BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN … II.pdf · 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN … II.pdf · 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG...
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN LEMBAGA KONSERVASI
DI BALI
2.1 Pengertian dan dasar hukum outsourcing
Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi dan dunia usaha, saat ini
outsourcing telah dikenal dan diterapkan secara luas oleh dunia usaha. Hampir
seluruh Negara didunia yang usahanya mulai berkembang dan maju, menggunakan
outsourcing sebagai alternativ dan menjawab persaingan usaha yang semakin
kompetitif. Istilah outsourcing ini diidentifikasikan bermacam-macam oleh para ahli
dan telah diakui dalam refrensi internasional.
Menurut Shreeveport Management Consultancy dikutip dari bukunya
Richardus Eko Indrajit, mendifinisikan outsourcing sebagai “The transfer to a third
party of the continuous management responsibility for the provision of a service
governed by a service level agreement”17 Eugene Gavaventa dan Thomas Tellefsen,
keduanya dari The College of staten Island, USA dikutip dari bukunya Richardus Eko
Indranjit, memberikan definisi outsourcing sebagai berikut : “outsourcing can be
defined as the contracting out of function, task, or service by an organization for the
17 Richardus Eko Indrajat, Ricardus Djokopranoto, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia (Grasindo), Jakarta, h. 2.
19
pupose of reducing its proses burden, acquiring a specialized technical expertise, or
achieving expense reduction”.18
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, secara sederhana outsourcing dapat
diartikan sebagai pendelegasian suatu kegiatan, aktivitas, operasi, dan/atau
manajemen harian dari suatu proses bisnis perusahaan tertentu kepada pihak luar
(perusahaan penyedia jasa outsourcing). Perusahaan adalah setiap bentuk badan
usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus
didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan
memperoleh keuntungan/laba19. Dalam hal ini, suatu perusahaan tertentu membentuk
perjanjian dengan perusahaan lain yang menyediakan jasa (service company) untuk
melakukan suatu bidang pekerjaan atau aktivitas perusahaan tertentu disertai hak dan
kewajiban sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian yang dibuat oleh kedua
perusahaan tersebut. Dengan demikian, outsourcing pada dasarnya merupakan usaha
untuk mengontrakkan suatu aktivitas perusahaan tertentu pada pihak luar untuk
memperoleh layanan pekerjaan atau jasa yang dibutuhkan.
18 Ibid.
19 H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, 2012, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Erlangga, Jakarta, h.
10.
20
Dalam pengertian umum, juga dikutip dari bukunya Richardus Eko Indrajit,
istilah outsourcing diartikan sebagai contract seperti dapat ditemukan di Concise
Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut :
“Contract to enter into or make a contract. From the Latin contract us, the
past participle of contrabere, to draw”.
Juga dalam pengertian yang luas, dimana outsourcing diartikan sebagai
penyerahan atau mengontrakkan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga. Pengertian
outsourcing secara luas ini mencangkup beberapa tipe, antara lain :
1. Contracting
Bentuk ini merupakan penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang
paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama dipraktikan. Kegiatan
ini sangat sederhana atau jenis layanan tingkat rendah dan berjangka pendek.
Langkah ini adalah bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk
mengambil posisi dalam pasal dan sekedar mencari cara yang praktis untuk
menghindari kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga menghemat
tenaga serta biaya. Oleh karena itu sifat pekerja yang sangat sederhana, maka
pemilihan pemberi kerja bukan masalah serius, sebab praktis hamper semua orang
atau perusahaan dengan latihan sebentar dapat melakukan pekerjaan itu. Dari segi
biaya, mungkin bukan bagian yang besar dari seluruh biaya dikeluarkan oleh
perusahaan.
21
2. Outsourcing
Outsourcing merupakan penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga
dengan tujuan untuk mendapaykan kinerja pekerja yang professional dan berkelas
dunia. Oleh karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital.
Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan
atau aktivitas yang akan diserahkan. Dengan demikian, diharapkan bahwa
kompetensi utamanya juga berada dijenis pekerjaan tersebut, tentu disertai dengan
pengendalian dan pengawasan yang tepat oleh perusahaan pemakai jasa tersebut.
