BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN … II.pdf · 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG...

21
18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN LEMBAGA KONSERVASI DI BALI 2.1 Pengertian dan dasar hukum outsourcing Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi dan dunia usaha, saat ini outsourcing telah dikenal dan diterapkan secara luas oleh dunia usaha. Hampir seluruh Negara didunia yang usahanya mulai berkembang dan maju, menggunakan outsourcing sebagai alternativ dan menjawab persaingan usaha yang semakin kompetitif. Istilah outsourcing ini diidentifikasikan bermacam-macam oleh para ahli dan telah diakui dalam refrensi internasional. Menurut Shreeveport Management Consultancy dikutip dari bukunya Richardus Eko Indrajit, mendifinisikan outsourcing sebagai “The transfer to a third party of the continuous management responsibility for the provision of a service governed by a service level agreement” 17 Eugene Gavaventa dan Thomas Tellefsen, keduanya dari The College of staten Island, USA dikutip dari bukunya Richardus Eko Indranjit, memberikan definisi outsourcing sebagai berikut : “outsourcing can be defined as the contracting out of function, task, or service by an organization for the 17 Richardus Eko Indrajat, Ricardus Djokopranoto, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo), Jakarta, h. 2.

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN … II.pdf · 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG...

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING DAN LEMBAGA KONSERVASI

DI BALI

2.1 Pengertian dan dasar hukum outsourcing

Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi dan dunia usaha, saat ini

outsourcing telah dikenal dan diterapkan secara luas oleh dunia usaha. Hampir

seluruh Negara didunia yang usahanya mulai berkembang dan maju, menggunakan

outsourcing sebagai alternativ dan menjawab persaingan usaha yang semakin

kompetitif. Istilah outsourcing ini diidentifikasikan bermacam-macam oleh para ahli

dan telah diakui dalam refrensi internasional.

Menurut Shreeveport Management Consultancy dikutip dari bukunya

Richardus Eko Indrajit, mendifinisikan outsourcing sebagai “The transfer to a third

party of the continuous management responsibility for the provision of a service

governed by a service level agreement”17 Eugene Gavaventa dan Thomas Tellefsen,

keduanya dari The College of staten Island, USA dikutip dari bukunya Richardus Eko

Indranjit, memberikan definisi outsourcing sebagai berikut : “outsourcing can be

defined as the contracting out of function, task, or service by an organization for the

17 Richardus Eko Indrajat, Ricardus Djokopranoto, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia (Grasindo), Jakarta, h. 2.

19

pupose of reducing its proses burden, acquiring a specialized technical expertise, or

achieving expense reduction”.18

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, secara sederhana outsourcing dapat

diartikan sebagai pendelegasian suatu kegiatan, aktivitas, operasi, dan/atau

manajemen harian dari suatu proses bisnis perusahaan tertentu kepada pihak luar

(perusahaan penyedia jasa outsourcing). Perusahaan adalah setiap bentuk badan

usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus

didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan

memperoleh keuntungan/laba19. Dalam hal ini, suatu perusahaan tertentu membentuk

perjanjian dengan perusahaan lain yang menyediakan jasa (service company) untuk

melakukan suatu bidang pekerjaan atau aktivitas perusahaan tertentu disertai hak dan

kewajiban sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian yang dibuat oleh kedua

perusahaan tersebut. Dengan demikian, outsourcing pada dasarnya merupakan usaha

untuk mengontrakkan suatu aktivitas perusahaan tertentu pada pihak luar untuk

memperoleh layanan pekerjaan atau jasa yang dibutuhkan.

18 Ibid.

19 H. Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, 2012, Hukum Perusahaan & Kepailitan, Erlangga, Jakarta, h.

10.

20

Dalam pengertian umum, juga dikutip dari bukunya Richardus Eko Indrajit,

istilah outsourcing diartikan sebagai contract seperti dapat ditemukan di Concise

Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut :

“Contract to enter into or make a contract. From the Latin contract us, the

past participle of contrabere, to draw”.

Juga dalam pengertian yang luas, dimana outsourcing diartikan sebagai

penyerahan atau mengontrakkan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga. Pengertian

outsourcing secara luas ini mencangkup beberapa tipe, antara lain :

1. Contracting

Bentuk ini merupakan penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang

paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama dipraktikan. Kegiatan

ini sangat sederhana atau jenis layanan tingkat rendah dan berjangka pendek.

