BAB II TINJUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39302/3/BAB II.pdf · prinsip: (a) Menghormati hak atas...
Transcript of BAB II TINJUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39302/3/BAB II.pdf · prinsip: (a) Menghormati hak atas...
19
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Berdasarkan penyampaian pada bab sebelumnya tentang permasalahan
yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu tentang Sinergitas Instansi Pelayanan
Kesehatan di Kota Malang Melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (Studi
Mekanisme Pendataan bagi Warga Miskin dalam Menerima PBI). Oleh sebab itu,
pada bab ini akan disampaikan beberapa dasar teori dan konsep yang jelas dan
digunakan sebagai acuan dalam proses pembahsan hasil penelitian.
A. Penelitian Terdahulu
Berikut disampaikan penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang
menyampaikan pentingnya program JKN, diantaranya; pertama M. Irwanda
Firmansyah26
yang menyampaikan tentang Sinergitas kewenangan antara BPJS
Kesehatan dan Organisasi Profesi, penelitian yang disampaikan oleh Irwanda
menjadi acuan oleh peneliti untuk mengetahui sinergitas antar instansi, terlebih
Irwanda menelusuri persoalan BPJS Kesehatan dengan organisasi profesi dalam
penyediaan layanan kesehatan di Kota Surabaya. Irwandan menyampaikan bahwa
Keadaan layanan kesehatan Kota Surabaya sudah cukup ada perubahan dari aspek
tenaga medis dan pihak fasilitas kesehatan masih berpedoman dengan peraturan
yang ada dan para pihak penyedia layanan kesehatan telah menjalankan fungsinya
dalam meningkatkan layanan kesehatan Keadaan layanan kesehatan Kota
Surabaya sudah cukup ada perubahan dari aspek tenaga medis dan pihak fasilitas
kesehatan masih berpedoman dengan peraturan yang ada, sebagai mana yang
26M. Irwanda Firmansyah. Agustus 2016. Studi Deskriptif Tentang Sinergitas Kewenangan
Antara BPJS Kesehatan dengan Organisasi Profesi dalam Penyediaan Layanan Kesehatan di Kota
Surabaya. Jurnal Universitas Airlangga Vol 4 No 2 (146 – 156). http://journal.unair.ac.id/
KMP@studi-deskriptif-tentang-sinergitas-kewenangan-antara-bpjs-article-10910-media-138-
category-8.html.
20
dijelaskan narasumber tersebut, dan para pihak penyedia layanan kesehatan telah
menjalankan fungsinya dalam meningkatkan layanan kesehatan
Kedua Fheriyal Sri Isriawaty,27
Indra Perwira,28
Endang Wahyati
Yustina29
dan Dedi Afandi30
yang meneliti tentang tentang hak kesehatan.
Fheriyal Sri Isriawaty yang menyatakan dalam perspektif pemenuhan hak dasar
warga negara atas kesehatan, pemerintah terikat tanggung jawab untuk menjamin
akses yang memadai bagi setiap warga negara atas pelayanan kesehatan yang
layak dan optimal. Oleh karena itu Fheriyal menegaskan sebagai upaya untuk
menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil)
kewajiban negara mengimplementasikan norma-norma HAM pada hak atas
kesehatan, harus memenuhi prinsip-prinsip: (1). Ketersediaan pelayanan
kesehatan; (2) Aksesibilitas; (3) Penerimaan; dan (4) Kualitas. Lebih lanjut
Fheriyal menyampaikan dalam bentuk kewajiban negara untuk memenuhi hak
atas kesehatan diinternalisasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah dengan
prinsip: (a) Menghormati hak atas kesehatan; (b) Melindungi hak atas kesehatan;
dan (c) Memenuhi hak atas kesehatan.
Selanjutnya dari Indra Perwira yang menjelaskan terkait hak kesehatan
sebagai HAM. Indra menguraikan dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diakui
27
Fheriyal Sri Isriawaty. 2015. Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan
Masyarakat Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal
Ilmu Hukum, Universitas Tadulako dengan Vol 3 No 2 (1 – 10). jurnal.untad.ac.id/
jurnal/index.php/ LO/article/view/5867. 28
Indra Prawira. Memahami Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia. http://referensi.elsam.or.id/
wp-content/uploads/2014/12/Kesehatan_Sebagai_Hak_Asasi_Manusia. pdf. 29
Endang Wahyati Yustina. 2015. Hak Atas Kesehatan dalam Program Jaminan Kesehatan
Nasional dan Corporate Social Responsibility (CSR). Jurnal UNIKA Soegijapranata, Universitas
Katolik Soegijapranata dengan Vol 14 No 1. http://journal.unika.ac.id/index.php /kh/article/
view/461/pdf_6 30
Dedi Afandi. Maret 2008. Hak atas Kesehatan dalam Prespektif HAM. Jurnal Ilmu Kedokteran,
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Vol 2
No 1. http://fk.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/Hak-atas-kesehatan-dalam-perspective-
HAM.pdf
21
dan dimuat dalam Magna Charta (1215) hingga Deglarasi HAM 1948.
Selanjutnya Indra menyesuaikan UUD 1945 dan UU Tentang Kesehatan dengan
hak atas kesehatan.
