BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan,...

28
12 BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Definisi Usia Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang yang diukur dalam satuan waktu dan di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nugroho, 2000). Batasan-batasan usia pada lansia dari waktu ke waktu menurut Kemenkes 2015 : a. Kelompok usia virilitis atau presenium yaitu seseorang yang berusia (55- 59 tahun) b. Kelompok usia lanjut dini atau senescen yaitu seseorang yang berusia (60-64ahun) c. Kelompok lansia yang berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif byaitu seseorang yang berusia > 65 tahun B. Konsep Lansia (Lanjut Usia) 1. Definisi Lansia Lansia merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan yaitu masa anak-anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu (Wahit, 2006). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari waktu tertentu tapi dimulai dari sejak permulaan kehidupan (Fatmah, 2002). Rifa (2013) menjelaskan bahwa seseorang telah mencapai tahap praenisium pada usia 55-65 tahun yang dimana usia tersebut sudah mengalami berbagai penurunan fungsional secara fisiologis, baik fisik

Transcript of BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan,...

Page 1: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

12

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Definisi Usia

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang yang diukur

dalam satuan waktu dan di pandang dari segi kronologik, individu normal yang

memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nugroho,

2000).

Batasan-batasan usia pada lansia dari waktu ke waktu menurut

Kemenkes 2015 :

a. Kelompok usia virilitis atau presenium yaitu seseorang yang berusia (55-

59 tahun)

b. Kelompok usia lanjut dini atau senescen yaitu seseorang yang berusia

(60-64ahun)

c. Kelompok lansia yang berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit

degeneratif byaitu seseorang yang berusia > 65 tahun

B. Konsep Lansia (Lanjut Usia)

1. Definisi Lansia

Lansia merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan yaitu

masa anak-anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh

setiap individu (Wahit, 2006). Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari waktu tertentu tapi dimulai dari sejak

permulaan kehidupan (Fatmah, 2002).

Rifa (2013) menjelaskan bahwa seseorang telah mencapai tahap

praenisium pada usia 55-65 tahun yang dimana usia tersebut sudah

mengalami berbagai penurunan fungsional secara fisiologis, baik fisik

Page 2: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

13

maupun mental secara psikologi. Timbulnyai permasalahani pada tubuh

disebakan oleh beberapa gangguan di musclosceletal, cardiovascular, dan

neurophschiatry hal tersebut mengakitbatkan lansia terisolasi akibat

disabilitas dari berbagai penyakit seperti, dementia, stroke, osteoarthritis,

dan berbagai penyakit degeneratifi lainnyai (Anies, 2018).

Bahwa 1% setiap tahunnya fungsi organ di dalam tubuh mengalami

penurunan fungsional (Martono, 2014). Secara fisiologis pada usia 20-30

tahun kekuatan otot akan mencapai maksimal, setelah umur 35 tahun ke atas

otot akan mengalami penurunan secara progresif (Anies, 2018).

2. Teori Proses Penuaan

Nugroho (2000) secara individual tahap proses menua terjadi pada

orang dengan usia yang berbeda-beda karena masing-masing lansia

mempunyai kebiasaan yang berbeda dan tidak ada satu faktor pun ditemukan

untuk mencegah proses menua. Adapun teori yang mendasari terjadinya

proses penuaan seperti teori kejiwaan sosial sebagai berikut:

a. Aktivitas atau kegiatan

1) Lansia akan merasakan kepuasan terendiri apabila dapat melakukan

aktivitas dan mempertahankan aktivitas selama mungkin secara

mandiri.

2) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dengan sistem

individu agar tetap stabil dari usia pertengahan dan ke lanjut usia.

3) Ketentuan yang terjadi akan meningkatnya pada penurunan jumlah

kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut

usia yang dikatakan sukses apabila mereka aktif dan ikut banyak

dalam kegiatan sosial.

Page 3: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

14

b. Teori Kepribadian Berlanjut

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada seseorang

yang berusia lanjut. Teorii inii merupakan gabungan dari teori

sebelumnya, pada teori ini mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi

pada seseorang yang berusia lanjut sangat dipengaruhi oleh tipe

personaliti yangi dimilikinyai.

c. Teori Pembebasan

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat serta

kemunduran individu dengan individu lainnya, pada usia lanjut pertama

diajukan oleh Cumming dan Henry, teori ini menyatakan bahwa dengan

bertambahnya usia seseorang secara berangsur-angsur dimulai dari

melepas diri dengan kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan

sekitarnya. Sehingga pada keadaan ini akan mengakibatkan interaksi

sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas dimana

sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: kehilangan peran,

hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen. Triple loss akan

mempengaruhi konsep diri seseorang yang artinya mereka merasa tidak

berarti karena kehilangan peran dan cendrung menarik diri dari

lingkungan yang menyebabkan lansia memiliki harga diri rendah.

3. Proses Penuaan

Proses penuaan dianggap suatu proses yang mengubabh orang dewasa

dengan fisik sehat menjadi fisik yang rapuh ditandai berkurangnya sebagian

besar cadangan dari sistem fisiologis serta meningkatnya keretanan terhadap

bermacam penyakit seiring dengan bertambahnya usia (Stanley, 2006).

