BAB II VALUE PROPOSITION 2-ts-bmc-2020... · Melakukan Pendampingan Pembuatan Laporan Pajak UMKM 28...
Transcript of BAB II VALUE PROPOSITION 2-ts-bmc-2020... · Melakukan Pendampingan Pembuatan Laporan Pajak UMKM 28...
21
BAB II
VALUE PROPOSITION
2.1 Definisi dan Program Pendampingan UMKM
2.1.1 Definisi UMKM
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 mengenai UMKM. Definisi UMKM
berdasarkan jumlah omset dan asetnya adalah sebagai berikut: ((UU No. 20
Tahun 2008, 2008)
● Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
● Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
● Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: memiliki kekayaan
bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
22
Gambar 2.1 Kriteria UMKM dan Usaha Besar
Berdasarkan Aset dan Omset
Sumber: UU No. 20 Tahun 2008
2.1.2 Pendampingan UMKM
Pemerintah menyadari bahwa mereka memiliki keterbatasan SDM dan infrastruktur
dalam membantu pengembangan UMKM, oleh karena itu Kementerian Koperasi
dan UMKM sangat mendukung pertumbuhan pendampingan bisnis kepada UMKM
baik dari lembaga pemerintahan lain maupun dari lembaga swasta (Republika,
2019). Menurut Kementerian Koperasi dan UMKM definisi pendampingan UMKM
adalah proses peningkatan kualitas dan daya saing kelembagaan dan usaha mikro,
kecil dan menengah yang dilakukan oleh lembaga pendamping dan tenaga
pendamping perorangan. Keberadaan pendamping menjadi salah satu instrumen
kebijakan yang dapat membantu mengatasi kendala yang di hadapi oleh UMKM
(Kemenaker, 2017).
Kementerian Koperasi dan UMKM melihat perkembangan bisnis Pendamping
UMKM yang berupa semakin berkembang dari tahun ke tahun. Pendamping
UMKM semakin dituntut untuk dapat memajukan UMKM dan juga memiliki
kompetensi kerja yang baik (Kemenaker, 2017). Oleh karena itu Kementerian
Koperasi dan Kementerian Tenaga Kerja membuat panduan klasifikasi berupa
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia kategori Aktivitas Profesional,
Ilmiah dan Teknis Golongan Pokok Aktivitas Kantor Pusat dan Konsultasi
Manajemen Bidang Pendampingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah nomor 181
tahun 2017.
23
Standar ini disusun sebagai rumusan kemampuan kerja pendamping yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang relevan dengan
pelaksanaan tugas dan syarat pekerjaan pendamping UMKM. SKKNI Pendamping
UMKM dirumuskan dengan menggunakan pendekatan fungsi dari proses kerja
pendampingan untuk menghasilkan jasa pendampingan yang efektif (Kemenaker,
2017).
Dalam proses pendampingan ada beberapa jenis tipe pendampingan yang bisa
diberikan kepada UMKM menurut SKKNI, yaitu: (Kemenaker, 2017)
1. Pelatihan adalah pendekatan pendampingan yang dilakukan dengan
memberikan pengetahuan dan keterampilan tertentu untuk dapat diketahui
dan digunakan dalam pekerjaan yang dilakukan oleh pelatih kepada
peserta pelatihan. Peserta pelatihan pada umumnya terdiri atas beberapa
orang.
2. Konsultasi adalah pendekatan pendampingan yang dilakukan dengan
melakukan pertukaran pikiran untuk mengatasi masalah atau
mendapatkan kesimpulan yang sebaik-baiknya antara pendamping dengan
UMKM dampingan, dimana pendamping berperan sebagai pengendali
dari pada berlangsungnya proses kegiatan.
3. Coaching adalah pendekatan pendampingan yang dilakukan dengan
pendamping sebagai fasilitator dan memberikan pengetahuan atau ilmu,
saran dan motivasi kepada UMKM dampingan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi, sehingga UMKM dampingan berperan sebagai
penentu proses kegiatan.
4. Tim kerja adalah pendekatan pendampingan dimana pendamping dan
UMKM dampingan membentuk tim kerja sehingga pendamping dan
UMKM dampingan secara bersama merupakan pengendali proses
24
kegiatan atau pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
5. Mentoring adalah pendekatan pendampingan yang dilakukan seorang
mentor atau pendamping dengan memberikan kiat-kiat atau cara-cara
yang baik untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi UMKM
dampingan, yang biasanya berdasarkan pengalaman individual mentor.
Sedangakan untuk klasifikasi kompetensi ada 59 kompetensi yang bisa dimiliki oleh
pendamping UMKM. Pendamping UMKM bisa memiliki salah satu atau lebih dari
59 kompetensi yang menjadi klasfikasi kompentensi di SKKNI.
N
O.
KODE UNIT JUDUL UNIT KOMPETENSI
1 M.70PEN00.0
01.1
Menyusun Rencana Strategis
Lembaga Pendamping UMKM
2 M.70PEN00.0
02.1
Membuat Program Kerja dan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Biaya (RAPB) Tahunan
Lembaga Pendamping UMKM
3 M.70PEN00.0
03.1
Mengelola Data Klien Lembaga
Pendamping UMKM
4 M.70PEN00.0
04.1
Mengembangkan Jejaring Kerja
Lembaga Pendamping UMKM
5 M.70PEN00.0
05.1
Mengelola Sumber Daya Manusia
(SDM) Lembaga Pendamping UMKM
25
6 M.70PEN00.0
06.1
Menyelenggarakan Event
(Seminar, Lokakarya/Workshop, Temu Usaha,
Misi Dagang, Kunjungan Usaha, Studi Banding)
Untuk Pengembangan UMKM
7 M.70PEN00.0
07.1
Melakukan Promosi Lembaga
Pendamping UMKM
8 M.70PEN00.0
08.1
Melakukan Identifikasi Permasalahan dan
Analisis Kebutuhan (Needs Assessment)
Pendampingan UMKM
9 M.70PEN00.0
09.1 Membuat Rencana Pendampingan UMKM
1
0
M.70PEN00.0
10.1
Membuat Strategi dan
Kebijakan Pendampingan UMKM pada Tingkat
Makro
1
1
M.70PEN00.0
11.1
Melakukan Pendampingan
Pengurusan Kelembagaan dan Perizinan Usaha
UMKM
1
2
M.70PEN00.0
12.1
Melakukan Pendampingan Pemenuhan
Persyaratan dan Penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP)
1
3
M.70PEN00.0
13.1
Melakukan Pendampingan Pemenuhan
Persyaratan dan Penerapan Hazard Analysis and
Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP)
26
1
4
M.70PEN00.0
14.1
Melakukan Pendampingan Pemenuhan
Persyaratan dan Penerapan Standar Nasional
Indonesia (SNI)
1
5
M.70PEN00.0
15.1
Melakukan Pendampingan Pemenuhan
Persyaratan dan Penerapan Standar Manajemen
Mutu ISO 9001 bagi UKM
1
6
M.70PEN00.0
16.1
Melakukan Pendampingan Pengurusan Izin
Edar Produk UMKM
N
O. KODE UNIT JUDUL UNIT KOMPETENSI
17 M.70PEN00.017.1
Melakukan Pendampingan
Pengurusan Sertifikat Halal Produk UMKM
18 M.70PEN00.018.1 Melakukan Pendampingan Pengurusan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI)
19 M.70PEN00.019.1 Melakukan Pendampingan
Penerapan Manajemen Dasar Pengelolaan
Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
20 M.70PEN00.020.1
Melaksanakan Pendampingan Penerapan Sistem
Teknologi Informasi dan Komunikasi UMKM
21 M.70PEN00.021.1
Melakukan Pendampingan
Penyusunan Rencana Usaha (Business
Planning) UMKM
27
22 M.70PEN00.022.1
Melakukan Pendampingan Akses Kemitraan
UMKM
23 M.70PEN00.023.1
Melakukan Pendampingan
Pembuatan Profil Perusahaan (Company
Profile) UMKM
24 M.70PEN00.024.1 Melakukan Pendampingan Akses Pasar Produk
UMKM Melalui Situs Jual Beli Online
25 M.70PEN00.025.1
Melakukan Pendampingan Akses Pasar
Pengadaan Barang dan Jasa pada Lembaga
Pemerintah dan Perusahaan Korporat
26 M.70PEN00.026.1 Melakukan Pendampingan Penyusunan Laporan
Keuangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM)
27 M.70PEN00.027.1
Melakukan Pendampingan Pembuatan Laporan
Pajak UMKM
28 M.70PEN00.028.1 Melakukan Pendampingan Penyusunan Studi
Kelayakan Usaha
29 M.70PEN00.029.1 Melakukan Pendampingan Akses Pembiayaan
UMKM
30 M.70PEN00.030.1 Melakukan Pendampingan
Restrukturisasi UMKM
28
31 M.70PEN00.031.1 Melakukan Pendampingan
Restrukturisasi Kredit/Pembiayaan UMKM
32 M.70PEN00.032.1 Membuat Laporan Penilaian
Hasil Pendampingan UMKM
33 P.854900.011.01 Menyusun Program Pelatihan
34 P.854900.012.01 Menyusun Modul Pelatihan Kerja
35 P.854900.013.01 Mendesain Media Pembelajaran
36 P.854900.015.01 Mendesain Lingkungan Belajar Virtual
N
O. KODE UNIT JUDUL UNIT KOMPETENSI
37 P.854900.017.01 Melaksanakan Pelatihan Tatap Muka (Face To
Face)
38 P.854900.018.01 Melaksanakan Pelatihan Jarak Jauh (Distance
Learning
39 P.854900.019.01 Memfasilitasi Pelaksanaan Pelatihan di Tempat
Kerja (OJT/Pemagangan)
29
40 M.701001.001.01
Merumuskan Strategi dan Kebijakan Pengelolaan
SDM yang Selaras Dengan Strategi Organisasi *
41 M.701001.005.01 Menyusun Uraian Jabatan *
42 M.701001.006.01 Menetapkan Kebutuhan akan Pekerja *
43 M.701001.009.01
Melaksanakan Pencarian Sumber Calon Pekerja
(Rekrutmen) *
44 M.701001.011.01 Melaksanakan Proses Seleksi Calon Pekerja *
45 M.701001.014.01 Melakukan Penempatan Pekerja *
46 M.701001.035.01
Merancang Program Pembelajaran
dan Pengembangan *
47 M.701001.038.01
Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran
dan Pengembangan *
48 M.701001.055.01 Menyusun Strategi Pengelolaan Kinerja *
49 M.701001.059.01 Mengelola Proses Pemantauan
terhadap Pencapaian Kinerja Pekerja *
30
50 M.701001.064.01 Merancang Kebijakan Remunerasi di Tingkat
Organisasi *
51 M.701001.095.01 Melakukan Pengelolaan Administrasi Pekerja *
52 M.702090.020.01 Menyusun Rencana Pemasaran (marketing plan)
53 M.702090.008.02 Menyusun Alur Proses Produksi **
54 M.702090.009.02 Membuat Lay Out Produksi di Tempat Kerja **
55 M.702090.014.02 Melakukan Pendampingan Pengelolaan Bahan
Baku **
56 M.702090.017.02
Menggunakan 7 Alat QC pada
Manajemen Mutu **
57 M.702090.020.02 Menerapkan Prinsip-Prinsip TQM dan SMM **
58 M.702091.005.02 Melakukan Riset Trend Kemasan Produk Sesuai
Kebutuhan Pasar *****
59 M.702091.007.02
Mengkoordinasikan Pembentukan Contoh Jadi
(Mock-Up) Desain Kemasan Produk dengan
Pihak Ketiga *****
Tabel 2.2 Tabel Unit Kompetensi Pendampingan UMKM berdasarkan
SKKNI Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker , 2017)
31
Untuk fokus kami sendiri ada 4 jenis pendampingan yang saling melengkapi
satu sama lain sesuai hasi interview dan analisa kami kepada masalah Mitra
PK/UMKM. Fokus kami adalah:
● Melakukan pendampingan di manajemen pemasaran:
○ M.702090.020.01: Menyusun Rencana Pemasaran (marketing
plan)
○ M.70PEN00.024.1: Melakukan Pendampingan Akses Pasar
Produk UMKM Melalui Situs Jual Beli Online
● Melakukann pendampingan di manajemen finansial dan pembiayaan
UMKM:
○ M.70PEN00.026.1: Melakukan Pendampingan Penyusunan
Laporan Keuangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
○ M.70PEN00.029.1: Melakukan Pendampingan Akses Pembiayaan
UMKM
2.1.2.1 Kompetensi dibutuhkan Menyusun Rencana Pemasaran (Marketing
Plan)
ELEMEN
KOMPETENSI
KRITERIA UNJUK KERJA
32
1. Melaksanakan
analisa TOWS
(Threats,
Opportunities,
Weaknesses,
Strengths)
1.1 TOWS diidentifikasi
1.2 Isu utama diidentifikasi
1.3 Implikasi dari isu utama diidentifikasi
1.4 Strategic intent dirumuskan
2. Menyusun bauran
pemasaran
2.1 Posisi produk (product) pada
merek yang akan dikelola saat ini
ditetapkan
2.2 Metode penetapan harga
(price) pada merek yang akan
dikelola ditentukan
2.3 Channel distribusi (place) terhadap
merek yang akan dikelola
ditetapkan
2.4 Bentuk promosi (promotion)
terhadap merek yang akan
dikelola ditentukan.
