BAB II TJNJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Surian 2.1.1 Deskripsi
Transcript of BAB II TJNJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Surian 2.1.1 Deskripsi
4
BAB II
TJNJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Surian
2.1.1 Deskripsi
Surian (Toona sureni (Blume) Merr) merupakan salah satu tumbuhan
tingkat tinggi yang terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Kayu surian berkualitas
tinggi karena sangat kuat dan tahan terhadap serangga sehingga sering digunakan
untuk bahan bangunan dan pembuatan meubel. Seiring dengan pemanfaatan
batangnya, bagian-bagian lain dari tumbuhan ini pun dapat digunakan secara
tradisional karena mempunyai keistimewaan tersendiri. Dalam bidang kesehatan,
daun surian yang berwarna merah digunakan sebagai astringen, tonikum, obat
diare kronis, disentri dan penyakit usus lainnya. Ekstrak daun surian ini diketahui
mempunyai efek antibiotik serta mempunyai bioaktivitas sebagai antimikroba
terhadap Staphylococcus. Pucuk daun surian juga dapat digunakan untuk
mengatasi pembengkakan ginjal. Kulit kayu, daun dan buahnya kaya akan
kandungan minyak atsiri.
5
2.1.2 Klasifikasi
Gambar 2.1 Surian (Toona sureni (Blume) Merr)
(Ekadarmun, 2009)
Klasifikasi tanaman suren adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Toona
Species : Toona sureni (Blume) Merr).
2.1.3 Morfologi
Surian (Toona sureni (Blume) Merr) merupakan tanaman yang cepat
tumbuh dan kayunya dapat digunakan untuk papan dan bahan bangunan
perumahan, peti, venire, alat musik, kayu lapis, venir, dan mebel. Bagian tanaman
6
suren khususnya kulit kayu dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat
tradisional seperti tonik, obat diare, dan antibiotik. Tanaman ini tumbuh pada
daerah bertebing dengan ketinggian 600 - 2.700 m dpl dengan temperatur 22ºC
(Balai penelitian dan pengembangan kehutanan, 2009). Pohon surian ini memiliki
karakter khusus seperti harum yang khas apabila bagian daun atau buah diremas
dan pada saat batang dilukai atau ditebang.
Adapun ciri tanaman surian sebagai berikut :
1. Batang
Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon
dapat mencapai 40 sampai 60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit
buaya berwarna coklat. Batang mencapai 2 m.
2. Daun
Daun berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, duduk menyirip tunggal
dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m.
3. Bunga
Kedudukan bunga adalah terminal dimana keluar dari ujung batang pohon.
Musim bunga dua kali dalam setahun yaitu bulan Februari-Maret dan September-
Oktober.
4. Buah
Musim buah 2 kali dalam setahun yaitu bulan desember-februari dan april-
september, dihasilkan dalam bentuk rangkaian seperti rangkaian bunganya dengan
jumlah lebih dari 100 buah. Buah berbentuk oval, terbagi menjadi 5 ruang secara
vertikal, setiap ruang berisi 6-9 benih. Buah masak ditandai dengan warna kulit
7
buah berubah dari hijau menjadi coklat tua kusam dan kasar, apabila pecah akan
terlihat seperti bintang. Ciri lain dari buah masak yaitu pohon seperti
meranggas/tidak berdaun.
5. Benih
Warna benih coklat , panjang benih 3-6 mm dan 2-4 mm lebarnya dan pipih,
bersayap pada satu sisi sehingga benihnya akan terbang terbawa angin.
Surian tumbuh tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia,
Nepal, India, Burma, China, Thailand, Malaysia sampai ke barat Papua Nugini.
Suren termasuk ke dalam famili Meliaceae, tumbuh dengan cepat, tinggi
mencapai 40-60 meter, tinggi bebas cabang setinggi 25 meter dengan diameter
mencapai 100 cm (Balai penelitian dan pengembangan kehutanan, 2009).
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun surian (Toona sureni (Blume) Merr) mengandung senyawa kimia
yang bernama metil galat yang memiliki bioaktivitas seperti antibakteri, dan
antioksidan. Selain metil galat daun surian juga mengandung senyawa karotenoid,
yaitu lutein yang berperan dalam pencegahan kerusakan macular mata dari sinar
biru matahari. Daun surian juga mengandung beta-sitosterol yang mempunyai
bioaktivitas menaikan HDL-kolesterol atau menurunkan LDL-kolesterol darah
sehingga dapat mencegah penyakit jantung koroner. Spesies lain dari genus yang
sama dengan surian, yaitu Toona ciliata dilaporkan mempunyai aktivitas
antijamur. Toona sinensis juga satu genus dengan surian mengandung senyawa
kimia yang bersifat sebagai antioksidan (Ekadarmun, 2010).
