BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan UmumFramework … ii.pdfSejak tahun 1990, epidemi tembakau menjadi...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan UmumFramework … ii.pdfSejak tahun 1990, epidemi tembakau menjadi...
21
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan UmumFramework Convention On Tobacco (FCTC)
2.1.1 Pengertian FCTC
Framework Convention On Tobacco yang selanjutnya disebut dengan
FCTC diadopsi oleh Majelis Kesehatan Dunia pada 21 Mei 2003, konvensi ini
merupakan perjanjian internasional pertama yang dinegosiasikan oleh 192 negara.
FCTC berada di bawah naungan WHO mengatur hak setiap orang untuk
mendapatkan standar yang tinggi terhadap kesehatan. FCTC ini mulai berlaku
secara internasional pada 27 Februari 2005, yaitu 90 hari setelah disetujui,
ratifikasi, diterima, atau disetujui oleh 40 negara.1 Saat ini FCTC sudah menjadi
hukum internasional karena sudah diratifikasi oleh lebih dari 40 negara. FCTC
merupakan suatu produk hukum internasional yang bersifat mengikat
(intetnationally legally binding instrument) bagi negara-negara yang
meratifikasinya.
2.1.2 Sejarah Dibentuknya FCTC
Sejak tahun 1990, epidemi tembakau menjadi suatu masalah kesehatan
publik yang mengakibatkan hampir 5 juta orang yang meninggal setiap tahunnya.
Jika kondisi ini menetap, diperkirakan 10 juta orang meninggal pada tahun 2030
1 Murry Harmawan Saputra, Op.cit, h. 5.
22
dimana 70%nya terjadi di negara berkembang.2 Penyebaran epidemi tembakau ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor lintas batas negara termasuk liberalisasi
perdagangan dan investasi asing. Selain itu, faktor lain seperti pemasaran global,
pengiklanan lintas negara dan penyelundupan rokok ilegal juga ikut
berkonstribusi terhadap peningkatan konsumsi tembakau (rokok).3 Semua faktor
itu kini tengah berlangsung di negara-negara berkembang karena aturan
pengendalian tembakau masih sangat longgar, termasuk Indonesia.
Atas keprihatinan tersebut kemudian WHO membentuk suatu Konvensi
Pengendalian Tembakau yaitu Framework Convention On Tobacco Control
dalam menanggapi epidemi tembakau di dunia. FCTC menyediakan suatu
kerangka bagi upaya pengendalian tembakau untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak
baik dalam tingkat nasional, regional dan internasional . Pada bagian pembukaan
FCTC diawali dengan pernyataan :
“ Negara para pihak dari Konvensi ini, memutuskan untuk
memberikan pririoritas pada hak mereka untuk melindungi
kesehatan”.
Dalam pasal ini diartikan bahwa para pihak konvensi memberlakukan
konvensi FCTC sebagai payung hukum untuk melidungi dari penyebab rusaknnya
kesehatan warga negaranya di masa sekarang maupun yang akan datang.
Penyusunan FCTC dilakukan selama 4 (empat) tahun sejak tahun 1999 melalui
proses negosiasi yang intensif dari negara-negara anggota WHO termasuk
2 World Health Organisation, 2008, WHO report on the Global Tobacco Epidemic, The
MPOWER package, Geneva. h.2.
3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Pentingnya Aksesi Konvensi Kerangka
Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) bagi Indonesia, PT.Gramedia, Jakarta, h.1.
23
Indonesia, dan disepakati dalam sidang Kesehatan Sedunia ke-56 pada tanggal 21
Mei 2003. FCTC memasuki fase tanda tangan di Jenewa mulai tanggal 16-22 Juni
2004. Sampai batas waktu yang telah ditentukan, pada tanggal 27 Februari 2005
sudah terdapat 177 negara yang menandatangani konvensi tersebut.
