan
saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring). Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring,
adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain :
Batas atas : basis kranii
Batas bawah : palatum mole
Batas depan : rongga hidung
Batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring
dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang
merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen
jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus
Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os
temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.
5
Gambar 5: Bagian-bagian Tenggorokan
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan
laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
Batas atas : palatum mole
Batas bawah : tepi atas epiglottis
Batas depan : rongga mulut
Batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring,
tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual dan foramen sekum. Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah
dari faring. Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :
Batas atas : epiglotis
Batas bawah : kartilago krikodea
Batas depan : laring
Batas belakang : vertebra servikalis
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik
mempunyai arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior
Ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri
dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi
jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di
6
bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di
garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan
dengan fosa faringomaksila.
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut
dengan dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan
puncaknya ada kornu mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh
M.Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang
melekat dengan M.Pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini
dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang
melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat
mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post
stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang
dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian
ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.
2.1.3 Epidemiologi
Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama
seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey
menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996
adalah karena viral faringitis. Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-
anak daripada pada dewasa. Sekitar 15 – 30 % faringitis terjadi pada anak usia
sekolah, terutama usia 4 – 7 tahun, dan sekitar 10%nya diderita oleh dewasa.
Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun.
2.1.4 Etiologi
a. Virus
Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis. Beberapa jenis virus ini yaitu :
- Rhinovirus
- Coronavirus
- Virus influenza
- Virus parainfluenza
- Adenovirus
- Herpes Simplex Virus tipe 1 dan 2
- Coxsackievirus A
- Cytomegalovirus
7
- Virus Epstein-Barr
- HIV
b. Bakteri
Beberapa jenis bakteri penyebab faringitis yaitu :
- Streptoccocus pyogenes, merupakan penyebab terbanyak pada faringitis akut.
Streptokokus grup A, merupakan penyebab terbanyak pada anak usia 5 – 15 tahun,
namun jarang menyebabkan faringitis pada anak usia <3 tahun.
- Streptokokus grup C dan G
- Neisseria gonorrheae
- Corynebacterium diphtheriae
- Corynebacterium ulcerans
- Yersinia enterocolitica
- Treponema pallidum
- Vincent angina, merupakan mikroorganisme anaerobik dan dapat menyebabkan
komplikasi yang berat, seperti abses retrofaringeal dan peritonsilar
c. Penyebab faringitis yang bersifat noninfeksi, yaitu sleep apnea, GERD, merokok, dan
alergi. Alergi menyebabkan hiperplasia limfoid, obstruksi nasal, dan keluarnya mukus
hidung yang dapat mengiritasi faring.
2.1.5 Patogenesis
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisanepitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapathiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadimenebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau
jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding
faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadimeradang dan membengkak.
Virus-virus seperti rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder
pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik
8
khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karenafragmen M protein dari Group A
streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan
dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selainitu juga
dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi.
2.1.6 Klasifikasi
a. Faringitis Akut
1. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit
menelan. Pada pemeriksaantampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza,
Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus
dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesikulit berupa maculopapular
rash Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitisterutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis
yang disertai produksieksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa di seluruh tubuh terutamaretroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang
disebabkan HIV menimbulkan keluhannyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan
demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,terdapat eksudat, limfadenopati
akut di leher dan pasien tampak lemah.
Gambar 6: Faringitis virus
9
2. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu
yangtinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dantonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak
Petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal
dan nyeri pada penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A
dapat diperkirakan denganmenggunakan Centor criteria yaitu : - demam- Anterior
Cervical lymphadenopathy- Tonsillar exudates- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak
mengalami faringitisakibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien
memiliki kemungkian 40%terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien
memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.
Gambar 7: Faringitis Streptococcal
3. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak
putih diorofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
10
b. Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitiskronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis
kronik, sinusitis,iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang
mukosa faring dan debu.Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang
bernafas melalui mulutkarena hidungnya tersumbat.
1. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.Pada
faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.
2. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitisatrofi,
udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkanrangsangan
serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta
mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yangkental dan
bila diangkat tampak mukosa kering.
2.1.7 Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme
yangmenginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti
lemas,anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang
hiperemis,tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada
rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin
dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.