2.1.2.2 Kompetensi dibutuhkan Melakukan Pendampingan Akses Pasar Produk
UMKM Melalui Situs Jual Beli Online
ELEMEN
KOMPETENSI
KRITERIA UNJUK
KERJA
1. Menyiapkan
bahan
pendampingan
akses pasar
produk UMKM
melalui situs
jual beli online
1.1 Karakteristik produk UMKM
dampingan diidentifikasi.
1.2 Situs jual beli online yang tersedia
diidentifikasi sesuai dengan
karakteristik produk.
33
1.3 Persyaratan dan prosedur
pendaftaran, pemasangan iklan,
penawaran dan sistem pembayaran
pada masing-masing situs jual beli
online diidentifikasi.
2. Memberikan
pelatihan atau
konsultasi tentang
persyaratan dan tata
cara jual beli
melalui situs jual
beli online
2.1 Pelatihan atau konsultasi tentang
persyaratan dan prosedur pendaftaran,
pemasangan iklan, penawaran dan
sistem pembayaran pada masing-
masing situs jual beli online
dilakukan.
2.2 Pelatihan atau konsultasi tentang
informasi dan foto desain produk
UMKM dampingan yang ditampilkan
melalui situs jual beli online
dilakukan.
3. Melakukan
coaching
melakukan
pemasaran
melalui situs jual
beli online
3.1 Coaching pemilihan dan penyiapan
produk UMKM dampingan yang akan
dijual dilakukan.
3.2 Coaching penyiapan persyaratan dan
registrasi UMKM dampingan serta
perolehan identitas (ID) user dan
password pada situs jual beli online
dilakukan.
3.3 Coaching pemilihan dan penyiapan
strategi penjualan dan produk UMKM
dampingan yang akan dijual melalui
situs online dilakukan.
3.4 Coaching pemasangan iklan dan
penawaran jual beli pada situs jual
beli online dilakukan.
3.5 Coaching penyediaan dan
pengiriman
34
35
2.1.2.3 Kompetensi dibutuhkan Melakukan Pendampingan Penyusunan
Laporan Keuangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
36
ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA
1. Menyiapkan bahan
pendampingan
penyusunan laporan
keuangan UMKM
1.1 Data dan informasi dokumen pendukung
pembukuan harta usaha UMKM calon
dampingan diidentifikasi.
1.2 Format penyusunan laporan keuangan sederhana
sesuai aplikasi Sistem Administrasi Pencatatan
Informasi Keuangan (Si-APIK) dan atau
berdasarkan Pedoman Sistem Akuntansi
Keuangan (PSAK) disiapkan.
1.3 Bahan pendampingan penyusunan
laporan keuangan UMKM yang
akuntabel disusun.
2. Memberikan
pelatihan tentang
penyusunan
laporan keuangan
perusahaan
UMKM
2.1 Pelatihan tentang pembukuan sederhana UMKM
dampingan berdasarkan data transaksi arus
barang dan arus uang dilakukan.
2.2 Pelatihan sistem akuntansi dan audit sederhana
dilakukan.
2.3 Konsultasi atau bimbingan tentang pembukuan
dan penyusunan laporan keuangan serta evaluasi
kinerja keuangan UMKM dilakukan.
3. Melakukan
monitoring dan
evaluasi hasil
pendampingan
keuangan UMKM
3.1 Monitoring tentang pembukuan dan penyusunan
laporan keuangan UMKM dampingan
dilakukan.
3.2 Evaluasi pendampingan penyusunan laporan
keuangan UMKM dilakukan.
3.3 Pendampingan penyusunan
laporan keuangan UMKM keuangan dilaporkan.
37
2.1.2.4 Kompetensi dibutuhkan Melakukan Pendampingan Akses Pembiayaan
UMKM
ELEMEN KOMPETENSI KRITERIA UNJUK KERJA
1. Menyiapkan
bahan
pendampingan
akses
pembiayaan
1.1 Sumber-sumber dan skema pembiayaan
yang dapat diakses UMKM dampingan
diidentifikasi.
1.2 Kebutuhan pembiayaan UMKM
dampingan diidentifikasi
1.3 Model rencana usaha dan studi kelayakan
usaha UMKM dampingan disiapkan.
1.4 Bahan pendampingan akses pembiayaan
disiapkan.
38
2. Memberikan
pelatihan dan
coaching
tentang akses
pembiayaan
2.1 Pelatihan tentang sumber-
sumber pembiayaan lembaga
keuangan bank/non- bank dan skema
pembiayaan dilakukan.
2.2 Pelatihan tentang analisis kebutuhan
pembiayaan modal kerja dan modal
investasi UMKM dampingan dilakukan.
2.3 Pelatihan tentang persyaratan dan ketentuan
akses pembiayaan pada masing- masing
lembaga sumber pembiayaan
(bank/non bank) dilakukan.
2.4 Coaching tentang penyusunan proposal
pembiayaan melalui analisis kebutuhan
dan resiko pembiayaan UMKM
dampingan dilakukan.
3.Melakukan
pendampingan
kepada sumber
pembiayaan
3.1 Proposal pembiayaan UMKM dampingan
dievaluasi sesuai dengan kebutuhan
pembiayaan UMKM dampingan.
3.2 Pendampingan kepada sumber pembiayaan
dilakukan.
3.3 Dokumen proposal pembiayaan UMKM
dampingan dimonitor.
4. Melakukan
evaluasi dan
pelaporan
pendampingan
akses
pembiayaan
4.1 Hasil pendampingan akses
pembiayaan dievaluasi.
4.2 Dokumen aktivitas pendampingan akses
pembiayaan dilaporkan
2.2. Inkubator sebagai bentuk Pendampingan UMKM
Kami mengambil definisi inkubator bisnis UMKM dari Kementerian Koperasi yaitu
menurut Menteri Negara Koperasi dan UKM No.81.3/Kep/M.KUKM/VIII/2002 yang
kami sadur dari laporan Bank Indonesia “Kajian Inkubator Bisnis dalam Rangka
Pengembangan UMKM” (Bank Indonesia, 2006) :
39
1. Inkubasi adalah proses pembinaan bagi Usaha Kecil dan atau pengembangan
produk baru yang dilakukan oleh Inkubator Bisnis dalam hal penyediaan sarana
dan prasarana usaha, pengembangan usaha dan dukungan manajemen serta
teknologi.
2. Inkubator adalah lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan fasilitas dan
pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi Usaha Kecil dan
Menengah untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau
pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang
tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalam jangka waktu tertentu.
i.
Kegiatan inkubasi UMKM pertama di dunia tercatat secara resmi pertama kali dibentuk
oleh Joseph Mancuso di New York pada tahun 1957 (Akcomak, 2009). Joseph Mancuso
berfokus kepada pendampingan pengembangan kemampuan bisnis UMKM yang berada
di sekitar New York dan mendapat dukungan dana dari lembaga negara US Small
Business Administration. Di era modern inkubator bisa menjadi jawaban negara
berkembang untuk menjadi wadah utama dalam melakukan pendampingan kepada
UMKM atau usaha yang baru berdiri (start-up) terutama dalam hal inovasi produk ,
pendekatan strategi bisnis, pemasaran, dan pemanfaatan teknologi (Akcomak, 2009).
Dalam perkembangan bentuknya, inkubator mengalami beberapa evolusi, mulai dari
inkubator bisnis biasa, menjadi inkubator universitas yang mempunyai fokus lebih ke
arah untuk penelitian akademis dan riset. Hingga kini mulai bermunculan incubator
dengan sektor spesifik seperti khusus teknologi digital dan juga inkubator yang didirikan
oleh para Venture Capital untuk mandampingi start-up baru yang akan mendapat funding
(Akcomak, 2009). Kini dari segi pendapatan inkubator juga mulai banyak yang beralih
secara perlahan dari skema non-profit menuju skema profit atau bahkan campuran
(Akcomak, 2009).
40
Gambar 2.2 Trend Inkubator dari Waktu ke Waktu
Sumber: Incubators as tools for entrepreneurship promotion in developing
countries (Akcomak, 2009)
Dalam prinsipnya inkubator UMKM mengenal prinsip yang harus dimiliki yang disebut
dengan 7S yaitu : Space, Shared, Services, Support, Skill development, Seed capital, dan
Synergy. Adapun 7S dimaksud adalah (Bank Indonesia, 2006)
:
1. Space: inkubator menyediakan tempat untuk mengembangkan usaha pada tahap
awal.