Langkah ini adalah bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk

mengambil posisi dalam pasal dan sekedar mencari cara yang praktis untuk

menghindari kesulitan dan keruwetan yang tidak perlu dan juga menghemat

tenaga serta biaya. Oleh karena itu sifat pekerja yang sangat sederhana, maka

pemilihan pemberi kerja bukan masalah serius, sebab praktis hamper semua orang

atau perusahaan dengan latihan sebentar dapat melakukan pekerjaan itu. Dari segi

biaya, mungkin bukan bagian yang besar dari seluruh biaya dikeluarkan oleh

perusahaan.

21

2. Outsourcing

Outsourcing merupakan penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga

dengan tujuan untuk mendapaykan kinerja pekerja yang professional dan berkelas

dunia. Oleh karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital.

Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan

atau aktivitas yang akan diserahkan. Dengan demikian, diharapkan bahwa

kompetensi utamanya juga berada dijenis pekerjaan tersebut, tentu disertai dengan

pengendalian dan pengawasan yang tepat oleh perusahaan pemakai jasa tersebut.

Outsourcing merupakan langkah strategi bagi perusahaan karena outsourcing

memiliki kontribusi dalam menentukan hidup matinya dan berkembang tidaknya

perusahaan.

3. Insourcing

Insourcing merupakan kebalikan dari outsourcing, dimana perusahaan bukan

menyerahkan aktivitas perusahaan lain yang lebih dianggap kompeten, melainkan

mengambil atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai

motivasi. Salah satu motivasi yang penting ialah menjaga tingkat produktivitas

dan penggunaan asset yang maksimal agar biaya satuan dapat ditekan sehingga

menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian,

kompetensi utama perusahaan tidak hanya digunakan oleh perusahaan sendiri,

tetapi dapat digunakan perusahaan lain dengan imbalan tertentu. Hal ini sangat

22

penting mengingat apabila kapasitas produksi tidak digunakan secara penuh, ada

kapasitas yang menganggur.

4. Co-sourcing

Adalah jenis hubungan pekerjaan aktivitas, dimana hubungan antara perusahaan

dan rekan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. Misalnya terjadi

dalam hal staf spesialis perusahaan diperbantukan kepada rekanan pemberi jasa

karena langkahnya keahlian yang diperlukan atau karena perusahaan tidak mau

kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara ini, keberhasilan pekerjaan seakan-

akan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk juga resiko ketidakberhasilan.

5. Benefit Based Relationship

Adalah hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak

mengadakan investasi bersama, dengan pembagian pekerjaan tertentu. Dengan

demikian, kedua belah pihak betul-betul saling mendukung dan sebaliknya juga

saling tergantung. Kedua belah pihak mendapat pembagian keuntungan

berdasarkan formula yang disetujui bersama. Sama halnya dengan co-sourcing,

benefit based relationship merupakan bentuk baru yang saat ini dalam proses

percobaan.

Dari uraian tersebut dapat menggambarkan penyerahan suatu aktivitas tertentu

suatu perusahaan dengan membentuk suatu perjanjian atau kontrak kepada pihak

ketiga.

23

Dasar hukum outsourcing di Indonesia adalah UU No. 13 Tahun 2003. UU

No. 13 Tahun 2003, memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat

menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan didalam perusahaan, kepada

perusahaan lain melalui pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa

pekerjaan (yang selanjutnya di singkat PPJP). Dalam UU No. 13 Tahun 2003, kedua

bentuk kegiatan dimaksudkan dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-

syarat dimaksudkan antara lain, wajib dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat

secara tertulis. Sedangkan perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbadan

hokum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.

Dalam khasanah hokum Indonesia, pemborongan pekerjaan dan pemberian

jasa, bukan merupakan sesuatu yang baru. KUH Perdata, pelaksanaan diatur dan

dibedakan lebih lanjut, antara pemborongan pekerjaan yang dilakukan dengan hanya

menyediakan jasa tenaga kerja saja atau dengan menyediakan bahannya. Ketentuan

seperti ini tidak diatur lagi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan melihat kenyataan

sosial yang berkembang dalam masyarakat, sehingga tidak membuka peluang lagi

kepada perusahaan yang tidak berbadan hukum untuk melakukan kegiatan

pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja, yang pada umunya perusahaan

menengah kebawah, kecuali ditempat ini memang benar-benar tidak ada perusahaan

dimaksud yang berbadan hukum.