Sedangkan Endang Wahyati Yustina melihat bagaimana hak atas
kesehatan dalam Program Jaminan Kasehatan Nasional yang diberikan oleh
perusahaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). Yang diartikan oleh
Endang tentang penelitiannya ialah program JKN merupakan salah satu sarana
untuk mewujudkan hak hidup sehat bagi masyarakat Indonesia. Undang-Undang
BPJS mengamanatkan partisipasi Pengusaha (Pemberi Kerja) untuk mewujudkan
hak hidup sehat bagi para Pekerja. Sementara itu Undang-Undang Perseroan
Terbatas mewajibkan Korporasi untuk melaksanakan salah satu kewajibannya
melalui tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR dalam bentuk kegiatan sosial
yang berguna bagi masyarakat di sekitarnya termasuk Pekerja. Oleh karena itu
CSR dapat diselenggarakan dalam bentuk penyelenggaraan jaminan kesehatan
bagi pekerja, dengan demikian hak hidup sehat yang juga merupakan hak dasar
bagi pekerja akan terwujud.
Terakhir dari Dedi Afandi yang meneliti persoalan hak kesehatan, Dedi
lebih menekankan pelayanan kesehatan dari penyelenggara kesehatan untuk
memenuhi akses kesehatan setiap warga negara. Dari penyampaian terhadap
persoalan hak atas kesehatan yang disampaikan oleh setiap peneliti diatas. Dengan
demikian peneliti mencantumkan penelitian ini untuk menggambarkan kesehatan
sebagai hak asasi manusia. Sehubung dengan hal tersebut sesuai dengan hak
kesehatan pada program JKN. Melalui proses pendataan yang dilakukan oleh
22
penyelenggara kesehatan, maka akan memberikan akses kesehatan tersebut
kepada warga dalam kategori ekonomi tidak mampu.
Ketiga adalah dari Umi Lufiah dkk yang meneliti tentang ketidak tepatan
sasaran jaminan kesehatan masyarakat berdasarkan kriteria miskin pendataan
program perlindungan sosial.31
Umi Lutfiah dkk menjelaksan pada penelitian
tersebut menemukan terkait ketidak singkronan data atas proporsi indikator
miskin, hampir miskin dan tidak miskin dalam mendapatkan kepesertaan
Jamkesmas. Lebih lanjut Umi Latfiah dkk menjelaskan bahwa ketidaktepatan
sasaran ditandai dengan adanya pihak yang tidak berhak menjadi peserta, namun
mendapatkan program Jamkesmas. Lebih lanjut disampaikan tentang pendataaan
yang dilakukan oleh instansi terkait tidak sesuai dengan kebutuhan bantuan sosial
yang seharusnya diperuntukan kepada warga tidak mampu. Begitupun dengan
yang disampaikan oleh Laurati32
tentang bantuan iuran jaminan kesehatan
nasional. Yang ditemukan oleh Larianti sama dengan yang ditemukan oleh Umi
Latifa dkk, bahwa terjadinya ketidak tepatan sasaran dalam pendatan untuk warga
tidak mampu dalam memperoleh akses kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan
bantuan sosial. Pada penelitian tersebut menjadi acuan dalam persoalan pendataan
warga tidak mampu untuk memperoleh akses kesehatan.
Berdasarkan literatur review yang disampaikan diatas, kajian dalam
program Jaminan Kesehatan Nasional dapat ditinjau dari berbagai aspek. Dalam
hal ini diutamakan terhadap persoalan sinergitas antar instani yang
31
Umi Lufiah, dkk. Mei 2015. Ketidaktepatan Sasaran Jaminan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan Kriteria Miskin Pendataan Program Perlindungan Sosial Penelitian. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional dengan Vol 9 No 4, (362 – 368).http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/
view/750. 32
Lauranti, Maria dkk. 2017. Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional: Ekuitas Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin dan Hampir Miskin di Indonesia. Jakarta. Perkumpulan Prakarsa.
23
menyelenggarakan program JKN di Kota Malang. Oleh sebab itu, irisan
persoalannya berbagai macam, termasuk masalah hak atas kesehatan dan
pendataaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan bantun terdahap
warga tidak mampu untuk memperoleh akses kesehatan.
B. Sinergitas Sebagai Strategi Pelayanan Kesehatan
Sinergitas atau sinergi berasal dari bahasa Inggris, Sinergy, yang
diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan operasi gabungan. Sinergitas atau
sinergi merupakan hal yang sama, istilah sinergi diartikan sebagai kegiatan
kelompok ataupun individu-individu yang berbeda latar belakang untuk
menyesuaikan kinerja agar mencapai tujuan. Hampden-Turner dalam Irwanda
menyatakan bahwa kegiatan sinergi merupakan suatu tindakan yang melibatkan
segala aktivitas, kegiatan tersebut akan beriringan bersama sehingga menciptakan
sesuatu yang baru.33
Lebih lanjut Hampden-Turner menegaskan bahwa sinergi
merupakan hasil dari relasi dialogik antara berbagai sumber pengetahuan yang
berbeda, dan merupakan suatu proses yang mengakumulasikan berbagai macam
pengetahuan. Dengan demikian, Hartanto mengartikan sinergi adalah suatu
gagasan baru yang terbentuk dari berbagai macam gagasan yang diajukan oleh
banyak pihak hingga menghasilkan gagasan (kebijakan) baru.34
Oleh karena itu sinergitas diartikan oleh Najianti dalam Rahmawati et al.