Negara yang menandatangani FCTC dapat meratifikasi dan menjadi party
(negara para pihak) dari konvensi. Negara-negara yang tidak menandatangani
sampai tanggal 29 Juni 2004, hanya membutuhkan satu langkah untuk menjadi
party yaitu dengan aksesi atau meratifikasi. FCTC menjadi instrumen hukum
internasional yang diprakarsai oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO) sejak tanggal 27 Februari 2005 yaitu 90 hari setelah 40
negara menandatangani dan kemudian meratifikasinya.
2.2 Substansi Yang Diatur Dalam Framewok Convention on Tobacco
Control (FCTC)
Kerangka kerja pengendalian tembakau (Framewok Convention on Tobacco
Control) terdiri dari Mukadimah, 11 Bab, 38 Pasal, dan 2 lampiran tentang asal
mula lahirnya FCTC dan sejarah FCTC. Bagian awal berisi tentang Preambule
atau Mukadimah yang berisi tentang pengakuan, penggambaran dan komitmen
para peserta konvensi. Secara umum, pasal-pasal dalam FCTC dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok kebijakan. Pertama tentang pasal-pasal
24
pengendalian permintaan konsumsi tembakau (demand reduction) dan kedua
tentang pasal-pasal pengendalian pasokan tembakau (supply reduction).4
Kelompok pertama mengenai pasal-pasal pengendalian permintaan
konsumsi tembakau (demand reduction) :
1. Perlindungan terhadap Paparan Asap Rokok (Pasal 8)
Paparan asap rokok terbukti secara alamiah menyebabkan kematian,
penyakit, dan kecacatan. Negara para pihak sebagaimana ditetapkan dalam
undang-undang nasionalnya, wajib mengikuti dan menerapkan kebijakan
efektif untuk melindungi perokok pasif dari paparan asap rokok di tempat
umum dan tempat kerja tertutup, angkutan umum, dan di tempat-tempat
umum lainnya.
2. Iklan Promosi dan Sponsor Rokok (Pasal 13)
Dalam waktu lima tahun setelah negara para pihak meratifikasi atau
mengaksesi FCTC, negara para pihak wajib mengadopsi dan
melaksanakan kebijakan efektif tentang larangan komprehensif iklan,
promosi dan sponsor rokok termasuk iklan, promosi, dan sponsor rokok
lintas batas negara dalam teritorial yang sama melalui peraturan
perundang-undangan nasionalnya. Pada kondisi dimana larangan yang
disusun telah secara luas tidak memungkinkan secara konstitusional, maka
dilakukan pembatasan terhadap iklan, promosi dan pemberian sponsor.
Pembatasan diberlakukan juga pada lintas batas negara dalam teritorial
yang sama.
4 Draft WHO Framework Convention on Tobacco Control, 2003, Intergevernmental
Negotiating Body, Sixth session, Geneva.
25
3. Harga dan Cukai (Pasal 6)
FCTC menyatakan para pihak harus mempertimbangkan tujuan
kesehatan dalam kebijakan harga dan cukai. Meningkatkan harga melalui
peningkatan cukai akan menurunkan konsumsi rokok pada semua
kelompok masyarakat terutama orang muda. Penjualan produk tembakau
bebas bea tidak dibenarkan.
4. Kemasan dan Pelabelan (Pasal 11)
Dalam waktu tiga tahun setelah negara peserta meratifikasi, negara-
negara para pihak sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan nasional, wajib mengikuti dan melaksanakan kebijakan efektif
tentang kemasan dan pelabelan produk tembakau. Tidak mempromosikan
tembakau dengan kata-kata menyesatkan seolah-olah produknya lebih
aman, seperti : “low tar”, “light”, “ultra-light”,”mild”, dsb. Pada setiap
kemasan produk tembakau dicantumkan peringatan tentang bahaya
merkok disertai pesan yang tepat. Peringatan kesehatan harus disetujui
oleh pemerintah pusat, diganti secara periodik, cukup besar dan dapat
dibaca dengan jelas, berbentuk gambar, yang luasnya 50% atau lebih dari
sisi lebar kemasan dan tidak kurang dari 30%. Disamping itu perlu
dicantumkan informasi tentang kandungan dan emisi produk tembakau.
