BAB II - Universitas Muhammadiyah...

23
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Desain Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan tahan gempa dapat digunakan konsep Strength Based Design dan atau Performance Based Design. Pada perencanaan bangunan tahan gempa berbasis kekuatan (strength based), kinerja struktur dibagi dalam dua level hanya pada kondisi elastis yaitu bangunan berada dalam keadaan siap pakai (servicebility limit state) dan keadaan tidak hancur (safety limit state). Dalam perencanaan bangunan tahan gempa berbasis kinerja (performance based) kinerja struktur dibagi secara jelas kedalam 4 kategori level kinerja struktur yang mencakup kondisi pasca-elastis yaitu, fully operasional (FO), immediate occupancy (IO), life safety (LS), dan collapse prevention (CP). Konsep (performance based design) dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru maupun perkuatan bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang. 2.1.1 Strength Based Design Konsep ini pada dasarnya menggunakan metode desain kapasitas, dimana elemen struktur dianggap akan aman apabila kapasitas kekuatan harus sama atau lebih besar dari pada kebutuhan kekuatan. Pendekatan ini mengandalkan kekuatan, kekakuan, dan daktilitas struktur. Metode desain kapasitas mengontrol pola keruntuhan struktur daktail dengan merencanakan lokasi dan tipe sendi plastis yang boleh terjadi pada struktur, sehinga tidak membahayakan komponen struktur lain yang dianggap lebih penting. Analisis struktur pada metode Strength Based Design bekerja pada daerah elastis dari elemen struktur yang biasa dikenal dengan analisa linier (ekivalen statik). Pada analisis struktur linier jarang sekali memperhatikan kriteria lain seperti storey drif ratio maupun overal drift ratio. Pemenuhan terhadap prinsip tersebut disertai dengan sifat daktilitas dan detailing pada desain kapasitas akan

Transcript of BAB II - Universitas Muhammadiyah...

Page 1: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Desain Struktur

Dalam perencanaan suatu struktur bangunan tahan gempa dapat digunakan

konsep Strength Based Design dan atau Performance Based Design. Pada

perencanaan bangunan tahan gempa berbasis kekuatan (strength based), kinerja

struktur dibagi dalam dua level hanya pada kondisi elastis yaitu bangunan berada

dalam keadaan siap pakai (servicebility limit state) dan keadaan tidak hancur

(safety limit state). Dalam perencanaan bangunan tahan gempa berbasis kinerja

(performance based) kinerja struktur dibagi secara jelas kedalam 4 kategori level

kinerja struktur yang mencakup kondisi pasca-elastis yaitu, fully operasional

(FO), immediate occupancy (IO), life safety (LS), dan collapse prevention (CP).

Konsep (performance based design) dapat digunakan untuk perencanaan

bangunan baru maupun perkuatan bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman

yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan

kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang

akan datang.

2.1.1 Strength Based Design

Konsep ini pada dasarnya menggunakan metode desain kapasitas, dimana

elemen struktur dianggap akan aman apabila kapasitas kekuatan harus sama atau

lebih besar dari pada kebutuhan kekuatan. Pendekatan ini mengandalkan

kekuatan, kekakuan, dan daktilitas struktur. Metode desain kapasitas mengontrol

pola keruntuhan struktur daktail dengan merencanakan lokasi dan tipe sendi

plastis yang boleh terjadi pada struktur, sehinga tidak membahayakan komponen

struktur lain yang dianggap lebih penting.

Analisis struktur pada metode Strength Based Design bekerja pada daerah

elastis dari elemen struktur yang biasa dikenal dengan analisa linier (ekivalen

statik). Pada analisis struktur linier jarang sekali memperhatikan kriteria lain

seperti storey drif ratio maupun overal drift ratio. Pemenuhan terhadap prinsip

tersebut disertai dengan sifat daktilitas dan detailing pada desain kapasitas akan

Page 2: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

5

membawa elemen dan struktur menjadi relatif stabil, karena proses disipasi energi

berlangsung dengan baik.