merupakan kombinasi atau paduan unsur/bagian yang dapat menghasilkan
33
M. Irwanda Firmansyah. Agustus 2016. Studi Deskriptif Tentang Sinergitas Kewenangan
Antara Bpjs Kesehatan dengan Organisasi Profesi dalam Penyediaan Layanan Kesehatan di Kota
Surabaya. Jurnal Universitas Airlangga Vol 4 No 2 (146 – 156). http://journal.unair.ac.id/
KMP@studi-deskriptif-tentang-sinergitas-kewenangan-antara-bpjs-article-10910-media-138-
category-8.html. 34
Ibid
24
keluaran lebih baik dan lebih besar ketika dibangun secara baik bersama
stakeholders yang ada didalamnya. Dengan tujuan untuk membangun masyarakat
atas kerjasama yang saling menguntungkan dan dilandasi pemikiran-pemikiran
yang rasional, terbuka dan demokratis.35
Silalahi menegaskan sinergi juga
membutuhkan koordinasi untuk menyesuaikan kegiatan, baik yang dilakukan
individu-individu maupun unit-unit dalam suatu kelompok untuk mencapai ke
arah yang sama. Begitu pun dengan Pandu Dwinugraha menyatakan berdasarkan
dari konsep keilmuan administrasi publik, bahwa konsep sinergitas merupakan
suatu cara yang dilakukan pemerintah demi mencapai kesejahteraan masyarakat.36
Dengan demikian terdapat indikator dalam pelaksanaan sinergitas untuk mencapai
jaminan kesehatan semesta, dengan sinergitas, maka yang hubungan antar aktor
dalam mencapai kepentingan bersama dapat diwujudkan. Menurut Najianti,
terdapat dua cara untuk mencapai sinergitas, yaitu; komunikasi dan koordinasi:
a. Komunikasi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sofyandi dan Garniwa
menjelaskan bahwa komunikasi terdapat dua bagian, komunikasi yang
bersumber dengan awalnya menyatakan bahwa kegiatan dimana seorang
secara sungguh-sungguh memindahkah stimulan guna mendapatkan
tanggapan. Setelah itu komunikasi yang berorientas pada penerima
memandang bahwa, komunikasi sebagai semua kegiatan dimana seseorang
(penerima) menanggapi stimulus atau rangsangan.37
b. Koordinasi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Silalahi merupakan untuk
mencapai sinergitas dibutuhan dalam koordinasi antar aktor. Lebih lanjut,
Silalahi menyampaikan bahwa koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-
35
Ibid 36
Ibid 37
Sofyandi dan Garniwa. 2007. Perilaku Organisasi. Yogyakarta. Graha Ilmu.
25
kegiatan individual dan unit-unit dalam satu usaha bersama yaitu berkerja
kearah tujuan bersama.38
Begitupun dengan Triana Rahmawati dkk, Ia menjelaskan sinergitas
dapat dilalui dengan dua cara; komunikasi dan koordinasi. Cara menghasilkan
sinergi, maka harus menciptakan komunikasi dan koordinasi yang baik. Karena
sinergi dapat terjadi apabila koordinasi dan komunikasi ada pada dua aktor
bahkan lebih dalam mewujudkan tujuan bersama itu.39
Begitupun dengan
Mulyana dalam Irwanda menyampaikan sinergitas dapat dilakukan melalui
koordinasi dan komunikasi. Menurut Mulyanan koordinasi diperlukan terkait
hubungan antara stakeholder baik secara vertical, horizontal, komando, koordinasi
maupun hubungan kemitraan. Sedangkan komunikasi adalah pertukaran informasi
yang melibatkan berbagai pihak.40
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sinergitas adalah kondisi yang
menghubungkan antara actor dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan bersama
tersebut dapat tercapai apabila sinergitas tersebut dapat mencantumkan koordinasi
dan komunikasi sebagai langkah menggapai tujuan tersebut.
Dalam hal program Jaminan Kesehatan Nasional tujuan utamanya adalah
semua warga tidak mampu memperoleh akses kesehatan pada tahun 2019 (Perpres
No 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan). Oleh sebab itu perlunya BPJS
38
Ulber Silalahi. 2011. Asas-Asas Manajemen. Bandung. Refika Aditama. 39
Rahmawati, Triana dkk. 2014. Sinergitas Stakeholders Dalam Inovasi Daerah (Studi Pada
Program Seminggu Di Kota Probolinggo (Semipro)). Jurnal Administrasi Publik. Universitas
Brawijaya dengan Vol 2, No 4 (641 -647 ). http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.
php/jap/ article/view/435.
40 M. Irwanda Firmansyah. Agustus 2016. Studi Deskriptif Tentang Sinergitas Kewenangan
Antara Bpjs Kesehatan dengan Organisasi Profesi dalam Penyediaan Layanan Kesehatan di Kota
Surabaya. Jurnal Universitas Airlangga Vol 4 No 2 (146 – 156). http://journal.unair.ac.id/
KMP@studi-deskriptif-tentang-sinergitas-kewenangan-antara-bpjs-article-10910-media-138-
category-8.html.
26
Kesehatan beserta penyelenggara kesehatan lainnya merumuskan atau membahas
strategi agar hal tersebut dapat tercapai.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Purnomo Setiawan dalam bukunya
Manajemen Strategi, bahwa strategi awalnya dari bahasa Yunani diambil dari kata
stratos yang berarti militer dan Ag yang berarti memimpin.41
Penekanan Purnomo
adalah stretegi diartikan pada awalnya sebagai general ship berarti sesuatu yang
dikerjakan oleh para jenderal dalam membuat rencana untuk menaklukkan musuh
dan memenangkan perang. Strategi dalam bahasa Indonesia adalah rencana atau
taktik, secara umum diartikan sebagai tahapan yang harus dilewati dengan
gagasan dan sebuah aktivitas dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Oleh
sebab itu dalam kurun waktu yang akan dilaksanakan oleh penyelenggara Jaminan
Kesehatan Nasional bahwa semua warga negara Indonesia akan memperoleh
akses kesehatan pada tahun 2019.