8
2.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif
dan radikal bebas dalam tubuh. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan satu
atau lebih elektronnya kepada radikal bebas sehingga menjadi bentuk molekul
yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan
(Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Efek oksidatif radikal bebas dapat
menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid yang seharusnya menjaga kulit
agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal
bebas yang diinduksi oleh sinar UV, sehingga mempercepat penuaan. Lipid
peroksida ini akan menimbulkan reaksi radikal bebas berantai yang dapat
menimbulkan kerusakan pada membran selular kulit.
Antioksidan alami banyak berasal dari tumbuhan dan senyawa ini tersebar
pada beberapa bagian tumbuhan, seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah,
dan biji. Antioksidan alami berfungsi sebagai reduktor, penekan oksigen singlet,
pemerangkap radikal bebas dan sebagai pengkhelat logam. Antioksidan tersebut
meliputi golongan senyawa turunan fenolat seperti flavonoid, turunan senyawa
hidroksinat, kumarin, tokoferol, dan asam bermartabat banyak (Sidik, 1997).
Antioksidan bersifat sebagai free radical scavenging yang mampu
menghambat oksidasi radikal bebas. Antioksidan digunakan untuk melindungi
kulit dari kerusakan akibat oksidasi dan mencegah penuaan dini (Herling, &
Zastrow, 2001). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam
jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen yang dapat berupa pemberian oral dan topikal
9
(Rohdiana, 2001). Pemberian antioksidan secara topikal dapat melindungi kulit
dari pengaruh buruk sinar UV (Herling, &Zastrow, 2001). Antioksidan pada
penggunaanya, dapat berfungsi sebagai bahan tambahan dan sebagai bahan aktif.
Berdasarkan kelarutanya antioksidan dibagi menjadi 2 yaitu antioksidan larut air
(sodium metabisulfit, asam sitrat dan vitamin C) dan antioksidan larut lemak
(BHT, BHA dan vitamin E). Pada sediaan gel digunakan antioksidan yang larut
dalam air.
Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi
radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan dalam
tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki
sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan
radikal berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen berasal dari
luar (Deddy Muchtadi, 2011).
Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses oksidasi
dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan,
memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan
stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya
kualitas sensori dan nutrisi (Azwin Apriandi, 2011).
Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam,
yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier:
10
a) Antioksidan Primer:
Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat menghentikan
reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen.
Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau sintetis. Contoh antioksidan
primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT). Reaksi antioksidan primer terjadi
pemutusan rantai radikal bebas yang sangat reaktif, kemudian diubah menjadi
senyawa stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai donor
hidrogen atau CB-D Chain breaking donor dan dapat berperan sebagai akseptor
elektron atau CB-A Chain breaking acceptor (Triyem, 2010).
b) Antioksidan Sekunder:
Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non
enzimatis. Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa oksigen reatif
dengan cara pengelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem
antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas
tidak akan bereaksi dengan komponen seluler.9 Antioksidan sekunder di
antaranya adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam
urat, bilirubin, melatonin dan sebagainya (Deddy Muchtadi, 2011).
c) Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang
11
terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan Double
strand baik gugus non-basa maupun basa (Hery Winarsi, 2010).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Sedangkan ekstrak adalah sediaan yang diperoleh melalui
cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel dan cairan pengekstraksi
tertentu (Agoes, 2007).
Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi akan memberikan efektivitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut
tersebut. Secara umum etanol banyak digunakan sebagi pelarut karena merupakan
pelarut universal sehingga mampu menarik sebagian besar senyawa yang
terkandung dalam simplisia (Pramudita, dkk., 2015).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
dua cara yaitu cara panas dan cara dingin (Dirjen POM, 2000).
1. Ekstraksi cara dingin
a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (Dirjen POM, 2000). Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk
halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan
dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering,
12
sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini paling cocok digunakan untuk
senyawa termolabil (Tiwari, dkk., 2011).
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) sampai diperoleh ekstrak yang
jumlahnya 1-5 kali bahan (Dirjen POM, 2000).
2. Ekstraksi cara panas
a) Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Dirjen
POM, 2000).
b) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Dirjen POM, 2000).
13
c) Infus
Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Dirjen POM, 2000).
d) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥300C) dan temperatur
sampai titik didih air (Dirjen POM, 2000).
e) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-
500C (Dirjen POM, 2000).
