BAB II TINJAUANPUSTAKA 2.1. Ergonomi 2 ... -...
-
Upload
truongthuy -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUANPUSTAKA 2.1. Ergonomi 2 ... -...
5
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
2.1. Ergonomi
2.1.1. Definisi Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “ergon” berarti kerja dan
“nomos” berarti hukum alam, dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek
manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan perancangan dan desain (Nurmianto, 1996).
Fokus ergonomi melibatkan tiga komponen utama yaitu manusia, mesin dan
lingkungan yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.Interaksi tersebut
menghasilkan suatu sistem kerja yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya yang dikenal dengan istilah worksystem (Bridger, 2003).
Maksud dan tujuan disiplin ergonomi adalah mendapatkan pengetahuan
yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan
lingkungan kerja, selain itu ergonomi memiliki tujuan untuk mengurangi tingkat
kecelakaan saat bekerja dan meningkatkan produktifitas dan efisiensi dalam suatu
proses produksi. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik
dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia
baik fisik maupun mental sehingga kualitas kerja secara keseluruhan menjadi lebih
baik (Tarwaka, 2004). Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produksi.
6
3. Meciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka,
2004)
2.1.2. Manfaat Ergonomi
Menurut Pheasant (2003) ada beberapa manfaat ergonomi antara lain :
1. Peningkatan hasil produksi, yang berarti menguntungkan secara ekonomi.Hal
ini antara lain disebabkan oleh:
a. Efisiensi waktu kerja yang meningkat.
b. Meningkatnya kualitas kerja.
c. Kecepatan pergantian pegawai (labour turnover) yang relatif rendah.
2. Menurunnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang berarti:
a. Dapat mengurangi biaya pengobatan yang tinggi. Biaya untuk pengobatan
lebih besar daripada biaya untuk pencegahan.
b. Dapat mengurangi penyediaan kapasitas untuk keadaan gawat darurat.
3. Dengan menggunakan antropometri dapat direncanakan atau didesain:
a. Pakaian kerja
b. Workspace
c. Lingkungan kerja
d. Peralatan atau mesin
e. Consumer product
2.1.3. Prinsip Ergonomi
Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari keserasian kerja dalam suatu
sistem (worksystem). Sistem ini terdiri dari manusia, mesin dan lingkungan kerja
(Bridger, 2003). Pada penerapannya jika pekerjaan menjadi aman bagi pekerja atau
manusia dan efisiensi kerja meningkat maka tercapai kesejahteraan
manusia.Keberhasilan aplikasi ilmu ergonomi dilihat dari adanya perbaikan
7
produktivitas, efisiensi, keselamatan dan diterimanya sistem desain yang dihasilkan
(mudah, nyaman dan sebagainya) (Pheasant, 1999).
Ergonomi dapat digunakan dalam menelaah sistem manusia dan produksi
yang kompleks yang berlaku dalam industri sektor informal. Dengan mengetahui
prinsip ergonomi tersebut dapat ditentukan pekerjaan apa yang layak digunakan
agar mengurangi kemungkinan keluhan dan menunjang produktivitas. Penerapan
ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan (Anies, 2005), diantaranya
sebagai berikut:
1. Pendekatan Kuratif
Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang
berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi, modifikasi atau perbaikan dari proses
yang telah berjalan. Sasaran dari kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan
kerja. Dalam pelaksanaannya terkait dengan tenaga kerja dan proses kerja yang
sedang berlangsung.
2. Pendekatan konseptual
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan akan sangat efektif
dan efisien jika dilakukan pada saat perencanaan. Jika terkait dengan teknologi,
sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi telah
diterapkan. Penerapannya bersama-sama dengan kajian lain, misalnya kajian teknis,
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Pendekatan holistik inidikenal dengan
pendekatan teknologi tepat guna.
Aplikasi ergonomi dapat dilaksanakan dengan prinsip pemecahan masalah.
Pertama, melakukan identifikasi masalah yang sedang dihadapi dengan
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi. Kedua, menentukan prioritas
masalah dan masalah yang paling mencolok harus ditangani lebih dahulu.
Kemudian dilakukan analisis untuk menentukan alternatif intervensi.Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam penerapan ergonomi (Anies, 2005) :
1. Kondisi fisik, mental dan sosial harus diusahakan sebaik mungkin sehingga
didapatkan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
8
2. Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
antropometri, lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.
3. Lingkungan kerja harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi tubuh dan
anggota tubuh sehingga dapat bergerak secara leluasa dan efisien.
4. Pembebanan kerja fisik dimana selama bekerja peredaran darah meningkat 10-
20 kali. Meningkatnya peredaran darah pada otot-otot yang bekerja memaksa
jantung untuk memompa darah lebih banyak.
5. Sikap tubuh dalam bekerja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan
tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat
kerja dan perlengkapan yang dipergunakan, diperlukan ukuran-ukuran tubuh
yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan dilakukan
gerakan-gerakan yang dibutuhkan.
2.1.4. Ergonomi Industri
Terdapat perbedaan terminologi tentang ergonomi di berbagai belahan
dunia, salah satunya adalah Industrial Ergonomics ergonomi industri yang
menitikberatkan pada pelaksanaan ergonomi di bidang industri dan perkantoran
daripada penerapan ergonomi pada perancangan produk.
Ergonomi industri adalah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan yang
menghubungkan performansi manusia dengan suatu sistem kerja yang terdiri dari
pekerja, pekerjaan, peralatan dan perlengkapan, tempat kerja dan lingkungannya
(Alexander, 1986).
Menurut Alexander (1986) permasalahan ergonomi industri dikelompokkan
menjadi enam kelompok, yaitu :
1. Bentuk Fisik(Antropometri)
Berkaitan erat dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Tinggi mata,
jangkauan lengan, dan berat tubuh merupakan contoh jenis ukuran pada
antropometri. Mengupas tentang konflik antara manusia atau ukuran tubuh dengan
tempat atau ruang kerja.