Selain dari strategi BPJS Kesehatan dan penyelenggara kesehatan lainnya
untuk melakukan kampanye dan sosialisasi tentang pentinya program JKN.
Menurut peneliti, hal tersebut dapat tercapai dengan dua hal, Pertama adalah
warga yang secara ekonomi mampu memiliki kewajiban menjadi perserta JKN.
Dengan pendatapatan bulanan tersebut dapat disisihkan untuk membayar iuran
JKN yang terbagi kedalam tiga kelas pelayanan kesehatan. Iuran sebagaimana
disampaikan dalam UU No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS “adalah sejumlah uang
yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemeberi kerja, dan/atau pemerintah”.
Iuaran kelas yang harus dibayar adalah Kelas III dengan iuran Rp25.500, Kelas II
41
Purnomo, Setiawan Hari. 1996. Manajemen Strategi: Sebuah Konsep Pengantar. Depok.
Rajagrafindo Persada.
27
dengan iuran Rp51.000 dan Kelas I dengan iuran Rp80.000 hal ini disampaikan
pada Perpres 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan ketiga atas Perpres No 12 Tahun
2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Dengan jumlah iuran yang dibayarkan setiap
bulan tersebut akan membantu dan meringkan persoalan kesehatan, karena
sejatinya program JKN ini diperuntakan untuk memperoleh akses kesehatan
melalui mekanisme gotong royong.42
Kedua, agar tercapainya semua warga dalam memperoleh akses
kesehatan, warga tidak mampu yang dibiayai oleh pemerintah harus disesuikan
dengan data yang diperoleh Dinas Sosial dan BPS. Selama ini data tersebut tidak
sesuai dengan kebutuhan warga, bahkan terjadi salah sasaran dalam pembagian
atau distribusi akses kesehatan tersebut. Dengan demikian penyelengggaraan JKN
di Kota Malang perlu meninjau kembali adanya persoalan pendataan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan warga tidak mampu. Meskipun pendataan tersebut telah
dilakukan setiap enam bulan, namun persoalannya tetap terjadi, sebagaimana yang
disampaikan oleh Umi Latifa dkk, bahwa pendataan tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan warga tidak mampu.43
Oleh sebab itu perlunya untuk merumuskan
kondisi faktual yang menjadi permasalahan dalam memberikan akses kesehatan.
Program JKN telah diselenggarakan, maka patutnya untuk melakukan evaluasi.
Dengan demikian dapat ditemukan permasalahan dan dicarikan solusi, sehingga
persoalan tersebut tidak terulang pada pelaksanaan kegiatan berikutnya.44
Pada
tahap evaluasi tersebut, setiap penyelenggara JKN dapat menyesuaikan dengan
42
Thabrany, Hasbullah. 2015. Jaminan Kesehatan Nasional. Depok. Rajagrafindo Persada. Cet II. 43
Umi Lufiah, dkk. Mei 2015. Ketidaktepatan Sasaran Jaminan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan Kriteria Miskin Pendataan Program Perlindungan Sosial Penelitian. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional dengan Vol 9 No 4, (362 – 368).http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/
view/750. 44
Solichin Abdul Wahab. 2014. Analisis Kebijakan; Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model
Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta. Bumi Aksara. Cet Ke II.
28
kewenangannya masing-masing, perlunya sinergitas melalui koordinasi dan
komunikasi yang intens antar instansi, maka tujuan dari program JKN ini tercapai.
Penetapan perseta PBI ditetapkan oleh Dinas Kesehatan dari hasil
verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial. Pendataan dilakukan
oleh Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) di setiap kelurahan. Data tersebut akan
disesuaikan dengan data kemiskinan dari Badan Pusat Stastistik (BPS).
PBI pada umumnya dikenal dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS), hal ini
mengacu pada Peraturan Presiden No 166 Tahun 2014 Tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Inpres No 7 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar,
dan Program Indonesia Sehat. KIS penyebarannya dilakukan secara bertahap oleh
Presiden Jokowi. Program Indonesia Sehat dan merupakan perluasan dari program
Jaminan Kesehatan Nasional yang telah diluncurkan oleh pemerintah sebelumnya.
Program Indonesia Sehat melalui KIS bertujuan:45
1) Menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk
mendapat manfaat pelayanan kesehatan seperti yang dilaksanakan
melalui program pemerintah yaitu Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan;
2) Perluasan cakupan PBI termasuk Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Bayi Baru Lahir dari peserta
Penerima PBI; serta
3) Memberikan tambahan manfaat berupa layanan preventif, promotif
dan deteksi dini dilaksanakan lebih intensif dan terintegrasi.
Setelah melakukan pendataan dan telah diverifikasi dan validasi, maka
kartu kesehatan tersebut akan di distribusikan. Yang menangani pendistribusian
adalah setiap cabang BPJS Kesehatan yang ada di kota dan kabupaten.
45
Lauranti, Maria dkk. 2017. Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional: Ekuitas Kesehatan
bagi Masyarakat Miskin dan Hampir Miskin di Indonesia. Jakarta. Perkumpulan Prakarsa.
29
Pendistribusian telah bekerja sama dengan Pos Indonesia dan JNE. Begitupun
dengan kantor kelurahan dilibatkan untuk melakukan pembagian kartu PBI
sebagai cara untuk memberikan sosialisasi kepada warga yang bersangkutan.