24

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lain yang berbadan hukum, melalui pemborongan pekerjaan. Perusahaan

yang mendapat borongan pekerjaan, dan menyerahkan sebagaian pekerjaan kepada

perusahaan lain, untuk itu perusahaan pemborongan yang terakhir boleh tidak

berbadan hukum. Penyimpangan bahwa perusahaan boleh tidak berbadan hukum,

juga dapat dilakukan apabila disitu daerah tidak terdapat perusahaan pemborongan

pekerjaan yang berbadan hukum atau yang tidak memenuhi klasifikasi untuk dapat

melakukan pekerjaan.

2.2 Perjanjian outsourcing

Perjanjian kerja (Arbeidsoverenkoms), menurut Pasal 1601 a KUH Perdata

bahwa : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (siburuh),

mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, simajikan untuk suatu

waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. UU No. 13 Tahun

2003, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian : “Perjanjian kerja adalah suatu

perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

R. Subekti memberikan pengertian tentang perjanjian kerja yaitu : Perjanjian

antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh cirri-ciri,

adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di

peratas (dierstverhanding), yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu

25

(majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang

lain.20

Perjanjian dimaksudkan selanjutnya didaftarkan pada instansi ketenagakerjaan

Kabupaten/Kota tempak Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja melaksanakan pekerjaan.

Bagi Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang melaksanakan pekerjaan pada

perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu Kabupaten/Kota

dalam satu provinsi, pendaftaran dilakukan pada instansi ketenagakerjaan Provinsi.

Apabila Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja melaksanakan pekerjaan pada perusahaan

pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu provinsi, pendaftaran

dilakukan pada Direktorat Jendral Pembinaan Hubungan Industrial di Jakarta,

pendaftaran dilakukan dengan melampirkan konsep (draft) perjanjian kerja. Apabila

perjanjian itu tidak dilakukan, instansi ketenagakerjaan akan mencabut izin

operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja yang bersangkutan, dengan tetap

menanggung hak-hak pekerja yang bersangkutan.

UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan syarat bahwa, Perusahaan Penyedia Jasa

Pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan

langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Hubungan kerja antara pekerja dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja;

20 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 58.

26

b. Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan Perusaan Penyedia Jasa

Pekerja, adalah PKWT yang memenuhi ketentuan dan/atau PKWT yang

dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah phak;

c. Perlindingan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan

yang timbul menjadi tanggung jawab Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja

d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan Perusahaan

Penyedia Jasa Pekerja dibuat secara tertulis dan wajib memuat ketentuan

dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan persyaratan ini tentunya perlu pula diawasi oleh perusahaan

pemberi kerja, agar tidak terjadi pelanggaran hukum oleh Perusahaan Penyedia Jasa

Pekerja, yang dapat mengganggu kelancaran jalanya perusahaan.

Selain itu, perusahaan pemberi kerja harus pula mengawasi bahwa pekerja

yang bekerja pada Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja memperoleh hak yang sama

sesuai dengan perjanjian kerja Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama

atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang

timbul dengan pekerja lainnya di perusahaan pengguna jasa pekerja. Apabila hal ini

tidak dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa, akan berpotensi menimbulkan hak,

karena tidak ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perusahaan perlu pula memperhatikan persyaratan tertentu, apabila hendak

melakukan kerjasama dengan perusahaan yang bergerak dibidang penyedia jasa

27

pekerja. Karena sebelum melakukan perjanjian, perusahaan dimaksud wajib pula

memiliki izin operasional dari instansi ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota sesuai

domisili Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja. Dengan memiliki izin operasional, berarti

Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja telah :

a. Berbentuk Badan Hukum;

b. Mempunyau anggaran dasar yang memuat kegiatan usaha penyedia jasa

pekerja;

c. SIUP;, dan

d. Wajib ketenagakerjaan yang masih berlaku;

Ketentuan lain yang perlu diperhatikan adalah, perlindungan kerja dan

syarat-syarat kerja di perusahan penerima kerja UU No. 13 Tahun 2003, mewajibkan

bahwa syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima kerja,

sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada

perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang

berlaku.

Demikian pula, perlu diawasi bentuk hubungan kerjadalam pelaksanaan

pekerjaan dimaksud, apakah telah dilakukan dalam bentuk perjanjian kerja secara

tertulis antara perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja yang dipekerjakannya,

baik berupa PKWT atau PKWTT. Dalam perjanjian dengan system outsourcing

menggunakan perjanjian waktu tertentu. Undang-Undang Ketenagakerjan memberi

28

ciri-ciri pekerjaan yang merupakan pekerjaan tertentu yang karena jenis dan sifat atau

kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yakni pekerjaan yang :

a. Sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan

paling lama tiga tahun;

c. Bersifat musiman atau berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;

Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah dari

pada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. PKWT untuk

pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan

atas selesainya pekerjaan tertentu, yang dibentuk untuk paling lama tiga tahun.

Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam waktu PKWT tersebut dapat

diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, maka PKWT tersebut putus demi

hukum pada saat selesainya pekerjaan. Sementara itu, bagi pengusaha yang

mempekerjakan pekerja berdasarkan PKWT, harus membuat daftar nama pekerja

yang melakukan pekerjaan tambahan.

Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu, harus

dicantuman batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. Dalam hal PKWT dibuat

berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu, namun karena kondisi tertentu pekerjaan

tersebut belum dapat siselesaikan, dapat dilakukan pembaruan PKWT. Pembaruan

29

PKWT dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari itu, tidak ada

hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha. Para pihak dapat mengatur lain dari

ketentuan diatas yang dituangkan dalam perjanjian.

PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan musiman, yaitu pekerjaan yang

pelaksanaanya tergantung pada musim atau cuaca, hanya dapat dilakukan untuk satu

jenis pekerjaan pada musim tertentu. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan

musiman tidak dapat dilakukan pembaharuan. Sedangkan pekerjaan yang dilakukan

untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai

pekerjaan musiman. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan yang dilakukan untuk

memenuhi pesanan atau target dimaksud hanya diberlakukan untuk pekerja yang

melakukan pekerjaan tambahan.

PKWT dapat pula dilakukan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan

dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam

percobaan atau penjajakan. PKWT dimaksud hanya dapat dilakukan untuk jangka

waktu paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama satu

tahun. PKWT dimaksud tidak dapat dilakukan pembaharuan. PKWT seperti ini,

hanya boleh berlaku bagi pekerja yang melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau

diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. Akibat hukum dari pelanggaran

ketentuan mengenai PKWT adalah, apabila :

30

a. Dibuat tidak dalam bahasa Indonesia dan huruf latin, berubah menjadi

PKWT sejak adanya hubungan kerja;

b. Dibuat tidak memenuhi ketentuan, PKWT berubah menjadi PKWTT sejak

adanya hubungan kerja;

c. Dilakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang

dari ketentuan, berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;

d. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30

hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain,

berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.

Dalam hal penguasa mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja yang

berubah hubungan kerja menjadi PKWTT, maka hak-hak pekerja dan prosedur

penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi

PKWTT.

Selain itu, untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan

volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan

perjanjian kerja harian lepas (yang selanjutnya disingkat dengan PKHL), sebagai

salah satu bentuk pendek dari PKWT. Hubungan kerja dengan membuat PKHL, dapat

dilakukan dengan ketentuan, pekerjaan bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan.

Apabila pekerjaan telah bekerja 21 hari atau lebih, selama tiga bulan berturut-turut

atau lebih, maka PKHL-nya berubah menjadi PKWTT.

31

PKHL yang memenuhi ketentuan diatas, tidak dibatasi oleh jangka waktu

PKWT pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja dengan PKHL wajib

membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan pekerjaan. PKHL dapat

dibuat berupa daftar pekerja yang melakukan pekerjaan, yang sekurang-kurangnya

memuat :

a. Nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja;

b. Nama/alamat pekerja;

c. Jenis pekerjaan yang dilakukan;

d. Besarnya upa dan/atau imbalan lainnya;

Daftar pekerja dimaksud disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab

dibidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak

mempekerjakan pekerja.

Semua PKWT dan PKHL, wajib dicatat oleh pengusaha kepada instansi

ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak

pendatanganan. Untuk PKHL, yang dicantumkan adalah daftar pekerjaan yang

dipekerjakan.

Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume

perjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan PKHL.

Hubungan kerja dengan membuat PKHL, dapat dilakukan dengan ketentuan, pekerja

bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan. Apabila pekerja telah bekerja 21 hari

32

atau lebih, selama tiga bulan berturut-turut atau lebih, maka status PKHL-nya berubah

menjadi PKWTT.