5. Kandungan Produk Tembakau dan Pencantuman Produk Tembakau ( Pasal
9 dan 10)
Konferensi para pihak sepakat untuk menetapkan sebuah pedoman
yang dapat digunakan oleh semua anggotanya dalam mengatur kandungan
26
produk tembakau. Setiap negara pihak wajib mengadopsi dan
melaksanakan kebijakan yang mewajibkan produsen untuk
menginformasikan kandungan produk tembakau mereka kepada
pemerintah.
6. Edukasi, Komunikasi, Pelatihan dan Kesadaran Publik (Pasal 12)
Tiap pihak harus mempromosikan dan memperkuat kesadaran masyarakat
tentang isu pengendalian tembakau dengan menggunakan alat komunikasi yang
tersedia, baik melalui program pendidikan yang menyadarkan masyarakat
mengenai resiko kesehatan akibat konsumsi tembakau dan paparan asap rokok,
pelatihan yang efektif atau program kepekaan dan penyadaran mengenai
pengendalian tembakau dan akses informasi yang cukup bagi masyarakat
mengenai akibat buruk dari produk tembakau terhadap kesehatan, ekonomi dan
lingkungan hidup.
Kelompok kedua tentang pasal-pasal pengendalian pasokan tembakau
(supply reduction) yaitu :
1. Perdagangan ilegal produk-produk tembakau (Pasal 15)
Para Pihak memberlakukan dan menerapkan upaya untuk mengatur
perdagangan tembakau yang secara ilegal termasuk penyelundupan,
produksi ilegal dan pemalsuan. Dengan memberikan tanda untuk
menentukan asal produk tembakau tersebut, menentukan pusat penyebaran
dan melakukan pengendalian arus produk tembakau dan status legalnya.
27
2. Penjualan kepada dan oleh anak-anak di bawah umur (Pasal 16)
Para pihak harus menetapkan aturan untuk melarang penjualan produk
tembakau kepada anak yang di bawah umur, produk tembakau harus
mencantumkan dengan jelas larangan penjualan kepada anak di bawah
umur, menempatkan tempat penjualan rokok di tempat yang sulit
dijangkau anak-anak, dan melarang penjualan rokok batangan per batang
atau dalam paket kecil.
3. Pemberian dukungan terhadap alternatif kegiatan yang laksana secara
ekonomis (Pasal 17)
Para pihak harus menyebarluaskan alternatif kegiatan yang layak
laksana secara ekonomis kepada pekerja, petani dan penjual perorangan
temabakau.
FCTC merupakan suatu konvensi yang berbeda dengan traktat
pengendalian obat masa lalu, baik dalam hal mengembangkan strategi maupun
mengendalikan dan mengatasi zat adiktif. Pasal-pasal dalam FCTC menegaskan
pentingnya strategi pengurangan permintaan terhadap produk tembakau. Hal itu
karena fokus FCTC adalah mencegah orang merokok daripada mengobati
kecanduan.
Guna memperluas perlawanan terhadap epidemi tembakau, World Health
Organization menyarankan enam langkah-langkah pengendalian tembakau dan
kematian yang disebut dengan strategi MPOWER, meliputi :5
1. Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya
5 WHO, Upaya Pengendalian Konsumsi Tembakau, Country Office for Indonesia, MPOWER.
28
Monitor penggunaan tembakau dan dampak yang ditimbulkannya
harus diperkuat untuk kepentingan perumusan kebijakan. Saat ini 2/3
negara berkembang di seluruh dunia tidak memiliki data dasar penggunaan
tembakau pada anak muda dan orang dewasa. Hampir 2/3 perokok tinggal
di 10 negara dan Indonesia menduduki posisi keempat.
2. Perlindungan terhadap Asap Tembakau
Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi orang yang menghisap rokok
tetapi juga orang di sekitarnya (perokok pasif). Lebih dari separuh negara
di dunia, dengan populasi mendekati 2/3 penduduk dunia, masih
membolehkan merokok di kantor pemerintah, tempat kerja dan di dalam
gedung. Perlindungan terhadap asap tembakau hanya efektif apabila
diterapkan kawasan tanpa rokok 100%.
3. Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok
Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti
merokok namun bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat
menjangkau 5% nya. Bantuan yang dapat diberikan adalah:
1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok yang terintegrasi
di pelayanan kesehatan primer.
2) Quitline: Telepon layanan bantuan berhenti merokok yang mudah
diakses dan cuma-cuma.
3) Terapi obat yang murah dengan pengawasan dokter.
29
4. Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau
Walaupun sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi
kesehatan, namun kebanyakan dari mereka tidak tahu apa bahayanya.
Karena itulah, pesan kesehatan wajib dicantumkan dalam bentuk gambar.
5. Eliminasi iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau
Pemasaran tembakau memiliki peranan besar dalam meningkatkan
gangguan kesehatan dan kematian karena tembakau. Larangan terhadap
promosi produk tembakau adalah senjata yang ampuh untuk memerangi
tembakau. Sepuluh tahun sejak inisiasi larangan iklan rokok dijalankan,
konsumsi rokok di negara dengan larangan iklan turun 9 kali lipat
dibandingkan dengan negara tanpa larangan iklan.
6. Raih Kenaikan Cukai Tembakau
Dengan menaikkan cukai tembakau, harga rokok menjadi lebih mahal.
Hal ini merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian
tembakau dan mendorong perokok untuk berhenti.
Strategi MPOWER harus dilaksanakan secara keseluruhan untuk mencapai
hasil yang efektif dalam menanggulangi epidemi tembakau.
2.2.1 Epidemi Tembakau
Tembakau adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari
daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering
digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun
30
digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah
atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung.
Robin Appleberry mengemukakan bahwa konsumsi tembakau secara
global menyebabkan kerugian bersih ekonomi tahunan sekitar 200 miliar dolar.6
Sejalan dengan pendapat Appleberry, Alberto Alemanno juga mengatakan bahwa
konsumsi tembakau bertanggung jawab atas kematian 650.000 jiwa setiap
tahunnya, terhitung lebih dari lima belas persen dari semua kematian di Uni
Eropa.7
Promosi aktif produk-produk tembakau oleh perusahaan-perusahaan
tembakau juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi produk-produk tembakau
yang mana juga menyebabkan peringatan-peringatan medis atas bahaya tembakau
kurang menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh masyarakat khususnya
konsumen produk tembakau. Ketika individu menyadari dampak kesehatan dari
konsumsi tembakau, kebanyakan dari penggunanya berkeinginan untuk berhenti
mengkonsumsi tembakau namun pada kenyataannya sulit untuk dilakukan
dikarenakan oleh adiksi nikotin.8
Sebatang rokok mengandung 4.000 jenis senyawa kimia beracun yang
berbahaya untuk tubuh, 43 di antaranya bersifat karsinogenik (yang menyebabkan
kanker atau meningkatkan resiko timbulnya kanker). Bahan berbahaya dan racun
6 Robin Appleberry, 2001, Breaking the Camel’s Back: Bringing Women’s Human Rights to
Bear. Yale Journal of Law & Feminism: Vol. 13: Iss. 1, Article 4. h.86
7 Alberto Alemanno, 2012, Out Sight, Out Mind: Towards a New EU Toabcco
ProductsDirective, The Shredan Press, Hanoven, h. 197.
8 Federal Trade Commission, 2005, Cigarette Report for 2003, Washington D.C, Federal
Trade Comission, h. 1.
31
dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang
merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang
sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok
pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok
pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan
penyakit jantung. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko
yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis
dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asthma.9
Dalam menangggulangi epidemi tembakau global, organisasi kesehatan
dunia yaitu World Health Organization (WHO) melalui Framework Convention
on Tobacco Control dengan 185 negara penandatangan dalam pencapaiannya,
pengendalian tembakau memerlukan koordinasi antara banyak instansi
pemerintah, lembaga akademik, asosiasi profesi dan organisasi masyarakat sipil di
tingkat negara, serta koordinasi dan dukungan kerjasama internasional dan
lembaga pembangunan.