2. Shared: inkubator menyediakan fasilitas kantor yang bisa digunakan secara
bersama,
Classic Business Incubator
University
Sector Specific
Venture
Corporate Incubator
1960 1980 1990 2000s 2010s
Trend of Incubators established in
41
misalnya resepsionis, ruang konferensi, sistem telepon, faksimile, komputer, dan
keamanan.
3. Services: meliputi konsultasi manajemen dan masalah pasar, aspek keuangan
dan hukum, informasi perdagangan dan teknologi.
4. Support: inkubator membantu akses kepada riset, jaringan profesional,
teknologi, internasional, dan investasi.
5. Skill development: dapat dilakukan melalui latihan menyiapkan rencana bisnis,
pemasaran, dan kemampuan lainnya.
6. Seed capital: dapat dilakukan melalui dana bergulir internal atau dengan
membantu akses usaha kecil pada sumber-sumber pendanaan atau lembaga
keuangan yang ada.
7. Synergy: kerjasama tenant atau persaingan antar tenant dan jejaring (network)
dengan pihak universitas, lembaga riset, usaha swasta, profesional maupun
dengan masyarakat internasional.
2.2.1 Inkubasi UMKM di Indonesia
Di Indonesia Inkubator UMKM sudah mulai mendapat perhatian lebih sebagai
salah satu bentuk pendampingan dalam memajukan UMKM oleh pemerintah, ini
ditunjukkan dengan keluarnya Peraturan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2013
tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha. Peraturan ini menyebutkan dengan
jelas bahwa tujuan inkubator harus untuk mengembangkan UMKM yang sudah
ada dan juga menumbuhkan wirausahawan baru (Start-Up).
42
Di Indonesia menurut data paling valid yang bisa kami dapat dari Bank Indonesia
dalam laporannya berjudul Kajian Inkubator Bisnis dalam Rangka Pengembangan
UMKM (BI, 2006) menemukan bahwa, Sebagian besar (72%) Inkubator Bisnis
didirikan oleh Perguruan Tinggi, sedangkan sisanya (28%) didirikan oleh Non-
Perguruan Tinggi yang terdiri dari swasta sebanyak 21% dan lembaga pemerintah
7%. Perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki inkubator UMKM seperti UI,
Incubie IPB, dan jika swasta seperti Founder Institute atau GEPI Ciputra.
Dalam peraturan Presiden disarankan sebuah inkubator mendampingi UMKM
yang menjadi tenant mereka paling lama yaitu 3 tahun (Peraturan Presiden RI No.
27 tahun 2013).
Walaupun Inkubator Bisnis memiliki sumber dana rutin yang berasal dari
universitas atau lembaga/instansi yang menaunginya, namun jumlahnya kurang
memadai sehingga potensi UMKM yang berada di sekitar inkubator UMKM di
Indonesia masih belum dapat digarap secara menyeluruh dan optimal. Selain itu
sumber dana jangka panjang inkubator UMKM masih terbatas (Bank Indonesia,
2006). Ini yang menyebabkan pertumbuhan inkubator untuk pendampingan
UMKM di Indonesia sangat lambat. Data terakhir dari Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2015 menyebutkan bahwa
baru ada sekitar 81 inkubator untuk semua jenis UMKM dan start-up dan sekitar
72% masih didominasi perguruan tinggi, sama dengan tahun 2006 (Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, 2015). Ini menandakan masih perlunya
inisiatif baik dari swasta maupun pemerintah untuk terus membangun inkubator
pendampingan UMKM yang lebih sustainable dan bisa mendevelop UMKM
dengan baik agar menjadi program yang terus berkelanjutan (Bank Indonesia,
2006).
43
2.2.2 Persyaratan menjadi Inkubator di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 27 Tahun 2013 syarat menjadi
inkubator UMKM di Indonesia adalah:
1. Berbentuk badan usaha;
2. Memiliki sumber daya manusia pengelola yang memadai;
3. Mempunyai sumber pendanaan yang jelas dan berkelanjutan;
4. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Dan dalam melakukan
kegiatannya
2.3 Pasar Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
2.3.1 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN PER-02/MBU/7/2017, PKBL terdiri
dari dua jenis Program yakni Program Kemitraan (PK) dan Bina Lingkungan
(BL). PK adalah suatu program yang mewajibkan BUMN untuk memberikan
pinjaman usaha dan pembinaan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM). Lalu BL adalah sebuah program yang diberikan melalui bantuan
dana untuk keperluan program/kegiatan pengembangan masyarakat. Fokus
area kedua program tersebut adalah wilayah lokasi dimana suatu BUMN
beroperasi.
2.3.1.1 Program Kemitraan
Program Kemitraan (PK) adalah program untuk meningkatkan
kemampuan UMKM agar menjadi tangguh dan Mandiri. Sasaran
Utama dari program ini adalah para UMKM yang dapat dikatakan
dalam status belum mendapatkan akses pinjaman modal dari bank.
Namun keistimewan PK dibandingkan bank menurut Peraturan
44
Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-09/Mbu/07/ 2015
Tentang Program Kemitraan Dan Program Bina Lingkungan Badan
Usaha Milik Negara adalah pinjaman yang diberikan suatu entitas
PKBL kepada para mitra binaannya hanya dikenakan biaya
administrasi sebesar 3% (tiga persen) per tahun dari total saldo
pinjaman maksimal Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Dana Program Kemitraan disalurkan dalam bentuk:
- Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aset
tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan
- Pinjaman tambahan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat
jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha
Mitra Binaan.
Diatur melalui Pasal 3 Ayat 1a, pelaku usaha UMKM yang dapat ikut
serta dalam program kemitraan adalah mitra yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua miliar lima
ratus juta rupiah).
.
Apabila syarat tersebut disandingkan dengan Kriteria UMKM dan
Usaha Besar Berdasarkan Aset dan Omset menurut UU No. 20 Tahun
2008. Maka, Ukuran Usaha yang berhak mendapat pinjaman PK adalah
Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Selain itu, Usaha Mikro dan Kecil
tersebut telah melakukan kegiatan usaha minimal 6 (enam) bulan dan
belum memenuhi persyaratan perbankan atau Lembaga Keuangan Non
Bank (Pasal 3, Ayat 1f-g). Usaha ini bisa bergerak dibidang
Perdagangan, Rumah Industri, Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
Perikanan, Jasa, dan Usaha Lainnya.
45
Gambar 2.2 Sektor Usaha Mikro dan Kecil Yang Mendapat PK
Sumber: infopkbl.bumn.go.id
2.3.1.2 Bina Lingkungan
Program Bina Lingkungan merupakan wujud tanggung jawab sosial
yang dilakukan oleh BUMN dalam rangka meningkatkan kondisi
sosial masyarakat, terutama bagi masyarakat di sekitar wilayah
Perusahaan melalui pemanfaatan dana dari laba yang
diperoleh.
Pelaksanaan Program Bina Lingkungan berpedoman
pada:
1. PER-09/MBU/07/2015 tanggal 3 Juli 2015 tentang Program
Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik
Negara
2. Surat Keputusan Direksi Peruri Nomor: KEP-8/X/2015 tanggal 1
Oktober 2015 tentang Prosedur Operasional Program Kemitraan dan
Program Bina Lingkungan (SOP PKBL)
Secara umum kegiatan Program Bina Lingkungan mencakup 8 jenis
penyaluran bantuan, sebagai berikut:
1. Bantuan korban bencana alam;
46
2. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;
3. Bantuan peningkatan kesehatan;
4. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;
5. Bantuan sarana ibadah;
6. Bantuan pelestarian alam;
7. Bantuan sosial kemasyarakatan dalam rangka pengentasan
kemiskinan;
8. Bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi
dan bentuk bantuan lain yang terkait dengan upaya peningkatan
kapasitas Mitra Program Kemitraan
Dalam penelitian ini kami memfokuskan pada MItra PK yang
mengikuti Program Kemitraan.
2.3.2 Market Overview
Dalam penelitian ini MAJU ingin menyasar pasar UMKM yang bergabung
Program Kemitraan (PKBL) sebagai Mitra PK yang bekerjasama dengan
BUMN Finance. Pasar Mitra PK indikatornya dapat dilihat dari syarat yang
sudah ditetapkan melalui PER-09/MBU/07/2015.
2.3.2.1 Industri Perdagangan
Perdagangan adalah kegiatan penjualan kembali (tanpa perubahan
teknis) barang baru maupun bekas. Perdagangan merupakan urat nadi
perekonomian seluruh bangsa. Rangkaian aktivitas bisnis perdagangan
dapat dikatakan cukup sederhana, hanya terdiri dari pembelian,
penyimpanan dan penjualan, yang secara skematis dapat digambarkan
melalui gambar bawah ini :
47
Gambar 2.3 Rangkaian Aktivitas Bisnis Perdagangan
Sumber: Profil Bisnis Usaha, Mikro, Kecil
dan Menengah (Bank Indonesia, 2015)
Dari skema di atas, masing-masing aktivitas perlu mendapatkan
perhatian. Misalnya:
1. Dalam pembelian barang harus dibuatkan kalkulasi mengenai
harga pokok pembeliannya, karena akan menentukan harga
penjualan barang dan margin yang diharapkan serta daya saing
barang tersebut di pasar.
2. Aktivitas penyimpanan perlu diperhitungkan besarnya biaya
penyimpanan dan persediaan barang dagangan, karena akan
menentukan efisiensi penggunaan modal kerja dalam persediaan.
Untuk itu kualitas fasilitas dan kapasitas pergudangan harus
mendapatkan perhatian.
3. Aktivitas penjualan menuntut strategi dan taktik pemasaran yang
baik. Khusus untuk sistem penjualan kredit dituntut collection
yang baik, karena akan menentukan efisiensi penggunaan modal
kerja dalam piutang.
Berdasarkan data yang di dapat dari BPS, Industri Perdagangan dibagi
menjadi Perdagangan Besar dan Eceran. Berdasarkan persyaratan
48
PKBL yang diatur melalui PER-09/MBU/07/2015, maka dapat disebut
yang berhak mendapat bantuan program kemitraan adalah pelaku
Industri Perdagangan Eceran. Perdagangan Eceran dapat dikategorikan
menjadi beberapa jenis, antara lain (BPS,2018):
1. PE Mobil
2. PE Suku Cadang dan Aksesoris Mobil
3. PE Sepeda motor, suku cadang dan aksesorisnya
4. PE Bahan bakar kendaraan di SPBU
5. PE Minimarket, Supermarket dan Hypermarket
6. PE Barang-barang yang utamanya makanan, minuman atau
tembakau selain di supermarket
7. PE Department Store
8. PE Berbagai macam barang yang utamanya bukan bahan
makanan, minuman atau tembakau selain di Department Store.