Outsourcing merupakan langkah strategi bagi perusahaan karena outsourcing
memiliki kontribusi dalam menentukan hidup matinya dan berkembang tidaknya
perusahaan.
3. Insourcing
Insourcing merupakan kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan
menyerahkan aktivitas perusahaan lain yang lebih dianggap kompeten, melainkan
mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai
motivasi. Salah satu motivasi yang penting ialah menjaga tingkat produktivitas
dan penggunaan asset yang maksimal agar biaya satuan dapat ditekan sehingga
menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian,
kompetensi utama perusahaan tidak hanya digunakan oleh perusahaan sendiri,
tetapi dapat digunakan perusahaan lain dengan imbalan tertentu. Hal ini sangat
22
penting mengingat apabila kapasitas produksi tidak digunakan secara penuh, ada
kapasitas yang menganggur.
4. Co-sourcing
Adalah jenis hubungan pekerjaan aktivitas, dimana hubungan antara perusahaan
dan rekan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. Misalnya terjadi
dalam hal staf spesialis perusahaan diperbantukan kepada rekanan pemberi jasa
karena langkahnya keahlian yang diperlukan atau karena perusahaan tidak mau
kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara ini, keberhasilan pekerjaan seakan-
akan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk juga resiko ketidakberhasilan.
5. Benefit Based Relationship
Adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak
mengadakan investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan tertentu. Dengan
demikian, kedua belah pihak betul-betul saling mendukung dan sebaliknya juga
saling tergantung. Kedua belah pihak mendapat pembagian keuntungan
berdasarkan formula yang disetujui bersama. Sama halnya dengan co-sourcing,
benefit based relationship merupakan bentuk baru yang saat ini dalam proses
percobaan.
Dari uraian tersebut dapat menggambarkan penyerahan suatu aktivitas tertentu
suatu perusahaan dengan membentuk suatu perjanjian atau kontrak kepada pihak
ketiga.
23
Dasar hukum outsourcing di Indonesia adalah UU No. 13 Tahun 2003. UU
No. 13 Tahun 2003, memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan didalam perusahaan, kepada
perusahaan lain melalui pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa
pekerjaan (yang selanjutnya di singkat PPJP). Dalam UU No. 13 Tahun 2003, kedua
bentuk kegiatan dimaksudkan dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-
syarat dimaksudkan antara lain, wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat
secara tertulis. Sedangkan perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbadan
hokum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.
Dalam khasanah hokum Indonesia, pemborongan pekerjaan dan pemberian
jasa, bukan merupakan sesuatu yang baru. KUH Perdata, pelaksanaan diatur dan
dibedakan lebih lanjut, antara pemborongan pekerjaan yang dilakukan dengan hanya
menyediakan jasa tenaga kerja saja atau dengan menyediakan bahannya. Ketentuan
seperti ini tidak diatur lagi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan melihat kenyataan
sosial yang berkembang dalam masyarakat, sehingga tidak membuka peluang lagi
kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum untuk melakukan kegiatan
pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja, yang pada umunya perusahaan
menengah kebawah, kecuali ditempat ini memang benar-benar tidak ada perusahaan
dimaksud yang berbadan hukum.
24
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain yang berbadan hukum, melalui pemborongan pekerjaan. Perusahaan
yang mendapat borongan pekerjaan, dan menyerahkan sebagaian pekerjaan kepada
perusahaan lain, untuk itu perusahaan pemborongan yang terakhir boleh tidak
berbadan hukum. Penyimpangan bahwa perusahaan boleh tidak berbadan hukum,
juga dapat dilakukan apabila disitu daerah tidak terdapat perusahaan pemborongan
pekerjaan yang berbadan hukum atau yang tidak memenuhi klasifikasi untuk dapat
melakukan pekerjaan.
2.2 Perjanjian outsourcing
Perjanjian kerja (Arbeidsoverenkoms), menurut Pasal 1601 a KUH Perdata
bahwa : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (siburuh),
mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, simajikan untuk suatu
waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. UU No. 13 Tahun
2003, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian : “Perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.