2.1.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung
danleher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang
membesar danhiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan
diagnoseantara lain yaitu :- pemeriksaan darah lengkap. GABHS rapid antigen detection test
11
bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcusgroup A- Throat culture Namun
pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
2.1.10 Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol
(isoprenosine)diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi
dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group
Adiberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal
atauamoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa
3x500mgselama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroidkarena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi
inflamasi. Steroidyang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada
anak-anak 0,08-0,3mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri
dapat diberikan analgetik. antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan
menggunakan air hangat atauantiseptik.
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan
kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik ( electro
cauter ). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann
obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati.
Pada faringitiskronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis
kronik atrofi hanyaditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan
mulut.
2.1.11 Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan
faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
2.1.12 Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,
mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi
komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal
ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik
12
2.2 Tonsilitis
2.2.1 Anatomi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil : tonsil faringeal (adenoid),
tonsil palatina, & tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang
disebut cincin Waldayer.
2.2.2 Definisi
adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer.Cincin waldeyer terdiri dari tonsila faringeal (adenoid), tonsila palatina
(faucial), tonsil tuba eustachius, dan tonsila lingual.
2.2.3 Klasifikasi
a. Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Gejala yang timbul lebih menyerupai common cold disertai nyeri tenggorokan.
Penyebab tersering adalah epstein barr virus. Haemofilus influenzae merupakan
penyebab tonsilitis supuratif. [pada infeksi virus coxschakie pada rongga mulut akan
tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakab pasien.
Terapi cukup dengan istirahat, minum cukup, analgetik, dan anti virus diberikan jika
gejala berat.
13
Gambar 8: Tonsilitis
2. Tonsilitis bakterial
Dapat disebabkan streptokokus A beta hemolitikus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumokokus. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel tonsil akan menyebabkan
reaksio radang berupa keluarnya leukosit PMN sehingga terbentuk detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukisit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas.Tampak
sebagai kriptus yang mengisi celah tonsil dan berupa bercak kuning.
14
Bentuk tonsilitis akut dengan bercak detritu syang jelas disebut tonsilitis
folikularis, jika detritus menjadi satu dikenal sebagai tonsilitis lakunaris.Bercak
detritus ini juga dapat melebarr dan memberntuk pseudomembran.
Masa inkubasi selama 2-4 hari.Gejala dan tanda yang sering adalah nyeri
tenggorok, nyeri menelan, demam, rasa letih, lesu, nyeri di sendi-sendi,
otalgia.Otalgia disebabkan adanya nyeri alih melelui saraf N.IX.pada pemeriksaan
tampak tonsil hiperemis, membengkak, terdapat detritus folikel, lakukan atau tertutup
membran semu. Tera[pi dengan antibiotik spektrum luas, yaitu penisilin, eritromisin,
antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.Komplikasi pada anak
dapat menimbulkan OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronkitis,
miokarditis, serta septikemia akibat infeksi v. jugularis interna (sindroma
lemierre).Hipertropi tonsil mnyebabakan pasien bernapas melalui mulut, tidur
mendengkur, dan gangguan tidur akibat sleep apneu.
Gambar 9: Perbedaan Tonsilitis Bakterial dan Virus
3. Tonsilitis membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan inii adalah tonsilitis difteri, tonsilitis
septik dan angina plaut vincent, penyakit kelainan darah(leukemia akut, anemia
pernisioasa, neutropenia maligan, serta infeksi mono-nukleus), proses spesifik dan
TB, infeksi jamur monioliasis, aktinomikosis, dan blastomikosis, infeksi virus
morbili, pertusis, dan skarlatina.
15
Gambar 10: Tonsilitis Difteria
b. Tonsilitis Difteri
1. Epidemiologi
Sering ditemukan pada anak usia kuranmg dari 10 tahun, frekuensi tertinggi pada
usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
2. Gejala dan Tanda
Gejala umum seperti gejala infeksi lainnya, yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, anoreksia, badan lemah, nadi lambat. Gejala lokal yang
timbul adalah tonsil bengkak dilapisi bercak putih kotor yang semakin meluas dan
bersatu membentuk membran semu. Memberan dapat meluas ke palatum mole,
uvula, nasofaring, larinfg, trakea, dan bronkus dan dapat menyumbat saluran napas.