2.3 Indonesia dan Framework Convention On Tobacco Control
2.3.1 Perjajian Internasional
Perjanjian internasional yang dibuat antar negara diatur dalam Vienna
Convention on the Law of Treaties 1969 (Konvensi Wina 1969). Konvensi ini
berlaku pada 27 Januari 1980. Konvensi ini memuat seperangkat peraturan
9 Anonim, 2012, “Komnas HAM Mendukung Aksesi FCTCEdisi IV”, Wacana HAM Edisi IV,
September 2013,h.3
32
komprehensif mengenai pembentukan, penafsiran dan pengakhiranperjanjian.10
Sebelum adanya Konvensi Wina 1969 yang mengatur tentang perjanjian
internasional antar negara baik bilateral maupun multilateral, perjanjian
internasional diadakan berdasarkan asas-asas seperti good faith, pacta
sunservanda dan perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di
dalamnya.
Perjanjian internasional atau “treaty” adalah sarana utama yang dimiliki
negara untuk memulai dan mengembangkan hubungan internasional. Perjanjian
internasional merupakan bentuk dari semua perbuatan hukum dan transaksi dalam
masyarakat internasional.11
Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 2 The Vienna
Convention on the Law of Treaties (VCLT), treaty didefinisikan sebagai:
“An international agreement concluded between States in written
form and governed by international law, whether embodied in a
single instrument or in two or more related instruments and
whatever its particular designation”.
Artinya :
Suatu persetujuan yang di buat antara negara dalam bentuk tertulis dan di
atur oleh hukum internasional, apakah dalam instrument tunggal atau dua atau
lebih instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya.
Kemudian menurut Mochtar Kusumaatmaja, perjanjian internasional
adalah perjanjian yang di adakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang
bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Berdasarkan defenisi ini
10 Huala Adolf, 1997, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo
Persada,Jakarta, h.103.
11
F. Sugeng Istanto, 2010, Hukum Internasional, Atma Jaya, Yogyakarta, h. 88.
33
subyek hukum internasional yang mengadakan perjanjian adalah anggota
masyarakat bangsa-bangsa, lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. 12
Definisi ini kemudian dikembangkan oleh pasal 1 ayat 3 Undang -Undang Nomor
37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang menerangkan bahwa 13
:
“Perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama
tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara
tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih
negara, organisasi internasional, atau subyek hukum internasional
lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah
Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.”
Dari sumber hukumnya, terdapat 2 macam perjanjian internasional yaitu :
a. Treaty Contract : Perjanjian-perjanjian seperti suatu kontrak atau
perjanjian dalam hukum perdata yang mengakibatkan adanya hak dan
kewajiban antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu saja.
b. Law Making Treaties : Perjanjian yang meletakkan ketentuan atau
kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara
keseluruhan. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
FCTC termasuk ke dalam jenis perjanjian internasional yang
bersumber pada hukum Law Making Treaties, karena perjanjian
tersebut memuat kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional
secara keseluruhan.
Selain itu, terdapat 2 macam perjanjian internasional jika ditinjau dari
sudut para pihak yang mengadakannya, yaitu antara lain:
12 Boer Mauna, 2001, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, P.T Alumni, Bandung, h. 84.
13
Ibid, h. 10.
34
a. Perjanjian Bilateral
Perjanjian yang hanya diadakan oleh dua pihak (negara) saja yang
pada umumnya hanya mengatur soal-soal khusus yang menyangkut
kepentingan kedua belah pihak saja perjanjian bilateral pada
umumnya termasuk apa yang dinamakan “treaty contracts”.
b. Perjanjian Multilateral
Perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak (negara), yang pada
umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag). Di mana hal-
hal yang diatur lazimnya hal-hal yang menyangkut kepentingan
umum, yang tidak hanya menyangkut kepentingan pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian itu saja, melainkan menyangkut pula
kepentingan lain yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian
Multilateral inilah yang umumnya dikategorikan sebagai “law making
treaties”.14
FCTC dikategorikan sebagai perjanjian multilateral. Hal ini terlihat dari
banyaknya jumlah negara yang tergabung dalam perjanjian internasional tersebut,
kemudian memiliki komitmen yang sama di dalam bidang kepentingan umum
khususnya mengenai pengendalian dampak tembakau.