R. Subekti memberikan pengertian tentang perjanjian kerja yaitu : Perjanjian
antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh cirri-ciri,
adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di
peratas (dierstverhanding), yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu
25
(majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang
lain.20
Perjanjian dimaksudkan selanjutnya didaftarkan pada instansi ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota tempak Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja melaksanakan pekerjaan.
Bagi Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang melaksanakan pekerjaan pada
perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu Kabupaten/Kota
dalam satu provinsi, pendaftaran dilakukan pada instansi ketenagakerjaan Provinsi.
Apabila Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja melaksanakan pekerjaan pada perusahaan
pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu provinsi, pendaftaran
dilakukan pada Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan Industrial di Jakarta,
pendaftaran dilakukan dengan melampirkan konsep (draft) perjanjian kerja. Apabila
perjanjian itu tidak dilakukan, instansi ketenagakerjaan akan mencabut izin
operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang bersangkutan, dengan tetap
menanggung hak-hak pekerja yang bersangkutan.
UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan syarat bahwa, Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Hubungan kerja antara pekerja dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja;
20 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 58.
26
b. Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan Perusaan Penyedia Jasa
Pekerja, adalah PKWT yang memenuhi ketentuan dan/atau PKWT yang
dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah phak;
c. Perlindingan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja
d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan Perusahaan
Penyedia Jasa Pekerja dibuat secara tertulis dan wajib memuat ketentuan
dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan persyaratan ini tentunya perlu pula diawasi oleh perusahaan
pemberi kerja, agar tidak terjadi pelanggaran hukum oleh Perusahaan Penyedia Jasa
Pekerja, yang dapat mengganggu kelancaran jalanya perusahaan.
Selain itu, perusahaan pemberi kerja harus pula mengawasi bahwa pekerja
yang bekerja pada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja memperoleh hak yang sama
sesuai dengan perjanjian kerja Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama
atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang
timbul dengan pekerja lainnya di perusahaan pengguna jasa pekerja. Apabila hal ini
tidak dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa, akan berpotensi menimbulkan hak,
karena tidak ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan perlu pula memperhatikan persyaratan tertentu, apabila hendak
melakukan kerjasama dengan perusahaan yang bergerak dibidang penyedia jasa
27
pekerja. Karena sebelum melakukan perjanjian, perusahaan dimaksud wajib pula
memiliki izin operasional dari instansi ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota sesuai
domisili Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja. Dengan memiliki izin operasional, berarti
Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja telah :
a. Berbentuk Badan Hukum;
b. Mempunyau anggaran dasar yang memuat kegiatan usaha penyedia jasa
pekerja;
c. SIUP;, dan
d. Wajib ketenagakerjaan yang masih berlaku;
Ketentuan lain yang perlu diperhatikan adalah, perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja di perusahan penerima kerja UU No. 13 Tahun 2003, mewajibkan
bahwa syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima kerja,
sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada
perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
Demikian pula, perlu diawasi bentuk hubungan kerjadalam pelaksanaan
pekerjaan dimaksud, apakah telah dilakukan dalam bentuk perjanjian kerja secara
tertulis antara perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja yang dipekerjakannya,
baik berupa PKWT atau PKWTT. Dalam perjanjian dengan system outsourcing
menggunakan perjanjian waktu tertentu. Undang-Undang Ketenagakerjan memberi
28
ciri-ciri pekerjaan yang merupakan pekerjaan tertentu yang karena jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yakni pekerjaan yang :
a. Sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama tiga tahun;
c. Bersifat musiman atau berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;
Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah dari
pada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. PKWT untuk
pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan
atas selesainya pekerjaan tertentu, yang dibentuk untuk paling lama tiga tahun.
Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam waktu PKWT tersebut dapat
diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka PKWT tersebut putus demi
hukum pada saat selesainya pekerjaan. Sementara itu, bagi pengusaha yang
mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT, harus membuat daftar nama pekerja
yang melakukan pekerjaan tambahan.
Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu, harus
dicantuman batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. Dalam hal PKWT dibuat
berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu pekerjaan
tersebut belum dapat siselesaikan, dapat dilakukan pembaruan PKWT. Pembaruan
29
PKWT dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari itu, tidak ada
hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Para pihak dapat mengatur lain dari
ketentuan diatas yang dituangkan dalam perjanjian.
PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan musiman, yaitu pekerjaan yang
pelaksanaanya tergantung pada musim atau cuaca, hanya dapat dilakukan untuk satu
jenis pekerjaan pada musim tertentu. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan
musiman tidak dapat dilakukan pembaharuan. Sedangkan pekerjaan yang dilakukan
untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai
pekerjaan musiman. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan yang dilakukan untuk
memenuhi pesanan atau target dimaksud hanya diberlakukan untuk pekerja yang
melakukan pekerjaan tambahan.
PKWT dapat pula dilakukan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan. PKWT dimaksud hanya dapat dilakukan untuk jangka
waktu paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama satu
tahun. PKWT dimaksud tidak dapat dilakukan pembaharuan. PKWT seperti ini,
hanya boleh berlaku bagi pekerja yang melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau
diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. Akibat hukum dari pelanggaran
ketentuan mengenai PKWT adalah, apabila :
30
a. Dibuat tidak dalam bahasa Indonesia dan huruf latin, berubah menjadi
PKWT sejak adanya hubungan kerja;
b. Dibuat tidak memenuhi ketentuan, PKWT berubah menjadi PKWTT sejak
adanya hubungan kerja;
c. Dilakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang
dari ketentuan, berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;
d. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30
hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain,
berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
Dalam hal penguasa mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja yang
berubah hubungan kerja menjadi PKWTT, maka hak-hak pekerja dan prosedur
penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi
PKWTT.
Selain itu, untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan
volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan
perjanjian kerja harian lepas (yang selanjutnya disingkat dengan PKHL), sebagai
salah satu bentuk pendek dari PKWT. Hubungan kerja dengan membuat PKHL, dapat
dilakukan dengan ketentuan, pekerjaan bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan.
Apabila pekerjaan telah bekerja 21 hari atau lebih, selama tiga bulan berturut-turut
atau lebih, maka PKHL-nya berubah menjadi PKWTT.
31
PKHL yang memenuhi ketentuan diatas, tidak dibatasi oleh jangka waktu
PKWT pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja dengan PKHL wajib
membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan pekerjaan. PKHL dapat
dibuat berupa daftar pekerja yang melakukan pekerjaan, yang sekurang-kurangnya
memuat :
a. Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja;
b. Nama/alamat pekerja;
c. Jenis pekerjaan yang dilakukan;
d. Besarnya upa dan/atau imbalan lainnya;
Daftar pekerja dimaksud disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak
mempekerjakan pekerja.
Semua PKWT dan PKHL, wajib dicatat oleh pengusaha kepada instansi
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak
pendatanganan. Untuk PKHL, yang dicantumkan adalah daftar pekerjaan yang
dipekerjakan.
Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume
perjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan PKHL.
Hubungan kerja dengan membuat PKHL, dapat dilakukan dengan ketentuan, pekerja
bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan. Apabila pekerja telah bekerja 21 hari
32
atau lebih, selama tiga bulan berturut-turut atau lebih, maka status PKHL-nya berubah
menjadi PKWTT.
2.3 Hubungan hukum dalam outsourcing
Sebelum adanya UU No. 13 Tahun 2003, pelaksanaan outsourcing belum
mempunyai/ memiliki acuan yang secara khusus mengatur pembagian tanggung
jawab yang ada. Saat ini, acuan yang digunakan dalam pembagian tanggung jawab
antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh adalah perjanjian pemborongan atau
penyedia jasa pekerja/buruh yang dibentuk berdasarkan kesepakatan dari kedua belah
pihak. Disamping itu juga, hubungan hukum yang terbentuk dengan pekerja dalam
perjanjian pemborongan pekerjaan adalah antara perusahaan penerima pekerjaan
dengan pekerja/buruh dan bukan antara pemberi pekerjaan dengan pekerja/buruh.