2. Daya Tahan Tubuh(Sistem Kardiovaskular)
9
Masalah mengenai daya tahan tubuh dapat ditandai dengan tekanan pada
sistem Kardiovascular. Tekanan ini disebabkan oleh pekerjaan yang membutuhkan
tenaga ekstra kuat dan kebutuhan oksigen serta energi yang banyak. Pasokan energi
yang besar membutuhkan aliran darah dalam tubuh yang cepat, sehingga dapat
menimbulkan gangguan pada jantung dan pembuluh darah.
3. Kekuatan (Biomekanika)
Permasalahan pada kekuatan ditandai dengan usaha yang dilakukan pada
otot yang berlebihan. Permasalahan ini dapat dianalisis teknik biomekanika.
4. Lingkungan (faktor eksternal)
Kondisi lingkungan yang ada disekitar manusia dapat menjadi sumber
masalah dalam menjalankan aktivitas. Panas, kebisingan, dan getaran merupakan
sebagian contoh lingkungan yang dapat mengganggu pekerjaan. Perubahan pada
lingkungan, cara kerja dan pelatihan fisik manusia diarahkan pada terciptanya
lingkungan kerja yang nyaman.
5. Proses Berfikir (Kognitif)
Manusia memiliki daya ingat yang cukup pendek. Suatu kesulitan bagi
manusia untuk mengingat bilangan atau susunan yang terlalu rumit. Ketika proses
berfikir manusia mengalami gangguan, maka suatu kesalahan dapat terjadi. Fungsi
otak sebagai pengolah informasi melalui penginderaan tidak berjalan normal.
6. Manipulasi (Kinesologi)
Pekerjaan yang memerlukan kecepatan dan pergerakan yang teratur kadang
sulit dilakukan oleh manusia. Dengan demikian memerlukan manipulasi kontrol
berupa peralatan yang mengendalikan suatu pekerjaan. Dengan demikian kesalahan
manusia dalam mengendalikan pekerjaan dapat sedikit dihilangkan.
Bidang kajian yang ditangani ergonomi industri dikelompokkan
berdasarkan permasalahannya. Setiap jenis permasalahan memiliki jenis
metodologi penyelesaian yang berbeda pula. Ergonomi mengkaji permasalahan
tentang manusia, sehingga sangat tepat apabila masalah ergonomi industri melalui
jenis permasalahan sistem tubuh manusia.
10
2.2. Muskuloskeletal Disorders(MSDs)
2.2.1. Pengertian MSDs
Muskuloskeletal Disorders merupakan salah satu cedera yang sering
dialami pekerja dalam melakukan kegiatan MMH yaitu cedera pada otot, urat
syaraf, urat daging, tulang, persendian tulang, tulang rawan yang disebabkan oleh
aktivitas kerja (Apep dan Syafei, 2002).
Sedangkan menurut National Institute Of Occupational Safety And Health
(NIOSH) yang dimaksud Musculoskeletal Disorder adalah kondisi patologis yang
mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang
mencakup sistem saraf, tendon, otot dan struktur penunjang seperti bantalan tulang
punggung (discus intervertebral).
Cedera Musculoskeletal Disorder (MSDs) juga diterjemahkan sebagai
trauma kumulatif yang terjadi karena proses penumpukan cedera atau kerusakan
kecil-kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya
tidak sempat sembuh sempurna, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk
menimbulkan rasa sakit. (Humantech, 1995).
Ada 2 jenis gaya dari gerakan otot yang dipengaruhi beban kerja fisik
terhadap tubuh, yaitu :
1. Gaya Dinamis
Tipe ini memiliki karakteristik dimana melibatkan otot yang berkontraksi
secara ritmis dan berelaksasi. Tekanan dan relaksasi menyebabkan darah
bersirkulasi dengan baik, dimana oksigen yang dibutuhkan dan yang akan
dikeluarkan oleh tubuh juga masih efektif didapatkan.
2. Gaya Statis.
Tipe ini memiliki karakteristik terjadi kontraksi yang lama, terjadi gangguan
pada aliran darah. Dimana supply oksigen dan hasil buangannya tidak berjalan
dengan baik. Tidak adanya oksigen dan glukosa yang akan diterima menyebabkan
gaya ini tidak akan bertahan lama. Akan terjadi sakit pada sistem otot yang juga
meningkatkan produk buangan termasuk asam laktat, yang akan berakumulasi di
jaringan otot.(Pulat, 1992).
11
2.2.2. Jenis-Jenis Muskuloskeletal Disorders (MSDs)
Ada beberapa jenis Musculoskeletal Disorder (MSDs) dengan faktor risiko,
gejala, dan jenis pekerjaan yang berbeda-beda seperti yang terdapat pada tabel 2.1.
berikut ini:
12
Tabel 2.1. Jenis-jenis MSDs, Gejala dan Faktor Risiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya
No Jenis MSDs Definisi Gejala
Faktor Risiko
Ergonomi di
Tempat Kerja
Pekerjaan
Berpotensi
1 Carpal Tunnel
Syndrome (CTS)
Gangguan tekanan atau
pemampatan pada syaraf
tengah, salah satu dari tiga
syaraf yang menyuplai tangan
dengan kemampuan sensorik
dan motorik. CTS pada
pergelangan tangan
merupakan terowongan yang
terbentuk oleh carpal tulang
pada tiga sisi dan ligamen
yang melintanginya.
Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di
malam hari, mati rasa yang menyakitkan,
sensasi bengkak yangtidak terlihat,
melemahnya sensasi genggaman karena
hilangnya fungsi saraf sensorik.
Manual
handling,
postur, getaran,
repetisi, force
ataugaya yang
membutuhkan
peregangan,
frekuensi,
durasi dan
suhu.