Dilain hal menurut Lauranti walaupun sudah menggunakan single based
datadari data BPS dan di validasi Kementerian Sosial, namun kepesertaan PBI
masih sering bermasalah karena data yang didapatkan berbeda-beda antara pusat
dan daerah. Hal ini dapat disebabkan karena data kemiskinan terus berubah,
sehingga harus dilakukan pemutakhiran data secara terus menerus. Penetapan data
PBI ini dilakukan melalui surat keputusan Menteri Sosial yang sesuai aturan
dilakukan enam bulan sekali, sehingga perubahan dan revisi tidak bisa dilakukan
secara langsung.46
C. Kesehatan Merupakan Hak Asai Manusia
Kesehatan tidak hanya dapat dilihat sebagai suatu pelayanan yang
diberikan oleh penyelenggara kesehatan. Namun kesehatan diperhatikan karena
menjadi hak hidup setiap individu untuk mendapatkannya. Dengan menjadi
sehat, setiap orang dapat dengan mudah melakukan aktivitas, baik
mengembangkan diri, kesadaran, dan kemauan untuk memujudkan derajat
kesehatan.47
Senada dengan yang disampaikan pada Pasal 1 ayat (1) pada UU 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, bahwa yang dimaksud dengan
kesehatan:“Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
46
Ibid 47
Fheriyal Sri Isriawaty. 2015. Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan
Masyarakat Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal
Ilmu Hukum, Universitas Tadulako dengan Vol 3 No 2 (1 – 10). jurnal.untad.ac.id/
jurnal/index.php/ LO/article/view/5867.
30
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.”
Pada tahun 1215 pengakuan atas hak hidup manusia dicetuskan melalui
Magna Charta di Inggris pada masa Raja Henry I. Dimana raja dijamin hak-hak
prerogatifnya namun harus tunduk terhadap batasan hukum, baik formil maupun
materil.T. Koopmans dalam Indra Perwira membagi hak asasi manusia menjadi
tiga generasi.48
Menurut T. Koopmans, genarasi hak asasi pertama adalah bidang
sipil dan politik, pada generasi hak asasi pertama menghendaki kebebasan dari
suatu kekangan tertentu.Penjelasan generasi hak asasi kedua yang disampaikan
oleh T. Koopmans adalah munculnya hak asasi dalam bidang ekonomi, sosial dan
budaya. Sedangkan hak asasi manusia generasi ketiga yang T. Koopmans sebut
sebagai “solidarity rights”diartikan olehnya sebagai pembangunan kesejahteraan
masyarakat.
Oleh karena itu Indra Perwira melihat bahwa perkembangan atas hak
asasi manusia terus dikembangkan mulai dari pengakuan Raja Henry I hingga
pada Revolusi Prancis, Revolusi Amerika dan Revolusi Industri Inggris. Pada
Revolusi Prancis hak asasi manusi dicantumkan pada Mukadimah Konstitusi
Prancis yang mengakui hak asasi warga negara di bidang sipil dan politik,
begitupun dengan Amerika yang mencantumkan pada Piagam HAM, dan 10
amandemen pertama Piagam tersebut dimasukan menjadi bagian Konstitusi
Amerika Serikat 1787.
48
Indra Prawira. Memahami Kesehatan Sebagai Hak Asasi Manusia. http://referensi.elsam.or.id/
wp-content/uploads/2014/12/Kesehatan_Sebagai_Hak_Asasi_Manusia. pdf.
31
Menurut Indra pengakuan hak atas kesehatan lahir pada abad ke-19
ketika terjadinya Revolusi Industri Inggris. Ketika itu tenaga buruh diganti oleh
mesin, maka berdampak pada pengangguran yang cukup besar. Kaum buruh
tersebut tinggal pada pemukiman kumuh dengan sistem distribusi air dan sanitasi
yang buruk sehingga berakibat pada munculnya penyakit yang menular. Selain
menular berdampak juga terhadap kesehatan fisik dan mental. Oleh karena itu
banyak bayi dan anak yang meninggal dikarenakan kekurangan gizi dan sistem
reproduksi para ibu. Kondisi inilah yang mengakibatkan munculnya gagasan
mengenani, hak asasi manusia dibidang ekonomi, seperti pekerjaan, jaminan
sosial dan hak atas kesehatan.
Dengan kondisi semacam itu dan perkembangan ilmu kedokteran dan
kesehatan sehingga memaksa dari hasil temuan ilmiah pada bidang penyakit
menular, maka pemerintah Inggris melakukan reformasi pada bidang kesehatan
masyarakat. Kebijakan pemerintah Inggris yang ditetapkan pada abad ke-19
dikenal dengan Sanitary Revolution dan sejak saat kesehatan diakui sebagai hak
asasi manusia.49
Oleh karena itu dalam Deklarasi HAM pada 10 Desember 1948 pasal 25
menyampaikan pentingnya hak atas kesehatan:
“Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan
dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan,
pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial
yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau
keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang
berada di luar kekuasaannya.”
49
Ibid
32
WHO yang merupakan organisasi kesehatan menyampaikan hak manusia
atas kesehatan ialah kenikmatan yang dicapai dengan standar tertinggi kesehatan
adalah salah satu hak-hak mendasar setiap manusia.50
Begitu pentingnya hak atas
kesehatan, sehingga di Indonesia melalui UUD 1945 mencantunkan pentingnya
kesehatan untuk setiap warga negara yang disampaikanolehPasal 28H “Setiap
orang berhak ... memperoleh pelayanan kesehatan”dan Pasal 34“Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan ...”