2.4 Gel
2.4.1 Definisi
Gel adalah sistem semipadat yang pergerakan medium pendispersinya
terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi dari partikel-partikel atau
makromolekul yang terlarut pada fase pendispersi (Allen, 2002). Sediaan bentuk
gel jarang dijumpai di pasaran dibandingkan bentuk krim atau lotion padahal
bentuk gel memiliki beberapa keuntungan diantaranya tidak lengket, tidak
mengotori pakaian, mudah dioleskan, mudah dicuci, tidak meninggalkan lapisan
berminyak pada kulit, konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya
sedikit untuk membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tidak mengalami
perubahan yang berarti selama penyimpanan (Lieberman, 1989).
14
Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid
pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis
supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan,
kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu
sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi
(Herdiana, 2007).
Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak
terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri
dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini
dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Gel dibuat dengan proses
peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat
mengembang dari gel (Lachman., dkk, 1994).
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
1. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,
1989).
2. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada
15
pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik
dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat
dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya
mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet
(Voigt, 1994).
2.4.2 Karakteristik Gel
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutansehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di
dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang
(Nurdiani, 2011).
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjaditekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinyakontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saatterbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat
terjadi pada hidrogel maupun organogel (Nurdiani, 2011).
16
3. Efek Suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer separti HPMC, terlarut hanya
pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu
larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase
yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermo gelation (Nurdiani, 2011).
4. Efek Elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan
adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya
pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut
(Nurdiani, 2011).
5. Elastisitas dan Rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan
peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap
perubahan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam
tergantung dari komponen pembentuk gel (Nurdiani, 2011).
17
6. Rheologi Larutan pembentuk gel (gelling agent)
Dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis
yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran (Nurdiani, 2011).
Keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) :
a) Kemampuan penyebarannya baik pada kulit
b) Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit
c) Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis
d) Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
e) Pelepasan obatnya baik
Kerugian sediaan gel (Lachman, 1994) :
a) Gel harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada
berbagai perubahan temperatur
b) Gel sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat
c) Kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih
mahal.
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan
bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping
penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis
ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan
dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan
18
terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena
itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,
meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan
(Voigt, 1994).
2.5 Kulit
Kulit merupakan organ yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai gangguan dan rangsangan luar.
Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis (kulit ari) sebagai lapisan
paling luar dan dermis (korium, kutis, kulit jangat). Di bawah dermis terdapat
subkutis atau jaringan lemak bawah kulit (Tranggono, dkk., 2007).
Gambar 2.2 Struktur Dasar Kulit Manusia
(Simpson dan Okubadejo, 2001)
Epidermis adalah lapisan kulit yang paling luar. Epidermis memiliki
ketebalan yang berbeda, paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak kaki
dan telapak tangan, dan paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak
19
mata, pipi, dahi, dan perut. Sel epidermis disebut dengan keratinosit
(Tranggono,dkk., 2007).
Epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yaitu:
a) Stratum corneum (lapisan tanduk)
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling atas dan terdiri atas beberapa
lapis sel pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami metabolisme, tidak
berwarna, dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri
atas keratin (protein yang tidak larut dalam air) dan sangat resisten terhadap bahan
kimia. Secara alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri
untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung lembab
tipis bersifat asam disebut mantel asam kulit ( Tranggono, dkk., 2007).
b) Stratum lucidum (lapisan jernih)
Lapisan ini disebut juga lapisan barrier yang letaknya tepat di bawah stratum
corneum. Lapisan ini merupakan lapisan tipis, jernih, mengandung eleidin yang
terdapat antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat lapisan keratin
tipis disebut rein’s barrier yang tidak dapat ditembus impermeable ( Tranggono,
dkk., 2007).
c) Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal, berbutir
kasar, berinti mengkerut. Dalam butir keratohyalin tersebut terdapat bahan logam,
khususnya tembaga, sebagai katalisator proses pertandukan kulit ( Tranggono,
dkk., 2007).
20
d) Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, berinti besar
dan berbentuk oval. Setiap sel berisi filamen kecil terdiri atas serabut protein.
Cairan limfe ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan ini (Tranggono, dkk.,
2007).
e) Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya terdapat
sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit-dendrit diberikan kepada sel-sel
keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit dan disebut dengan
unit melanin epidermal (Tranggono, dkk., 2007).
Dermis terdiri dari serabut kolagen dan elastin, yang berada dalam substansi
dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Serabut
kolagen mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak. Di
dalam dermis terdapat folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran
keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung
saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit
(Wasitaadmadja, 1997).