Proses menua bukanlah suatu hal yang terjadi hanya pada lansia, melainkan

Page 4: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

15

suatu proses yang terjadi secara alami serta berlangsung sejak maturitas dan

berakhir dengan kematian, namun efek dari penuaan tersebut umumnya akan

muncul setelah berusia 40 tahun. Ketika proses penuaan terjadi penurunan

kapasitas fungsional, sistem integument atau kulit lansia, sistem penglihatan,

sistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan

pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan, peruahan pada

sistem saraf serta perubahan otot dan tulang (Potter, 2003).

4. Perubahan yang terjadi akibat proses penuaan

Perubahan dalam suatu sistem fisiologis akan berpengaruh dan

memberikan dampak pada proses penuaan diantaranya perubahan struktur

dan fungsi fisiologis (Stanley, 2006). Efek perubahan fisiologis secara umum

yaitu:

a. Sistem Intergumen

Pada lansia terjadi perubahan kulit, seperti kulit menjadi atropi,

kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Berkurangnya cairan pada kulit

menyebabkan kulit menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan yang

terjadipada kulit disebabkan karena atropi glandula sebasea dan glandula

sudoritera, serta timbul pigmen berwarna coklat pada kulit yang dikenal

dengan liver spot.

b. Sistem Kardiovaskuler

Proses penuaan yang terjadi pada lansia berpengaruh terhadap

penurunan aktivitas, dampak yang ditimbulkan dari menurunnya aktivitas

fisik yaitu menurunnya kebutuhan darah yang terorganisir (Stanley dan

Bare, 2006).

Page 5: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

16

c. Sistem Sensoris

Terjadinya kerusakan fungsi pendengaran yang berpengaruh dan

memberikan dampak pada pendengaran serta respon yang tidak sesuai

sehingga menimbulkan rasa malu dan gangguan komunikasi (Bare, 2006).

d. Sistem Musculoskeletal

Perubahan yang terjadi pada musculoskletal berpengaruh pada

tulang rawan di sendi sehingga menjadi tipis, komponen tulang rawan

mengalami perubahan yang menyebabkan sendi lebih rentan terhadap

kerusakan atau pengapuran. Perubahani sistemi musculoskletal terjadi

secara normal terkait usia pada lansia. Seperti penurunan tinggi badan,

radistribusi massa otot dan lemak sub kutan, atropi otot, pengurangan

kekuatan, atropi otot, pergerakan yang lamabat, kekauan pada sendi,

perubahan pada otot tulang dan sendi mengakibatkan perubahan

penampilan, srta lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan (Stanley

dan Bare, 2006). Tejadinya suatu penyakit degeneratif seperti

osteoarthritis dimana lapisan kartilago normal yang lembut dan ulet

menjadi tipis sehingga menyebabkan kerusakan berupa berlubang, kasar

dan rapuh. Sehingga hal ini menyebabkan ruang sendi menyempit dan

akhirnya tulang-tulang sendi bergesekan sehingga menimbulkan rasa

sakit, bengkak serta kesulitan dalam bergerak. Beberapa perubahan

muscloscletal yang terjadi padai lansiai (Pudjiastuti dan Utomo, 2003)

yaitu sebegai berikut:

1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)

Kolagen sendiri memiliki fungsi sebagai protein pendukung

utama pada kulit, tulang, kartilago, serta tendon. Jaringan pengikat

Page 6: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

17

mengalami perubahan sebagai bentangan cross linking yang tidak

teratur. Terjadinya perubahan pada kolagen akan mengakibatkan

turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak

berupa nyeri, menurunnya kemampuan dalam meningkatkan kekuatan

otot, kesulitan dalam bergerak dari posisi duduk ke berdiri, jongkok,

dan berjalan serta terdapat hambatan dalam beraktivitas.

2) Kartilago

Jaringan kartilago di persendian akan menjadi lunak dan

mengalami granulasi yang menyebabkan permukaan sendi menjadi

rata, kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang serta

degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikani

merupakani suatu komponen dasar dalam matriks kartilago yang akan

berkurang atau hilang secara bertahap. Ketika matriks mengalami

deteriorasi, maka jaringan fibril yang terdapat di kolagen akan

kehilangan kekuatan, yang artinya kartilago cenderung mengalamii

fibarasii.

3) Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang merupakan bagian dari

penuaan fisiologis. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara

terus menerus akan mengakibatkan penurunan pada kekuatan dan

kekakuan tulang.

4) Otot

Dampak yang ditimbulakn dari perubahan morfologis otot

yaitu penurunan kekuatan, menurunnya flksibilitas, peningkatan

waktu reaksi, serta menurunnya kemampuan fungsional otot. Secara

Page 7: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

18

morfologis otot mengalami perubahan ketika penuaan yaitu

penurunan jumlah serabut otot, penumpukan lipofusin, sert

meningkatnya jaringan lemak dan jaringan penghubung.