Gambar 2.1 Bagan alir desain struktur bangunan menurut Strength Based

Approach Sumber : Widodo Pawirodikromo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan (2012)

Batasan kinerja struktur dalam konsep strength based design (Paulay, 1992)

adalah sebagai berikut :

1. Serviceability limite state

Titik berat dari kriteria ini adalah pengontrolan dan pembatasan

displacement yang terjadi selama gempa berlangsung. Kerusakan-kerusakan

minor pada elemen non-struktural masih diijinkan, tetapi tidak

diperkenankan terjadi kelelehan tulangan elemen struktur.

2. Survival limit state

Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

nyawa manusia, ketika terjadi gempa yang paling kuat. Struktur yang

mengalami perpindahan lateral yang besar harus tetap mampu menahan

Page 3: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

6

beban grafitasi dengan mempertahankan kehilangan kekuatannya, sehingga

perpindahan lateralnya sekecil mungkin.

Konsep strength based design juga memperhatikan tingkat kinerja struktur,

tetapi hanya terbatas pada kondisi elastis dan kemudian runtuh (ultimate). Hal ini

tidak dapat menggambarkan tingkat kinerja struktur pada waktu terjadi gempa

kuat yang akan menghasilkan kondisi inelastik sebelum mengalami keruntuhan

(collapse). Tingkat kinerja struktur non-linear pada bangunan tahan gempa dapat

diketahui dengan suatu konsep pendekatan baru yang dinamakan performance

based design.

2.1.2 Performance Based Design

Konsep disain ini menentukan kinerja bangunan yang dikehendaki terlebih

dahulu, dimana pada tahapan akhir desain target kinerja menjadi kriteria yang

harus dipenuhi. Apabila target kinerja belum terpenuhi maka perlu ada revisi

desain. Performance based design ini dapat menggambarkan perilaku inelastik

komponen-komponen bangunan sehingga dapat memperkirakan perilaku

bangunan ketika tergadi gempa.

Gambar 2.2 Bagan alir desain struktur bangunan menurut Performance Based

Design Sumber : Widodo Pawirodikromo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan (2012)

Performance based design mempunyai dua elemen utama dalam

perencanaannya yaitu kapasitas struktur (capacity) dan beban (demand). Beban

Page 4: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

7

(demand) merupakan reprsentasi dari gerakan tanah akibat gempa bumi, dimana

yang akan digambarkan sebagai kurva respon spektrum. Kapasitas struktur adalah

kemampuan dari struktur untuk menanggulangi gaya gempa (earthquake

demand).

Batasan kinerja struktur dalam konsep performance based design menurut

ATC-40 dan FEMA-356 adalah sebagai berikut :

1. Fully operational (FO)

Kondisi dimana, gedung tetap dapat beroperasi langsung setelah gempa

terjadi. Hal ini terjadi karena elemen struktur utama tidak mengalami

kerusakan sama sekali dan elemen non struktur hanya mengalami

kerusakan sangat kecil.

2. Immediate occupancy (IO)

Kondisi dimana, struktur secara umum masih aman untuk kegiatan

operassional segera setelah gempa terjadi. Ada kerusakan yang sifatnya

minor dan perbaikannya tidak mengganggu pemakai bangunan.

3. Life safety (LS)

Kondisi dimana, struktur bangunan mengalami kerusakan sedang,

sehingga diperlukan perbaikan. Namun, bangunan masih stabil dan

mampu melindungi pemakai. Bangunan dapat ditempati kembali setelah

selesai perbaikan.

4. Collapse prevention (CP)

Kondisi dimana, struktur bangunan mengalami kerusakan parah, tetapi

masih berdiri/tidak roboh. Elemen non struktur sudah runtuh, struktur

sudah tidak bisa dipakai.