2.3 Hubungan hukum dalam outsourcing

Sebelum adanya UU No. 13 Tahun 2003, pelaksanaan outsourcing belum

mempunyai/ memiliki acuan yang secara khusus mengatur pembagian tanggung

jawab yang ada. Saat ini, acuan yang digunakan dalam pembagian tanggung jawab

antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh adalah perjanjian pemborongan atau

penyedia jasa pekerja/buruh yang dibentuk berdasarkan kesepakatan dari kedua belah

pihak. Disamping itu juga, hubungan hukum yang terbentuk dengan pekerja dalam

perjanjian pemborongan pekerjaan adalah antara perusahaan penerima pekerjaan

dengan pekerja/buruh dan bukan antara pemberi pekerjaan dengan pekerja/buruh.

Sedangkan perusahaan pemberi pekerjaan hanya mempunyai kewajiban yang terbatas,

yakni pemenuhan kewajiban yang telah disepakati dengan perusahaan penerima

pekerjaan.21

Namun, dalam UU No. 13 Tahun 2003, hubungan hukum antara pekerja

dengan perusahaan penerima pekerjaan biasa beralih menjadi hubungan hukum

pekerja dengan pemberi pekerjaan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya

21 Sehat Dinamik, 2007, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja, Cetakan II DSS Publihing, Jakarta, h.

9.

33

terusmenerus, dalam hal terjadinya penggantian perusahaan penyedia jasa tenaga

kerja/buruh.

Hubungan kerja yang dimaksud dalam bagian ini tidak hanya terbatas pada

pemberian upah dan pesangon ketika pekerja di PHK, melainkan juga perlindungan

hak-hak pekerja/buruh lainnya seperti Jamsostek, program perlindungan pension, dan

lain-lain. Bagaimana apabila pengusaha menelantarkan atau tidak memenuhi hakhak

pekerja? Perusahaan manakah yang harus bertanggung jawab?22

Dari penjelasan diatas, maka yang harus bertanggung jawab adalah

perusahaan yang mempekerjakan pekerja (perusahaan penerima pemborongan

pekerjaan). Namun dalam hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan untuk menuntut

perusahaan pemberi pekerjaan untuk bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak-

hak pekerja/buruh. Ini dimungkinkan apabila perusahaan pemberi pekerjaan telah

member pekerjaan kepada perusahaan yang tidak mempunyai badan hukum. Dalam

hal demikian, akibat kelalaian perusahaan pemberi pekerjaan telah merugikan hak-

hak pekerja. Maka perusahaan tersebut diwajibkan mengambil alih tanggung jawab

tersebut.

Penerapan outsourcing pada suatu perusahaan akan membawa pengaruh

terhadap sistem oganisasi perusahaan tersebut. Selain itu, dalam penerapan

outsourcing juga memberikan keuntungan strategis, taktial, dan transformasional bagi

22 Ibid.

34

organisasi, seperti memberikan pengaruh terhadap bentuk organisasi perusahaan, para

pekerja, dan kegiatan operasional perusahaan tersebut pengaruh outsourcing dalam

bentuk organisasi perusahaan adalah mengubah suatu bentuk organisasi bisnis dari

bentuk monolitik yang menjalin semua fungsi dan proses menjadi satu, menjadi satu

bentuk baru dimana organisasi bisnis inti yang merupakan kunci sukses perusahaan

dipisahkan secara tersendiri. Organisasi yang bekerja pada bisnis inti tersebut

selanjutnya dikelilingi dan didukung oleh fungsi dalam proses yang di-outsource-kan

kepada perusahaan penyedia jasa. Dengan demikian, focus organisasi perusahaan

yang bekerja pada kegiataninti tidak akan terpecah pada urusan atau kegaiatan

penunjang, sehingga organisasi inti dapat berkonsentrasi penuh untuk mengerjakan

kegiatan inti dengan semaksimal mungkin.23

Bagi pekerja, outsourcing dapat dijadikan jalan keluar yang positif. Pekerja

yang melakukan pekerjaan pada suatu fungsi atau proses yang di-outsource-kan dalah

pekerja dari perusahaan penyedia jasa outsourcing. Kesempatan untuk berkembang

pada perusahaan penyedia jasa outsourcing akan lebih besar, karena perusahaan

outsourcing mempunyai bidang spesialisasi yang lebih kecil. Keadaan ini akan

memudahkan pekerja untuk mengembangkan karirnya.24

23 Chandra Suwondo, 2004, Outsourcing Implementasi Di Indonesia, Cet. Kedua, PT. Media

Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, h. 24-25.