Mengetik dan proses
pemasukan data,
kegiatan
manufaktur,
perakitan, penjahit
dan pengepakan atau
pembungkusan.
2 Hand-
ArmVibration
Syndrome
(HAVS)
Gangguan pada pembuluh
darah dan saraf pada jari yang
disebabkan oleh getaran alat
atau bagian atau permukaan
benda yang bergetar dan
menyebar langsung ke tangan.
Dikenal juga sebagai getaran
yang menyebabkan white
finger, traumatic vasospatic
diseases atau fenomena
Raynaud’skedua.
Mati rasa, gatal-gatal dan putih pucat pada
jari, lebih lanjut dapat menyebabkan
berkurangnya sensitivitas terhadap
panas dan dingin.Gejala biasanya
muncul dalam keadaan dingin.
Getaran, durasi,
frekuensi,
intensitas
getaran, suhu
dingin.
Pekerjaan
konstruksi, petani
atau pekerja
lapangan, supir truk,
penjahit, pengebor,
pekerjaan memalu,
gerinda, penyangga
atau penggosok
lantai.
11
13
3
Low Back Pain
Syndrome (LBP)
Bentuk umum dari sebagian
besar kondisi patologis yang
mempengaruhi tulang,
tendon,syaraf, ligamen,
invertebraldisc dari lumbar
spine (tulang belakang).
Sakit di bagian tertentu yang dapat
mengurangi tingkat pergerakan
tulang belakang yang ditandai oleh kejang
otot. Sakit dari tingkat menengah sampai
yang parah dan menjalar sampai kaki.Sulit
berjalan normal dan pergerakan tulang
belakang menjadi berkurang. Saat ketika
mengendarai mobil batuk atau
menggantiposisi.
Pekerjaan
manual yang
berat, postur
janggal, force
atau gaya,
beban objek,
getaran,repetisi,
dan
ketidakpuasan
terhadap
pekerjaan.
Pekerja lapangan
atau bukan
lapangan,operator,
teknisi dan
manajernya,
profesional,sales,
pekerjaan yang
berhubungan dengan
tulis menulis dan
pengetikan, supir
truk,pekerjaan
manual handling,
penjahit dan
perawat.
4 Peripheral
NerveEntrapment
Syndromes
Pemampatan atau penjepitan
saraf pada tangan atau kaki
(saraf sensorik, motorik dan
autonomik).
Gejala secara umum pucat, terjadinya
perubahan warna dan terasa dingin pada
tangan atau kaki, pembengkakan,
berkurangnya sensitivitas dalam
genggaman, sakit dan lemahnya refleksi
tendon. Gejala khusus tergantung jenis
saraf yang kena.
Saraf sensorik: gatal,mati rasa dan sakit
pada area suplai,terasa sakit dan panas,
sakit seperti tumpulatau sensasi
pembengkakan yangtidak kelihatan.
Saraf motorik: lemah,kekakuan pada
otot,kesulitan memegangsebuah objek.
Postur,
repetisi,force
atau gaya,
getaran dan
suhu.
Operator register,
kasir, pekerjaan
perakitan dan
pekerja kantoran.
12
14
5 PeripheralNeurop
athy
Gejala permulaan yang
tersembunyi dan
membahayakan dari
dysesthesias dan
ketidakmampuan dalam
menerima sensasi.
Gatal-gatal yang sering timbul, mati
rasa, terasa sakit bila disentuh, lemahnya
otot dan munculnya atrophy yang merusak
jaringan saraf motorik, melambatnya
aliran konduksi saraf,berkurangnya
potensi atau amplitudo saraf sensorik dan
motorik.
Manual
handling, force,
repetisi, getaran
dan suhu.
Sektor manufaktur,
pekerja di sector
public dan industri
jasa.
6 Tendinitis
danTenosynovitis
Tendinitis merupakan
peradangan pada tendon,
adanya struktur ikatan yang
melekat pada masing-masing
bagian ujung dari otot
ketulang.
Tenosynovitis merupakan
peradangan tendon yang juga
melibatkan synovium
(perlindungan tendon
danpelumasnya).
Pegal, sakit pada bagian tertentu
khususnya ketika bergerak aktif seperti
pada siku dan lutut yang disertai dengan
pembengkakan. Kemerah-merahan,
terasa terbakar, sakit dan membengkak
ketika bagian tubuh tersebut beristirahat.
Force
ataugayaperega
ngan, postur,
pekerjaan
manual,
repetisi,berat
beban dan
getaran.
Industri perakitan
automobile,
pengemasan
makanan, juru
tulis,sales,
manufaktur.
Sumber : Weeks, Levy & Wagner (1991)
13
15
2.2.3. Faktor Risiko pada Pekerjaan Terkait MSDs
Pekerjaan fisik yang dilakukan di tempat kerja berhubungan dengan kapasitas otot pada
tubuh pekerja. Faktor fisik yang termasuk di dalamnya adalah (Pheasant, 1999) :
1. Postur Janggal
Postur tubuh mengalami deviasi secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan
pekerja. Postur janggal akan meningkatkan beban kerja dari otot sehingga merupakan pemberi
kontribusi yang signifikan terhadap gangguan ototrangka. Selain meningkatkan tenaga yang
dibutuhkan juga menyebabkan transfer tenaga otot menuju skeletal sistem menjadi tidak efisien.
2. Beban
Force atau pengerahan tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan
untukmenyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan menggunakan tenaga besar akanmemberikan
beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen dan sendi.Dengan adanya beban berat
dapat mengakibatkan kelelahan otot, tendon, danjaringan lainnya, iritasi dan inflamasi. Tenaga
yang dibutuhkan akan meningkat bila (NIOSH, 1997) :
a. Besarnya barang yang ditangani
b. Berat yang diangkat atau didorong meningkat
c. Postur janggal
d. Adanya getaran (getaran dari peralatan tangan membuat tenaga untuk menggenggam menjadi
lebih besar).
3. Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam suatu periode
waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapatdisebut sebagai repetitive.
Gerakan repetitive dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikkan baik sebagai kecepatan pergerakan
tubuh, atau dapat diperluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi
gerakan. Posisi atau postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapatmenyebabkan
suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis.
Frekuensi terjadi sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi repetitive motion dalam
melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja
terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 1995).
4. Durasi
16
Durasi adalah lamanya waktu pekerja terpapar secara terus-menerus oleh faktor risiko
ergonomi. Pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat
meningkatkan potensi timbulnya kelelahan, baik lokal atau dapat juga pada sekujur tubuh. Secara
umum dapat dikatakan, semakin lama durasi pekerjaan berisiko tersebut, maka waktu yang
diperlukan untuk pemulihan juga akan semakin lama. Maka dapat dikatakan bahwa durasi
merupakan faktor yang berkontribusi pada faktor risiko lainnya yang besarannya sangat tergantung
dengan sifat darifaktor risiko yang memapar pekerja.
2.2.4. Penanganan Resiko KerjaTerkait MSDs
Usaha terbaik dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama pada bagian
muskuloskeletal adalah mengurangi dan menghilangkan pekerjaan yang beresiko terhadap
keselamatan kerja. Ini adalah prinsip dasar dalam usaha peningkatan keselamatan dan keamanan
kerja. Di bawah ini beberapa hal tindakan untuk mengurangi resiko gangguan muskuloskeletal
pada pekerjaan MMH:
1. Perancangan Ulang Pekerjaan
a. Mekanisasi. Penggunaan sistem mekanis untuk menghilangkan pekerjaan yang berulang.
Jadi dengan penggunaan peralatan mekanis mampu menampung pekerjaan yang banyak
menjadi sedikit pekerjaan.
b. Rotasi pekerjaan. Pekerja tidak hanya melakukan satu pekerjaan, namun beberapa
pekerjaan dapat dilakukan oleh pekerja tersebut. Tujuan dari langkah ini adalah pemulihan
ketegangan otot melalui beban kerjayang berbeda-beda.
c. Perbanyakan dan pengayaan kerja. Sebuah pekerjaan sebisa mungkin tidak dilakukan
dengan monoton, melainkan dilakukan dengan beberapa variasi. Tujuan dari langkah ini
adalah menghindari beban berlebih pada satu bagian otot dan tulang pada anggota tubuh.
d. Kelompok kerja. Pekerjaan yang dilakukan beberapa orang mampu membagi beban kerja
pada otot secara merata. Hal ini disebabkan anggota kelompok bebas melakukan pekerjaan
yang dilakukan.
2. Perancangan Tempat Kerja
Prinsip yang dilaksanakan adalah perancangan kerja memperhatikan kemampuan dan
keterbatasan pekerja. Tempat kerja menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran pekerja agar aktivitas
17
MMH dilakukan dengan leluasa. Kondisi lingkukangan seperti cahaya, suara, lantai, dan lain-lain
juga perlu perhatian untuk menciptakan kondisi kerja yang nyaman.
3. Perancangan Peralatan dan Perlengkapan
Perancangan peralatan dan perlengkapan yang layak mampu mengurangi penggunaan
tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjan. Menyediakan pekerja dengan alat bantu
dapat mengurangi sikap kerja yang salah, sehingga menurunkan ketegangan otot.
4. Pelatihan Kerja
Program ini perlu dilakukan terhadap pekerjaan, karena pekerja melakukan pekerjaan
sebagai kebiasaan. Pekerja harus mengetahui mengenai pekerjaan yang berbahaya dan perlu
mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan yang aman. Untuk melakukan suatu hal dengan
aman, maka dalam melaksanakan pelatihan kerja perlu memahami pedomannya. Alexander (1986)
mengungkapkan empat prinsip yang dipegang selama melakukan suatu pekerjaan adalah:
a. Berusaha untuk menjaga beban pengangkatan selalu dekat dengan tubuh (mencegah momen
pada tulangbelakang).
b. Berusaha untuk menjaga posisi pinggul dan bahu selalu dalam posisi segaris (mencegah
gerakan berputar pada tulang belakang).
c. Menjaga keseimbangan tubuh agar tidak mudah jatuh.
2.3. Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti
ukuran. Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh manusia
khususnya dimensi tubuh (WignjosoebrotoS., 2000). Antropometri secara luas akan digunakan
sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (design) produk
maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia.
Secara definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran
(tinggi, lebar dan sebagainya) berat dan lain- lainnya. Antropometri secara luas digunakan sebagai
pertimbangan-pertimbangan ergonomi dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem
kerja yang memerlukan interaksi manusia (WignjosoebrotoS.,2000).
Antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan
18
data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan
serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.
2.3.1. Data Antropometri Dan Cara Pengukurannya
Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia (WignjosoebrotoS., 2000) yaitu:
a. Umur
Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria
dan 17 tahun untuk wanita. Setelah itu, tidaklagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan
cenderung berubah menjadi pertumbuhan menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar
umur 40 tahunan.
b. Jenis Kelamin (sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya lebih besar dibandingkan dengan wanita,
kecuali untuk bagian tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
c. Suku ata Bangsa (Etnic)
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnic akan memiliki karakteristik fisik yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Dimensi tubuh suku bangsa negara Barat pada umumnya
mempunyai ukuran yang lebih besar daripada dimensi tubuh suku bangsa negara Timur.
d. Sosio Ekonomi
Tingkat sosio ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh manusia. Pada negara-negara
maju dengan tingkat sosio ekonomi tinggi, penduduknya mempunyai dimensi tubuh yang besar
dibandingkan dengan negara-negara berkembang.
e. Posisi Tubuh (Posture)
Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh karena itu harus
posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Berkaitan dengan posisi tubuh
manusia antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Antropometri Statis (Structural Body Dimensions),
Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada permukaan tubuh. Ada beberapa
metode pengukuran tertentu agar hasilnya representative Disebut juga pengukuran dimensi
struktur tubuh dimana tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak
19
sempurna). Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi
tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut pada saat
berdiri atau duduk, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan percenti
leter tentu seperti 5-th percentile, 50-th percentile dan 95-th percentile.