2.2 Hierarki Kerusakan Struktur

Struktur bangunan terdiri atas : a) tanah pendukung; b) struktur fondasi; c)

struktur kolom; d) struktur balok; e) struktur plat lantai; f) struktur atap dan g)

elemen non-struktur (tembok, partisi, ceyling dsbnya). Apabila terjadi gempa

bumi hierarki kerusakan yang dikehendaki mempunyai urutan yang terbalik dari

yang telah disebutkan. Hierarki kerusakan elemen struktur secara logika dapat

ditentukan dengan jelas yaitu agar struktur tetap berdiri tegak maka kolom harus

Page 5: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

8

lebih kuat daripada balok. Hierarki kerusakan terus berlanjut sampai pada tanah

pendukung. Ketika suatu struktur menerima beban gempa pada tingkatan tertentu

akan terjadi sendi plastis (plastic hinge). Sendi plastis merupakan ketidak

mampuan elemen struktur (balok dan kolom) menahan gaya dalam (struktur telah

leleh dan berotasi). Dengan memperhatikan hal tersebut maka dari filosofi desain

harus menggunakan prinsip kolom kuat balok lemah (strong column weak beam).

Gambar 2.3 Mekanisme runtuh pada portal terbuka

Sumber : Widodo Pawirodikromo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan (2012)

2.2.1 Mekanisme Runtuh Pada Kolom

Apabila ujung-ujung kolom dalam suatu tingkat mulai leleh, maka proses

deformasi yang mengakibatkan simpangan berjalan terus tanpa adanya tambahan

beban sampai pada kondisi simpangan ultimit ∆u. Pada kondisi simpangan ultimit

dimana momen ultimit (Mu), gaya geser ultimit (Vu), gaya axial ultimit (Pu) yang

terjadi sudah melampaui momen nominal (𝜙Mn), gaya geser nominal (𝜙Vn), dan

gaya axial nominal (Pn) pada ujung-ujung kolom akan terbentuk sendi plastik

setebal lsp' dan lsp yang tunjukkan seperti pada Gambar 2.4. Pada saat sendi

plastis terjadi pada ujung-ujung kolom, maka kelengkungan telah sampai pada

kondisi ultimit, sehingga kelengkungannya bernotasi φ’ku,i dan φku,i. Bila tebal

sendi plastis masing-masing adalah lsp' dan lsp, maka sudut rotasi yang terjadi

oleh adanya sendi plastis pada tingkat ke-i, θi tersebut adalah :

( )

........................................................................... (2.1)

( )

........................................................................... (2.2)

Page 6: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

9

Gambar 2.4 Mekanisme runtuh pada kolom dan distribusi kelengkungan

Sumber : Widodo Pawirodikromo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan (2012)

2.2.2 Mekanisme Runtuh Pada Balok

Pada mekanisme runtuh di balok, maka sendi plastis akan terjadi pada

ujung-ujung balok, dan juga ujung bawah kolom dasar. Asumsi yang umumnya

diambil adalah sendi plastik terjadi secara bersamaan pada ujung-ujung balok.

Kondisi seperti ini jarang terjadi apalagi pada struktur yang termasuk gravity load

dominared (struktur relatif rendah, bentang balok besar dan terletak didaerah

gempa rendah). Pada mekanisme runtuh jenis ini, maka portal bertingkat akan

menjadi seperti gambar 2.5.

Gambar 2.5 Mekanisme runtuh pada balok dan letak sendi plastis

Sumber : Widodo Pawirodikromo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan (2012)

Dengan memperhatikan gambar 2.5 maka rotasi plastis yang terjadi pada

ujung kolom dasar menjadi :

.............................................................................................. (2.3)

.................................................................................... (2.4)

............................................................................. (2.5)

Page 7: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

10

2.3 Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis)

Analisa statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis non-linier

statik 2 dimensi atau 3 dimensi, di mana pengaruh gempa terhadap struktur

bangunan gedung dianggap sebagai beban statik pada pusat massa masing-masing

lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur (incremental) sampai

melampaui pembebanan sehingga menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi

plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan

peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang

besar sampai mencapai target peralihan yang diharapkan atau sampai mencapai

kondisi plastik (ambang keruntuhan).