2.3.2.2 BUMN bergerak di Industri Keuangan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang
seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
pernyataan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan (Berdasarkan UU Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003).
BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem
perekonomian nasional, disamping badan usaha swasta dan koperasi.
BUMN terdapat berbagai sektor seperti sektor pertanian, perkebunan,
kehutanan, keuangan, manufaktur, transportasi, pertambangan, listrik,
telekomunikasi dan perdagangan serta konstruksi. Berdasarkan SK-
36/MBU/02/2018, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei
dan Konsultan dibagi menjadi 2.
A. Asisten Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan
Konsultan I
1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
49
2. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
3. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
4. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
5. Perum Jaminan Kredit Indonesia
6. PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero)
7. PT Jasa Raharja (Persero)
8. PT Asabri (Persero)
9. PT Taspen (Persero)
10. PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero)
11. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero)
12. PT Asuransi Jiwasraya Persero
13. PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero)
B. Asisten Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei,
Konsultan II
1. PT Danareksa (Persero)
2. PT Permodalan Nasional Madani Persero
3. PT Pegadaian (Persero)
4. PT Angkasa Pura I (Persero)
5. PT Angkasa Pura II (Persero)
6. Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan Indonesia
7. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
8. PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
2.3.3 Target Segment
Kami akan menargetkan segmen pasar Pelaku UMKM yang bergabung dalam
Mitra PK dari BUMN Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan
50
Konsultan I. Tetapi untuk di awal perjalanan, MAJU akan fokus terhadap Mitra
PK yang mengikuti program PKBL dari Perusahaan BUMN Bidang Usaha Jasa
Keuangan Khususnya Bank (Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN). Kehadiran
MAJU bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada Mitra PK
khususnya dalam finansial literasi dan pemasaran. Sehingga kedepannya
diharapkan bisa mempersiapkan Mitra PK tersebut untuk bisa ekspansi bisnis
mereka melalui akses permodalan yang nilainya lebih besar.
2.3.4 Market Size & Market Potential
Data-data yang diperoleh dari Laporan Keuangan BUMN Finance (Bank
Mandiri, BNI, BRI, BTN) dari 3 tahun terakhir ini akan dijadikan pedoman
terhadap perkembangan program PKBL yang ada di Indonesia dari tahun ke
tahun.
2.3.4.1 Total Market
Berikut adalah hasil pengukurannya:
- Jumlah Mitra PK Bank BUMN
: 51.329 Unit Usaha
- Jumlah Dana Program Kemitraan : Rp 489,250,341,904,-
Data diatas menunjukkan bahwa dana yang dikeluarkan oleh BUMN
Perbankan untuk Program Kemitraan sebanyak 450 Miliar Rupiah
sudah membantu sekitar 86 ribu unit usaha dalam skala Usaha Mikro
dan Kecil sesuai dengan Per-09/Mbu/07/ 2015. Mitra PK ini pada
umumnya adalah para pelaku usaha yang dikategorikan belum layak
mendapat pinjaman oleh bank tetapi sudah menjalankan usahanya
minimal selama 6 bulan. Dibawah ini adalah data yang diolah dari
Laporan PKBL BUMN Perbankan yang menjelaskan pertumbuhan
Program PKBL pada tahun 2018.
Nama BUMN PPKBL 2017 PPKBL 2018 Persentase
51
BNI R178,84 R219,92 22,97%
BTN R20,00 R21,70 8,50%
BRI R359,71 R507,80 41,17%
MANDIRI R118,86 R114,55 -3,62%
T
Total R677,41 R863,97 27,54%
Tabel 2.1 Data Keuangan PKBL BUMN Perbankan (Dalam
Milyar Rupiah)
Sumber: Diolah dari Kementerian BUMN
Data diatas menunjukkan bahwa adanya peningkatan anggaran untuk
PKBL di beberapa BUMN yang jika ditotal rata-rata meningkat sekitar
27,54% dengan dana total PKBL pada tahun 2018 sekitar Rp. 863,97
milyar. Kenaikan anggaran ini berbanding lurus dengan permintaan
akan bantuan modal dan pelatihan terhadap pelaku UMKM yang ada di
pasar. Dan sejalan dengan itu, anggaran untuk Bina Lingkungan juga
dinaikkan untuk menyeimbangkan dengan jumlah mitra binaan dan lain
sebagainya. Oleh sebab itu, MAJU melihat Mitra PK BUMN
Perbankan layak dijadikan Target Utama di awal perjalanan bisnis ini.
2.3.4.2 Total Available Market
Mitra PK yang bergerak di Industri Perdagangan mendominasi sekitar
46% dari total mitra yang bergabung dengan Program Kemitraan,
disusul oleh Industri Pertanian, Jasa, dan lain-lain. Artinya, PKBL yang
disediakan oleh BUMN Perbankan di Indonesia mayoritas adalah
pelaku yang bergerak dalam Industri Perdagangan.
52
Total Available Market dari BUMN Perbankan (Bank Mandiri, BNI,
BRI, BTN) yang bergerak dalam Industri Perdagangan adalah :
- Jumlah Mitra PK Perdagangan
: 23.611 Unit Usaha
- Jumlah Dana Program
Kemitraan : Rp 164.317.379.929,-
Dari total jumlah anggaran Bina Lingkungan untuk Pelatihan Mitra,
potensi yang bisa diperoleh oleh MAJU adalah sebesar Rp
9.280.750.056. Jumlah ini diperoleh dari persentase Mitra PK yang
bergerak dalam Industri Perdagangan, sebesar 46%.
2.3.4.3 Serviceable Available Market
Dari hasil Laporan Program Kemitraan Bina Lingkungan BUMN
Perbankan (Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN) tahun 2017-2018, dapat
disimpulkan bahwa Pulau Jawa menyerap 60% dari total Anggaran
PKBL BUMN Perbankan untuk seluruh Indonesia. Oleh karena itu,
Target operasi MAJU tahun 2019-2020 adalah fokus terhadap Mitra PK
yang bergerak dibidang Industri Perdagangan dan berada di Pulau
Jawa.
- Jumlah Mitra PK
Perdagangan : 14.166 Unit Usaha
- Jumlah Dana Program
Kemitraan : Rp 1.590.427.429,-
Dengan perhitungan tersebut, terdapat 14.166 Unit Usaha Industri
Perdagangan di Pulau Jawa yang dijadikan sebagai target market
MAJU.
2.3.5 Consumer Behavior
1. Behaviour Mitra PK
53
a. Setelah mendapat bantuan dari PKBL berupa pinjaman dana,
biasanya UMKM yang menjadi Mitra PK akan fokus untuk
memproduksi produk-produk yang mereka miliki. (Kurniawati,
F., & Mukzam, M. D., 2017)
b. Biasanya para Mitra PK pada umumnya masih mengandalkan
konvensional sebagai cara mereka untuk memasarkan produknya.
Sehingga mereka kesulitan untuk membuka pasar produk mereka
ke mancanegara (BI, 2016).
c. Menurut hasil interview kami dengan Supriyono sebagai salah satu
kisah sukses program PKBL terhadap UMKM, UMKM , masih
sangat membutuhkan program pendampingan seperti pelatihan
dan juga pinjaman dana dengan bunga rendah yang diberikan. Ini
mengingat ada kecenderungan bahwa mereka masih memiliki skill
SDM yang kurang dari berbagai segi.
d. Pada umumnya Mitra PK masih lemah dalam pemanfaatan
teknologi digital, serta lingkup pemasaran produk-produk UMKM
di pasar domestik umumnya terbatas di wilayah UMKM tersebut
berada (BI, 2016). Ini didukung dengan interview dengan
Kementerian BUMN yang menyatakan banyak Mitra PK belum
memanfaatkan marketplace digital dengan maksimal, sehingga
BUMN seringkali banyak mengeluarkan biaya untuk pameran
agar Mitra PK bisa mendapatkan pasar. Ini juga didukung dengan
interview kami kepada pihak UMKM yang diwakili pak Supriyono
yang masih hingga sekarang belum memiliki toko online dan
belum memiliki website atau sosial media.
e. Mitra PK masih banyak kekurangan informasi mengenai akses
finansial yang mengakibatkan mereka terkadang kesulitan untuk
mengajukan modal usaha untuk mengembangkn perusahaannya.
54
Selain itu kendala juga hadir karena banyak Mitra PK yang belum
melakukan pencatatan finansial perusahaan dengan baik sehingga
bank susah untuk mengeluarkan pinjaman kepada mereka (BI,
2016). Ini juga didukung dengan interview kami kepada pihak BI
yang menyebutkan bahwa salah satu program pelatihan yang
paling pertama dilakukan kepada UMK adalah literasi finansial
yang berguna untuk merapikan pembukuan keuangan perusahaan.
f. Mitra PK yang perkembangannya positif akan direkomendasikan
untuk mengambil program Kredit Usaha Rakyat atau jenis kredit
lainnya (BI, 2016).
2.4 Kompetisi
2.4.1 Peer/Substitute
Bisnis perusahaan kami adalah fokus bergerak di bidang usaha jasa
inkubator pendampingan kepada UMKM yang tergabung menjadi Mitra
PK di PKBL BUMN. Jenis bisnis inkubator dengan fokus pada
pendampingan usaha kepada UMKM ini sudah mulai bermunculan.
Beberapa badan pemerintah seperti Kementerian Koperasi hingga BUMN
dan juga perusahaan multinasional juga sudah mulai banyak membuka
kerjasama dengan pihak swasta dan lembaga-lembaga yang peduli dengan
UMKM untuk memberikan pelatihan kepada para pengusaha UMKM.
Hal yang membedakan MAJU dengan para jasa inkubator bisnis
pendampingan UMKM lain yang ada di Indonesia adalah fokus
pendampingan kami kepada strategi dan rencana marketing, finansial dan
juga membantu Mitra PK atau UMKM secara umum dalam mencari
investor dalam bentuk crowdfunding, angel investor, atau pinjaman modal
usaha yang lebih besar dibandingkan dana kemitraan yang didapat dari
Program Kemitraan PKBL BUMN.
55
Ada beberapa jenis model bisnis yang bisa menjadi pengganti kami,
terutama dalam memberikan jasa pendampingan UMKM, yaitu:
1. Non Profit Organization:
Lembaga non-profit bisa dibilang adalah pionir dalam me-
gabungkan kepentingan sosial sebagai semacam bentuk venture
yang mempunyai struktur organisasi dan kegiatan yang jelas.
