BAB II uji eketivitas antifungi ekstrak temulawak terhadap pertumbuhan candida albicans
-
Upload
woris-christoper -
Category
Documents
-
view
49 -
download
2
description
Transcript of BAB II uji eketivitas antifungi ekstrak temulawak terhadap pertumbuhan candida albicans
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Candida albicans
a. Taksonomi
Taksonomi jamur Candida yang saat ini telah diakui secara internasional adalah
penemuan Van Arx tahun 1970 dan Muller dan Loeffler di tahun 1971 yaitu:
Divisi : Fungi
Sub Divisi : Eumycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Torulosidales
Famili : Torulopsidaceae
Genus : Candida
Species : Candida albicans
b. Morfologi dan Identifikasi
Candida albicans adalah jamur yang tumbuh sebagai sel-sel ragi bertunas dan oval
dengan diameter 3-6 μm. Candida albicans merupakan anggota flora normal di kulit, membran
mukosa, dan saluran pencernaan. 10
Dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan kompleks dengan
tebal dinding sel 100-300 nm. Dinding sel Candida albicans berfungsi untuk memberi bentuk
pada sel, melindungi sel ragi dari lingkungannya, berperan dalam proses penempelan dan
kolonisasi serta bersifat antigenik. Dinding sel tersebut juga merupakan target dari beberapa
antimikotik 11
Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat Sabouraud Dextrose Agar selama
24 – 48 jam pada suhu 37 derajat celcius. umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit
cembung, halus, licin, berwarna koloni putih kekuningan, berbau asam seperti aroma tape, dan
pseudohifa tumbuh terbenam di bawah permukaan agar. 11
Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya
melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat
sebagai sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas
dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya
asam dan gas pada laktosa.
Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan
sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa.11 Dengan perwarnaan gram,
Candida albicans diidentifikasi melalui gambaran sel-sel ragi dan pseudohifa 11.
Tes sederhana lain untuk menentukan spesies Candida albicans dari spesies Candida yang
lain adalah tes germ tube. Setelah inkubasi dalam serum selama 90 menit pada suhu 37oC,
dengan pemeriksaan mikroskopis sel ragi Candida albicans akan menunjukkan penampakan
seperti kecambah/germ tube.10
c. Habitat
Candida albicans adalah anggota flora normal di kulit, membran mukosa, dan saluran
pencernaan.10
d. Patogenesis
Candida albicans merupakan jamur oportunistik. Untuk bias menginfeksi, perlu faktor
predisposisi atau keadaan yang menguntungkan untuk pertumbuhan jamur. Faktor predisposisi
yang dihubungkan dengan meningkatnya insiden kandidiasis antara lain:
1) Faktor endogen
a) Perubahan fisiologis, seperti kehamilan, kegemukan, debilitas, endokrinopati dan penyakit
kronis.
b) Umur, misalnya orang tua dan bayi yang lebih mudah terkena.
c) Imunologik/penyakit genetik.
2) Faktor eksogen
a) Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
b) Kebersihan kulit.
c) Kontak dengan pasien, misalnya pada thrush, balanopostitis.
d) Iatrogenik, misalnya dengan penggunaan antibiotik jangka panjang 12.
e. Gambaran Klinis
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi primer atau sekunder oleh genus Candida yang
umumnya disebabkan oleh Candida albicans yaitu 80-90%. Gambaran klinik sangat bervariasi
mulai dari bentuk eksematoid dengan hiperemi ringan sampai gejala klinik berat yang berupa
ekskoriasi dan ulkus pada labia minor, introitus vagina, dan dinding vagina. Keluhan lain berupa
rasa gatal, pedih disertai keluarnya cairan putih seperti krim susu. Gejala-gejala di atas oleh
masyarakat dikenal dengan terjadinya penyakit keputihan.10
f. Terapi dengan ketokonazol
Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan
azol. Ketokonazol merupakan obat dari golongan azol yang umum digunakan dalam pengobatan
kandidiasis vaginalis 13
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat biosintesis lipid jamur, terutama ergosterol
pada membran sel. Efek ini diakibatkan oleh penghambatan enzim cytochrome P-450 dependent.