2.3.2 Ratifikasi
Pada tahun 1969, negara-negara telah menandatangani Konvensi Wina tentang
perjanjian internasional, yang mulai berlaku pada tahun 1980. Pasal 2 Konvensi
Wina 1980 mendefinisikan perjanjian internasional sebagai persetujuan antara dua
14Syahmin A.K, 1985, Hukum Perjanjian Internasional (Menurut Konvensi Wina 1969),
C.V.Armico, Bandung, h.12.
35
negara atau lebih, dengan tujuan mengadakan hubungan timbal balik menurut
hukum Internasional. Dalam praktiknya, beberapa negara yang membentuk
perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi :15
1. Perjanjian internasional melalui 2(dua) tahap.
Kedua tersebut adalah tahap perundingan (negotiation) dan tahap
penandatanganan (signature). Dalam tahap perundingan ini, wakil-
wakil parapihak bertemu dalam suatu forum atau tempat khusus
membahas dan merumuskan masalah-masalah. Perumusan
tersebut kemudian menjadi hasil kata sepakat yang akhirnya berupa
naskah perjanjian. Selanjutnya naskah perjanjian tersebut
ditandatangani yang berarti telah mempunyai kekuatan mengikat bagi
para pihak yang bersangkutan. Perjanjian yang dibentuk melalui dua
tahap cukup sederhana dan cukup prosesnya. Perjanjian dua tahap ini
hanya sesuai untuk masalah-masalah yang pelaksanaannya
segera dapat diselesaikan.
2. Perjanjian internasional melalui 3(tiga) tahap.
1. Tahap perundingan (negotiation), pada tahap ini pihak-pihak
akan mempertimbangkan terlebih dahulu materi yang hendak
dicantumkan dalam naskah perjanjian. Materi tersebut ditinjau
dari sudut pandang politik, ekonomi maupun keamanan dan juga
mempertimbangkan akibat-akibat yang akan muncul setelah
perjanjian disahkan. Penunjukkan wakil suatu negara dalam
15 I Wayan Parthiana, 2003, Pengantar Hukum Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, h.
221.
36
perundingan diserahkan sepenuhnya kepada negara
bersangkutan.
2. Tahap penandatangan (signature), tahap penandatanganan
diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan
pengesahan (authentication of the text). Apabila koferensi tidak
menentukan cara pengesahan maka pengesahan dapat dilakukan
dengan penendatanganan, penandatanganan sementara atau
pembubuhan paraf. Dengan menandatangani suatu naskah
perjanjian, berarti suatu negara telah menyetujui untuk
mengikatkan diri pada suatu perjanjian.
3. Tahap ratifikasi (ratification), meskipun delegasi suatu negara
telah menandatangani suatu perjanjian internasional, tidak
berarti bahwa negara tersebut secara otomatis terikat pada
perjanjian itu. Negara tersebut baru terikat pada materi/ isi
perjanjian setelah naskah tersebut diratifikasi.
Sehingga kekuatan mengikat dari suatu perjanjian internasional erat
kaitannya dengan ratifikasi. Ratifikasi berasal dari bahasa latin yaitu
“ratificare”yang terbentuk dari kata ratus yang berarti dimantapkan (fixed) dan
facto yang berarti dibuat atau dibentuk. Jadi ratifikasi secara harafiah dapat
dikatakan disahkan melalu persetujuan (make valid by approving).16
Dalam
bahasa latin, ratifikasi mempunyai dua arti, pertama ratum babare dan ratum
ducare, ratifikasi dalam hal ini bersifat deklarator karena hanya mengesahkan
16Priyatna Abdurasyid, 1991, Instrument Hukum Nasional bagi Peratifikasian Perjanjian
Internasional, dalam Majalah Hukum Nasional BPHN No.1Tahun 1991, BPHN, Jakarta, h.29.