Dalam menjalankan kegiatannya Lembaga Non-Profit mempunyai
lima karakter (Morris, 2000):
a. Organized—. Mempunyai institusi organisasi dan sistem
organisasi yang jelas.
b. Private—Terpisah dari badan pemerintahan secara organisasi.
c. Distribusi dana --- Tidak menggunakan dana sisa operasional
sebagai profit bagi individu pemilik non-profit (direktur,
manajer, dsb). Namun, menggunakan dana itu untuk kegiatan
operasional sesuai dasar tujuan sosial lembaga non-profit.
d. Self-governing— Mempunyai aturan internal sebagai bentuk
birokrasi mandiri organisasi
e. Voluntary— Elemen yang terlibat dalam Non-Profit harus
mempunyai sifat sebagai sukarelawan baik itu dalam urusan
operasional maupun manajemen organisasi.
Biasanya Non-Profit mendapatkan dana mereka dari dana CSR
perusahaan swasta, pemerintah, hingga dengan melakukan
penggalangan dana atau sumbangan individual. Contoh Non-
Profit yang bergerak khusus di masalah UMKM dan pemberian
56
pelatihan UMKM adalah: SME SABI asal Nigeria atau SPARK
asal Belanda
2. Company CSR.
Secara sederhana CSR bisa didefinisikan sebagai bentuk tanggung
jawab perusahaan terhadap kondisi sosial masyarakat dan
lingkungan sekitarnya yang terintegrasi dengan stakeholder
perusahaan itu sendiri (Crowther & Aras, 2012). Dalam
pelaksanaan CSR ada tiga aspek:
a. Sustainibility: Yaitu bagaimana CSR perusahaan bisa
membantu meregenerasi dan mengembangkan sumber daya
lingkungan atau keadaan sosial dengan program-programnya
agar mengarah hal yang lebih positif dan terus berkelanjutan.
Contoh: CSR Penanaman pohon yang dilakukan oleh industri
kertas.
b. Accountability: Adalah bagaimana perusahaan mempunyai
tanggung jawab untuk mengetahui dampak dan segala efek
yang ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan di lingkungan dan
kondisi sosial sekitarnya.
c. Transparancy: Adalah bagaimana perusahaan terbuka kepada
external atas segala kegiatan yang dilakukan dan dampaknya
kepada lingkungan dan kondisi sosial. Transparansi
mengharuskan perusahaan mempunyai laporan yang bisa
dengan mudah dipelajari sebagai bagian dari tanggung jawab
kepada masyarakat.
Yang membedakan CSR dengan Non-Profit adalah biasanya dana
CSR berasal dari internal perusahaan dan digunakan sesuai dengan
misi perusahaan itu sendiri. Contoh CSR: Yayasan Astra yang
merupakan CSR khusus UMKM yang bergerak di otomotif, CSR
bank khusus UMKM sepert DBS Grant.
57
3. Social Enterprise
Dalam bukunya Social Entrepreneurship: Theory and Practice.
Ryszard Praszkier dan Andrzej Nowak menjelaskan bahwa Social
Enterprise adalah bisnis yang menjadi agent of change dalam
membantu merubah tatanan sosial masyarakat menjadi lebih baik
melalui usaha yang dibuat (Praszkier dan Nowak, 2012). Dalam
pelaksanaannya Social Enterprise mempunyai sifat:
1. Mempunyai misi untuk meningkatkan atau menjaga taraf
sosial di masyarakat.
2. Menargetkan segmen populasi yang kurang diperhatikan.
3. Berusaha mempunyai efek transformasi yang besar dan
positif baik ke segmen masyarakat tertentu atau
masyarakat pada umumnya.
Social Enterprise sendiri hadir karena melihat bahwa pemerintah,
sektor swasta hingga organisasi non-profit masih belum ada atau
belum cukup untuk menyelesaikan isu sosial yang ada (Durieux
dan Stebbins, 2010).
Di era moden kini definisi Social Enterprise dilihat dari model
bisnis mulai terlihat lebih menyatukan unsur antara kegiatan sosial
yang sering dihubungkan dengan lembaga non-profit, kegiatan
dalam mencari profit itu sendiri, dan tujuan sosial yang biasanya
dicanangkan oleh pemerintah daerah setempat (MaGIC, 2019)
Contoh Social Enterprise yang memiliki tujuan meningkatkan
taraf hidup pengusaha UMKM adalah Lend A Hand dan MaGIC
dari Malaysia.
58
2.4.2 Analisa Perbandingan
MaGIC BRI
INKUBATO
R
Incubie
IPB
Lend-A-Hand MAJU
Sumber
Dana
Pemerintah,
Donasi CSR
Dana PKBL
dan CSR BRI
Donasi,
CSR
Pemerintah
dan Swasta
Dana CSR, donasi,
intereset fee dari
pinjaman
Donasi, Dana CSR,
Management Fee
Fokus
dan
tujuan
Pelatihan
bisnis dan
pendampinga
n kepada
UMKM yang
bergerak di
Social
Enterprise
Dan program
pembiayaan
UMKM
Pendampinga
n UMKM di
bidang
manajerial
dan juga
sistem
pemasaran
dunia digital
Peningkata
n dan
pengemban
gan
UMKM
melalui
program
pelatihan
dengan
fokus
kepada
manajemen
keuangan,
pemasaran
dan
teknologi
Pendampingan
UMKM berupa
pelatihan bisnis
dan marketing
yang dibiayai oleh
dana CSR Swasta
dan pemerintah.
Pembiayaan Usaha
kecil dan
Menengah melalui
pinjaman bersifat
crowdfunding.
Memberi
Pendampingan
berupa pelatihan dan
mentoring skill SDM
untuk Usaha Kecil di
bidang Industri
Perdagangan, dengan
fokus literasi
finansial, marketing
skill dan juga
pencarian dana
investasi lewat cara
crowdfunding.
Target
Market
UUMKM
dan startup
UUMKM UMKM
yang
bergerak di
Agribisnis
(pertanian,
dsb)
UUMKM UMKM yang begerak
di industri
perdagangan dan
sudah menjadi MItra
PK.
Harga Tidak
diketahui
Pinjaman
PKBL Bank
BRI
disalurkan
melalui
program ini
dengan bunga
rendah sekitar
3 persen.
Tidak
diketahui.
Pinjaman modal
kepada UMKM
dengan jangka di
atas 1 tahun dan
bunga sekitar 6%
5000.000/Mitra PK
yang dibayarkan
untuk program
pendampingan
selama 6 bulan.
4% dari total investasi
jika mendapat
suntikan modal hasil
dari program
pendampingan.
WLokasi Malaysia Indonesia Indonesia IEropa dan Afrika Indonesia
59
Tabel 2.2 Table Perbandingan
Sumber Data: Olahan Sendiri
Jika melihat dari analisa perbandingan di atas maka Maju akan sangat
mendekati model bisnis dari Lend A Hand, Incubie IPB atau BRI Inkubator.
Ketiga lembaga ini merupakan inkubator pendampingan UMKM yang
bertujuan untuk mengembangkan UMKM.
Lend A Hand menggabungkan prinsip sosial yaitu kesejahteraan pelaku
usaha UMKM sebagai misi utama mereka. Lend A Hand mempunyai 2 unit
bisnis yang saling terkait.
Yang pertama adalah Lend A Hand Foundation yang melakukan
pendampingan UMKM dari segi pelatihan di bidang strategi bisnis,
marketing, hingga manajemen keuangan dan SDM. Lend A Hand
Foundation bekerjasama dengan CSR dari berbagai institusi mulai dari
pemerintah hingga swasta sebagai sumber pendanaan mereka, mereka juga
menerima donasi individu. Laporan pendampingan mereka juga dapat di
akses sehingga efektifitasnya bisa dinilai oleh lembaga yang memberikan
dana CSR atau donasi kepada mereka.
Yang kedua, Lend A Hand mempunyai unit bisnis bernama Lend A Hand
Mesofinance yang merupakan start-up crowdfunding yang membantu
UMKM potensial binaan Lend A Hand dalam mendapatkan modal usaha
jangka menengah (di atas 1 tahun) dengan bunga terjangkau mulai dari 3-7
persen. Lend A Hand total telah memberikan pinjaman modal usaha sebesar
63 juta poundsterling.
60
Inkubator kedua yang kami teliti adalah BRI Inkubator. Inkubator yang
langsung di miliki oleh bank BRI dan mempunyai tujuan pendampingan
UMKM dari segi manajerial dan juga UMKM diajak lebih dalam mengenal
bisnis secara digital. Selain melakukan pendampingan, BRI juga siap
menyediakan akses pembiayaan melalui dana PKBL yang setiap tahun
wajib mereka keluarkan (Isnanto, 2018)
Inkubator ketiga yang kami lihat juga adalah IPB Incubie. Inkubator ini
milik lembaga IPB Bogor dengan fokus pendampingan UMKM yang
bergerak di bidang agrikultural. Mereka bergerak lebih ke arah
pendampingan sekaligus penelitian akademik. Incubie IPB mendapatkan
dana hibah dari CSR kampus IPB dan juga pernah bekerjasama dengan
pemerintahan terutama dinas koperasi.
Selain 3 lembaga di atas, kami yang ingin mengedepankan prinsip social
enterprise juga mempelajari model bisnis dari MaGIC, sebuah lembaga
inkubator UMKM dengan pendekatan sebagai Social Enterprise yang
berada di Malaysia dan mempunyai program akselerasi pendampingan
intensif kepada UMKM selama 4 - 6 bulan agar bisa mendapatkan investasi.
MaGIC sendiri hingga sekarang mendapatkan suntikan dana dari
pemerintahan Malaysia untuk menjalankan programnya dan tidak
memungut biaya sama sekali kepada peserta pendampingan. Tetapi mereka
mengambil sedikit saham kepemilikan (shareholder) kepada UMKM yang
mendapatkan bantuan investasi modal dari MaGIC.
Kelebihan dari MaGIC yang ingin kita tiru adalah untuk di kawasan
ASEAN program dari MaGIC mempunyai model bisnis yang sangat
transparan dan mudah dipahami oleh para peserta maupun masyarakat.
Laporan kegiatan dan evaluasi program yang jelas membuat MaGIC masih
61
dipercaya pemerintah Malaysia dengan budget yang lumayan besar untuk
menjalankan program mereka.
2.4.3 Kelemahan Program Inkubator dari Lembaga Pendidikan di
Indonesia
Berdasarkan hasil data kami inkubator pendamping UMKM masih
didominasi oleh lembaga pendidikan sebanyak 72% dari 81 inkubator
yang tercatat di Data terakhir dari Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
2015). Sehingga bisa dikatakan saingan utama kita sebagai swasta
ketika akan membuka usaha inkubator bisnis di Indonesia adalah
inkubator dari perguruan tinggi seperti IPB dan UI. Namun berdasarkan
penelitian kami inkubator bisnis dari perguruan tinggi tidak sepenuhnya
berjalan lancar karena beberapa faktor yang kita ambil dari penelitiaan
Rokhani Hasbullah et al (2015) tentang efektifitas inkubator bisnis
perguruan tinggi:
1. Di Perguruan Tinggi seringkali program inkubator bisnis tidak
menjadi prioritas utama sehingga dana yang didapat oleh
perguruan tinggi terutama dalam bentuk hibah tidak selalu
dikucurkan full kepada program inkubator bisnis. Ini membuat
program pendampingan di inkubator seringkali berjalan dalam
periode yang tidak menentu. Jika sedang tidak ada program
pendampingan maka kegiatan akan dialihkan lebih ke arah
seminar-seminar UMKM sebagai bentuk laporan dan wujud bakti
perguruan tinggi.