2. Antropometri Dinamis (Functional Body Dimensions),
Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam
keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja
tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya
akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang
dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang
kerja.Terdapat tiga kelas pengukuran antropometri dinamis, yaitu:
a. Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan mekanis dari
suatu aktifitas.
Contoh: Dalam mempelajari performansi atlet.
b. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja.
Contoh: Jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja
yang dilakukan dengan berdiri atau duduk.
c. Pengukuran variabilitas kerja.
Contoh: Analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan dari seorang
juru ketik atau operator komputer.
2.4. Nordic Body Map
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal dengan
musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem organ yang
memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk bergerak menggunakan sistem otot dan
rangka. Sistem muskuloskeletal menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh.
a. Kuisioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuisioner checklist ergonomi.
Bentuk lain dari checklist ergonomi adalah checlist International Labour Organizatin (ILO).
20
b. Namun kuisioner Nordic Body Map adalah kuisioner yang paling sering digunakan untuk
mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuisioner ini paling sering digunakan
karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. (Kroemer, 2001).
Pengisian kuisioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari
pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja. Kuisioner
ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama diantaranya
leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan atau bagian
tangan, pinggang atau pantat, lutut, dan tumit atau kaki. Kuisioner ini juga mampu
menggambarkan persepsi pekerja apakah keluhan yang dirasakan berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak. Pada pengisian kuisioner ini sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan umum
melingkupi usia, jenis kelamin, tinggi tubuh bobot badan, tangan yang dominan, lama menangani
pekerjaan dan lama jam kerja perminggu. Kelengkapan pertanyaan tersebut akan bermanfaat
mengetahi kelompok-kelompok keluhan yang dirasakan oleh pertanyaan tersebut. Berikut gambar
dan keluhan untuk kuisioner nordic body map:
Gambar 2.1. Gambar keluhan untuk Kuisioner Nordic Body Map
Sumber: Corlett, 1992 dalam Tarwaka dkk., 2004
21
Penjelasannya dari gambar sebagai berikut :
0. Sakit kaku pada bagian leher atas
1. Sakit kaku pada bagian leher bawah
2. Sakit dibahu kiri
3. Sakit dibahu kanan
4. Sakit lengan atas kiri
5. Sakit dipunggung
6. Sakit lengan atas kanan
7. Sakit pada pinggang
8. Sakit pada bokong
9. Sakit pada pantat
10. Sakit siku kiri
11. Sakit siku kanan
12. Sakit lengan bawah kiri
13. Sakit lengan bawah kanan
14. Sakit pada pergelangan tangan kiri
15. Sakit pada pergelangan tangan kanan
16. Sakit pada tangan kiri
17. Sakit pada tangan kanan
18. Sakit pada paha kiri
19. Sakit pada paha kanan
20. Sakit pada lutut kiri
21. Sakit pada lutut kanan
22. Sakit pada betis kiri
23. Sakit pada betis kanan
24. Sakit pada pergelangan kaki kiri
25. Sakit pada pergelangan kaki kanan
26. Sakit pada kaki kiri
27. Sakit pada kaki kanan
22
2.5. Persentil
Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang
memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut. Sebagai contoh, persentil ke-95 akan
menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan persentil
ke-5 akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam
antropometri, angka persentil ke-95 akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar” dan
persentil ke-5 sebaliknya akan menunjukkan ukuran “terkecil”. Bilamana diharapkan ukuran yang
mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka diambil rentang 2.5-th dan 97.5-th
persentil sebagai batas-batasnya (Wignjosoebroto, 1995).
Tabel 2.2. Macam persentil dan perhitungannya
Persentil Perhitungan
1-st x – 2.345
2.5-th x – 1.96
5-th x – 1.645
10-th x – 1.28
50-th X
90-th x + 1.28
95-th x + 1.645
97.5-th x + 1.96
99-th x + 2.345
Sumber:WignjosoebrotoS.,2000
Selanjutya untuk memperjelas data antropometri ditunjukkan seperti gambar berikut :
23
Gambar 2.2 Data antropometri yang diperlukan untuk perancangan
Sumber:WignjosoebrotoS.,2000
Keterangan gambar :
1 = Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung
kepala)
2 = Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3 = Tinggi bahu posisi berdiri tegak
4 = Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5 = Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam dalam posisi berdiri tegak
6 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari atas tempat duduk atau pantat
sampai dengan kepala
7 = Tinggi mata dalam posisi duduk
8 = Tinggi bahu dalam posisi duduk
9 = Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)
10 = Tebal atau lebar paha
11 = Panjang paha yang diukur dari ujung pantat sampai dengan ujung lutut
12 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari
lutut atau betis
24
13 = Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk
14 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha
15 = Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk)
16 = Lebar pinggang atau pantat
17 = Lebar dari dada dalam keadaan membusung
18 = Lebar perut
19 = Panjang siku yang diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari
dalam posisi tegak
20 = Lebar kepala
21 = Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi tegak
22 = Lebar telapak tangan
23 = Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar ke samping kiri
kanan
24 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau harus keatas (vertikal)
25 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti no.24 tetapi
dalam posisi duduk
26 = Jarak tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan
Data antropometri dibuat sesuai dengan ukuran tubuh laki-laki dan perempuan, harga rata-
rata, standar deviasi serta persentil tertentu (5th-95th dan sebagainya)
2.6. Dinamika Posisi Duduk
Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari sistem
penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya. Menurut
Tichauer,“sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah
garis pada bidang datar koronal, melalui titik terendah dari tulang duduk (ischialtuberotisies) di
atas permukaan tempat duduk”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
25
Gambar 2.3 Potongan Tulang Duduk (IschialTuberotisies) Posisi Duduk
Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003
Pengamatan Branton pertama menunjukkan bahwa 75% dari keseluruhan berat badan
hanya disangga oleh daerah seluas 4 inci2 atau 26cm2 persegi dari tulang duduk ini. Data lain
menunjukkan bahwa gaya tekan (kompresi) yang terjadi pada daerah-daerah kulit pantat dan
landasan kursi yang keras besarnya sekitar 40 sampai 60psi, sedangkan tekanan pada jarak
beberapa inci besarnya hanya 4psi. Tekanan-tekanan ini menimbulkan perasaan lelah dan tidak
nyaman, serta menyebabkan subyek mengubah posisi duduknya agar mencapai kondisi yang
nyaman. Bertahan pada posisi duduk dalam jangka waktu yang lama tanpa mengubah-ubah
posisinya, di bawah tekanan kompresi yang terjadi, dapat menyebabkan kurangnya aliran darah
pada suatu daerah (ischemia), gangguan pada sirkulasi darah, menyebabkan nyeri, sakit dan rasa
kebal (mati rasa).