Begitupun yang tertuang dalam UU 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
pada bagian konsideran menyampaikan:
“bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Negara Indonesia adalah negara yang menganut sistem negara
kesejahteraan sebagaimana yang disampaikan dalam UUD 1945 alinea keempat
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum ... ”
Dengan demikian yang disampaikan pada konsideran UU Kesehatan
mengakui, kesehatan merupakan HAM dan harus diwujudkan karena telah
menjadi cita-cita negara Indonesia. Lebih lanjut dalam UU Kesehatan
menyampaikan tentang hak atas kesehatan pada pasal 2“Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
50
Ibid
33
pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatif dan norma-norma agama.”
Dilanjutkan pada pasal 4, 5 dan 6 bahwa setiap orang memiliki hak yang
sama untuk memperoleh akses kesehatan, pelayanan kesehatan, dan menentukan
sendiri pelayanan kesehatan bagi dirinya serta lingkungan yang sehat. Karena
amanat dari UUD 1945 adalah pelayanan kesehatan merupakan tanggungjawab
negara, maka pemerintah memiliki peran untuk memelihara dan meningkatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Sebagai penyelenggara negara, pemerintah bertanggungjawab pada
sektor kesehatan dengan menjamin tersedianya sumber daya kesehatan sesuai
kebutuhan hingga dalam bentuk upaya pelayanan kesehatan untuk terpenuhinya
hak masyarakat atas kesehatan. Oleh karena itu, tanggugjawab pemerintah
disampaikan dalam pasal 14 hingga pasal 20.
Untuk menyalurkan bahwa kesehatan adalah hak setiap orang, UU
Kesehatan menyampaikan dalam penyelenggara kesehatan dapat memfasilitasi hal
tersebut dengan mencantumkan empat bagian; promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Adapun penjelasan daripada promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif disampaikan dalam UU Kesehatan, bahwa;
“Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat promosi kesehatan; Pelayanan kesehatan preventif
adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit; Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,
pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas
penderita dapat terjaga seoptimal mungkin; dan Pelayanan kesehatan
rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
34
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya
dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya”.
Begitu pentingnya akses kesehatan, dari persoalan non deskriminasi
hingga pelayanan kesehatan disediakan oleh pemerintah, dengan demikian
Wahyati Yustina menyampaikan:51
“Hak masyarakat untuk hidup sehat merupakan hak dasar yang harus
dijamin. Karena kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan primer
setiap manusia. Kondisi sehat badan dan jiwa akan memungkinkan
setiap manusia untuk melakukan aktifitas dan karyanya. Kesehatan
merupakan pula bagian dari kebutuhan menuju hidup sejahtera.”
Sebagai tanggungjawab negara dalam menyediakan fasilitas serta akses
kesehatan kepada masyarakatnya. Juga Indonesia merupakan negara yang telah
menganut sistem negara kesejahteraan.52
Dalam kajian negara kesejahteraan,
selain masalah pelayanan publik merupakan tanggungjawab negara, negara juga
harus mengembangkan mekanisme jaminan sosialdan hal tersebut telah di
tuangkan dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) “Setiap orang berhak atas
jaminan sosial ...”dan Pasal 34 Ayat (2):“Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu ...”.
Oleh karena itu, setiap orang berhak mendapatkan jaminan sosial agar
seluruh rakyat dapat diberdayakan. Melalui UU No 40 Tahun 2004 Tentang SJSN
diamanatkan agar semua warga mendapatkan akses terhadapat jaminan
(perlindungnan) sosial. Oleh karena itu UU SJSN mengamanatkan agar adanya
51
Endang Wahyati Yustina. 2015. Hak Atas Kesehatandalam Program Jaminan Kesehatan
Nasionaldan Corporate Social Responsibility (CSR). Jurnal UNIKA Soegijapranata,
Universitas Katolik Soegijapranata dengan Vol 14 No 1. http://journal.unika.ac.id/index.php
/kh/article/view/461/pdf_6. 52
Lutfi J. Kurniawan dan Mustafa Lutfi. 2011. Perihal Negara, Hukum & Kebijakan Publik;
Perspektif Politik Kesejahteraan yang Berbasis Kearifan Lokal, Pro Civil Society dan Gender.
Malang. Setara Press.
35
suatu badan hukum untuk memberikan jaminan sosial (BPJS), dimana salah satu
jaminan sosial adalah jaminan kesehatan. Karena kesehatan adalah hak hidup
masyarakat dan negara memiliki kewanangan untuk menyediakannya,
haltersebutdisampaikanpadapasal19bahwa“Jaminan kesehatan diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.”
Pada UU Tentang Kesehatan disampaikan bahwa Pemerintah
berkewajiban memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh derajad kesehatan
yang setinggi-tingginya, yakni terpenuhi hak hidup sehat jasmani dan rohani, dan
terpunuhi kebutuhan dasarnya. Karena hak atas pelayanan kesehatan adalah hak
yang bersumber dari hak asasi manusia,maka hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang pada hakikatnya melekat dan karena keberadaan manusia
sebagai makluk Tuhan YME dan juga merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintahan dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.53
Sebagaimana yang disampaikan diatas, pentingnya hak atas kesehatan
yang dirumuskan melalui UU Tentang Kesehatan adalah peran pemerintah sangat
besar agar masyarakat mendapatkan akses kesehatan, pada penyampaian pasal 20
ayat (1):“Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan
perorangan.”