Gejala akibat eksotoksi yamg dikeluarkan oleh kuman dipteri ini dapat menimbulkan
kelainan pada jantung berupa miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai
saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhanotot palatum dan otot pernapasan, pada
ginjal dapat mneyebabkan albuminaria.
3. Diagnosis
Diagnosa dilakukan dengan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung
jaringan dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman C. diphteriae.
4. Terapi
Terapi dengan ADS diberikan tampa menunggu hasil kultur, dosis 20.000-100.000
unti tergantung darti usia dan beratnya penyakit. Penisilin atau eritromisin
16
25-50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB
perhari. Antipiretik dan isolasi penderita.
c. Tonsilitis kronis
1. Etiologi
Disebabkan rangsangan menahun akibat rokok, jenis-jenis makanan, higiene
mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut
yang tidak adekuat.
2. Patologi
Karena proses radang yang timbuil berulang, makaseain epitel mukosa, jaringan
limfoid juga terkikis sehingga diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami
pngerutan sehingga kripti melebar dan akan diisi oleh detritus. Prose berjalan terus
hingga menembus kapsul tonsil dan akgirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan disekitar fossa tonsilaris.
3. Diagnosis
Pada pemeriksaan akan tampak tonsil membersar, permukaan tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa terisi detritus, perasaan mengganjal di tenggorok, tengorokan
kering, napas berbau. Terapi lokal dengan berkumur dan obat hisap. Komplikasi yang
dapat timbul adalah rinitis kronik, sinusitis, otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh lewat jalur hematoigen yaotu endokarditis, artritis, miositis, nefritis,
uveitis, endosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, furunkulosis.
Gambar 11: Tonsilitis Kronis
17
4. Pengobatan
Indikasi tonsilektomi berdasarkan the American Academy of Otolaringology Head
andNeck Surgery adalah sebgai berikut:
- Pasien dengan serangan tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun yang tidak
mendapat manfaat dengan pengobatan medikamentosa yang adekuat.
- Pembesaran tonsil yang mengakibatkan maloklusi gigi-geligi atau adanya efek
samping gangguan pertumbuhan mulut/wajah (orofacial growth) yang terdokumentasi
oleh dokter gigi.
- Pembesaran tonsil yang mengakibatkan sumbatan jalan nafas atas seperti ngorok,
bicara sengau, gangguan/kesulitan menelan, henti nafas saat tidur (sleep apnea
syndrom), atau komplikasi penyakit kardiopulmonal (endokarditis bakterialis dsb).
- Abses peritonsil yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa.
- Bau mulut atau nafas menetap akibat tonsilitis kronik yang tidak responsive dengan
pengobatan.
- Tonsilitis kronik yang diasosiasikan dengan infeksi kuman streptokokus yang tidak
responsive dengan pengobatan antibiotik.
- Pembengkakan tonsil satu sisi yang dicurigai keganasan.
- Otitis media akut atau otitis media supurative kronik berulang yang diakibatkan oleh
tonsilitis.
18
2.3 Laringitis
2.3.1 Laringitis akut
A. Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang
berlangsung kurang dari 3 minggu.
B. Epidemiologi
Laringitis akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak (usia kurang dari 3,5 tahun),
namun tidak jarang dijumpai pada anak yang lebih besar, bahkan pada orang dewasa atau
orang tua.
C. Etiologi
Pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza
(tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae.
D. Manifestasi klinis
- Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk, nyeri
telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan
berat didapatkan sesak nafas dan sianosis.
- Pemeriksaan fisik
Tampak mukosa laring hiperemis, terutama diatas dan bawah pita suara
Gambar 12: Laringitis
19
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan
tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak
memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan
usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman
penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab
F. Penatalaksanaan
- Non medikamentosa
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari, menghindari iritasi pada
faring dan laring misalnya merokok, makanan pedas, dan minum es.
G. Medikamentosa
Antibiotik jika penyebabnya infeksi bakteri dan trakeostomi apabila ada
sumabtan laring.
2.3.2 Laringitis kronik
A. Definisi
Laringitis kronik adalah proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring
yang terjadi dalam jangka waktu lama. Laringitis kronik terjadi karena pemaparan
oleh penyebab yang terus menerus. Laringitis kronik dapat dibedakan menjadi
laryngitis kronik non spesifik dan laryngitis kronik spesifik (laryngitis tuberkulosa
dan laryngitis luetika).