Tujuan analisis statik beban dorong adalah mengevaluasi perilaku seismik

struktur terhadap beban gempa rencana, yaitu memperoleh nilai faktor daktilitas

aktual dan faktor reduksi gempa aktual struktur, memperlihatkan kurva kapasitas

(capacity curve), dan memperlihatkan skema kelelehan (distribusi sendi plastis)

yang terjadi (Pranata, 2006).

Hasil akhir dari analisis ini berupa nilai-nilai gaya-gaya geser dasar (base

shear) untuk menghasilkan perpindahan dari struktur tersebut. Nilai-nilai tersebut

akan digambarkan dalam bentuk kurva kapasitas yang merupakan gambaran

perilaku struktur dalam bentuk perpindahan lateral terhadap beban (demand) yang

diberikan. Selain itu, analisa pushover dapat menampilkan secara visual elemen-

elemen struktur yang mengalami kegagalan sehingga dapat dilakukan pencegahan

dengan melakukan pendetailan khusus pada elemen struktur tersebut.

Pada analisis pushover ini mode yang akan digunakan ialah mode pertama.

Analisis yang menggunakan mode-mode yang lebih tinggi menghasilkan analisis

yang lebih akurat dalam menggambarkan perilaku struktur, tetapi untuk

mendapatkannya dibutuhakan variable dan data yang rumit, selain itu masih

sangat sedikit analisis yang bisa digunakan untuk mendapatkan nilai ragam yang

lebih tinggi.

2.3.1 Langkah-langkah Analisis Pushover

Secara mendasar langkah-langkah analisa statik non-linier dengan

menggunakan metode analisis pushover adalah sebagai berikut :

Page 8: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

11

1. Menentukan kriteria performance seperti batas ijin simpangan pada lantai

atap pada titik sendi tertentu.

2. Pembuatan model struktur yang akan dianalisa secara 2 dimensi dan atau 3

dimensi.

3. Pembebanan struktur dengan gaya gravitasi untuk menentukan awal

perpindahan dan gaya-gaya dalam.

4. Pembebanan struktur dengan gaya lateral dengan pola pembebanan tertentu

untuk menghasilkan pelelehan pertama pada struktur.

5. Struktur didorong (push) dengan pola pembebanan yang telah ditentukan

sebelumnya secara bertahap (incremental) sampai mencapai keruntuhan

atau suatu target perpindahan tertentu.

6. Penggambaran kurva kapasitas yang merupakan hubungan antara gaya geser

dasar (base shear) dan besarnya perpindahan lateral (displacement).

7. Apabila hasil desain tidak memenuhi batasan kriteria maka dilakukan revisi

desain dan kembali dianalisa.

Gambar 2.6 Prosedur analisis pushover

Page 9: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

12

Kurva kapasitas hasil dari analisis statik beban dorong menunjukkan

hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan atap akibat beban

lateral yang diberikan pada struktur dengan pola pembebanan tertentu sampai

pada kondisi ultimit atau target peralihan yang diharapkan.

Gambar 2.7 Kurva Kapasitas dari hasil analisis pushover

2.4 Analisa Modal

Analisa modal (properti dinamik struktur) diperlukan untuk menghitung

beban gempa yang akan ditingkatkan secara bertahap dalam analisa pushover.

Properti modal seperti massa pada tiap level gedung, mode shape, faktor

partisipasi modal, dan koefisien massa modal dibutuhkan untuk merubah kurva

kapasitas dari analisa pushover menjadi spektrum kapasitas. Nilai-nilai tersebut

didapatkan dari bantuan analisa komputer.