53
Endang Wahyati Yustina. 2015. Hak Atas Kesehatandalam Program Jaminan Kesehatan
Nasionaldan Corporate Social Responsibility (CSR). Jurnal UNIKA Soegijapranata,
Universitas Katolik Soegijapranata dengan Vol 14 No 1. http://journal.unika.ac.id/index.php
/kh/article/view/461/pdf_6.
36
Melalui program jaminan kesehatan untuk memudahkan masyarakat agar
mendapatkan akses kesehatan. Meskipun banyaknya sumber pendapatan negara,
dan belum memberikan sumbangsih secara signifikan agar masyarakat
mendapatkan akses kesehatan dengan mudah. Oleh karena itu, dalam
penyampaian UU SJSN bahwa penyelenggaraan jaminan sosial diselenggarakan
secara nasional dengan sistem asuransi sosial, maka masyarakat diwajibkan untuk
membayar iuran, sedangkan masyarakat miskin dan orang tidak mampu dibiayai
oleh pemerintah.
Dedi Afandi dalam jurnalnya yang berjudul Hak atas Kesehatan dalam
Prespektif HAM54
menyampaikan kewajiban negara mengimplementasikan
norma-norma HAM pada hak atas kesehatan harus memenuhi prinsip-prinsip :
a) Ketersediaan pelayanan kesehatan, dimana negara diharuskan memiiki
sejumlah pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk;
b) Aksesibilitas. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa, harus dapat diakses
oleh tiap orang tanpa diskriminasi dalam jurisdiksi negara. Aksesibilitas
memiliki empat dimensi yang saling terkait yaitu :tidak diskriminatif,
terjangkau secara fisik, terjangkau secara ekonomi dan akses informasi
untuk mencari, menerima dan atau menyebarkan informasi dan ide
mengenai masalah-masalah kesehatan.
c) Penerimaan. Segala fasilitas kesehatan, barang dan pelayanan harus
diterima oleh etika medis dan sesuai secara budaya, misalnya
menghormati kebudayaan individu-individu, kearifan lokal, kaum
minoritas, kelompok dan masyarakat, sensitif terhadap jender dan
persyaratan siklus hidup. Juga dirancang untuk penghormatan
kerahasiaan status kesehatan dan peningkatan status kesehatan bagi
mereka yang memerlukan.
d) Kualitas. Selain secara budaya diterima, fasilitas kesehatan, barang, dan
jasa harus secara ilmu dan secara medis sesuai serta dalam kualitas
yang baik. Hal ini mensyaratkan antara lain, personil yang secara medis
berkemampuan, obat-obatan dan perlengkapan rumah sakit yang secara
ilmu diakui dan tidak kadaluarsa, air minum aman dan dapat diminum,
serta sanitasi memadai.
54
Dedi Afandi. Maret 2008. Hak atas Kesehatan dalam Prespektif HAM. Jurnal Ilmu Kedokteran,
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Vol 2
No 1. http://fk.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/Hak-atas-kesehatan-dalam-perspective-
HAM.pdf
37
Keempat norma yang telah disampaikan diatas, terdapat dua norma yang
lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat terhadap akses kesehatan, yaitu
ketersediaan dan aksesibilatas pelayanan kesehatan. Pada dua norma tersebut Dedi
Afandi menegaskan bahwa ketersediaan pelayanan kesehatan harus dilaksankan
oleh negara (pemerintah), sedangkan aksesibilitas pelayanan kesehatan Ia
menekankan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan
tanpa deskriminasi – untuk dua norma terakhir Ia menyampaikan bahwa hal
tersebut merupakan kewenangan dari penyelenggara kesehatan.
Pada era JKN ini, karena semua orang berhak mendapatkan akses
kesehatan dengan asumsi telah menjadi peserta JKN, baik yang telah membayar
iuran maupun yang dibiayai oleh pemerintah – dengan pengelolaan dana gotong
royong. Maka, tidak ada lagi warga yang sulit mendapatkan akses kesehatan.
Karena tujuan besar dari program JKN adalah mencapai jaminan kesehatan
semesta.
D. Hubungan Dinas Sosial dan BPJS Kesehatan untuk Mencapai Sinergitas
Jaminan Kesehatan Nasional
Sebagaimana yang disampaikan oleh Najianti dalam Rahmawati et al,
bahwa untuk mencapai sinergitas terdapat dua hal, yaitu koordinasi dan
komunikasi. Sebelum membahas tentang sinergitas, tentu banyak yang bertanya
kenapa Dinas Sosial yang menjadi aktor untuk memberikan akses kesehatan?
Kenapa tidak dengan Dinas Kesehatan yang merupakan kewenangannya. Perlu
diketahui kewenangan Dinas Kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan
38
Nasional yaitu menerima dana iuran dari BPJS Kesehatan untuk kebutuhan
pelayanan kesehatan (obat dan perlengkapan medis lainnya) serta pengawasan
terhadap penyelenggara kesehatan seperti Rumah Sakit tipe C dan D Puskesmas,
poliklinik dan apotek yang berkerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, persoalan pendataan untuk warga tidak mampu agar
mendapatkan akses kesehatan menjadi kewenangan dari Dinas Sosial, sedangkan
penetapan jumlah warga tidak mampu untuk memperoleh akses kesehatan adalah
Kewenangan Dinas Kesehatan. Dari hasil temuan di lapangan beserta beberapa literasi
yang diperoleh kenapa Dinas Sosial memiliki kewenangan tersebut karena secara
kewenangan Dinas Sosial memiliki peran penting untuk mengetahui situasi sosial
masyarakat. Berhubungan dengan perosoalan akses kesehatan melalui program
Jaminan Kesehatan Nasional dan ditentukan pula melalui PP 101 Tahun 2012 bahwa
yang melakukan verifikasi dan validasi sebelum diserahkan kepada Kementrian
Keungan adalah Kementrian Sosial, oleh sebab itu Dinas Sosial secara dekosentrasi di
daerah memiliki kewenangan yang sama untuk melakukan verifikasi dan validasi
peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang dibiayai oleh pemerintah. Dengan demikian
persoalan kesehatan tentu harus berkoordinasi juga dengan Dinas Kesehatan, karena
nomenklatur anggaran kesehatan serta tanggungjawab dan kinerja dari Dinas
Kesehatan.