5) Sendi

Pada lansia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen,

dan fasia mengalami penurunan elastisitas yang artinya sendi

kehilangan fleksibilitasnya sehingga terjadi penurunan luas gerak

sendi.

e. Sistem Perkemihan dan Pencernaan

Proses penuaan tidak langsung meyebabkan gangguan

kontinensia, kondisi yang sering ditemui pada lansia dikombinasikan

dengan perubahan terkait usia yang memicu inkontinesia karena

hilangnya irama di urnal pada reproduksi urin dan penurunan filtrasi

ginjal (Stanley dan Bare, 2006). Perubahan fungsi tersebut melipit

perlambatan pristalik dan sekresi, sehingga mengakibatkan lansia

mengalami intoleransi pada makanan tertentu dan gangguan pengosongan

lambung serta perubahan pada gastrointestinal akan menyebabkan

konstipasi, distensi lambung, dan intestina atau diare (Stanley, 2006).

f. Sistem Pernafasan

Akibat dari proses penuaan yang terjadi pada lansia, akan

berpengaru terhadap implikasi klinis yang mengakibatkan terjadinya

kerentanan terhadap kegagalan respirasi, kanker paru, emboli pulmonal

serta penyakit kronis seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik

(Stanley dan Bare, 2006).

Page 8: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

19

C. Indeks Massa Tubuh

IMT merupakan perbandingan antara berat badan (dalam kg) dibagi

tinggi badan (dalam meter) kuadrat. IMT bermanfaat untuk mengkategorikan

berat badan. Mengetahui indeks massa tubuh orang dewasa menggunakan

timbangan untuk mengetahui berat badan, micro toys merupakan alat untuk

mengukur tinggi badan seseorang. Pengukuran IMT merupakan alat yang

sederhana untuk menentukan status berat badan seseorang (Wahyuningsih,

2009). Manfaat penghitungan pada IMT, bertujuan untuk mngetahui apakah

seseorang mengalami kekurangan, kelebihan, atau berat badan yang sehat

(Annas, 2015).

Nilai pada Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Wahyuningsih (2009)

dihitung dengan menggunakan rumus:

Berat Badan (kg)

Indeks Massa Tubuh = ———————

( IMT ) Tinggi Badan (m)2

Table 2.1 Klasifikasi IMT untuk orang Indonesia (Sumber :

Kemenkes, 2010)

No Kategori IMT

1 Kurus (underweight) < 18,5

2 Berat badan normal 18,5 – 22,9

3 Berat badan berlebih (overweight) 23,0 – 24,9

4 Obesitas 35,0 – > 30,0

Terjadinya obesitas disebabkan karena penumpukan lemak yang

berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitasi

terjadii bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang,

berertambahnya jumlah sel lemak pada tubuh seseorang akan menyababkan

terjadinya suatu penyakit multifaktorial yang mengakibatkan akumulasi

Page 9: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

20

jaringan lemak berlebihan sehingga dapat mengganggui kesehatani (Arovah,

2012).

Distribusi lemak dapat meningkatkan resiko yang akan berhubungan

dengan berbagai macam penyakit degenerative. Obesitas merupakan keadaan

ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar

dalam jangka waktu yang lama. Banyaknya konsumsi energi dari makanan

yang dicerna tidak seimbang dengan energi yang digunakan untuk

metabolisme dan juga menjalani aktivitas sehari-hari. Kelebihan energi inilah

yang akan disimpan dalam bentuk lemak dan jaringan lemak sehingga akan

berakibat pada pertambahan berat badan (Arovah, 2012).

Obesitas saat ini merupakan permasalahan yang mendunia. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapan obesitas sebagai epidemik global.

Menurut Lembaga obesitas Internasional di London Inggris diperkirakan

sebanyak 1,7 milyar orang di bumi ini mengalami kelebihan berat badan.

Obesitas juga dianggap sebagai salah satu faktor yang meningkatkan

intensitas nyeri pada osteoarthritis lutut, peningkatan dari rasa nyeri serta

ketidakmampuan fungsi pada osteoarthritis semakin meningkat seiring

dengan berjalannya waktu (Rifa, 2013).

D. Anatomi Sendi Lutut

1. Definisi Sendi Lutut

Knee joint atau sendi lutut merupakan salah satu sendi yang

mempunyai fungsi komplek (Smith, et al., 2010). Gerakan yang

ditimbulkan oleh sendi lutut yaitu menekuk dan meluruskan serta

membantu setiap pergerakan misalnya berjalan, berlari, serta naik turun

tangga. Sebagian besar berat badan dan pergerakannya ditumpu oleh knee

Page 10: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

21

joint (Jain, 2013). Knee joint tersusun dari Os Fibula, Os Tibia, dan Os

Femur kemudian disatukan dan diikat oleh ligamen Sehingga

permasalahan yang biasanya banyak terjadi pada sendi lutut salah satunya

gangguan musculoskeletal (Snell, 1998). Salah satu gangguan yang sering

muncul pada sendi lutut yaitu arthritis.