Gambar 2.8 Sistem single-degree of freedom (SDOF)

Sumber : ATC- 40 (1996)

Page 10: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

13

Gambar 2.9 Sistem MDOF dan SDOF

Sumber : ATC- 40 (1996)

Gambar 2.10 Amplitude sistem multi-degree of freedom (MDOF)

Sumber : ATC- 40 (1996)

2.4.1 Persamaan Analisa Modal

1. Faktor Partisipasi Modal

Nilai dari ∑(

) di normalisasi menjadi 1,0 maka, rumus faktor

partisipasi modal antar tingkat untuk setiap mode ke-m :

𝜙 ..................................................................... (2.6)

Keterangan :

PFim = faktor partisipasi modal untuk mode ke-m

фim = amplitudo dari mode m pada level ke-i

Page 11: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

14

2. Koefisien Massa Efektif

Koefisien massa efektif untuk setiap mode ke-m dihitung dengan

rumus:

[∑

]

*∑

+[∑

]

........................................ (2.7)

Keterangan :

PFim = faktor partisipasi modal untuk mode ke-m

wi/g = massa yang diberikan pada level ke-i

фim = amplitude dari mode m pada level ke-i

N = level N, level tingakatan lantai dari struktur

3. Percepatan Modal Antar Tingkat

Percepatan modal antar tingkat untuk setiap mode ke-m dihitung

dengan rumus :

𝜙 ........................................................... (2.8)

Keterangan :

PFim = faktor partisipasi modal untuk mode ke-m

фim = amplitudo dari mode m pada level ke-i

aim = percepatan antar tingkat pada level ke-i untuk

mode ke-m (sebagaimana rasio dari percepatan

grafitasi, g)

Sam = percepatan spektral untuk mode ke-m dari

respon spektrum (sebagaimana rasio dari

percepatan grafitasi, g)

4. Gaya Lateral Modal Antar Tingkat

Gaya lateral merupakan massa dikali percepatan untuk mode ke-m

dihitung dengan rumus :

𝜙 ................................................... (2.9)

Keterangan :

Fim = gaya lateral antar tingkat untuk mode ke-m

wi = berat pada atau yang diberikan pada level ke-i

Page 12: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

15

фim = amplitudo dari mode m pada level ke-i

PFim = faktor partisipasi modal untuk mode ke-m

Sam = percepatan spektral untuk mode ke-m dari

respon spektrum (sebagaimana rasio dari

percepatan grafitasi, g)

5. Geser Dasar Modal

Total gaya geser lateral berdasarkan mode ke-m dihitung

menggunakan rumus :

................................................................... (2.10)

Catatan, jumlah Fim mulai dari atap sampai dasar akan sama dengan

Vm.

Keterangan :

Vm = total gaya geser lateral antar tingkat untuk

mode ke-m

αm = koefisien massa efektif untuk mode ke-m

W = total beban mati dari gedung dan beban lain

yang dapat diterapkan

Sam = percepatan spektral untuk mode ke-m dari

respon spektrum (sebagaimana rasio dari

percepatan grafitasi, g)

6. Periode Getar Modal

Estimasi periode gedung berdaasarkan mode shape ke-m dihitung

menggunakan rumus :

√ ∑

∑ .............................................................. (2.11)

Keterangan :

Fim = gaya lateral antar tingkat untuk mode ke-m

wi = berat pada atau yang diberikan pada level ke-i

δim = displacement pada mode ke-m

g = grafitasi bumi

Page 13: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

16

2.5 Respon Spektrum

Untuk menentukan performance point, data yang dibutuhkan adalah kurva

pushover dan respon spektrum. Respon spektrum dipilih berdasarkan klasifikasi

situs, data tanah (nilai SPT) dibutuhkan untuk menentukan klasifikasi situs tanah

tersebut.

