BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam...

22
22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan 2.1.1. Pengertian Kesalahan Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan pengertian pertanggungjawaban pidana dimana di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Tentang kesalahan ini Bambang Poernomo menyebutkan bahwa : Kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih, baru kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Dasar kesalahan yang harus dicari dalam psikis orang yang melakukan perbuatan itu sendiri dengan menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu dengan apa yang telah diperbuat. 1 Berdasarkan pendapat Bambang Poernomo tersebut dapat diketahui untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau batin tertentu, dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan suatu celaan, yang pada nantinya akan menentukan dapat atau tidaknya seseorang di pertanggungjawabkan secara pidana. 1 Bambang Poernomo, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, h.145.

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam...

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

22

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN

LINGKUNGAN HIDUP

2.1. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan

2.1.1. Pengertian Kesalahan

Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan

pengertian pertanggungjawaban pidana dimana di dalamnya terkandung makna dapat

dicelanya si pembuat atas perbuatannya.

Tentang kesalahan ini Bambang Poernomo menyebutkan bahwa :

Kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis

merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih, baru

kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum

pidana. Dasar kesalahan yang harus dicari dalam psikis orang yang melakukan

perbuatan itu sendiri dengan menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu

dengan apa yang telah diperbuat.1

Berdasarkan pendapat Bambang Poernomo tersebut dapat diketahui untuk

adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau batin tertentu, dan harus ada

hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang

dilakukan sehingga menimbulkan suatu celaan, yang pada nantinya akan menentukan

dapat atau tidaknya seseorang di pertanggungjawabkan secara pidana.

1 Bambang Poernomo, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, h.145.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

23

Menurut Moeljatno, syarat-syarat kesalahan yaitu

1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum);

2. Diatas umur tertentu mampu bertanggungjawab;

3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau

kealpaan;

4. Tidak ada alasan pemaaf.2

Kesalahan sebagai faktor penentu dalam menentukan dapat tidaknya

seseorang di pertanggungjawabkan secara pidana dapat dibedakan dalam dua bentuk,

yaitu kesalahan dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) dan kesalahan dalam

bentuk kealpaan (culpa).

Tentang apa arti dari kesengajaan, tidak ada keterangan sama sekali dalam

KUHP Indonesia, lain halnya dengan Swiss di mana dalam Pasal 18 KUHP Swiss

dengan tugas memberikan pengertian tentang kesengajaan yaitu, “barang siapa

melakukan perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan

perbuatan itu dengan sengaja”.3

Ilmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu :

1. Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet als oogmerk)

Bentuk kesengajaan sebagai maksud sama artinya dengan menghendaki

(willens) untuk mewujudkan suatu perbuatan (tindak pidana aktif),

menghendaki untuk tidak berbuat / melalaikan kewajiban hukum (tindak

2 Moeljatno, op.cit, h.164.

3 Moeljatno, op.cit, h.171.

22

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

24

pidana pasif) dan tahu juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan

itu (tindak pidana materiil).4

2. Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)

Kesadaran seseorang terhadap suatu akibat yang menurut akal orang pada

umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan tertentu.

Apabila perbuatan tertentu yang disadarinya pasti menimbulkan akibat

yang tidak dituju itu dilakukan juga maka disini terdapat kesengajaan

sebagai kepastian.5

3. Kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzijn)

disebut juga dengan dolus eventualis

Kesengajaan sebagai kemungkinan adalah kesengajaan untuk melakukan

perbuatan yang diketahuinya bahwa ada akibat lain yang mungkin dapat

timbul yang ia tidak inginkan dari perbuatan, namun begitu besarnya

kehendak untuk mewujudkan perbuatan, ia tidak mundur dan siap

mengambil resiko untuk melakukan perbuatan.6

Salah satu bentuk dari kesalahan adalah culpa, menurut Wirjono Prodjodikoro

arti kata dari culpa adalah :

4 Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,

(selanjutnya disingkat Adami Chazawi I), h.96. 5 Ibid, h.97.