24 Ibid, h. 35.

35

Pengaruh outsourcing bagi perusahaan dalam operasionalnya adalah dengan

adanya outsourcing, pengaturan, pemberian perintah, dan pengawasan kegiatan tidak

perlu dilkukan secara langsung oleh perusahaan pengguna jasa kepada tenaga

kerjanya. Pengaturan pemberian perintah dan pengawasan cukup dilakukan dengan

menetapkan suatu fungsi pekerjaan atau urusan tertentu untuk direalisasikan oleh

perusahaan penyedia jasa outsourcing. Perusahaan pengguna jasa tidak perlu lagi

menetapkan teknis pelaksanaan kegiatan operasional kepada para pekerja karena

fungsi tersebut telah diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa tanpa melibatkan

lagi perusahaan pengguna jasa. Tentu saja perusahaan penyedia jasa ini melakukan

pengaturan terhadap seluruh personil tenaga kerjanya sesuai dengan spesialisasi yang

dimilikinya agar fungsi tersebut dapat direalisasikan sesuai dengan tujuannya.

Disamping pengaruh positif, outsourcing juga memberikan keuntungan yang

signifikan bagi para stake holder-nya. Dalam arti konsep outsourcing dipraktekkan

secara utuh dan konsisten dapat memberikan keuntungan bagi stake holder baik itu

pengusaha pengguna jasa, pekerja dan perusahaan penyedia jasa. Bagi perusahaan

penyedia jasa, penerapan outsourcing memberikan keuntungan jangka panjang dan

pendek.

Keuntungan jangka panjang dapat berupa peningkatan focus bisnis

perusahaan, masuk pada kemampuan kelas dunia, mempercepat keuntungan dari

36

teknologi baru, membagi resiko usaha dan menggunakan sumber yang ada untuk

aktivitas yang lebih strategis.

Keuntungan jangka pendek outsourcing berupa mengendalikan biaya

operasional, menghasilkan pemasukan dana tunai, sumber daya alam tidak perlu

disediakan secara internal dan dapat menciptakan pemerdayaan fungsi yang sulit

diatur.

Berbicara mengenai outsourcing, disamping mengenai keuntungan-

keuntungan seperti diatas, maka perlu juga dibicarakan mengenai resiko-resiko yang

dihadapi perusahaan dalam melakukan outsourcing. Resiko dalam pelaksanaan

outsourcing secara umum dapat berupa :

a. Tidak tercapainya secara maksimal tujuan yang diinginkan;

b. Tidak tercapainya sebagian dari tujuan yang diinginkan; dan

c. Lambatnya pencapaian tujuan yang ingin dicapai.25

2.4 Lembaga konservasi

Konservasi adalah pelestaria atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi

berasal dari bahasa inggris, (inggris) Conservation yang artinya pelestarian atau

perlindungan.26

25 Richardus Eko Indrajit, Op.Cit, h. 105.

26 Wikipedia “Konservas”, (Cited 14 Mei 2012), Available from : URL :

http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi, Diakses 23 Agustus 2015.

37

Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak dibidang konservasi

tumbuhan dan satwa liar diluar habitatnya, yang berfungsi untuk mengembangbiakan

dan/atau penyelamatan tumbuhan dan/atausatwa, dengan tetap menjaga kemurnian

jenis, guna menjamin kelestarian keberadaan dan pemanfaatannya. Lembaga

konservasi dapat berbentuk :

a. Kebun Binatang;

b. Taman Safari;

c. Taman Satwa;

d. Taman Satwa Khusus;

e. Pusat Latihan Satwa Khusus;

f. Pusat Rehabilitasi Satwa;

g. Musseum Zoologi;

h. Taman Tumbuhan Khusus;

i. Herbarium.

Ijin Lembaga Konservasi adalah izin yang diberikan Oleh Mentri Kehutanan

kepada pemohon, yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan perundang-

undangan untuk membentuk Lembaga Konservasi. Izin Lembaga Konservasi

tumbuhan dan satwa liar dberikan untuk jangka waktu 30 (tuga puluh) tahun, dan

dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Direktur Jendral

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan.

38

Permohonan izin Lembaga Konservasi diajukan kepada Mentri Kehutanan, dengan

tembusan disampaikan kepada :

a. Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA);

b. Bupati/Wali Kota setempat;

c. Kepala BKSDA setempat. Tata cara permohonan izin selengkapnya,

disajikan pada halaman selanjutnya.

2.5 Fungsi lembaga konservasi

Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan terkontrol

dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan

kemurnian jenisnya, serta berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaman, penitipan

sementara, sumber indukan dan cadangan genetic untuk mendukung populasi, sarana

rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.