Tabel 2.1 Klasifikasi situs

Kelas Situs Vs (m/detik) N atau N ch uS

SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras,sangat padat dan batuan lunak) 350 sampai 750 >50 > 100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100

SE (tanah lunak)

< 175 <15 < 50 Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40 %, dan

3. Kuat geser niralir uS <25 kPa

SF (tanah khusus,yang Membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifiksitus

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut: Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah, Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3

m), Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m

dengan Indeks Plasitisitas, PI > 75), Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H >

35 m dengan uS < 50 kPa. Sumber : SNI 1726:2012

Untuk menentukan respon spektrum dalam analisa pushover, ATC 40

(1996) memberikan rumus sebagai berikut :

CA = 0,4 SMS ....................................................................................... (2.12)

CV = SM1 .............................................................................................. (2.13)

Keterangan :

CA = percepatan puncak efektif di permukaan tanah

CV = percepatan dipermukaan tanah pada periode 1 detik

Page 14: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

17

SMS = nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0,2 detik di

batuan dasar

SM1 = nilai spektra percepatan untuk periode pendek 1 detik di

batuan dasar

2.6 Langkah-langkah Menentukan Performance Point menurut ATC-40

2.6.1 Prosedur Menentukan Demand

Berdasarkan ATC-40 (1996) ada 2 metode untuk menentukan demand, yaitu

sebagai berikut :

a. Capacity spectrum method

- Merupakan metode iterative yang bertujuan untuk menentukan lokasi

titik performance struktur dengan kapasitas yang ada dan demand

yang diminta.

- Lokasi performance point harus memenuhi 2 kriteria, yaitu :

Berada pada kurva spektrum kapasitas.

Berada pada kurva demand spectral yang telah direduksi dari

keadaan elastis (damping 5%).

- Ada 3 macam prosedur yang didapat dipilih dalam metode ini :

Prosedur A : merupakan cara analisis berdasarkan rumusan-

rumusan tertentu untuk mendapatkan perpotongan antara kurva

spektrum kapasitas dan kurva spektrum respon tereduksi pada

titik (dpi,api). Jika nilai tersebut pada range diantara 0,95dpi ≤ di ≤

1,05 dpi maka titik (dpi,api) adalah titik kinerja (performance

point).

Prosedur B : melakukan penyederhanaan bilinier pada kurva

kapasitas. Performance point didapatkan dari perpotongan antara

kurva spektrum kapasitas dengan garis yang didapat dari titik-titik

(dpi,api) dengan masing-masing nilai damping efektif (βeff).

Prosedur ini menghasilkan suatu nilai yang sama dengan prosedur

lainnya, jika performance point yang didapatkan pada titik

(a*,d*).

Page 15: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

18

Prosedur C : merupakan cara grafis (manual gambar)

b. Displacement coefficient method

Metode dengan proses numerik langsung dalam menghitung displacement

demand sehingga tidak perlu mengkonversi kurva kapasitas kedalam

koordinat spektral.

2.6.2 Prosedur A Metode Spektrum Kapasitas

1. Mengubah kurva kapasitas kedalam koordinat spektral menjadi kurva

spektrum kapasitas dengan rumus :

Sa =

…………….................................................................. (2.14)

Sd =

............................................................................ (2.15)

dengan :

α1 =*∑

+

*∑

+[∑

]

................................................................ (2.16)

PF1 = ∑

........................................................................... (2.17)

dengan :

Sa = percepatan spektral (spectral acceleration)

Sd = perpindahan spektral (spektral displacement)

PF1 = faktor partisipasi modal (modal participation factor) untuk

moda pertama

α1 = koefisien massa modal (modal mass coefficient) untuk moda

pertama

Øli = amplitudo modal (amplitude of mode) pertama pada level i

V = gaya geser dasar (base shear)

∆roof = perpindahan pada puncak (roof displacement)

= massa pada level i

Page 16: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

19

Gambar 2.11 Konversi kurva kapasitas menjadi spektrum

kapasitas Sumber : ATC – 40, 1996

2. Menentukan spektrum respon elastis (damping 5 %) sesuai dengan

peraturan yang berlaku, kemudian mengkonversikannya dalam

koordinat spektral dengan rumus :

Sd = (

)

............................................................................. (2.18)

Gambar 2.12 Konversi respon spektrum dalam format ADRS

Sumber : ATC – 40, 1996

3. Menentukan titik trial pertama (dpl,apl) (pendekatan equal

displacement) :

a. Perpanjangan garis stiffness awal (initial stiffness) pada kurva

spektrum kapasitas sampai memotong demand spectral.