6 Ibid, h.96.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

25

“Kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum

mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana

yang tidak seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat

yang tidak di sengaja terjadi”.7

Mengenal kealpaan itu, Moeljatno menguntip dari Scmidt yang merupakan

keterangan resmi dari pihak pembentu WvS sebagai berikut :

Pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan wet mengharuskan bahwa kehendak

terdakwa ditujukan pada perbuatan dilarang dan diancam pidana. Kecuali itu

keadaan yang dilarang itu mungkin sebagian besar berbahaya terhadap

keamanan umum mengenai orang atau barang dan jika terjadi menimbulkan

banyak kerugian, sehingga wet harus bertindak pula terhadap mereka yang

tidak berhati-hati, yang teledor. Dengan pendek, yang menimbulkan keadaan

yang dilarang itu bukanlah menentang larangan tersebut, dia tidak

menghendaki atau menyetujui timbulnya hal yang dilarang, tetapi

kesalahannya, kekeliruannya dalam batin sewaktu ia berbuat sehingga

menimbulkan hal yang dilarang, ialah bahwa ia kurang mengindahkan

larangan itu.8

Terkait dengan pendapat yang diutarakan tersebut, Moeljatno berkesimpulan

bahwa kesengajaan berlainan jenis dari kealpaan. Akan tetapi, dasarnya sama, yaitu

adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, adanya kemampuan

bertanggungjawab, dan tidak adanya alasan pemaaf, akan tetapi bentuk dari

kesengajaan berbeda dengan kealpaan. Kesengajaan adalam mengenai sikap batin

orang menentang larangan. Sedangkan kealpaan adalah sikap kurang mengindahkan

7 Wirjono Prodjodikoro, 1981, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, PT. Eresco Jakarta,

Bandung (selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro I), h.61. 8 Moeljatno, op.cit, h.198.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

26

larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu yang objektif sehingga

menimbulkan keadaan yang dilarang.9

Selanjutnya, dengan menguntip pendapat Van Hamel, Moeljatno mengatakan

kealpaan itu mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-penduga

sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hati

sebagaimana diharuskan oleh hukum.10

2.1.2. Unsur-unsur Kesalahan

Dipidananya seseorang tidaklah cukup orang itu telah melakukan perbuatan

yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun

perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan,

hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk itu pemidanaan

masih perlu adanya syarat, yaitu bahwa orang yang melakukan perbuatan itu

mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).

Disini berlaku apa yang disebut asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen

straf zonder schuld). Kesalahan terdiri atas beberapa unsur :

9 Moeljatno, op.cit, h.199.

10 Moeljatno, op.cit, h.201.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

27

1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pelaku (schuldfahigkeit atau

zurechtnungsfahigkeit)

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur pertama dari kesalahan

yang harus terpenuhi untuk memastikan bahwa pelaku tindak pidana dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya atau dapat dipidana. Kemampuan

bertanggungjawab biasanya dikaitkan dengan keadaan jiwa pelaku tindak pidana,

yaitu bahwa pelaku dalam keadaan sehat jiwanya atau tidak pada saat melakukan

tindak pidana. Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada :

a. Kemampuan untuk membeda-bedakan perbuatan yang baik dan yang

buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum.

b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang

baik dan buruknya perbuatan.11

Penjelasan pertama mengenai kemampuan dalam membeda-bedakan

mempunyai pengertian bahwa faktor akal (intellectual factor) yaitu dapat membeda-

bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Yang kedua adalah

faktor perasaan atau kehendak (volitional factor), yaitu dapat menyesuaikan tingkah

lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.12

Pasal yang mengatur mengenai kemampuan bertanggungjawab ini adalah

Pasal 44 ayat 1 KUHP. Selain itu berdasarkan Undang-Undang ada beberapa hal yang

menyebabkan pelaku tindak pidana tidak mampu bertanggungjawab, misalnya masih

11

Moeljatno, op.cit, h.165. 12

Moeljatno, op.cit, h.74.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

28

dibawah umur, ingatannya terganggu oleh penyakit, daya paksa, pembebanan

terpaksa yang melampaui batas. Apabila keadaan-keadaan tersebut melekat pada

pelaku tindak pidana, maka Undang-Undang memaafkan pelaku sehingga terbebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum.

2. Hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan

(dolus) atau kealpaan (culpa), ini disebut bentuk-bentuk kesalahan.

Kesengajaan (Dolus/Opzet) dan kealpaan (Culpa/Alpa) merupakan unsur

kedua dari kesalahan dimana keduanya merupakan hubungan batin antara pelaku

tindak pidana dengan perbuatan yang dilakukan. Mengenai kesengajaan

(dolus/opzet), KUHP tidak memberikan pengertian. Namun pengertian kesengajaan

dapat di ketahui dari MvT (Memorie van Toelichting), yang memberikan arti

kesengajaan sebagai “menghendaki dan mengetahui”.

Hukum pidana mengenal beberapa teori yang berkaitan dengan kesengajaan

(dolus/opzet) yaitu :

a) Teori kehendak (wilstheorie)

Inti dari kesengajaan ini adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur

delik dalam rumusan Undang-Undang.

b) Teori pengetahuan atau membayangkan (voorstellingtheorie)

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

29

Sengaja berarti membayangkan akan timbulnya suatu perbuatan, orang

tidak bisa menghendaki akibat melainkan hanya dapat

membayangkannya.13

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf

dan pembenar.

Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan doktrin hukum pidana, penyebab tidak

dipidananya si pembuat tersebut dibedakan dan dikelompokkan menjadi dua dasar,

yakni :

a. Dasar pemaaf (schulduits luitings gronden), yang bersifat subjektif dan

melekat pada diri orangnya, khususnya mengenai sikap batin sebelum

atau pada saat akan berbuat.

b. Dasar pembenar (rechts vaarding ings gronden), yang bersifat objektif

dan melekat pada perbuatannya atau hal-hal lain diluar batin si pembuat.14

Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat.

Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap

merupakan perbuatan pidana, tetapi ia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.15

Alasan pemaaf atau schulduitsluttingsgrond ini menyangkut

pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukannnya

atau criminal responsibility. Alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang

melakukan delik atas dasar beberapa hal.

13

Tri Andrisman, 2009, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Universitas

Lampung, h.102-103. 14

Teguh Prastyo, 2011, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, h.106-107. 15

Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana II, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

(selanjutnya disingkat Adami Chazawi II), h.18.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

30

2.2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

2.2.1. Pengertian Tindak Pidana

Pemahaman tentang tindak pidana tidak terlepas dari pemahaman tentang

pidana itu sendiri. Istilah pidana tidak terlepas dari masalah pemidanaan. Secara

umum pemidanaan merupakan bidang dari pembentukan Undang-Undang karena

adanya asas legalitas. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 KUHP yang berbunyi

“nullum delictum nulla poena sine praevia poenali” yang artinya “tiada ada suatu

perbuatan tindak pidana, tiada pula dipidana, tanpa adanya Undang-Undang hukum

pidana terlebih dahulu”. Ketentuan Pasal 1 KUHP menunjukkan hubungan yang erat

antara suatu tindak pidana, pidana dan Undang-Undang (hukum pidana) terlebih

dahulu.

Pengertian hukuman lebih luas dari pengertian pidana, jadi pidana termasuk

salah satu jenis hukuman. Demikian dapat dikatakan pula bahwa pidana adalah

perasaan tidak enak yakni penderitaan dan perasaan sengsara yang dijatuhkan oleh

hakim dengan vonis kepada orang yang melanggar Undang-Undang hukum pidana.

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda,

namun berdasarkan asas konkordasi istilah tersebut juga berlaku pada WvS Hindia

Belanda (KUHP). Tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud

dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

31

memberikan arti dan istilah itu, namun hingga saat ini belum ada keseragaman

pendapat tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit.16

Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang

ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar

feit setidaknya ada tujuh istilah, antara lain :

a. Tindak pidana dapat dikatakan sebagai istilah resmi dalam perundang-

undangan pidana Indonesia. Hampir seluruh peraturan perundang-

undangan menggunakan istilah tidak pidana. Ahli hukum yang

menggunakan istilah ini salah satunya adalah Prof. Dr. Wirjono

Prodjodikoro, S.H;

b. Peristiwa pidana digunakan beberapa ahli hukum, misalnya Mr. R. Tresna

dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, Prof. A. Zainal Abidin, S.H.