Table 2.2 Otot-Otot Pada Sendi Lutut (Snell Tahun, 1993)

No Muscle Origo Insersio Innervasi Fungsi

1 m. rectus femoris Spina illiaca

Anterior

Inferior

Superior

Patella n. femoris

L2-4

Ekstensi

sendi

lutut

2 Acetabulum

m. vastus lateralis

Dataran lateral

dan

anterior

trochantor

mayor femoris,

labium

lateralis linia

aspera

Lateral os

patella

n. femoris

L2-4

Ekstensi

sendi

lutut

3 m. vastus medialis Labium medial

linea aspera

Setengah

bagian

atas

os patella

n. femoris

L2-4

Ekstensi

sendi

lutut

4 m. vastus

intermedius

Dataran

Anterior

corpus femoris

Tuborisita

s

tibiae

n. femoris

L2-4

Ekstensi

sendi

lutut

5 m. bicep femoris Tuber

Isciadicum

Caput brevis,

pada labium

laterale linea

aspera

Fibula

bagian

lateral

dan

condylus

tibia

Condylus

medialis

tibia

n.peroneu

s

communis

Exorota

si sendi

lutut

6 m. semitendinosus Tuber

Ischiadicum

Condylus

medialis

tibia

n. tibialis Flexi

dan

endorot

asi

sendi

lutut

7 m.

semimembranosus

Tuber

Ischiadicum

Posterior

os

Calcaneu

s

n. tibialis Flexi

dan

endorot

asi

sendi

lutut

Page 11: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

22

8 m. gastrocnemius Caput medial:

pada condylus

medialis

femuris

Caput lateral:

Pada condylus

lateral femoris

Posterior

os

Calcaneu

s

n. tibialis Flexi

sendi

Lutut

9 m. sartorius SIAS Tubersita

s

Tibia

n.

femoralis

L2-3

Fkexi

Internal

rotator

sendi

lutut

10 m. gracilis Ramus inferior

osis pubis dan

osis ischii

Tuberosit

as

tibia

dibelakan

g

tendo m.

Sartorius

n.

femoralis

L2-4

Fkexi

external

rotator

sendi

lutut

11 m. tensorfacia

latae

Spina iliaca

anterior

inferior dan

fascialatae

Tractus

illio

Tibialis

m. gluteus

superior

cabang n.

femoralis

L4-5, S1-

2

Flexor,

abdukto

r,

internal

rotasi

hip

Gambar 2.1 Anatomi Sendi Lutu

Sumber: Muslihah 2014

Arthritis merupakan penyakit sendi yang banyak dikeluhkan. Salah

satu bentuk arthritis yang ditemukan pada sandi lutut adalah

osteoarthritis. Osteoarthritisi sendirii merupakan suatu gangguan yang

ada di persendian lutut, yang artinya mengalami suatu perubahan atau

berkurangnya tulang rawan sendi, sehingga terbentuk tonjolan tulang

Page 12: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

23

pada permukaani sendii (osteofit) (Felson, 2008). Beberapa penyusun

sendi lutut yang mengelilingi ruang synovial ialah sebagai berikut:

a. Lateral Tibiofemoral Joint

Sendi yang berfungsi sebagai penghubung antara kondilus lateral

femur, meniscus lateral, dan kondilus lateral tibia.

b. Medial tibiofemoral joint

Sendi ini berfungsi sebagai penghubung anatara kondilus medial

femur, meniscus medial dan kondilus medial tibia.

c. Patellofemoral joint

Merupakan sendi yang berfungsi sebagai penghubung patellar

surface pada femur dan patella.

Beberapa komponen penyususun sendi lutut (Muthiii’ah, 2017)

adalah sebagai berikut:

a. Kapsul Sendi

Merupakan bagian terluar yang rmenghubungkan sendi dan

tulang. Penebalan pada kapsul (ligamentum capsular) berfungsi

mengelilingi sendi untuk menjaga stabilitas sendi

b. Retinakula patella medial dan lateral

Merupakan tendon yang berfungsi sebagai gabungan dari

insersio m. quadriceps femoris dan tendon fascia lata yang

menguatkan bagian anteriori sendi.

c. Ligamen patella

Merupakan perpanjangan dari tendon besar ke insersio musculus

quadriceps femoris yang membentang dari patella ke tuberositas tibia.

Berfungsi menguatkan bagian anterior sendi. Infrapatellar fat pad

Page 13: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

24

sebagai pemisah ligament dibagian posterior dengan membran

sinovial.

d. Ligamen popliteal oblique

Merupakan ligament datar yang membentang dari fossa

interkondilus femur ke caput tibia dan dari kondilus lateral femur ke

kondilus medial tibia. Fungsinya menguatkan bagian posterior sendi.

e. Ligamen popliteal arkuata

Membentang mulai dari kondilus lateral femur ke prosessus

styloideus caput fibula. Berfungsi untuk menguatkan bagian bawah

lateral posterior sendi.

f. Ligamen tibia kolateral

Merupakan sebuah ligamen yang berada di bagian medial sendi

serta membentang dari kondilus medial femur sampai ke kondilus

medial tibia. Ligament ini menempel kuat pada meniskus medial.

Robekan berulang yang terjadi pada ligamen akan menyebabkan

robekan meniskus dan kerusakan pada ligamentum krusiatum anterior.

g. Ligamen fibula kolateral

Ligamen kuat yang mengelilingi bagian lateral sendi. Ligament

ini membentang mulai dari kondilus lateral femur sampai ke lateral

caput fibula. Berfungsi untuk menguatkan bagian lateral sendi, dan

Ligamen ini ditutupi oleh tendon biseps femoris.

h. Ligamen Intrakapsular

Merupakan ligament antarkapsular yang menghubungkan os

tibia dengan os femur. Darii asalnyai, berjalan menyilang ke femur.