Page 17: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

20

b. Equal displacement aprroximation memperkirakan bahwa

displacement spectral inelastik sama dengan yang terjadi pada

struktur jika struktur tetap elastis sempurna. Langkah 1-3

digambarkan dalam gambar

Gambar 2.13 Equal displacement approximation

Sumber : ATC – 40, 1996

4. Menentukan representasi Bi-linear guna memperkirakan besarnya

damping efektif dan reduksi yang tepat untuk demand spektral

dengan cara menarik garis trial pertama (dpl,apl) memotong garis

initial stiffness di (dy,ay) sedemikian, sehingga luasan daerah A1

sama dengan A2 (lihat gambar)

Gambar 2.14 Represetasi Bi-linear pada metode spektrum

kapasitas Sumber : ATC – 40, 1996

Page 18: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

21

5. Menentukan besarnya viscous damping efektif :

Βeff = ................................................................. (2.19)

β0 merupakan hysterisis damping yang diberikan dalam viscous

damping ekivalen. ATC 40, 1997 memakai rumus Chopra 1995,

yaitu :

β0 =

…………………........................................... (2.20)

Dengan ED adalah energi yang dipancarkan oleh damping dan ESO

adalah energi regangan maximum.

Gambar 2.15 Damping untuk reduksi spektral

Sumber : ATC – 40, 1996

Page 19: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

22

Gambar 2.16 Energi yang dipancarkan oleh damping

Sumber : ATC – 40, 1996

ED = 4 x daerah yang diarsir pada gambar

= 4 x (api.dpi – 2A1 - 2A2 – 2A3)

= 4 x (ay.dpi – dy.api) .......................................................... (2.21)

Eso =

......................................................................... (2.22)

Angka 5 pada persamaan (3.6) merupakan viscous damping pada

struktur sebesar 5% yang dianggap konstan. K merupakan faktor

modifikasi viscous damping ekivalen yang tergantung pada

perilaku struktural bangunan. Untuk menyederhanakan, ATC-40,

1997 menggolongkan 3 kategori perilaku struktural seperti dalam

tabel 2.4.

Tabel 2.2 Nilai faktor modifikasi viscous damping ekivalen, K Struktural Behavior

Type Struktural Behavior β0 K

A Stabil, hysterisis loop paling mirip dengan

gambar

< 16,25 ≥ 16,25

1 1,13 – [0.51(ay.dpi – dy.api) /

api. dpi]

B Kurag stabil, hysterisis

loop tereduksi sebagian

< 25 ≥ 25

0,67 0,845 – [0.446(ay.dpi –

dy.api) / api. dpi]

C Hysterisis loop paling jelek Berapapun 0,33

Sumber : ATC – 40, 1996

Page 20: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

23

6. Menentukan besarnya reduksi spektrum respon relatif :

SRA = *

+ ................................................ (2.23)

SRV = *

+ ................................................ (2.24)

Nilai SRA dan SRV tersebut harus lebih besar dari nilai pada tabel,

sedangkan tipe-tipe perilaku struktur dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.3 Nilai minimum SRA dan SRV

Tipe Perilaku Struktur SRA SRV

Tipe A 0,33 0,5 Tipe B 0,44 0,56 Tipe C 0,56 0,67

Sumber : ATC – 40, 1996

Tabel 2.4 Tipe-tipe perilaku struktural

Shaking Duration

Essentially New Building

Average Existing Building

Poor Existing Building

Short Tipe A Tipe B Tipe C Long Tipe B Tipe C Tipe C

Sumber : ATC – 40, 1996

7. Menetukan besar masing-masing Sd dan Sa tereduksi dengan

menggunakan persamaan :