B. Etiologi
Penyebab dari laryngitis kronik sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung, bronchitis kronik atau tuberculosis paru. Penyebab
tersering pada orang dewasa antara lain yaitu:
- Merokok; merokok dapat mengiritasi laring, dapat menyebabkan peradangan dan
penebalan pita suara
- Alkoholik; alcohol dapat menyebabkan iritasi kimia pada laring.
- Gastroesophageal reflux disease (GERD); GERD adalah suatu kelainan dimana asam
lambung naik kembali melalui esophagus dan tenggorokan, sehingga dapat
menyebabkan iritasi pada laring.
20
- Pekerjaan yang terus menerus terpapar oleh debu dan bahan kimia; banyak pekerja-
pekerja pabrik yang menderita laryngitis kronik seperti pada pekerja pabrik pupuk,
pestisida.
- Penggunaan suara yang berlebih.
C. Manifestasi klinis
- Anamnesis:
Suara parau (disfoni), rasa tersangkut di tenggorok, panas dan tertekan di
daerah laring, nyeri menelan.
- Pemeriksaan fisik:
Tampak mukosa menebal, permukaannya tak rata dan hiperemis.
Pada laringitis Tuberkulosis, terdapat 4 stadium yaitu:
a. Stadium infiltrasi
Mukosa laring posterior edema dan hiperemis dan akan berubah menjadi pucat. Di
submukosa terbentuk tuberkel dan akan membesar dan bersatu sehingga mukosa
diatasnya meregang. Jika suatu saat mukosa benar-benar teregang akan pecah dan
timbul ulkus.
b. Stadium ulserasi
Ulkus dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan, dan nyeri
c. Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam. Dapat terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk
nanah yang berbau sehingga terbentuk sekuester. Keadaan umum pasien dapat
memburuk.
d. Stadium fibrotuberkulosis
Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotis.
Pada laringitis luetika terdapat guma yang bila pecah akan membentuk ulkus.
21
D. Pemeriksaan penunjang
Laringoskopi direk, laringoskop indirek, laboratorium, foto rontgen torak,
pemeriksaan patologi anatomi
E. Penatalaksanaan
- Terapi non medikamentosa:
Pada penderita laryngitis kronik yang disebabkan oleh peradangan yang terjadi
di hidung, faring serta bronkus maka diberikan pengobatan untuk mengobati
peradangan tersebut. Pasien juga diminta untuk tidak banyak bersuara. Pada laryngitis
yang disebabkan oleh rokok, alkohol, asap pabrik, penggunaan suara yang berlebih
maka disarankan : Pasien diharapkan untuk berhenti merokok, hentikan meminum
alcohol, Gunakan masker, hindari minuman dingin, hindari makan goring-gorengan,
hindari makan pedas, hindari zat-zat penyebab, istirahat berbicara ( tidak terlalu
banyak bicara), kumur-kumur dengan air garam
- Terapi Medikamentosa : Antibiotik, Antituberkulosa (laryngitis tuberkulosa) ,
Antasida, Obat batuk jika terdapat batuk
- Terapi Pembedahan : Pengangkatan sekuester (pada laryngitis luetika) dan
trakeostomi bila terjadi sumbatan laring
F. Komplikasi
Pada laringitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain maka dapat
terjadi inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan kesulitan bernafas. Kesulitan
bernafas ini dapat disertai stridor baik pada periode inspirasi, ekspirasi atau keduanya.
Laringitis akibat merokok, laring tidak dapat sembuh dari edema. Hal ini
menyebabkan laring dan plika vokais berada dalam keadaan eritema dan edema akibat
inflamasi. Edema yang timbul dapat bervariasi mulai dari ringan hingga berat, hal ini
mengakibatkan suara akan menjadi parau, terkesan lebih berat atau kasar dan rendah.
Laringitis kronik akibat pemaparan yang lama dan berulang dapat menyebabkan
terbentuknya jaringan parut pada plika vokalis, penebalan plika vokalis, lesi pita
vokalis dan dapat terjadi parakeratosis atau hyperkeratosis.
Pada laringitis luetika bila terjadi penyembuhan spontan dapat menyebabkan
terjadinya stenosis laring, karena terbentuknya jaringan parut.
22