2. Masalah kedua adalah kurangnya SDM yang berkualitas untuk
menjadi pendamping UMKM di Inkubator perguruan tinggi. Hal
62
ini karena biasanya SDM yang bertanggung jawab untuk
memegang inkubator masih dari internal akademisi seperti dosen
dan mahasiswa yang tentunya memiliki tanggung jawab lain.
Mahasiswa sering ditunjuk menjadi pendamping UMKM sebagai
bagian dari nilai atau bentuk dari KKN (kuliah kerja nyata) di
lapangan padahal mereka belum tentu memiliki kualifikasi sebagai
pendamping UMKM.. Para mahasiswa ini tentu tidak akan bisa
secara maksimal mendampingi UMKM karena mereka sendiri
masih mempunyai beban kuliah. Padahal dalam pendampingan
UMKM di inkubator ini bisa memakan waktu hingga beberapa
bulan hingga tahunan.
3. Transparansi program, sebagai lembaga inkubator yang sifatnya
bisa dibilang non-profit dan mulai mengarah menjadi social
enterprise, inkubator UMKM dari perguruan tinggi di Indonesia
masih kurang transparan dalam membuka informasi kegiatan dan
hasil mereka kepada masyarakat. Ini kami buktikan dengan
sulitnya mencari data dokumen laporan kegiatan ataupun
pembiayaan beberapa inkubator seperti dari IPB dan UI di internet.
Sedangkan jika kita melihat contoh inkubator UMKM yang
menjadi referensi kita dari luar negeri seperti MaGIC, mereka
sangat transparan berapa jumlah pembiayaan yang mereka terima
dari pemerintah ataupun swasta dan laporan kegiatan detail mereka
serta result yang didapatkan apa dibagikan kepada masyarakat
dalam bentuk dokumen yang bisa diakses melalui internet.
Ketiga hal ini membuat kehadiran lembaga inkubator
khusus pendampingan UMKM yang profesional dan tidak
terkendala masalah di bidang pembiayaan, SDM pendamping
dan transparansi program yang menjadi sangat penting.
63
2.5 Competitive Advantage
2.5.1 Creating Shared Value Theory (CSV)
Teori Creating Shared Value pertama kali dicetuskan oleh Michael Porter dan
Mark Kramer pada tahun 2006 (Porter dan Kramer, 2006). CSV atau creating
shared value adalah kebijakan dan teknis operasional yang meningkatkan
keunggulan kompetitif perusahaan dan secara bersamaan memajukan kondisi
sosial dan ekonomi (Porter and Kramer, 2011).
Mereka berpendapat bahwa semua keuntungan yang diperoleh tidaklah sama.
Keuntungan yang melibatkan nilai bersama (shared value) dan memungkinkan
masyarakat untuk maju dapat membuat perusahaan maju secara lebi pesat. CSV
menekankan pentingnya memasukkan isu-isu sosial ke dalam strategi bisnis
yang dapat meningkatkan value perusahaan dan juga isu sosial masyarakat yang
dibantu dengan kehadiran perusahaan. CSV berbeda dengan CSR ataupun
donasi perusahaan. CSV menekankan pentingnya menyelesaikan
masalah sosial melalui pendekatan model bisnis baru.
64
Tabel 2.3 Peranan Bisnis di Masyarakat
Sumber:https://www.isc.hbs.edu/creating-shared-value/Pages/default.aspx
Dalam penerapannya ada tiga cara yang bisa dilakukan bisnis untuk
menerapkan teori CSV yaitu (Porter dan Kramer, 2011):
1. Mengolah kebutuhan,produk dan konsumen dengan pendekatan
baru: Memenuhi kebutuhan sosial masyarakat melalui produk dan jasa.
Melayani market yang belum pernah dijamah atau jarang dijamah.
2. Memberi definisi baru produktifitas di value chain: Memaksimalkan
sumber daya energi, logistik, supplier dan SDM dengan pendekatan
berbeda.
3. Meningkatkan kualitas ekonomi dan bisnis lokal dan regional.–
Meningkatkan skill para supplier dan produsen bisnis lokal, regulasi
lingkungan, serta institusi pendukung yang mempengaruhi bisnis kita.
Memperkuat cluster tempat perusahaan bergantung.
65
Dengan menerapkan model bisnis berdasarkan konsep Creating Shared
Value ini, kami menekankan aspek bahwa melalui jasa pendampingan bisnis
kepada Mitra PK yang kami lakukan dapat meningkatkan kualitas dan daya
saing usaha para Mitra PK sehingga dapat meningkatkan kualitas ekonomi
dan bisnis serta masyarakat secara luas di wilayah tempat para Mitra PK
bernaung.
2.6 Journal References
2.6.1 UMKM sebagai Target Sustainable Development Goals 2030
Sustainable development goals atau SDG adalah koleksi dari 17 tujuan
pembangunan utama secara global yang dirancang oleh PBB. Tujuan-tujuan
ini ditargetkan akan tercapai pada tahun 2030 dan meliput aspek seperti
kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan, global warming, keseteraan
gender, air, sanitasi, energi, urbanisasi, lingkungan, keadilan sosial dan lain-
lain.
Gambar 2.4 17 poin Sustainable Development Goals dari PBB
Sumber : UNDP (2015)
Salah satu target penting dari Sustainable Development Goals 2030 yang
dikeluarkan PBB adalah pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang
66
berkelanjutan. Dan point penting dari target ini adalah pentingnya kegiatan
pendampingan dan promosi usaha mikro dan kecil menengah agar bisa lebih
produktif, kreatif dan lebih profitabel sehingga bisa berkembang dan juga
membuka akses modal kepada UMKM (PBB, 2019).
Gambar 2.5 Tujuan Sustainable Development Goals 2030:
Decent Work and Economic Growth
Selain itu penerapan SDG ini juga dilakukan di kawasan ASEAN. Menurut
laporan Asian Development Bank pada tahun 2019, negara-negara ASEAN
harus bisa membangun kolaborasi yang baik antara pihak pemerintah, swasta
besar dengan para pelaku UMKM agar dapat mengembangkan
pendampingan, riset dan pelatihan kewirausahaan kepada UMKM (Asian
Development Bank, 2019)
67
2.6.2 Social Enterprise
Social Enterprises berbeda dengan konsep non-profit pada umumnya. Ini karena
Social Enterprise mendapatkan income yang terikat langsung dengan misi
sosial mereka. Kebanyakan bisnis dibiayai oleh biaya swasta dan dikelola
berdasarkan prinsip profit komersial dan beberapa juga berada di sektor
publik, atau sektor yang dikelola bersama oleh pemerintah. Konsep hybrid
antara swasta-publik inilah yang menjadi pembeda bagi Social Enterprise.
Pada fundamentalnya Social Enterprise bertujuan untuk memajukan civil
economy atau ekonomi yang berusaha memecahkan masalah sosial di
masyarakat sambil meminimalisir peran intervensi langsung pemerintah
(Grassl, 2012).
Gambar 2.6 Konsep Social Enterprise dilihat dari pembagian sektor bisnis
(Grassl, 2012)
Konsep Social Enterprise sebagai bisnis dengan sistem hybrid ini juga didukung
oleh penelitian dari Sergio Sparviero di Journal of Social Entrepreneurship, yang
menyatakan Social Enterprise berusaha menjembatani konsep misi sosial dan
sukarela dengan sektor bisnis dengan cara transfer ide antara satu dengan yang lain
(Sparviero, 2019).
68
Definisi serupa juga dikemukakan oleh inkubator UMKM asal Malaysia MaGIC
yang menggunakan prinsip dan konsep Social Enterprise sebagai salah satu cara
mereka memajukan nilai sosial dan ekonomi dengan cara melakukan inkubasi
pendampingan UMKM agar bisa meningkatkan skill dan akses pembiayaan
terhadap UMKM (MaGIC, 2015).
Gambar 2.6 Diagram Venn Posisi Social Enterprise
Sumber: Malaysian Social Enterprise Blueprint from MaGIC
(2015)
Gambar di atas menunjukkan bagaimana Social Enterprise merupakan konsep
bisnis hybrid penggabungan dari adanya kebutuhan dari Pemerintah untuk
meningkatkan taraf kehidupan sosial di masyarakat yang masih terdapat gap dari
segi pelayanan, ditambah dengan munculnya tuntutan dan kesempatan untuk
menyediakan pelayanan publik melalui lembaga swasta yang bisa didukung oleh
CSR perusahaan swasta yang dibantu oleh lembaga ketiga yaitu Social
69
Enterprise yang akan memberikan pelayanan kompetitif dan efisiensi dalam
menjamin lancarnya program sosial yang akan dijalankan.
2.6.3 Inkubator Pendampingan UMKM sebagai bentuk dari Social
Enterprise
2.6.3.1 Lend A Hand
Seperti yang dijelaskan di atas, Lend A Hand adalah Social Enterprise
yang bergerak di pendampingan berupa pelatihan UMKM dan juga
pembiayaan modal melalui crowdfunding. Lend A Hand sendiri
sudah sukses menyalurkan dana dengan total sekitar 63 juta euro
kepada ribuan UMKM di seluruh dunia dalam bentuk pinjaman
modal usaha (lendahand.com, 2019). Untuk program pendampingan
UMKM dan pelatihannya sendiri kini Lend A Hand fokus di tiga
negara yaitu Ghana, Filipina dan Mongolia (lendahand-
foundation.org, 2019). Dalam pelaksanaan kegiatannya Lend A Hand
bekerjasama dengan mitra daerah lokal agar lebih memudahkan
untuk mengatasi perbedaan kultur. Yang unik untuk membedakan
platform crowdfunding dan pendampingan UMKM, Lend A Hand
mempunyai dua entitas unit usaha yaitu:
1. Lend A Hand Foundation: Lembaga non-profit dari Lend A
Hand yang bertujuan memberikan inkubasi pendampingan
selama sekitar 3 bulan kepada UMKM di Ghana, Filipina dan
Mongolia. Mendapatkan suntikan dana dari program-program
CSR seperti dari Bank Rabobank dan Ashoka Foundation.