Ada dua ligament, yaitu Anterior Cruciate Ligaments (ACL) yang

Page 14: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

25

membentang dari area interkondilar tibia ke bagian posteromedial

kondilus lateral femur, fungsinya untuk mencegah hiperekstensi lutut

dan yang kedua Posterior Cruciate Ligaments (PCL) yang

membentang dari area cekungan interkondilus tibia dan meniscus

lateral ke bagian anterior serta permukaan lateral kondilus medial

femur. Fungsinya mencegah sliding posterior tibia ketika fleksi lutut

saat beraktivitas khususnya ketika berjalan naik turuni tangga.

i. Meniscus Sendi

Merupakan dua cakram fibrokartilago diantara kondilus tibia

dan femur yang membantu mengkompensasi bentuk ireguler tulang

dan sirkulasi cairan sinovial. Terdapat dua meniskus yaitu meniskus

medial dan meniskus lateral. Meniskus medial adalah bagian

semisirkular dari fibrokartilago, berbentuk seperti huruf C. Bagian

anteriornya berakhir dengan menempel ke anterior fossa interkondilar

tibia dan anterior ligamentum krusiatum. Bagian posteriornya berakhir

dengan menempel pada ligamentum krusiatum posterior dan meniscus

lateral.

Meniskus lateral merupakan bagian sirkular fibrikartilago yang

berebntuk mirip huruf O. Bagian anterior berakhir dengan menempel

pada eminensia interkondilar anterior tibia, dan lateral dan posterior

ligamentum krusiatum anterior. Bagian posteriornya berakhir dengan

menempel pada eminensia interkondilar posterior tibia, dan berjalan

ke depan sampai ujung posterior meniskus. Sedangkan permukaan

anterior dari meniskus lateral dan medial saling dihubungkan oleh

ligamentum transversum lutut.

Page 15: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

26

2. Fisiologi Sendi Lutut

Sendi lutut juga termasuk hinge joint atau sendi engsel karena

struktur dan lingkup gerak sendi yang menyerupai engsel. Fungsi dasar

sendi lutut yaitu, menstabilkan tumpuan berat badan, memungkinkan

adanya pergerakan pada tungkai, serta meneruskan atau mentrasmisi

beban dari bagian atas tubuh dan paha ke tungkai bawah. Sendi lutut

terdapat gerakan fleksi, ekstensi, rotasi ekternal dan rotasi internal.

Gerakan rotasi sendi lutut terjadi ketika posisi sendi sedikit fleksi,

terutama antara tibia dan meniskus. Dalam keadaan istirahat lutut

membentuk gerakan sedikit fleksi (Muthii’ah, 2017).

Gambar: 2.2 Fisiologi Sendi Lutut

Sumber: Muthii’ah, 2017

Otot-otot utama sendi lutut yang bertindak sebagai ekstensor

adalah m. rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis dan vastus

intermedius (m.quadriceps femoris). Sedangkani otot- ototi yang

bertindak sebagai fleksor yaitu m. hamstring yang dibantu oleh m.

gracilis, m. gastrocnimeus, dan m. sartorius. sementara otot yang

bertindak sebagai rotator medial adalah m. popliteai (Muthii’ah, 2017).

Ketika posisi berdiri, sendi lutut berada pada posisi ekstensi penuh

dan bersifat lebih rigid atau kaku karena kondilus medial tibia lebih besar

daripada kondilus lateral dan berada di depan kondilus medial femoral

sehingga mengunci sendi. Pada saat posisi tubuh tegak, berat badan akan

Page 16: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

27

menumpu pada garis vertikal yang akan jatuh melewati tepat dari bagian

tengah sendi lutut. Namun hal ini dapat dicegah dengan adanya daya

tegang dari ligament krusiatum anterior, popliteal oblik, dan kolateral

(Muthii’ah, 2017).

Patella berfungsi sebagai protektor sendi dan juga mengurangi

friksi antara tulang dan otot yang menyusun sendi lutut. Patella juga

dapat meningkatkan tumpuan mekanik m.quadriceps. Sedangkan

meniskus berfungsi sebagai shock-absorber dan bantalan sendi lutut.

Selain itu, terdapat juga cairan synovial sebagai shock-absorber yang

dapat mengurangi friksi sendi (Muthii’ah, 2017).

E. Konsep Osteoarthritis (OA)

1. Definisi Osteoarthritis

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang

bersifat kronis, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami

perubahan patologis. Ditandai dengan adanya nyeri, kekakuan sendi dan

kerusakan pada tulang rawan (kartilago) hyalin sendi. Meningkatnya

ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada

tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, serta

melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Maharani, 2007).

Gambar 2.3 Lutut Normal dan Lutut Osteoarthritis

Sumber: Muthii’ah, 2017

Page 17: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

28

2. Efidemiologi Osteoarthritis

WHO melalui publikasinya Global Burden of OA pada tahun

2002, telah memaparkan bahwa kurang lebih 10% populasi dunia yang

berusia ≥ 60 tahun memiliki gangguan sistomatis yang berhubungan

dengan osteoarthritis. Pravalensi di negara berkembang sangat beragam

(berbeda anatar hasil riset). Menurut studi COPCORD yang dilakuan di

Asia, prevalensi osteoarthritis ditemukan meningkat sesuai dengan usia

dan lebih banyaknya lagi ditemukan pada wanita. Studi COPCORD yang

dilakukan di Asia Tenggara meliputi negara Filipina, Thailand, Vietnam,

dan Malaysia. Pada studi COPCORD tidak dicantumkan data usia

spesifiknya (penulis hanya menuliskan bahwa data yang didapat yaitu

pada populasi berusia di atas 15 tahun). Indonesia sendiri memiliki

prevalensi ostearthritis mencapai 5% pada usia < 40 tahun, pada usia 40-

60 tahun mencapai 30%, dan pada usia ≥ 61 tahn mencapai 65%.