Pengurangan ergosterol menyebabkan terjadinya perubahan fungsi membran sel, membran sel
menjadi tidak stabil dan setelah beberapa lama akan rusak kemudian sel jamur akan mati 14.
Ketokonazol larut dalam air dan mudah untuk diabsorbsi dari saluran pencernaan karena
tidak dipengaruhi oleh adanya makanan ataupun keasaman lambung. Setelah pemberian peroral
Ketokonazol, kadar plasma hampir sama tinggi dengan setelah pemberian intravena14.
Ketokonazol didistribusikan secara luas di jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinalis, di mana kadarnya mencapai 50-80% kadar dalam serum. Obat ini diekskresikan
terutama melalui urin. Waktu paruh ketokonazol lebih kurang 30 jam dan sangat diperpanjang
pada pasien dengan insufisiensi ginjal 13.
Efek samping dari ketokonazol ialah muntah, diare, rash, dan kadang-kadang gangguan
fungsi hati ketonazol berguna untuk mengobati infeksi jamur serius secara sistemik, infeksi
jamur di paru-paru, mata, prostat, kulit, dan kuku. Flukonazol juga seringkali dipakai untuk
mencegah infeksi jamur pada individu dengan defisiensi imun seperti pada penderita AIDS,
kanker, dan individu yang baru saja melakukan transplantasi organ 13
Beberapa penelitian melaporkan adanya resistensi terhadap obat antijamur golongan azol,
termasuk flukonazol. Mekanisme resistensi terhadap flukonazol yang telah teridentifikasi di
antaranya adalah perubahan gen pengkode target enzim azol terhadap jalur biosintesis ergosterol
yaitu ERG11, overekspresi gen pompa efluks termasuk CDR1, CDR2, dan MDR1 (White et al.,
2000).
2.2 Tanaman Obat
Tumbuhan Obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum
dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan obat juga merupakan
salah satu komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama dan
memberikan dampak farmakologi.
Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan
upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan Zuhud dan
Haryanto (1994) mengelompokan tumbuhan berkhasiat obat sebagai berikut:
a. Tumbuhan obat tradisional, merupakan spesies yang diketahui atau dipercaya masyarakat
memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
b. Tumbuhan obat modern, merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan
mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, dan penggunaannya dapat
dipertanggung jawabkan secara medis.
c. Tumbuhan obat potensial, merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau
memiliki senyawa atau bahan bioaktif obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara
ilmiah-medis sebagai bahan obat dan penggunaannya secara tradisional belum diketahui.
Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai spesies tumbuhan adalah
sebagai berikut
a. Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu batang yang jelas dan
bercabang jauh dari permukaan.
b. Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan
permukaan, biasanya kurang dari 5-6 meter.
c. Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.
d. Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjulur/memanjat pada tumbuhan lain
e. Semak adalah tumbuhan tidak seberapa besar, batang berkayu, bercabang-cabang dekat
permukaan tanah atau di dalam tanah.
2.3 Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA)
Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) adalah tumbuhan obat yang ada di lingkungan tempat
tinggal masyarakat yang dimanfaatkan sebagai obat untuk mengobati penyakit yang diderita
masyarakat . TOGA ialah Tanaman Obat Keluarga, dahulu disebut sebagai “Apotik Hidup”,
dalam pekarangan atau halaman rumah ditanam beberapa tanaman obat yang digunakan secara
empirik oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit atau keluhan-keluhan yang dideritanya.15
Beberapa tanaman obat telah dibuktikan efek farmakologinya pada hewan coba dan
beberapa tanaman telah dilakukan uji klinik tahap awal. Dalam kondisi tertentu TOGA dapat
pula dibuat dengan memanfaatkan pot, atau benda-benda lain yang dapat dan cocok untuk
menumbuhkan tumbuhan yang berkhasiat obat. Spesies-spesies TOGA yang ditanam harus
memiliki kriteria atau pernyataan sebagai berikut 15
a. Tumbuhan tersebut sudah terdapat di daerah pemukiman yang bersangkutan.
b. Tumbuhan mudah dikembangbiakan, tidak perlu cara penanaman khusus dan tidak
memerlukan cara pemeliharaan yang rumit.
c. Dapat dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk sumber makanan, bumbu dapur,
kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan sebagainya.
d. Dapat diolah menjadi simplisia dengan cara sederhana.