2. Lend A Hand Mesofinance: Bisnis crowdfunding milik Lend
A Hand. Mengutamakan investasi crowdfunding dengan plafon
yang cukup besar (di atas 50.000 euro) dengan jangka waktu
sekitar 1-5 tahun tergantung besarnya modal. Bunga
70
pengembalian sekitar 5-7 persen dan bunga investasi yang
dikembalikan kepada peserta crowdfunding sekitar 3-5
persen/tahun. Model bisnis ini memberikan kemudahan kepada
UMKM untuk mendapatkan modal yang cukup besar dengan
bunga terjangkau dan juga memberikan keamanan resiko
rendah kepada para investor karena sumber dana diambil dari
masyarakat luas melalui sistem crowdfunding.
2.6.2.2 MaGIC
Di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia sudah mempunyai
program untuk pendampingan UMKM dan Start-Up yang terintegrasi
sebagai Social Enterprise bernama MaGIC (Malaysian Global
Innovation and Creativity Centre (MaGIC, 2015). MaGIC menjadi
jembatan antara pemerintah Malaysia dan pelaku UMKM yang
bergerak di bidang Social Enterprise agar bisa lebih berkembang.
MaGIC sebagai Social Enteprise mempunyai beberapa kegiatan
seperti program Global Accelerator.
Program ini berupa inkubasi dan pendampingan intensif terhadap
UMKM selama 4-6 bulan dengan fokus kepada marketing, finansial,
produksi, dan legal sehingga setelah pelatihan selesai, UMKM terkait
sudah siap mendapatkan suntikan investasi. Tiap tahunnya program
ini mengadakan pendampingan kepada sekitar 20-30 UMKM dan
Start Up yang terpilih (MaGIC, 2015). MaGIC sendiri pada tahun ini
kembali dipercaya pemerintah Malaysia untuk mengolah dana sekitar
10 juta Ringgit atau 33 Milyar Rupiah untuk mengelola program-
program pendampingan dan juga investasi kepada UMKM di
Malaysia (Tariq, 2019)
71
2.6.4 Konsep “UMKM Naik Kelas” di Indonesia
Di Indonesia penerapan konsep memajukan UMKM dicanangkan
pemerintah dengan mengangkat tema “UMKM Naik Kelas”. Kementerian
Koperasi dan UMKM mendefinisikan UMKM naik kelas dari beberapa
parameter yaitu (Nursyamsi, 2019):
1. Kenaikan omset dan aset perusahaan
2. Kemampuan UMKM untuk menjadi bankable.
3. Mampu memanfaatkan teknologi digital.
4. Kemampuan untuk ekspor-impor.
5. Memiliki sertifikasi seperti SNI dan juga legalitas perizinan yang
lengkap.
Menurut Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan
UKM Abdul Kadir Damanik, dari segi omset banyak UMKM yang sudah
“naik kelas”. Ini dilihat dari data banyaknya usaha mikro yang omsetnya
bertambah dari 20 juta ke 40 juta (Nursyamsi, 2019). Namun kenaikan omset
ini belum bisa secara maksimal disebut sebagai naik kelas karena banyak
usaha mikro yang belum menyentuh syarat menjadi usaha kecil secara omset
dan begitu juga banyak usaha kecil yang walaupun omsetnya naik tetapi
belum menyentuh syarat menjadi usaha menengah atau besar. Selain itu jika
dilihat dari kemampuan marketing dan pemanfaatan teknologi masih hanya
sekitar 5 persen UMKM yang memanfaatkan marketplace digital ataupun
internet secara umum (Pratiwi, 2019).
Melihat hal ini masih banyak PR baik dari Pemerintah hingga pihak swasta
dan UMKM itu sendiri untuk saling bersinergi satu lain melalui program-
program pendampingan dan juga inovasi yang dapat membantu UMKM.
Beberapa contoh program dari Pemerintah untuk membantu UMKM adalah:
72
1. Program Dana Hibah untuk UMKM (Kementerian Koperasi dn
UMKM)
2. Program Pendampingan UMKM melalui CIS-Nasional
(Kementerian Koperasi)
3. Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) kepada Industri UMKM di
bidang Kreatif (Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
4. Pelaksanaan Program PKBL di seluruh Perusahaan BUMN
(Kementerian BUMN dan Perusahaan BUMN)
Di luar program-program ini Pemerintah berharap akan juga banyak
lembaga swasta yang bisa menjalin kerjasama atau membuat platform
inkubator bisnis yang dapat membantu kemajuan UMKM baik dengan
bantuan pendampingan seperti pelatihan-pelatihan UMKM hingga bantuan
pembiayaan melalui CSR perusahaan swasta besar atau Crowdfunding
(Kurniawan, 2017). Dan jika kita melihat bagaimana peran swasta seperti
yang dilakukan MaGIC di Malaysia dan Lend A Hand di beberapa negara
maka bukan tidak mungkin model bisnis seperti dua institusi berbentuk
social enterprise dengan penerapan inkubator bisnis dalam melakukan
pendampingan UMKM ini dapat menjadi salah satu jawaban untuk
mengembangkan potensi UMKM di Indonesia.
2.7 Value Proposition
Value proposition diartikan sebagai rangkaian keuntungan dan manfaat yang
ditawarkan atau dijanjikan oleh sebuah brand kepada konsumen untuk memenuhi
kebutuhan mereka (Kotler & Armstrong, 2012). MAJU sebagai suatu model bisnis
baru menawarkan value proposition untuk dapat menciptakan nilai yang lebih
dibandingkan model bisnis lainnya, berikut adalah kerangka value proposition yang
ditawarkan oleh MAJU melalui analisa value proposition canvas.
73
Gambar 2.4 VPC for Mitra PK
Sumber : Data Olahan Sendiri
Gambar 2.5 VPC for Sponsorship
Sumber : Data Olahan Sendiri
2.7.1 Customer Profile Mitra PK
Customer Jobs
74
Aspek-aspek yang harus dikerjakan oleh konsumen, dapat meliputi masalah
yang mereka ingin selesaikan ataupun kebutuhan yang ingin dipenuhi disebut
sebagai Customer Jobs. Terdapat 3 jenis utama dari customer jobs yaitu
secara functional, social dan emotional/personal (Osterwalder, 2010).
Customer jobs dari Mitra PK adalah adanya keinginan agar bisnis mereka
naik kelas, adanya kenaikan omset hingga kenaikan pinjaman modal adalah
kebutuhan yang dibutuhkan oleh Mitra PK.
Customer Pains
Customer pain didefinisikan sebagai aspek-aspek yang bersifat negatif bagi
para konsumen saat, sebelum dan setelah melaksanakan kewajiban (customer
jobs), aspek tersebut dapat berupa kesulitan, risiko, kemungkinan akibat yang
buruk (Osterwalder, 2010). Berikut adalah customer pains dari target market
MAJU:
- Kapabilitas perencanaan dan pengelolaan finansial
Kurangnya pengetahuan dan kapabilitas para Mitra PK terhadap
finansial menyebabkan pengelolaan keuangan tidak yang tidak benar
sehingga mempengaruhi perencanaan budget untuk hari berikutnya.
sering banget tanpa disengaja uang hasil usaha dan uang pribadi
disatuin, makanya kita suka kebingungan duitnya ini habis kemana ya,
- hasil wawancara dengan moel, rina
- Penjualan yang tidak sesuai produksi
Mayoritas para mitra pk lebih memfokuskan bisnisnya untuk
memproduksi produk tanpa memikirkan kemana produk tersebut
didistribusikan. Keterbatasan pengetahuan untuk memasarkan produk
juga menjadi masalah yang dihadapi oleh para mitra pk, para mitra pk
ini pada umumnya masih menggunakan cara yang tradisional untuk
memasarkan produknya, seperti: berjualan offline menitip di warung,
75
dan sebagainya. Mitra PK sangat minim yang sudah memanfaatkan
platform online, ini dikarenakan kurangnya kapabilitas mereka dalam
menggunakan teknologi.
- Kesulitan mengakses modal tambahan
Pengelolaan keuangan yang buruk menyebabkan laporan keuangan
bisnis tersebut tidak sesuai dengan standar yang diharapkan oleh
pemberi pinjaman. Sehingga usaha mereka untuk mendapatkan modal
tambahan agar bisnisnya bisa lebih berkembang tidak memenuhi syarat
dari bank atau institusi lainnya.
Customer Gains
Customer gains adalah hasil yang diharapkan dan dibutuhkan yang bersifat
menguntungkan atau bermanfaat bagi konsumen, bahkan sesuatu yang
mereka tidak sangka akan dapatkan, aspek-aspek tersebut meliputi
functional, utility, social, emotion dan cost (Osterwalder, 2010). Berikut
adalah customer gains dari target market MAJU:
- Pemasaran dan distribusi produk yang tepat sasaran
Idealnya penjualan seimbang dengan produksi yang dilakukan oleh Mitra
PK. Harapannya adalah mereka bisa memasarkan produk mereka dengan
strategi yang tepat dan efisien, menggunakan media offline maupun
online secara maksimal.
- Go-online
Mitra PK berharap bisa memanfaatkan platform digital untuk menjual
atau memasarkan produk mereka di platform digital sehingga produk
mereka bisa diakses oleh siapa saja dan dimanapun. Hal ini juga sesuai
76
dengan visi dari Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kementerian
Kominfo, yaitu UMKM Go Online, Wujudkan Visi “Digital Energy of
Asia”. Upaya ini bertujuan untuk memfasilitasi dan memberikan
kesempatan pada UMKM di berbagai daerah untuk siap bersaing di pasar
yang lebih luas. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan
UKM bersama Kementerian Kominfo, berkomitmen untuk
mengonlinekan 8 Juta UMKM sampai tahun 2020. Komitmen ini
menunjukan keberpihakan pemerintah dalam memajukan UMKM
sebagai salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.
- Prosedur modal yang lebih accessible
Idealnya para Mitra PK mengharapkan adanya akses finansial yang
memiliki prosedur yang lebih mudah dipenuhi, seperti minimalisasi
kolateral yang harus diberikan. Selain itu, bunga yang rendah juga
menjadi salah satu ekspektasi dari para Mitra PK untuk mengurangi
risiko dalam peminjaman dana.
2.7.2 Value Maps for Mitra PK
Menurut artikel Almquist (2016) value proposition sendiri terdiri dari
element of value yang merupakan beberapa kombinasi dari value yang
ditawarkan dari produk atau jasa yang dapat memunculkan maupun
memenuhi keinginan customers untuk mencoba, memperkuat loyalitas dan
memberikan keuntungan (Almquist., Eric, et all, 2016).
Value map menjelaskan fitur-fitur dari sebuah value proposition di dalam
sebuah model bisnis, dengan menggunakan framework ini, value yang
ditawarkan oleh sebuah brand dapat diimplementasikan kedalam produk
sebagai pain relievers dan gain creators dari konsumen yang telah ditentukan
dalam customer profile.