Pengamatan Branton yang kedua menunjukkan bahwa secara struktural, tulang duduk
membentuk sistem penopang atas duatitik yang pada dasarnya tidak stabil. Oleh karenanya,
landasan tempat duduk saja tidak cukup untuk menciptakan kestabilan. Secara teoritis, kaki,
telapak kaki dan punggung, yang juga bersinggungan dengan bagian lain dari tempat duduk selain
dari bagian landasannya, seharusnya juga dapat turut menciptakan kestabilan yang dimaksud.
Sebenarnya titik pusat gaya berat dari tubuh pada posisi duduk tegak lurus terletak sekitar
1 inchi atau 2,5cm di depan pusar, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Branton mengungkapkan
bahwa sistem massa pada keberadaannya memang tidak stabil di atas tempat duduk (Panero J dan
ZelnikM.,2003)
26
Gambar 2.4 Pusat Gaya Berat Manusia Pada Posisi Duduk
Sumber: Panero J dan ZelnikM.,2003
2.7. Sikap Duduk
Melakukan pekerjaan dikantor, disekolah, dipabrik, di pasar, dan di rumah tidak terlepas
dari posisi duduk. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal ini dapat
mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja sambil duduk
memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif, disamping itu operator tersebut
juga lebih kuat bekerja dan oleh karena itu lebih cekatan dan mahir. Namun sikap duduk yang
salah akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Demikian juga dengan anak-
anak sekolah yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berada dibangku sekolah. Apabila
kejadian pada industri terjadi pada anak-anak sekolah, maka akan dapat mengakibatkan kelainan
pada susunan tulang belakang dan gangguan-gangguan lainnya.
2.7.1. Duduk Lama Menyebabkan Nyeri Pinggang Bawah
Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi
tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Terutama bila duduk dengan posisi terus
membungkuk. Posisi itu menimbulkan tekanan tinggi pada bantalan syaraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernianukleus pulposus. Seseorang yang melakukan pekerjaan dengan sikap
duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang
belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau berbaring. Jika
diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erectposture) dapat
27
menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan
membungkuk kedepan menyebabkan tekanan tersebut mencapai 190%. Sikap duduk tegang lebih
banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong
kedepan (Nurmianto,1991).
Setelah duduk selama 15-20 menit, otot-otot punggung biasanya mulai letih dan nyeri
pinggang bawah. Penelitian terhadap murid sekolah di Skandinavia menemukan 41,6% menderita
nyeri pinggang bawah selama duduk dikelas, terdiri dari 30% yang duduk selama satu jam,
dan70% yang duduk lebih dari satu jam.
Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri pinggang bawah
antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan membengkokkan pinggang,
atau duduk tanpa sandaran di pinggangbawah (pendukung lumbar). Selain itu, selama duduk perlu
menghindari duduk dengan mencondongkan kepala ke depan karena dapat menyebabkan
gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu
dan leher.
2.8. Perancangan Kursi
Tempat duduk yang nyaman untuk digunakan untuk jangka waktu yang lama adalah
tempat duduk yang memperhatikan juga faktor kepuasan psikologis.
2.8.1. Pendekatan-Pendekatan Untuk Perancangan Kursi
Menurut Nurmianto (1991), pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam perancangan
kursi antaralain:
a. Merancang Penyangga Lumbar pada Posisi Duduk
Pendekatan ini menekankan pada ketentuan dari sandaran punggung yang dapat disetel
untuk menyangga daerah lumbar atau daerah yang lebih rendah pada tulang belakang. Ini dapat
mengurangi usaha otot yang diperlukan untuk menjaga suatu sikap duduk yang kaku atau tegang.
Hal ini juga dapat mengurangi kecenderungan tulang belakang kearah bentuk khyphosis. Sandaran
kursi juga menstabilkan sikap duduk dan menghasilkan suatu reaksi terhadap gerakan yang agak
sedikit mendorong kedepan selama bekerja.
28
Gambar 2.5 Penyangga Belakang Kursi
Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003
Persyaratan adanya bantalan punggung akan bermanfaat untuk mengatasi sakit punggung.