37
suatu perjanjian yang telah disepakati oleh wakil-wakil negara. Kedua, ratum
facare dan ratum alicuiesse, ratifikasi dalam hal ini bersifat konstitutif karena
merupakan pengesahan semua ketentuan yang tercantum dalam perjanjian, yang
berarti dapat mengikat bagi negara peserta.17
Pengertian ratifikasi dalam konvensi internasional terdapat pada Konvensi
Wina 1969 (Vienna Convention on the Law of Treaties) Pasal 2 ayat (1b):
"Ratification means in each cases the internasional act so named whereby a state
astheblishes on the internasional plan its consent to be bound by treaty".
Ratifikasi dalam artian ini merupakan suatu tindakan negara yang dipertegas oleh
pemberian persetujuannya ini menekankan adanya persetujuan yang akan
meningkatkan rencana perjanjian menjadi perjanjian internasional yang berlaku
(mengikat) bagi negara-negara peserta. Ratifikasi tersebut tidak hanya menjadi
persoalan hukum internasional, tetapi juga merupakan persoalan hukum nasional
(Hukum Tata Negara). Hukum internasional hanya menentukan pentingnya suatu
perjanjian internasional diratifikasi, sedangkan tata cara pemberian ratifikasi
perjanjian diatur oleh hukum nasional masing- masing negara. Dengan demikian
perjanjian internasional yang telah di tandatangani agar memiliki suatu kekuatan
hukum diperlukannya suatu persetujuan yang dilakukan oleh lembaga ratifikasi.
Adanya ratifikasi ini bertujuan agara suatu setiap negara dapat meninjau kembali
hasil perundingan perutusannya sebelum menerima kewajiban yang ditetapkan
dalam perjanjian internasional yang bersangkutan dan bahwa negara tersebut
mungkin memerlukan penyesuaian hukum nasionalnya dengan memperhatikan
17 Andreas Pramudianto, 1998, Ratifikasi Perjanjian Internasional di Bidang Lingkungan
Hidup, Mandar Maju, Jakarta, h.237.
38
dari segala aspek seperti hukum, politik, ekonomi, social serta budaya yang ada
didalamnya termasuk bidang kesehatan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan
yang diperjanjikan.
Ada beberapa alasan ratifikasi dianggap perlu dan penting yaitu:18
a. Perjanjian-perjanjian itu umumnya menyangkut kepentingan dan masa
depan negara dalam hal-hal tertentu, karena itu harus disahkan oleh
kekuasaan negara tertinggi.
b. Untuk menghindarkan kontroversi antara utusan-utusan yang
berunding dengan pemerintah yang mengutus mereka.
c. Perlu adanya waktu agar instansi-instansi yang bersangkutan dapat
mempelajari naskah yang diterima.
d. Pengaruh rezim parlementer yang mempunyai wewenang untuk
mengawasi kegiatan-kegiatan eksekutif.
Selain ratifikasi, dalam konvensi Wina 196 terdapat istilah lain namun
secara garis besar maknanya sama dengan ratifikasi yaitu aksesi (accession).
Walaupun menurut Konvensi Wina 1969 pengertian aksesi sama dengan
ratifikasi, namun doktrin memberi pengertian lain pada aksesi, aksesi diartikan
sebagai keikut sertaan suatu negara yang bukan negara penandatangan suatu
perjanjian internasional, dalam perjajian internasional tersebut dengan status yang
sama dengan negara para pihak penandatanganan yang pertama.19
Istilah aksesi ini
juga berlaku dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sebagai
18 Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional,Alumni,Jakarta,h.118.