77
Gambar 2.6 B2B Elements of Value Pyramid
Sumber : “THE B2B ELEMENTS OF VALUE” BY ERIC
ALMQUIST ET AL.,
Melihat dari elemen di atas dan disesuaikan dengan tujuan kami untuk
membantu UMKM Naik Kelas maka kita bisa membagi value kita menjadi:
1. Functional Value
a. Scalability: kami berusaha membantu UMKM naik kelas
melalui program pendampingan di inkubator kami baik
78
secara strategi marketing yang bisa membantu menaikkan
omset dan juga akses pembiayaan agar bisnisnya
bertumbuh menuju skala yang lebih besar.
b. Innovation: Kami membantu UMKM berinovasi terutama
di teknologi dengan memanfaatkan teknologi digital
seperti akses kepada marketplace dan pemanfaatan strategi
konten digital hingga akses kepada crowdfunding platform
untuk akses pembiayaan yang lebih besar.
2. Ease of Doing Business:
a. Access: Kami membantu akses marketplace digital kepada
UMKM secara lebih efisien melalui program
pendampingan di inkubasi kami.
b. Reach: Dengan akses digital, UMKM bisa mencapai pasar
yang lebih fokus kepada segmen yang dituju dengan
jangkauan yang juga lebih besar.
3. Inspirational Value
a. Social Responsibility: Kami menekankan nilai sosial
dalam bisnis kami sebagai social enterprise untuk
membantu UMKM naik kelas sebagai salah satu misi
dalam mencapai target SDG 2030 dari PBB terkait
pengembangan ekonomi masyarakat. Selain itu kami juga
menanamkan value ini kepada para sponsor kami agar dana
yang mereka berikan tidak hanya menjadi CSR biasa
melainkan punya value sebagai CSV yang cocok dengan
value chain mereka.
Product & Services
Product and services adalah bentuk baik fisik (tangible) maupun tidak nyata
(intangible) yang ditawarkan oleh sebuah brand kepada konsumen
(Osterwalder, 2010), product and services juga sebagai bentuk solusi dari
79
masalah dan kebutuhan konsumen dalam customer profile yang telah
dijabarkan.
MAJU berperan sebagai inkubator yang akan mendampingi mitra pk dalam
mengembangkan usahanya khususnya pendampingan dalam finansial literasi
dan pemasaran. Tidak hanya sampai disitu, MAJU juga akan menjadi
perancang konten proyek dari para mitra pk yang akan didistribusikan
melalui beberapa platform crowdfunding untuk mendapatkan pendanaan.
Sistem yang diterapkan oleh MAJU menggunakan prosedur tanpa kolateral
melainkan menyubstitusi kolateral dengan commitment fee yang bernilai
pembuatan konten untuk proyek.
Sebagai nilai tambahan yang membedakan MAJU dengan yang lainnya
adalah MAJU juga akan memberikan konsultasi berbasis pendampingan
terhadap kebutuhan yang spesifik dari mitra pk, pendampingan yang
diberikan juga memiliki fokus yaitu meliputi aktivitas business development,
konsultasi ini memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dari
para mita pk dalam mengelola dan mengembangkan bisnisnya sehingga bisa
naik kelas.
Pain Relievers
Pain relievers adalah sebuah bentuk penyelesaian atau pengurangan dari
customer pain yang telah dipaparkan sebagai value proposition yang
diimplementasikan dalam product and services, berikut adalah aspek-aspek
yang ditawarkan oleh MAJU sebagai pain relievers dari konsumen adalah :
Pendampingan terhadap UMKM Mitra PK khususnya dalam perencanaan,
pengelolaan keuangan dan strategi pemasaran. Untuk mendapatkan ini, para
80
UMKM Mitra harus membayarkan sejumlah commitment fee untuk
mendapatkan pendampingan untuk pengembangan bisnisnya.
Gain Creators
Gain creators adalah bentuk dari product and services yang berperan sebagai
pemberi keuntungan, manfaat dan kebutuhan dari para konsumen, berikut
adalah aspek-aspek yang ditawarkan oleh MAJU sebagai gain creators dari
konsumen adalah :
Naik kelas, dengan memberikan kesempatan para UMKM Mitra PK untuk
mengembangkan bisnisnya melalui program pendampingan dan juga
membantu UMKM Mitra PK untuk mendapatkan investasi lebih dari venture
capital maupun sumber pendanaan lain di fase selanjutnya.
2.7.3 Value Proposition Statement for Mitra PK
MAJU adalah inkubator yang membantu UMKM Mitra PK untuk naik kelas
melalui program pendampingan khususnya dalam finansial literasi,
pemasaran, dan akses permodalan. MAJU akan merancang dan
mendistribusikan proyek sosial yang berbasis dari Sustainable Development
Goals milik PBB ke beberapa platform crowdfunding sebagai channel
pendanaan.
2.7.4 Customer Profile Sponsor
Customer Jobs
Customer jobs dari Sponsor adalah adanya keinginan agar adanya perubahan
dalam menjalankan program CSR menjadi program yang tidak hanya bersifat
sosial namun juga memberikan dampak positif dengan perkembangan bisnis
dari perusahaan tersebut.
Customer Pains
81
Customer pain didefinisikan sebagai aspek-aspek yang bersifat negatif bagi
para konsumen saat, sebelum dan setelah melaksanakan kewajiban (customer
jobs), aspek tersebut dapat berupa kesulitan, risiko, kemungkinan akibat yang
buruk (Osterwalder, 2010). Berikut adalah customer pains dari target market
MAJU:
- Tidak fokus terhadap para UMKM
Kurangnya perhatian khusus terhadap para pelaku UMKM seringkali
menyebabkan perusahaan tidak bisa mengontrol perkembangan dari
bisnis UMKM yang sudah diberikan dana hibah sebagai tambahan
modal bagi perkembangan usaha para pelaku UMKM.
- Standard produk perusahaan tidak sesuai dengan produksi dari
UMKM.
Mayoritas para mitra pk lebih memfokuskan bisnisnya untuk
memproduksi produk tanpa memikirkan standar yang diharapkan oleh
perusahaan. Sehingga tidak jarang produk yang mereka produksi tidak
sesuai dengan standar baku dari perusahaan tersebut.
Customer Gains
Customer gains adalah hasil yang diharapkan dan dibutuhkan yang bersifat
menguntungkan atau bermanfaat bagi konsumen, bahkan sesuatu yang
mereka tidak sangka akan dapatkan, aspek-aspek tersebut meliputi
functional, utility, social, emotion dan cost (Osterwalder, 2010). Berikut
adalah customer gains dari target market MAJU:
- Menyalurkan dana tepat sasaran dan bermanfaat bagi perusahaan
82
Idealnya dana yang disalurkan dapat diterima oleh UMKM yang tepat
sehingga bisa berdampak positif terhadap pelaku UMKM dan juga
perusahaan itu sendiri.
- Terbangunnya rantai suplai yang kompetitif
Sponsor berharap melalui dana hibah yang diberikan untuk
pengembangan usaha para mitra pk dapat menciptakan rantai suplai yang
baru dan kompetitif. Sehingga terjadinya rangkaian bisnis yang baru dan
berdampak positif baik itu sosial maupun ekonomi.
2.7.5 Value Maps for Sponsor
Menurut artikel Almquist (2016) value proposition sendiri terdiri dari
element of value yang merupakan beberapa kombinasi dari value yang
ditawarkan dari produk atau jasa yang dapat memunculkan maupun
memenuhi keinginan customers untuk mencoba, memperkuat loyalitas dan
memberikan keuntungan (Almquist., Eric, et all, 2016).
Value map menjelaskan fitur-fitur dari sebuah value proposition di dalam
sebuah model bisnis, dengan menggunakan framework ini, value yang
ditawarkan oleh sebuah brand dapat diimplementasikan kedalam produk
sebagai pain relievers dan gain creators dari konsumen yang telah ditentukan
dalam customer profile.
83
Gambar 2.7 B2B Elements of Value Pyramid
Sumber : “THE B2B ELEMENTS OF VALUE” BY ERIC
ALMQUIST ET AL.,
Selain menggunakan dengan value map, MAJU akan membagi value
proposition yang ditawarkan kepada Mitra PK atas dasar pembagian dari The
B2B Elements of Value.
Product & Services
84
Product and services adalah bentuk baik fisik (tangible) maupun tidak nyata
(intangible) yang ditawarkan oleh sebuah brand kepada konsumen
(Osterwalder, 2010), product and services juga sebagai bentuk solusi dari
masalah dan kebutuhan konsumen dalam customer profile yang telah
dijabarkan.
MAJU berperan sebagai inkubator yang akan membantu mencari UMKM
yang bisa mensupport VP dari perusahaan tersebut, sehingga dana yang
dikeluarkan sebagai CSR bisa menjadi Created Social Value.
Pain Relievers
Pain relievers adalah sebuah bentuk penyelesaian atau pengurangan dari
customer pain yang telah dipaparkan sebagai value proposition yang
diimplementasikan dalam product and services, berikut adalah aspek-aspek
yang ditawarkan oleh MAJU sebagai pain relievers dari konsumen adalah :
Melakukan pendampingan kepada umkm agar bisa scaling up dan memenuhi
standar yang sesuai dengan standar pihak sponsor.
Gain Creators
Gain creators adalah bentuk dari product and services yang berperan sebagai
pemberi keuntungan, manfaat dan kebutuhan dari para konsumen, berikut
adalah aspek-aspek yang ditawarkan oleh MAJU sebagai gain creators dari
konsumen adalah :
Developing the skill of supplier adalah gain yang ingin diciptakan oleh
MAJU sehingga kapabilitas dari UMKM dapat berkembang kearah yang
lebih baik, sehingga dapat berdampak positif bagi UMKM maupun pihak
sponsor. Developing ini adalah sebagai bukti bahwa MAJU akan membantu
para perusahaan yang ingin memberi bantuan dana yang biasa mereka
85
salurkan melalui program CSR berubah menjadi sesuatu yang memiliki value
berbeda, Created Share Value.
Salah satu contoh dari penerapan CSV di thesis ini adalah, kerjasama akan
diupayakan kepada AirAsia. Dana CSR mereka akan diolah oleh MAJU
untuk memberi pelatihan kepada UMKM Mitra PK yang berkecimpung
dalam bisnis tour and travel. Mitra PK tersebut akan didampingi oleh MAJU
sehingga bisa menjadi rantai suplai yang baru untuk AirAsia. Sehingga,
melalui dana tersebut tidak hanya membantu satu pihak, tetapi
menguntungkan kedua belah pihak secara ekonomi.
2.7.6 Value Proposition Statement for Sponsor
MAJU adalah inkubator bisnis yang membantu pihak sponsor baik itu
perusahaan maupun pemerintah untuk menyalurkan dana CSR yang
disalurkan kepada Mitra PK untuk naik kelas melalui program pendampingan
yang diberikan oleh MAJU, sehingga dana hibah tersebut berubah menjadi
Social Value.