dalam buku beliau yang berjudul Hukum Pidana Pembentuk Undang-

Undang juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu dalam

Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950 pada Pasal 14

Ayat (1);

c. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan

untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit;

d. Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-Pokok Hukum

Pidana yang ditulis oleh Mr. M. H. Tirtaamidjjaja;

e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan Mr. Karni dalam

buku beliau Ringkasan Tentang Hukum Pidana. Begitu juga Schravendijk

dalam bukunya buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia;

f. Perbuatan yang dapat dihukum digunakan oleh pembentuk Undang-

Undang dalam Undang-Undang No. 12/Drt/1951 tentang Senjata Api dan

Bahan Peledak;

g. Perbuatan pidana, digunakan oleh Prof. Moeljatno dalam berbagai tulisan

beliau, misalnya buku Asas-asas Hukum Pidana.17

Arti tindak pidana tersebut pada dasarnya adalah sama sedangkan perbedaan

istilah itu tergantung dari perspektif para pakar hukum memandangnya.

2.2.2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

16

Ibid, h.67. 17

Ibid, h.67-68.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

32

Terhadap unsur-unsur tindak pidana, ada ahli yang berpendapat bahwa antara

unsur subjektif (pelaku / pembuat pidana) dengan unsur objektif (perbuatan) tidak

perlu dilakukan pemisahan dan ada pula yang merasa perlu untuk dipisahkan.

Golongan yang merasa perlu dilakukan pemisahan disebut aliran monisme,

sedangkan yang merasa perlu untuk dipisahkan disebut aliran dualisme. Berikut

uraian singkat mengenai kedua aliran ini :

1. Aliran Monisme

Paham monisme ini tidak membedakan antara unsur tindak pidana dengan

syarat untuk dapatnya dipidana. Syarat dipidananya itu juga masuk dalam dan

menjadi unsur tindak pidana.18

Adami Chazawi berpendapat ada banyak ahli hukum yang menganut

pandangan monisme ini, dalam pendekatan terhadap tindak pidana, antara lain :

a. J.E. Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana adalah ialah “perbuatan

yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan

kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat

dipertanggungjawabkan”;

b. Wirjoni Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana;

c. H.J. van Schravendijk, merumuskan perbuatan yang boleh dihukum

adalah “kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan

hukum sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan

oleh seorang yang karena itu dapat dipermasalahkan”;

d. Simons merumuskan strafbaar feit adalah “suatu tindakan melanggar

hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan dapat

dihukum”.19

2. Aliran Dualisme

18

Ibid, h.76. 19

Ibid, h. 75.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

33

Pada aliran dualisme memisahkan antara perbuatan dengan orang yang

melakukan perbuatan tersebut. Para ahli hukum yang paham dengan aliran dualisme

ini misalnya Pompe, Vos, Tresna Roeslan Saleh, A. Zainal Abidin, Fetcher

mengatakan “perlu dibedakan antara karakteristik perbuatan yang dijadikan tindak

pidana dan karakteristik orang yang melakukannya”.20

Menurut aliran ini kemampuan bertanggungjawab melekat pada orangnya,

dan tidak pada perbuatannya, yang sebenarnya dari sudut pengertian abstrak yang

artinya memandang tindak pidana itu tanpa menghbuungkan dengan (adanya)

pembuatnya, atau dapat dipidana pembuatnya.

Kemampuan bertanggungjawab merupakan hal yang lain dari tindak pidana

dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat untuk dapat dipidananya terhadap pelaku

yang terbukti telah melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat dalam

hukum pidana, dan sekali-kali bukan syarat ataupun unsur dari pengertian tindak

pidana. Sebagaimana diketahui bahwa orang yang perbuatannya telah terbukti

melanggar larangan berbuat (tindak pidana) tidak selalu dijatuhi pidana.21

Unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari

sudut teoritis dan dari sudut undang-undang

1. Unsur tindak pidana menurut beberapa teori

Unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana adalah dengan melihat bagaimana

bunyi rumusan yang dibuat. Beberapa contoh dari batasan tindak pidana menurut

beberapa pendapat ahli menguntip dari Adam Chazawi adalah sebagai berikut :

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :

20

George P. Fletcher, 2000. Rethinking Criminal Law, Oxford University Press, Oxford,

h.455. 21

Adami Chazawi II, op.cit. h.73-74.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

34

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar larangan).