Banyak sandaran tempat duduk (pesawat terbang, teater, dan lain-lain) yang tidak mempunyai
penyangga empuk yang berguna sebagai bantalan penyangga. Kursi eksekutif saat ini umumnya
dikembangkan dengan penyangga ruas belakang bagian bawah (lumbar), sedangkan tempat
duduk mobil yang dapat disetel semakin banyak dikagumi.
b. Perancangan Tempat Duduk yang Miring Kedepan
Pada umumya permukaan duduk dimiringkan sekitar 5 kearahbelakang untuk
mengurangi kemungkinan operator meluncur kedepan. Mandal (1981) memperkirakan
kemiringan bangku kedepan sampai 15 dari permukaan, 20 dari lekukan lumbar. Oleh karena
itu, perancangan kursi harus lebih sedikit miring ke depan dengan tujuan agar operator merasa
condong dengan meja kerja sehingga akan lebih mudah untuk melakukan aktivitas diatas meja
kerja.
c. Postur Duduk Berlutut
Kursi keseimbangan adalah suatu hasil logika terhadap problema dari perubahan tekukan
tulang belakang jika duduk. Perputaran pinggul dapat dikurangi dengan cepat dan rotasi pinggul
hampir dapat dihilangkan. Akan tetapi kelemahannya seseorang akan dapat meluncur pada kursi
ini jika kursi model seperti ini tidak dilengkapi sandaran untuk lutut. Kursi keseimbangan banyak
menawarkan kenyamanan pada penderita nyeri atau sakit punggung, namun kursi ini juga
menimbulkan banyak masalah seperti kesulitan untuk perubahan sikap duduk; tekanan pada lutut;
dan putaran dari kaki dan ibu jari kaki.
d. Perancangan Sudut Sandaran Kursi Sampai Suatu Posisi “Semi-Reclining”
29
Hal ini akan mengurangi reaksi pada berat badan bagian atas sepanjang punggung, dan
sepanjang tulang belakang. Suatu sandaran punggung yang sesuai untuk kursi panjang
(kursimalas) dan yang paling penting lagi untuk tempatduduk kendaraan adalah samasudut 110.
E. Grandjean(1987) memberikan suatu sudut yang sejenis untuk kursi panjang (kursimalas).
2.8.2. Ukuran(DimensiKursi)
Ukuran-ukuran kursi seharusnya didasarkan pada data antropometri yang sesuai, dan
ukuran-ukurannya ditetapkan. Penyesuaian tinggi dan posisi sandaran punggung sangat
diharapkan, tetapi belum praktis dalam banyak keadaan (transportasi umum, gedung-gedung
pertunjukkan, restoran, dan-lain-lain). Dalam pemilihan ukuran kursi harus diperhatikan
jangkauan penyesuaian untuk tinggi tempat duduk. Adapun dalam hal ini dibedakan menjadi:
a. Kursi Rendah yang Digunakan pada Bangku dan Meja (Desk and Tables)
Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk istirahat langsung diatas
lantai dan menghindari tekanan pada sisi bagian bawah paha. Terlalu rendahnya sebuah tempat
duduk akan dapat menimbulkan masalah- masalah baru pada tulang belakang. Menurut Panero J
dan Zelnik M jika suatu landasan tempat duduk terlalu rendah dapat menyebabkan kaki condong
menjulur ke depan, menjauhkan tubuh dari keadaan stabil dan akan menjauhkan punggung dari
sandaran sehingga penopangan lumbar tidak terjaga dengan tepat, seperti yang ditunjukkan
gambar 2.6. Oleh karena itu ukuran antropometri membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk
yang jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari paha
disampinglututdenganlekukanpadasudut900
Gambar 2.6 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Rendah
30
Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003
Jika suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian bawah paha akan tertekan
dan menghambat peredaran darah, seperti yang ditunjukkan gambar 2.7. Telapak kaki yang tidak
dapat menapak dengan baik diatas permukaan lantai akan mengakibatkan melemahnya stabilitas
tubuh, ketebalan sol sepatu dapat ditambah dalam hal ini dengan memberikan suatu tinggi tempat
duduk yang maksimum. Untuk menghindari kompresi paha diharapkan tinggi tempat duduk
adalah 5th
persentil wanita dan 95th
persentil pria. Untuk tinggi tempat duduk yang tetap dapat
menyebabkan kesalahan pada ketinggian yang rendah.
Gambar 2.7 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Tinggi
Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003
Sebuah gambaran dari susunan dasar kursi yang menjamin bahwa penyangga lumbar yang
baik akan tersedia dan hal ini memberikan variasi yang mudah dari sikap duduk dengan
permukaan tempat duduk yang horisontal dan tingginya dapat dengan mudah disetelseperti pada
gambar berikut :
31
Gambar 2.8 Perancangan Kursi Duncan
Sumber: Nurmianto,1991
b. Kursi yang Tinggi
Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tinggi siku saat berdiri.
Bangku-bangku seperti ini diharapkan dapat dirancang, namun bangku ini tidak dapat digunakan
setiap waktu. Kursi tinggi dengan tinggi tempat duduk yang dapat disetel dapat menyangga badan
bagian atas sedemikian rupa sehingga tinggi siku berada beberapa sentimeter diatas pekerjaan.
Ukuran yang biasanya ada dalam antropometri adalah jarak vertikal dari titik terendah dari
tekukan siku sampai permukaan untuk duduk yang horisontal. Masalah utama yang timbul dari
kursi seperti ini adalah terbatasnya gerak untuk lutut. Perancangan ulang untuk kursi yang
memiliki ruang untuk lutut lebih diinginkan. Jelasnya sebuah sandaran kaki merupakan bagian
yang paling penting dari suatu kursi yang tinggi, tanpa sandaran tersebut beban kaki bagian bawah
akan dipindahkan pada sisi dalam darilipat paha. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk
tinggi yang tidak bergantung pada tinggi tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah.