3. Faktor Resiko Osteoarthritis

a. Usia

Proses penuaan dianggap sebagai salah satu penyebab

peningkatan kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi,

kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, yang

semuanya mendukung terjadinya osteoarthritis. Studi Framingham

menunjukkan bahwa seseorang yang berusia 63-70 tahun memiliki

bukti radiografik menderita osteoarthritis lutut sebesar 27%, yang

meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih. Studi lain

membuktikan bahwa risiko seseorang mengalami gejala timbulnya

osteoarthritis lutut mulai usia 50 tahun. Studi mengenai kelenturan

Page 18: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

29

pada osteoarthritis, telah memaparkan bahwa terjadinya penurunan

kelenturan osteoarthritis lutut ditemukan pada pasien usia tua

(Maharani, 2007).

b. Jenis Kelamin

Pada orang tua yang berumur di atas 55 tahun, prevalensi

terkenanya osteoarthritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan

dengan laki-laki, hal ini disebabkan karena wanita memasuki masa

menopouse yang mengakibatkan berkurangnya hormon estrogen pada.

Akan tetapi usia kurang dari 45 tahun osteoarthritis lebih sering

terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita (Anisa, 2015).

c. Ras atau Etnis

Prevalensi penderita osteoarthritis lutut di negara Eropa dan

Amerika tidak berbeda, sedangkan suatu penelitian membuktikan

bahwa ras Afrika-Amerika memiliki resiko menderita osteoarthritis

lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia

juga memiliki resiko menderita osteoarthritis lutut lebih tinggi

dibandingkan Kaukasia (Maharani, 2007)

d. Faktor Genetik

Faktor genetik juga berperan sebagai resiko terajdinya

osteoarthritis lutut, hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas

kode genetik untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan

(Maharani, 2007).

e. Gaya Hidup atau Kebiasaan Merokok

Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan

positif antara merokok dengan kejadian osteoarthritis lutut. Merokoki

Page 19: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

30

mnyebabkani meningkatknya kandungan racun dalam darah dan

mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, sehingga

menyebabkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga dapat

merusak sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan

hilangnya tulang rawan pada osteoarthritis lutut disebaban oleh

beberapa faktor yaitu, merokok dapat merusak sel dan menghambat

proliferasi sel tulang rawan sendi, merokok dapat meningkatkan

tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang rawan, serta

rokok juga dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam

darah, yang menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat

menghambat pembentukan tulangi rawani (Annas, 2015).

f. Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko terkuat yang dapat

dimodifikasi. Selama berjalan, setengah dari berat badan bertumpu

pada sendi lutut. Meningkatnya berat badan akan melipatgandakan

beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan

bahwa untuk setiap peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2

unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk penderita

osteoarthritis lutut secara radiografik meningkat. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa semakin berat beban tubuh, maka akan semakin

besar resiko terjadinya osteoarthritis lutut (Annas, 2015).

Menurut WHO (2000) dalam Mutiawara (2016) berat badan dan

Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu apabila IMT

<18, 5 maka dapat dikatakan berat badan kurang, dikatakan normal

bila IMT 18,5 - 22, 9 dan dikatakan memiliki berat badan lebih jika

Page 20: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

31

nilai IMT >23,0. Seseorang dikatakan beresiko terkena obese jika nilai

IMT 23,0 – 24,9 dan dikategorikan obese I jika nilai IMT 25,0 – 29,9

serta dikatakan kategori obese II apabila nilai IMT >30,0.

g. Aktivitas Fisik

Melakukan aktivitas fisik berat seperti berdiri lama selama 2 jam

atau lebih setiap harinya, berjalan jarak jauh kurang lebih 2 jam setiap

hari, mengangkat barang berat (10 kg-50 kg selama 10 kali atau lebih

setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg-50 kg selama 10

kali atau lebih setiap minggu), serta melakukan aktivitas sehari-hari

seperti naik turun tangga merupakan faktor resiko terjadinya

osteoarthritis lutut (Erminawati, 2017).

h. Riwayat Trauma

Riwayat trauma pada lutut, merupakan salah satu faktor risiko

timbulnya osteoarthritis lutut yang akut termasuk robekan pada

ligamentum krusiatum dan meniskus. Studi Framingham menemukan

bahwa orang dengan riwayat trauma lutut memiliki resiko lebih tinggi

5-6 kali lipat untuk menderita osteoarthritis lutut. Hal tersebut

biasanya terjadi pada sekelompok usia yang lebih muda serta dapat

menyebabkan kecacatan yang lama (Maharani, 2007).

i. Kelainan Anatomis

Kelainan anatomis juga merupakan salah satu faktor resiko

timbulnya osteoarthritis lutut antara lain kelainan lokal pada sendi

lutut seperti genu varum, genu valgus, Legg-Calve -Perthes disease

dan displasia asetabulum. Kelemahan otot kuadrisep dan laksiti

Page 21: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

32

ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga

menjadi faktor risiko osteoarthritis lutut (Maharani, 2007).