Menurut R. Tresna tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni;

a. Perbuatan / rangkaian perbuatan (manusia);

b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

c. Diadakan tindakan penghukuman.

Menurut Vos unsur-unsur tindak pidana adalah :

a. Kelakuan manusia;

b. Diancam dengan pidana;

c. Dalam peraturan perundang-undangan.22

2. Unsur tindak pidana dalam undang-undang

Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang

masuk dalam kelompok kejahatan, dan Buku III memuat tentang pelanggaran.

Rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya

11 unsur tindak pidana yaitu :

a. Unsur tingkah laku;

b. Unsur melawan hukum;

c. Unsur kesalahan;

d. Unsur akibat konstitutif;

e. Unsur keadaan yang menyertai;

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;

g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;

h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;

i. Unsur objek hukum tindak pidana;

j. Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;

k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

Dua dari sebelas unsur diatas diantaranya unsur kesalahan dan melawan

hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif.

22

Adami Chazawi II, op.cit, h.79-80.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

35

2.3. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Hidup

2.3.1. Pengertian Lingkungan Hidup

Secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi,

keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan

mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan

menurut pengertian ini sangat luas, namun untuk praktisnya dibatasi ruang

lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia sebagai faktor

alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial, dan lain-lain.

Lingkungan sebagai sumber daya merupakan asset yang dapat diperlukan

untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3)

UUDNRI tahun 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, air dan kekayaan alam

terkandung di dalamnya di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Mengenai lingkungan hidup Leden Merpaung mengatakan :

Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam

ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis

ruang tersebut tidak terbatas jumlahnya, namun secara praktis ruang itu selalu

diberi batas menurut kebutuhan yang dapat ditentukan, misalnya jurang,

sungai, atau laut, faktor politik atau faktor lainnya. Jadi lingkungan hidup

harus diartikan luas, yaitu tidak hanya lingkungan fisik dan biologi, tetapi juga

lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya.23

Undang-Undang No. 23 Tahun 1977 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 1 butir 1 yang berlaku sebelumnya merumuskan pengertian lingkungan hidup

adalah “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.

23

Leden Merpaung, 1997, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya,

Sinar Grafika, Jakarta, h.5.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

36

Perkembangan selanjutnya setelah berlakunya UUPPLH, tidak terdapat

perbedaan yang mendasar, karena dalam Pasal 1 butir 1 UUPPLH disebutkan bahwa :

“lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya”.

Manusia memerlukan lingkungan sosial yang serasi demi kelangsungan hidup.

Lingkungan sosial yang serasi itu bukan hanya di butuhkan oleh orang seorang,

melainkan juga oleh seluruh orang dalam kelompoknya.24

Adapun komponen pokok lingkungan sosial dalam rangka pengelolaan

lingkungan, antara lain :

a. Pengelompokan sosial

Berbagai macam cara orang membentuk persekutuan atau

pengelompokan sosial. Adapun yang paling sederhana adalah yang di

landasi hubungan kekerabatan, seperti keluarga inti atau batih, marga,

suku bangsa dan lain-lain. Akan tetapi karena mobilitas manusia yang

tinggi, banyak orang yang berasal dari satu kelompok keturunan tersebar

luas dan mendirikan pemukiman secara terpisah dan berjauhan.

Terjadinya pembentukan kesatuan sosial yang berdasarkan hubungan

kerabat sekaligus atas dasar kebersamaan lingkungan pemukiman.