Sedangkan perusahaan pemberi pekerjaan hanya mempunyai kewajiban yang terbatas,
yakni pemenuhan kewajiban yang telah disepakati dengan perusahaan penerima
pekerjaan.21
Namun, dalam UU No. 13 Tahun 2003, hubungan hukum antara pekerja
dengan perusahaan penerima pekerjaan biasa beralih menjadi hubungan hukum
pekerja dengan pemberi pekerjaan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
21 Sehat Dinamik, 2007, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja, Cetakan II DSS Publihing, Jakarta, h.
9.
33
terusmenerus, dalam hal terjadinya penggantian perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja/buruh.
Hubungan kerja yang dimaksud dalam bagian ini tidak hanya terbatas pada
pemberian upah dan pesangon ketika pekerja di PHK, melainkan juga perlindungan
hak-hak pekerja/buruh lainnya seperti Jamsostek, program perlindungan pension, dan
lain-lain. Bagaimana apabila pengusaha menelantarkan atau tidak memenuhi hakhak
pekerja? Perusahaan manakah yang harus bertanggung jawab?22
Dari penjelasan diatas, maka yang harus bertanggung jawab adalah
perusahaan yang mempekerjakan pekerja (perusahaan penerima pemborongan
pekerjaan). Namun dalam hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan untuk menuntut
perusahaan pemberi pekerjaan untuk bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak-
hak pekerja/buruh. Ini dimungkinkan apabila perusahaan pemberi pekerjaan telah
member pekerjaan kepada perusahaan yang tidak mempunyai badan hukum. Dalam
hal demikian, akibat kelalaian perusahaan pemberi pekerjaan telah merugikan hak-
hak pekerja. Maka perusahaan tersebut diwajibkan mengambil alih tanggung jawab
tersebut.
Penerapan outsourcing pada suatu perusahaan akan membawa pengaruh
terhadap sistem oganisasi perusahaan tersebut. Selain itu, dalam penerapan
outsourcing juga memberikan keuntungan strategis, taktial, dan transformasional bagi
22 Ibid.
34
organisasi, seperti memberikan pengaruh terhadap bentuk organisasi perusahaan, para
pekerja, dan kegiatan operasional perusahaan tersebut pengaruh outsourcing dalam
bentuk organisasi perusahaan adalah mengubah suatu bentuk organisasi bisnis dari
bentuk monolitik yang menjalin semua fungsi dan proses menjadi satu, menjadi satu
bentuk baru dimana organisasi bisnis inti yang merupakan kunci sukses perusahaan
dipisahkan secara tersendiri. Organisasi yang bekerja pada bisnis inti tersebut
selanjutnya dikelilingi dan didukung oleh fungsi dalam proses yang di-outsource-kan
kepada perusahaan penyedia jasa. Dengan demikian, focus organisasi perusahaan
yang bekerja pada kegiataninti tidak akan terpecah pada urusan atau kegaiatan
penunjang, sehingga organisasi inti dapat berkonsentrasi penuh untuk mengerjakan
kegiatan inti dengan semaksimal mungkin.23
Bagi pekerja, outsourcing dapat dijadikan jalan keluar yang positif. Pekerja
yang melakukan pekerjaan pada suatu fungsi atau proses yang di-outsource-kan dalah
pekerja dari perusahaan penyedia jasa outsourcing. Kesempatan untuk berkembang
pada perusahaan penyedia jasa outsourcing akan lebih besar, karena perusahaan
outsourcing mempunyai bidang spesialisasi yang lebih kecil. Keadaan ini akan
memudahkan pekerja untuk mengembangkan karirnya.24
23 Chandra Suwondo, 2004, Outsourcing Implementasi Di Indonesia, Cet. Kedua, PT. Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, h. 24-25.