2.6 Monografi Bahan
1. CMC-Na
CMC-Na adalah garam natrium dari tidak kurang dari 6,5 % dan tidak lebih
dari 9,5 % natrium dihitung dari basis kering, berupa sebuk granul berwarna putih
21
hingga hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, higroskopis setelah pengeringan.
CMC-Na banyak digunakan pada formulasi farmasetik oral dan tofikal untuk
meningkatkan viskositas sediaan. Pada konsentrasi tinggi umumnya 3-6 % CMC-
Na digunakan sebagai basis untuk membuat sediaan gel, biasanya ditambahkan
glikol untuk mencegah pengeringan sediaan (Rowe, dkk., 2009).
2. HPMC
HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri serbuk
atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam eter,
etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera
menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga
secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi
lainnya (Rowe, dkk., 2009).
3. Gliserin
Gliserin berupa cairan jernih, kental, tidak berbau, dan bersifat higroskopis.
Gliserin dapat digunakan untuk sediaan farmasi termasuk sediaan topical. Dalam
formulasi farmasetika terutama untuk kosmetik, gliserin digunakan sebagai
humektan, emollient, juga sebagai bahan tambahan. Sebagai humektan
konsentrasi ≤ 30 %. Pada sediaan gel, jika hanya digunakan gliserin sebagai
humektan, dikhawatirka gel yang dihasilkan terlalu kental. Maka pada penelitian
ini digunakan kombinasi humektan yaitu propilen glikol dan gliserin agar gel
yang dihasilkan baik yaitu tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer (Rowe, dkk.,
2009).
22
4. Propilen Glikol
Propilen glikol dapat digunakan sebagi pelarut, dan pengawet dalam
berbagai parenteral dan non parenteral dalam formulasi farmasi. Propilen glikol
juga digunakan dalam industri kosmetik dan makanan sebagai pembawa dan
pengemulsi. Propilen glikol stabil pada suhu dingin dan wadah tertutup rapat,
ditempat terbuka. Saat dicampur dengan etanol, giserin atau air, propilen glikol
stabil secara kimiawi, senyawa ini dapat disterilkan dengan autoklaf. Propilen
glikol inkompatibel dengan reagen pengoksidasi seperti potassium permanganat
(Rowe, dkk., 2009).
5.Nipagin (Metil Paraben)
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Metil paraben
berbentuk kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih. Zat ini tidak berbau atau
hampir tidak berbau. Metil paraben merupakan paraben yang paling aktif.
Aktivitas antimikroba meningkat dengan meningkatnya panjang rantai alkil
(Rowe, dkk., 2009).
6. Nipasol (Propil paraben)
Propil paraben berbentuk serbuk putih, kristal, tidak berbau, dan tidak
berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Propil paraben
menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH 4-8. Efikasi pengawet menurun
dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif
terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri. Mereka juga lebih aktif
23
terhadap gram positif dibandingkan dengan bakteri gram negatif (Rowe, dkk.,
2009).
7. Titanium Dioksida
Titanium dioksida berbentuk putih, amorf, tidak berbau, dan tidak berasa
bubuk tidak higroskopik. Meskipun ukuran partikel rata-rata bubuk titanium
dioksida kurang dari 1 mm, komersial titanium dioksida umumnya terjadi sebagai
partikel agregat dari sekitar 100 mm diameter. Titanium dioksida banyak
digunakan dalam kosmetik, dan makanan, dalam industri plastik, dan farmasi
topikal dan oral formulasi sebagai pigmen putih. Titanium dioksida memiliki sifat
yang dapat dimanfaatkan dalam penggunaannya sebagai putih pigmen. Kisaran
cahaya yang tersebar dapat diubah dengan memvariasikan ukuran partikel serbuk
titanium dioksida (Rowe, dkk., 2009).
8. Oleum Rosae
Pewangi dalam formulasi gel adalah oleum rosae (minyak mawar) adalah
minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar Rosa gallica L,
Rosa damascena Miller, Rosa alba L, dan varietas Rosa lain. Cairan tidak
berwarna atau berwarna kuning, bau aromatik seperti bunga mawar, rasa khas.
Pada suhu 250 kental, jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa
hablur, jika dipanaskan mudah melebur (F III, 1997).
9. Air (Aquadest)
Air adalah komponen yang paling besar jumlahnya dalam pembuatan gel.
Air mengandung beberapa bahan pencemar sehingga air yang digunakan untuk
produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu. Aquadest diperoleh dengan
24
cara penyulingan. Aquadest berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berfungsi sebagi pelarut (F III, 1997).