Penyampaian diatas dari hasil temuan di lapangan akan disambung
dengan sejauh mana sinergitas antara lembaga yang menjalankan program
Jaminan Kesehatan Nasional. Melalui pendataan diketahui bahwa sinergitas
antara penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional belum memiliki kekuatan yang
kuat untuk mendorong Universal Health Converage (UHC). BPJS Kesehatan
39
dibentuk agar pelayanan kesehatan diperoleh untuk semua warga negara, namun
persoalan untuk warga miskin agar mendapatkan akses kesehatan belum ada
kajian serius untuk penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Malang.
Diperlukannya sinergitas untuk mengelaborasi setiap persoalan,sehingga
tujuan awal dari program Jaminan Kesehatan Nasional dapat tercapai. Dalam hal
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional keikut sertaan lembaga
pemerintah untuk melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional
sebagaimana yang dimotori oleh BPJS Kesehatan agar tercapai UHC pada tahun
2019. PP No 85 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Hubungan Antara Lembaga
BPJS. Pada pasal 3 ayat (2) menyampaikan“Hubungan kerja sama BPJS dengan
lembaga Pemerintah dan lembaga pemerintah daerah … dilaksanakan sesuai
dengan ruang lingkup tugas dan fungsi lembaga Pemerintah dan lembaga
pemerintah daerah yang bersangkutan”.
Pada pemerintah pusat program JKN, BPJS dibantu oleh Kementrian
Keuangan, Kementrian Sosial, Kementrian Kesehatan dan Kementrian
Ketenagakerjaan. Pun didaerah sama halnya, secara tata organisasi BPJS memiliki
cabang dan bertanggungjawab secara langsung kepada presiden melalui Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Hierarki kerja dekosentrasi, di daerah dibantu
oleh Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Dinas Ketenagakerjaan. Terkhusus pada
program jaminan kesehatan maka hanya Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.
Sedangkan dalam peningkatan pelayanan kesehatan, maka BPJS Kesehatan
berkerjasama dengan beberapa fasilitas kesehatan, seperti poliklinik, dokter
praktik, dan rumah sakit. Setiap hubungan kerja antara BPJS dengan pemerintah
daerah harus dilandasi dengan perjanjian kerjasama, yang disampikan pada pasal
40
4 PP 85 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Hubungan Antara Lembaga
BPJS“Hubungan kerja sama BPJS dengan lembaga Pemerintah dan lembaga
pemerintah daerah dilaksanakan melalui perjanjian kerjasama.”
Oleh karena itu, kewenangan BPJS Kesehatan dalam melaksanakan
progragm JKN harus dilaksanakan melalui perjanjian kerjasama, baik hal tersebut
dengan pemerintah daerah maupun dengan pihak swasta yang melaksanakan
penyelenggara kesehatan, sehingga akses kesehatan mendapatkan kemudahan
bagi masyarakat tidak mampu yang memiliki hak untuk mendapatkan jaminan
kesehatan dari negara (pemerintah).
Melalui sistem BPJS yang baru, dimana BPJS Kesehatan juga
berkerjasama dengan pemerintah untuk tetap mengembangkan sistem jaminan
kesehatan. Maka, pentingnya menarik dari persoalan integrasi hingga kerjasama
(sinergitas) BPJS dengan pemerintah agar semua warga negara mendapatkan
akses kesehatan dengan mudah. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh BPJS
Kesehatan dan Dinas Sosial dalam mengembangkan jaminan sosial pada sektor
kesehatan, dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1 Kewenangan BPJS dan Dinas Sosial
No Kewenangan BPJS Kesehatan Dinas Sosial
1. Peserta Perluasan menambah peserta
dengan kategori sebagai
perserta mandiri
Pendataan kepada
warga tidak mampu
untuk mendapatkan
bantuan sosial (PBI-
JKN)
2. Pembiayaan Iuran sesuai dengan
kemampuan keuangan, bagi
peserta penerima upah dibiayai
oleh pemberi kerja, sedangkan peserta pekerja bukan penerima
upah dan peserta bukan pekerja
dibayar oleh peserta atau pihak
lain atas nama peserta. Adapun
pembiayaan tersebut
Dibiayai oleh
pemerintah sebesar Rp
23.000 per orang per
bulan
41
disesuaikan dengan kelas
kesehatan yang diambil; kelas
III 25.500, kelas II 51.000 dan
kelas III 80.000 berlaku untuk
per orang per bulan
3. Fasilitas
Kesehatan
Seluruh fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan; seperti
FKTP dan RS Kelas III Sumber: Diolah dari Perpres No 19 Tahun 2016 dan Perpres No 28 Tahun 2016.