Berikut adalah contoh kursi tinggi yang banyak digunakan di industri terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kursi Tinggi Yang Banyak Digunakan Di Industri
Sumber: Nurmianto,1991
c. Kedalaman Tempat Duduk
Pertimbangan dasar lainnya dari perancangan sebuah kursi adalah kedalaman landasan
tempat duduk. Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar, bagian depan dari permukaan
32
atau ujungdari tempat duduk tersebut akan menekan daerah tepat dibelakang lutut, memotong
peredaran darah pada bagian kaki, seperti ditunjukkan pada gambar 2.10 dibawah.
Gambar 2.10 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Lebar
Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003
Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit, akan menimbulkan situasi yang
buruk pula, yaitu dapat menimbulkan perasaan terjatuh atau terjungkal dari kursi dan akan
menyebabkan berkurangnya penopangan pada bagian bawah paha, seperti ditunjukkan pada
gambar 2.11 dibawah.
Gambar 2.11 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Sempit
Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003
2.9. Kriteria Kursi Yan Gideal
Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, posture yang diakibatkan,
gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata), dan kebutuhan akan perlunya merubah
posisi (postur). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan bangku atau meja.
Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metode “floor-up” yaitu
berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari tekanan dibawahpaha. Setelah ketinggian
33
kursi dapat ditentukan kemudian barulah menentukan ketinggian mejakerja yang sesuai dan
konsisten dengan ruang yang diperlukan untuk paha dan lutut. Adapun kriteria kursi kerja yang
ideal adalah sebagai berikut:
1. Stabilitas Produk
Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau limakaki untuk menghindari
ketidakstabilan produk. Kursi lingkar yang berkaki lima dirancang dengan posisi kaki kursi berada
pada bagian luar proyeksi tubuh. Sedangkan kursi dengan kaki gelinding sebaiknya dirancang
untuk permukaan yang berkarpet.
2. Kekuatan Produk
Kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga kompak dan kuat dengan
konsentrasi perhatian pada bagian-bagian yang mudah retak dilengkapi dengan sistem mur-baut
ataupun keling pasak pada bagian sandaran tangan (arm-rest) dan sandaran punggung (back-rest).
Kursi kerja tidak boleh dirancang pada populasi dengan persentil kecil dan seharusnya cukup kuat
untuk menahan beban pria yang berpersentil 99th.
3. Mudah Dinaik Turunkan (Adjustable)
Ketinggian kursi hendaknya mudah diatur saat kita duduk, tanpa harus turun dari kursi.
4. Sandaran Punggung
Sandaran punggung sangat penting untuk menahan beban punggung kearah belakang
(lumbarspine). Hal ini haruslah dirancang agar dapat digerakkan naik-turun maupun maju
mundur. Selain itu harus dapat pula diatur fleksibilitasnya sehingga sesuai dengan bentuk
punggung.
5. Fungsional
Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif perubahan
postur(posisi).
6. Bahan Material
Tempat duduk dan sandaran harus dilapisi dengan material cukup lunak.
7. Kedalaman Kursi
Kedalaman kursi (depanbelakang) harus sesuai dengan dimensi panjang antara lutut
(popliteal) dan pantat(buttock).
8. Lebar Kursi
34
Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil populasi.
9. Lebar Sandaran Kursi
Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita persentil 5
populasi. Jika terlalu lebar maka akan mempengaruhi kebebasan geraksiku.
10. Bangku Tinggi
Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan naik turun.
Sedangkan berikut ini adalah rekomendasi bangku atau kursi untuk menulis yang dianjurkan
Mandal (1981) seperti terlihat pada gambar 2.12 berikut ini.
Gambar 2.12 Rekomendasi Pada Bangku Atau Kursi Untuk Menulis
Sumber : Mandal,dalamNurmianto, 1991
2.10. Aplikasi Ergonomi Untuk Perancangan Tempat Kerja
Menurut Nurmianto perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi
data antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat pada data
statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik diperoleh dengan cara pengukuran langsung daripada
data statis. Misalnya gerakan menjangkau, mengambil sesuatu, mengoperasikan suatu alat.
2.10.1. Daerah Kerja Horisontal
Diperlukan untuk mendefinisikan batasan-batasan dari suatu daerah kerja horisontal untuk
memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak ditempatkan begitu saja diluar jangkauan
tangan. Begitu juga untuk batasan daerah kerja vertikal. Rekomendasi R.R Farley untuk daerah
kerja horizontal yang telah dikembangkan secara meluas seperti terlihat pada gambar 2.13 berikut
ini.
35
Gambar 2.13 Batasan-Batasan Daerah Kerja
Sumber: Nurmianto,1991
2.10.2. KemiringanPermukaanKerja
Kemiringan permukaan kerja pada operator antara lain ditunjukkan pada meja-meja
sekolah, papan gambar dan podium. Sebenarnya telah bertahun-tahun peralatan kerja dipabrik
atau industri telah dimiringkan kearah operator, manfaatnya seseorang dapat duduk lebih
kebelakang dengan sedikit memiringkan kepalanya. Suatu kemiringan 120
akan menghasilkan
peningkatan yang signifikan tanpa adanya kekhawatiran jatuhnya obyek karena terlalu miring.
Namun hal tersebut tidak boleh mempengaruhi ketinggian tempat kerja sehingga lengan atas tidak
harus diangkat keatas (abduksi).
2.11. Pengujian Data
2.11.1. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh pada
pengamatan sudah seragam atau belum dan dapat menentukan nilai rata-ratanya. Untuk
melakukan uji keseragaman, data yang telah diperoleh diplot ke dalam grafik dengan batas kendali
atas dan batas kendali bawah sebagai acuannya. Jika data melewati kedua batas tersebut data akan
dihilangkan dan perhitungan keseragaman diulang. Perhitungan batas kendali menggunakan