24

Supriadi, 2010, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, h.4.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

37

b. Penataan sosial

Penataan sosial sangat diperlukan untuk mengatur ketertiban hidup dalam

bermasyarakat yang mempersatukan lebih dari satu orang. Setiap orang

harus jelas kedudukannya dan peran-peran yang harus dilakukan, dan

mengetahui apa yang harus diberikan dan apa yang dapat diharapkan dari

pihak lainnya. Dengan demikian setiap anggota dapat memperkirakan

sikap dan tindakan anggota lain serta cara menanggapinya secara efektif,

sehingga mewujudkan hubungan sosial yang selaras, serasi, dan

seimbang.

c. Media sosial

Untuk menggalang kerja sama mempersatukan sejumlah orang,

diperlukan media baik yang berupa simbol-simbol maupun kepentingan-

kepentingan yang tidak mungkin di kerjakan sendiri-sendiri secara

terpisah. Kepentingan bersama itu pada umumnya berkisar pada upaya

memenuhi kebutuhan hidup biologis, sosiologis, maupun kejiwaan.

d. Pranata sosial

Suatu kesatuan sosial, betapapun kecilnya, memerlukan aturan-aturan

sebagai pedoman bersama dalam mengembangkan sikap menghadapi

tantangan dalam kehidupan bersama. Kebanyakan pranata sosial di

kembangkan atas dasar kepentingan pengusaha lingkungan pemukiman

yang amat penting artinya bagi kelangsungan hidup masyarakat yang

bersangkutan. Mereka tidak mempunyai hak dan kewajiban yang atas

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

38

penguasaan sumber daya alam secara perorangan maupun kolektif, seperti

hak adat dan hak ulayat.

e. Pengendalian dan pengawasan sosial

Setiap kesatuan sosial mengembangkan pola-pola dan mekanisme

pengendalian yang sampai batas tertentu sangat efektif. Akan tetapi,

dengan perluasan jaringan sosial yang semakin luas kompleks serta

melibatkan banyak orang yang mempunyai latar belakang sosial, budaya,

ekonomi, maupun kesatuan dan agama, pengendalian dan pengawasan

sosial setempat itu terasa semakin kurang memadai. Sementara itu,

berbagai pranata dan perundangan yang bersifat nasional selain kadang-

kadang bertentangan dengan pranata sosial setempat, sering kali diartikan

secara berbeda oleh masyarakat karena mengacu pada adat dan tradisi

masing-masing kelompok.

f. Kebutuhan sosial

Lingkungan sosial itu terbentuk karena di dorong oleh keinginan manusia

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan, kebutuhan yang mendasar

dan sederhana seperti makanan harus dipenuhi dengan melibatkan pihak

lain. Kebutuhan mendasar mencakup kebutuhan dasar biologis,

kebutuhan sosial dan kebutuhan kejiwaan. Kebutuhan dasar biologis

meliputi makan, minum, seks dan reproduksi, mempertahankan diri,

kesehatan, dan sebagainya. Kebutuhan sosial, antara lain mencakup

kebutuhan untuk hidup bersama secara harmonis, kelompok sosial,

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

39

keteraturan, ketertiban dan sebagainya. Kebutuhan kejiwaan mencakup

kebutuhan akan etika, moral, keindahan, hiburan, dan sebagainya.25

2.3.2. Tindak Pidana Lingkungan Hidup

Tindak pidana lingkungan hidup adalah suatu perbuatan yang dilakukan

dengan sengaja maupun tidak disengaja yang dapat menimbulkan kerusakan maupun

pencemaran terhadap lingkungan hidup serta melanggar ketentuan-ketentuan atau

aturan-aturan yang mengatur mengenai lingkungan hidup. Tindak pidana lingkungan

hidup yang dimaksud adalah pencemaran dan perusakan lingkungan yang diatur

dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan

Hidup (UUPPLH).

Ruang lingkup tindak pidana yang diatur dalam UUPPLH diatur dalam Bab

XV meliputi :

1) Sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu

udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku mutu

kerusakan lingkungan hidup. Delik dolusnya diatur dalam Pasal 98 (1)

UUPPLH dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun, maksimal 10

tahun, dan denda minimal Rp 3 miliar, maksimal Rp 10 miliar yang dapat

diperberat apabila mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan

manusia (ayat 3). Delik culpanya diatur dalam Pasal 99 ayat (1) UUPPLH

dengan ancaman pidana penjara minimal 1 tahun maksimal 3 tahun, dan

denda minimal Rp 1 miliar, maksimal Rp 3 miliar yang dapat diperberat

25

Ibid, h.17-20.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

40

apabila mengakibatkan orang luka dan / atau bahaya kesehatan manusia (ayat

2) atau mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia (ayat

3).