Sa = ................................................................. (2.25)

Ts =

.................................................................. (2.26)

Sd = (

) ..................................................................... (2.27)

Pada gambar 2.18 menunjukkan contoh demand respon spektrum

sebelum direduksi dan sesudah direduksi. Nilai SRA merupakan

nilai reduksi yang dikalikan pada kurva respon spektrum sumbu

spectral acceleration dan nilai SRV merupakan nilai reduksi yang

dikalikan pada kurva respon spektrum sumbu spectral

displacement.

Page 21: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

24

Gambar 2.17 Reduksi pada respon spektrum elastis (damping 5%)

Sumber : ATC – 40, 1996

8. Setelah respon sepektrum direduksi, lihat apabila spektrum

demand berpotongan dengan spektrum kapasitas pada titik api,

dpi, perpotongan kurva masih dalam batas toleransi dpi.

Gambar 2.18 Titik perpotongan antara spektrum demand dan

spektrum kapasitas Sumber : ATC – 40, 1996

9. Apabila spektrum demand berpotongan dengan spektrum

kapasitas namun tidak dalam batas toleransi, maka tentukan ulang

titik api, dan dpi kemudian kembali ke langkah 3.

Page 22: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

25

Gambar 2.19 Batas toleransi titik dpi

Sumber : ATC – 40, 1996

2.7 Kinerja Struktur

2.7.1 Kategori Level Kinerja Struktur

FEMA-356 dan ATC-40 memberikan 4 kategori level kinerja struktur, yaitu

sebagai berikut :

Tabel 2.5 Kriteria level kinerja struktur berdasarkan FEMA-356 dan ATC-40 Level kinerja Penjelasan

Fully Operational Struktur tetap dapat beroperasi langsung setelah gempa terjadi (operasional state). Hal ini terjadi karena struktur utama tidak mengalami kerusakan sama sekali dan elemen non-struktur hanya mengalami kerusakan sangat kecil sehingga tidak menjadi masalah (damage state).

Immediate Occupancy Struktur secara umum masih aman untuk kegiatan operasional segera setelah gempa terjadi (damage state). Ada kerusakan yang sifatnya minor, perbaikannya tidak mengganggu pemakai bangunan. Oleh karena itu, bangunan pada level ini juga hampir langsung dapat dipakai setelah kejadian gempa.

Life Safety Struktur bangunan mengalami kerusakan sedang (damage state), sehingga diperlukan perbaikan. Namun, bangunan masih stabil dan mampu melindungi pemakai (life safety) dengan baik. Bangunan dapat ditempati kembali setelah selesai perbaikan (operational state).

Collapse Prevention Struktur bangunan mengalami kerusakan parah (severe), tetapi masih berdiri/tidak roboh/untuh (damage state). Elemen non struktur sudah runtuh. Pada performance level ini bangunan sudah tidak dapat dipakai (operasional state).

Sumber : FEMA-356 (2000) dan ATC- 40 (1996)

Page 23: BAB II - Universitas Muhammadiyah Malangeprints.umm.ac.id/45593/3/jiptummpp-gdl-lulusrizqy-47204-3-babii.pdf · Prinsip utama dari kriteria ini adalah sedapat mungkin mencegah kehilangan

26

Gambar 2.20 Ilustrasi level kinerja Sumber: FEMA-356 (2000)

Tabel 2.6 Batas drift berdasarkan performance based design

Tingkat Kinerja Interstory drift

limit Immediate occupancy

Damage control Life safety Collapse

prevention Maximum total

drift 0,01 0,01 - 0,02 0,02 0,04

Maximum inelastic drift 0,005 0,005 – 0,015 No limit -

Sumber : ATC – 40 (1996) dan FEMA-356 (2000)