4. Klasifikasi Osteoarthritis

a. Berdasarkan Patogenesisnya (Erminawati, 2017)

1) Osteoarthritis primer

Osteoarthritis primer disebut juga sebagai osteoarthritis

idiopatik, yang artinya penyebab dari osteoarthritis primer tidak

diketahui secara pasti dan tidak ada hubunganya dengan penyakit

sistemik, inflamasi maupun perubahan lokal pada sendi.

2) Osteoarthritis sekunder

Osteoarthritis sekunder merupakan Osteoarthritis yang

disebabkan oleh faktor-faktor diantaranya seperti penggunaan

sendi secara berlebihan dalam aktivitas sehari-hari , olahraga

berat, penyakit sistemik, inflamasi, dan adanya cedera

sebelumnya.

b. Berdasarkan daerah yang sering terkena osteoarthritis (Ketut, 2012)

1) Panggul

Penjepitan rongga sendi pada awalnya terlihat pad superior

aspek penyangga berat badan maksimum disertai dengan adanya

osteofit.

2) Tulang Belakang

Penjepitan terjadi pada rongga discus, sehingga membentuk

tulang baru antara vetebral yang berdekatan menyebabkan

terjadinya penjepitan saraf atau akan menyebaban terjadinya

Page 22: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

33

kompresi pada medulla spinalis, sclerosis, dan osteofit

(terbentuknya tulang baru) pada intervetebral.

3) Lutut

Lutut merupakan sendi yang paling sering terkena

osteoarthritis. Sendi lutut disertai dengan hilangnya femurotibial

pada rongga sendi. Komponen medial merupakan bagian

penyangga berat badan dengan tekanan besar, sehingga hampir

selau menunjukkan adanya penjepitan paling dini, serta perubahan

yang hebat dapat menyebaban terbentuknya tulang baru.

5. Patofisiologi dan Patogenesis Osteoarthritis

Kartilago dibentuk oleh matriks ekstrasel dan komposisi

predominan kolagen tipe II serta proteoglikan. Dalam kondisi normal,

matriks-matriks tersebut mengalami remodelling yang dinamis, yang

artinya terdapat keseimbangan antara degradasi dan aktivitas sintesis

enzim sehingga volume kartilago tetap. Ketika terjadi ketidakseimbangan

antara metabolisme kolagen dengan berbagai faktor, dimana terjadi

peningkatan enzim yang mendegradasi kolagen sehingga terjadi

kehilangan kolagen proteoglikans dari matriks (Muthii’ah, 2017).

Sebagai hasil dari peningkatan degradasi matriks maka terjadi

akumulasi produk hasil degradasi di cairan sinovial, sehingga

menginduksi terjadinya respon inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan

nyeri. Responi darii degradasi yang terjadi yaitu kondrosit akan

berproliferasi dan mensintesis kolagen serta proteoglikans. Bila respon

ini tidak dapat mengimbangi perjalanan penyakit, maka akan terjadi erosi

kartilago. Hasilnya adalah degenerasi fokus trabecular dan pembentukan

Page 23: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

34

kista, serta peningkatan vaskularisasi dan reaktif sklerosis di zona

pembebanan yangi maksimali (Muthii’ah, 2017).

6. Tanda dan Gejala

Soeroso (2006) dalam (Rifhan, 2011) adanya krepitasi merupakan

salah satu tanda umum yang bisa dijumpai dalam osteoarthritis,

kemudian pada tingkat lanjut pembekakan sendi yang simetris,

perubahan pola jalan (gait patalogis) dan deformitas. Pada penelitian

terdahulu ditemukan tanda dan gejala terjadinya osteoarthritis yang

mungkin terjadi yaitu sebagai berikut:

a. stiffness

Pada osteoarthritis salah satu yang khas adalah terdapat stiffness

yang terjadi pada pagi hari umumnya terjadi selama 30 menit dan

pada malam hari sebelum tidur, hal ini terjadi ketika ekstremitas tidak

digunakan tapi secara bertahap akan hilang (Sinusas, 2012).

b. Unstable

Unstable joint sudah menjadi hal umum yang sering dikeluhkan

oleh pasien, kemungkinan dikarenakan oleh patologis yng terjadi

pada osteoarthritis sehingga menggangu pergerakan sendi (Sinusas,

2012).

c. Nyeri

Pada pasien osteoarthritis nyeri yang dirasakan semakin lama

akan semakin meningkat ketika melakukan aktivitas dan diikuti saat

istirahat (Sinusas, 2012).

Page 24: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

35

d. Pembekakan dan Deformitas

Pembekakan biasanya terjadi secara intermiten dan adanya

deformitas pada varus dan valgus kemungkinan menandakan adanya

kontraktur pada kapsul sendi dan joint instability yang berhubungan

dengan osteoarthritis (Creamer, 2000).

e. Krepitasi

Terjadinya krepitasi akibat dari adanya penekanan pada

kartilago yang mengindikasikan sinovitis (Porter, 2003).

f. Kehilangan Fungsi

Gejala yang sering kita jumpai pada osteoarthritis yaitu seperti

gangguan pola jalan, kesulitan dalam menaiki anak tangga serta

kegiatan rekreasi (Porter, 2003).

g. Arthropy Otot

Terjadinya arthropy pada otot disebabkan karena jarang

digerakkan akibat respon patalogi atau inhibisi nyeri, sehingga

menyebabkan terjadinya kelemahan otot (Creamer, 2000).

h. Joint Instability

Hal ini terjadi akibat dari kehilangan respon propioseptif serta

kontrol ligamen (Porter, 2003).

i. Muscle Spasme

Spasme merupakan respon protektif, sehingga ketika bergerak

menyebabkan nyeri, maka tubuh mencoba untuk berhenti bergerak

sehingga spasme terjadi. Spasme juga dapat menyebabkan nyeri

dalam akumulasi metabolis sehingga otot lelah dan akan

menyebabkan keterbatasan gerak sendi (Porter, 2003).