2) Melanggar baku mutu air, limbah, baku mutu emis, atau baku mutu gangguan.

Diancam dengan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3

miliar (PAsal 100 ayat 1 UUPPLH). Menurut ayat (2) pidana dalam ayat (1)

hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan

tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.

3) Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media

lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g

UUPPLH. Ancaman pidana penjara minimal 1 tahun maksimal 3 tahun dan

denda minimal Rp 1 miliar maksimal Rp 3 miliar (Pasal 101 UUPPLH).

4) Melakukan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) tanpa izin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4) UUPPLH. Dipidana dengan

pidana penjara minimal 1 tahun maksimal 3 tahun dan denda minimal Rp 1

miliar maksimal Rp 3 miliar (Pasal 102 UUPPLH).

5) Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 59 UUPPLH. Dipidana dengan pidana penjara 1 tahun

maksimal 3 tahun dan denda minimal Rp 1 miliar maksimal Rp 3 miliar (Pasal

103 UUPPLH).

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

41

6) Melakukan dumping (pembuangan) limbah dan/atau bahan ke media

lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UUPPLH.

Dipidana penjara maksimal 3 tahun dan denda Rp 3 miliar (Pasal 104

UUPPLH).

7) Memasukkan limbah kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (1) huruf c UUPPLH. Dipidana dengan

pidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 12 tahun, dan denda minimal Rp 4

miliar, maksimal Rp 12 miliar (Pasal 105 UUPPLH).

8) Memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (1) huruf d. Dipidana dengan

pidana penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, dan denda minimal Rp 5

miliar, maksimal Rp 15 miliar (Pasal 106).

9) Memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (1) huruf b UUPPLH.

Dipidana dengan pidana penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, dan

denda minimal Rp 5 miliar, maksimal Rp 15 miliar (Pasal 107 UUPPLH).

10) Melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)

huruf h UUPPLH. Dipidana dengan pidana penjara minimal 3 tahun,

maksimal 10 tahun, denda minimal Rp 3 miliar, denda maksimal Rp 10 miliar

(Pasal 108 UUPPLH).

11) Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) UUPPLH. Dipidana

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

42

dengan pidana penjara minimal 1 tahun, maksimal 3 tahun, denda minimal Rp

1 miliar, dan denda maksimal Rp 3 miliar (Pasal 109 UUPPLH).

12) Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf I UUPPLH. Dipidana

dengan pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar (Pasal 110

UUPPLH).

13) Pejabat memberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa

dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 ayat (1) UUPPLH. Dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan denda Rp

3 miliar (Pasal 111 UUPPLH).

14) Pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan

terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap

peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud

Pasal 71 dan Pasal 72 UUPPLH, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran

dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa

manusia. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda

paling banyak Rp 500 juta (Pasal 112 UUPPLH).

15) Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,

merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang

diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang

berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j UUPPLH. Dipidana

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK … II.pdfIlmu hukum pidana membedakan tiga macam bentuk kesengajaan, yaitu : 1. ... dan pembenar. Menurut Teguh Prasetyo berdasarkan

43

dengan pidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar

(Pasal 113 UUPPLH).

16) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan

pemerintah. Dipidana dengan pidana penjara maksimal 1 tahun denda

maksimal Rp 1 miliar (Pasal 114 UUPPLH).

17) Sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan

tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai

negeri sipil. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda

paling banyak Rp 500 juta (Pasal 115 UUPPLH).

Semua tindakan pidana tersebut, menurut Pasal 97 UUPPLH adalah

merupakan “kejahatan”. Ada dua macam delik yang diperkenalkan dalam Undang-

Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu delik materiil

(generic crimes) dan delik formil (specific crimes). Delik materiil (generic crimes)

merupakan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau

perusakan lingkungan hidup. Delik formil (specific crimes) diartikan sebagai

berbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum administrasi. Oleh karena itu, delik

formil dikenal juga sebagai Administrative Dependant Crimes.