24 Ibid, h. 35.
35
Pengaruh outsourcing bagi perusahaan dalam operasionalnya adalah dengan
adanya outsourcing, pengaturan, pemberian perintah, dan pengawasan kegiatan tidak
perlu dilkukan secara langsung oleh perusahaan pengguna jasa kepada tenaga
kerjanya. Pengaturan pemberian perintah dan pengawasan cukup dilakukan dengan
menetapkan suatu fungsi pekerjaan atau urusan tertentu untuk direalisasikan oleh
perusahaan penyedia jasa outsourcing. Perusahaan pengguna jasa tidak perlu lagi
menetapkan teknis pelaksanaan kegiatan operasional kepada para pekerja karena
fungsi tersebut telah diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa tanpa melibatkan
lagi perusahaan pengguna jasa. Tentu saja perusahaan penyedia jasa ini melakukan
pengaturan terhadap seluruh personil tenaga kerjanya sesuai dengan spesialisasi yang
dimilikinya agar fungsi tersebut dapat direalisasikan sesuai dengan tujuannya.
Disamping pengaruh positif, outsourcing juga memberikan keuntungan yang
signifikan bagi para stake holder-nya. Dalam arti konsep outsourcing dipraktekkan
secara utuh dan konsisten dapat memberikan keuntungan bagi stake holder baik itu
pengusaha pengguna jasa, pekerja dan perusahaan penyedia jasa. Bagi perusahaan
penyedia jasa, penerapan outsourcing memberikan keuntungan jangka panjang dan
pendek.
Keuntungan jangka panjang dapat berupa peningkatan focus bisnis
perusahaan, masuk pada kemampuan kelas dunia, mempercepat keuntungan dari
36
teknologi baru, membagi resiko usaha dan menggunakan sumber yang ada untuk
aktivitas yang lebih strategis.
Keuntungan jangka pendek outsourcing berupa mengendalikan biaya
operasional, menghasilkan pemasukan dana tunai, sumber daya alam tidak perlu
disediakan secara internal dan dapat menciptakan pemerdayaan fungsi yang sulit
diatur.
Berbicara mengenai outsourcing, disamping mengenai keuntungan-
keuntungan seperti diatas, maka perlu juga dibicarakan mengenai resiko-resiko yang
dihadapi perusahaan dalam melakukan outsourcing. Resiko dalam pelaksanaan
outsourcing secara umum dapat berupa :
a. Tidak tercapainya secara maksimal tujuan yang diinginkan;
b. Tidak tercapainya sebagian dari tujuan yang diinginkan; dan
c. Lambatnya pencapaian tujuan yang ingin dicapai.25
2.4 Lembaga konservasi
Konservasi adalah pelestaria atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi
berasal dari bahasa inggris, (inggris) Conservation yang artinya pelestarian atau
perlindungan.26
25 Richardus Eko Indrajit, Op.Cit, h. 105.
26 Wikipedia “Konservas”, (Cited 14 Mei 2012), Available from : URL :
http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi, Diakses 23 Agustus 2015.
37
Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak dibidang konservasi
tumbuhan dan satwa liar diluar habitatnya, yang berfungsi untuk mengembangbiakan
dan/atau penyelamatan tumbuhan dan/atausatwa, dengan tetap menjaga kemurnian
jenis, guna menjamin kelestarian keberadaan dan pemanfaatannya. Lembaga
konservasi dapat berbentuk :
a. Kebun Binatang;
b. Taman Safari;
c. Taman Satwa;
d. Taman Satwa Khusus;
e. Pusat Latihan Satwa Khusus;
f. Pusat Rehabilitasi Satwa;
g. Musseum Zoologi;
h. Taman Tumbuhan Khusus;
i. Herbarium.
Ijin Lembaga Konservasi adalah izin yang diberikan Oleh Mentri Kehutanan
kepada pemohon, yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan perundang-
undangan untuk membentuk Lembaga Konservasi. Izin Lembaga Konservasi
tumbuhan dan satwa liar dberikan untuk jangka waktu 30 (tuga puluh) tahun, dan
dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktur Jendral
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan.
38
Permohonan izin Lembaga Konservasi diajukan kepada Mentri Kehutanan, dengan
tembusan disampaikan kepada :
a. Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA);
b. Bupati/Wali Kota setempat;
c. Kepala BKSDA setempat. Tata cara permohonan izin selengkapnya,
disajikan pada halaman selanjutnya.
2.5 Fungsi lembaga konservasi
Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan terkontrol
dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan
kemurnian jenisnya, serta berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaman, penitipan
sementara, sumber indukan dan cadangan genetic untuk mendukung populasi, sarana
rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.