Page 25: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

36

7. Diagnosis

Mendiagnosis osteoarthritis pada lutut menggunakan kriteria dari

American Collage Of Rheumatology (Wahyuningsih, 2009). Pasien

positif terkena osteoarthritis apabila mengalami nyeri sendi dengan

minimal 3 dari 6 kriteria berikut:

a. Umur > 50 Tahun

b. Kaku pagi < 30 menit

c. Krepitus

d. Nyeri tekan

e. Pembesaran tulang

f. Ada rasa hangat saat dipalpasi

Selain itu dapat juga dilakukan beberapa pemeriksaan fisik seperti

anamnesis sistem, pmeriksaan gerak dasar, pemeriksaan vital sign,

palpasi serta pemeriksaan khusus ( tes ballottment, hipermobilitas varus

dan hipermobilitas valgus) (Muslihah, 2014).

a. Tes Ballottment

Tes ini betujuan untuk melihat apakah terdapat cairan di dalam

lutut. Pada pemeriksaan posisi tungkai full ekstensi. Prosedurnya,

recessus suprapatellaris di kosongkan dengan menekannya satu

tangan, sementara itu dengan jari tangan lainnya patella ditekan ke

bawah. Dalam keadaan normal patella tidak dapat ditekan ke bawah

karena sudah terletak di atas kedua condyli dari femur. Bila banyak

cairan di dalam lutut, maka patella sepertinya terangkat, yang

memungkinkan adanya sedikit gerakan (Muslihah, 2014).

Page 26: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

37

Gambar: 2.4 Tes Ballottmen

Sumber: Muslihah, 2014

b. Varus Test

Tes ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dari sendi lutut oleh

ligamen collateral lateral. Pada pemeriksaan dapat dilakukan dengan

cara full ekstensi dan fleksi 300. Cara pemeriksaannya yaitu pasien

berbaring terlentang dengan salah satu tungkai yang akan diperiksa

berada di luar bed, salah satu tangan terapis berada di sisi medial

sendi lutut dan tangan yang lain berada di sisi luar sendi pergelangan

kaki untuk memberikan tekanan ke arah dalam.

Gambar 2.5 Varus Test

Sumber: Muslihah, 2014

c. Valgus Test

Tes ini bertujuan untuk mengetahui lesi ligamen collateral medial.

Cara pemeriksaannya sama dengan tes hipermobilitas varus hanya

Page 27: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

38

saja posisi salah satu tangan terapis berada di sisi lateral sendi lutut

dan tangan yang lain berada pada sisi dalam sendi pergelangan kaki

yang berfungsi untuk memberikan tekanan ke arah luar.

Gambar 2.6 Valgus Test

Sumber: Muslihah, 2014

8. Penatalaksaan Osteoarthritis

Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis yaitu untuk

mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot.

Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan

terapi non farmakologis berupa edukasi mengenai penyakitnya secara

lengkap, selanjutnya memberikan terapi farmakologis yang bertujuan

untuk mengurangi nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik lalu

dilanjutkan dengan fisioterapi (Anisa, 2015). Treatment untuk

penatalaksanaan osteoarthritis dibedakan menjadi menajadi 3 macam

yaitu farmakologis, non-farmakologis, dan pembedahan (Sinuas, 2012).

a. Farmakologis

Terapi farmakologis yang biasa diberikan pada osteoarthritis

yaitu NSAID, sulindac, oxaprozin, naproxen, nabumetone, meloxicam,

celebrex, diclofenac, ibuprofen, dan acetaminophen (Sinuas, 2012).

Page 28: BAB II TINJAUN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/55504/3/BAB II.pdfsistem pendengaran, sistem pernafasan, sistem reproduksi, sistem jantung dan pembuluh darah, sistem pencernaan, sistem perkemihan,

39

b. Non-farmakologis

Terapi non-farmakologis yang dilakukan untuk mengatasi

permasalahan yang terdapat pada osteoarthritis yaitu memakai

modalitas dan berbagai exercise. Modalitas terapi yang biasa dipakai

yaitu ultrasound serta TENS (Transcutaneus Electrical Nerve

stimulation). Menuruti Americani College of Rheumatology (ACR)

treatment secara non-farmakologis untuk osteoarthritis pada lutut

yaitu denan aerobic exercise, strengthening exercise, dan

hydrotherapyi exercisei (Imayati, 2012).

c. Pembedahan

Pembedahan diberikan apabila pasin memiliki gejala yang tidak

cocok untuk diberikan treatment lain. Tindakan pembedahan yang

diberikan yaitu, berupa total joint replacement.