19
F. Sugeng Istanto, 2010, Hukum Internasional, Atma Jaya, Yogyakarta, h.101.
39
negara yang tidak meratifikasi naskah FCTC, maka Indonesia dalam hal prosedur
pengikatan diri terhadap FCTC dapat dilakukan melalui cara aksesi.
Dalam FCTC terdapat 3 tahapan untuk memberlakukan ketentuan-
ketentuan FCTC ke dalam hukum nasional masing-masing negara peserta seperti
yang telah diatur dalam Pasal 34, 35 dan 36 konvensi ini. Setelah 90 (sembilan
puluh)hari FCTC diratifikasi oleh sedikitnya 40 negara, maka ia menjadi hukum
internasional dengan aturan dan prosedur tersendiri. Perjanjian internasionalini
hanya mengatur hubungan antar negara-negara yang telah meratifikasinya.
Negara peserta yang meratifikasi FCTC, wajib mengadopsi substansi
utama dari FCTC terhadap hukum domestik mereka sehingga negara tersebut
memiliki ikatan hukum terhadap konvensi.20
Akan tetapi, Indonesia merupakan
satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum menandatangani dan meratifikasi
FCTC serta mengingat Indonesia merupakan negara dengan peringkat ke-4
dengan jumlah perokok terbesar di dunia, banyak pendapat dan keinginan dari
berbagai pihak yang peduli lingkungan dan kesehatan yang meminta agar
pemerintah meratifikasi FCTC, namun hingga tahun 2015 pemerintah masih tetap
belum meratifikasi perjanjian tersebut. Hal tersebut karena Indonesia masih
mempertimbangkan masalah-masalah ekonomi, sosial dan budaya yang akan
dihadapi ketika FCTC tersebut diratifikasi.
Berikut ini adalah daftar negara-negara yang menandatangani dan
meratifikasi FCTC :21
20 Oscar Cabrera and Alejandro Madrazo, 2010,“Human Rights as a Tool for Tobacco Control
in Latin America”, Salud Publica de Mexico,USA, h. 288.
40
Participant Signature Ratification
Afghanistan 29-Jun-04 13 Aug 2010
Albania 29-Jun-04 26-Apr-06
Algeria 20-Jun-03 30-Jun-06
Angola 29-Jun-04 20-Sep-07
Antigua and Barbuda 28-Jun-04 5 Jun 2006
Argentina 25-Sep-03
Armenia 29 Nov 2004
Australia 5 Dec 2003 27 Oct 2004
Austria 28 Aug 2003 15-Sep-05
Azerbaijan 1 Nov 2005
Bahamas 29-Jun-04 3 Nov 2009
Bahrain 20 Mar 2007
Bangladesh 16-Jun-03 14-Jun-04
Barbados 28-Jun-04 3 Nov 2005
Belarus 17-Jun-04 8 Sep 2005
Belgium 22-Jan-04 1 Nov 2005
Belize 26-Sep-03 15 Dec 2005
Benin 18-Jun-04 3 Nov 2005
Bhutan 9 Dec 2003 23 Aug 2004
Bolivia (Plurinational State of) 27-Feb-04 15-Sep-05
Bosnia and Herzegovina 10 Jul 2009
Botswana 16-Jun-03 31-Jan-05
Brazil 16-Jun-03 3 Nov 2005
Brunei Darussalam 3 Jun 2004 3 Jun 2004
Bulgaria 22 Dec 2003 7 Nov 2005
Burkina Faso 22 Dec 2003 31-Jul-06
Burundi 16-Jun-03 22 Nov 2005
Cabo Verde 17-Feb-04 4 Oct 2005
Cambodia 25 May 2004 15 Nov 2005
Cameroon 13 May 2004 3 Feb 2006
21 United Nations- Trety Collection “Status Of The Who Framework Convention On Tobacco
Control (FCTC)”.
41
Canada 15-Jul-03 26 Nov 2004
Central African Republic 29 Dec 2003 7 Nov 2005
Chad 22-Jun-04 30-Jan-06
Chile 25-Sep-03 13-Jun-05
China 10 Nov 2003 11 Oct 2005
Colombia 10 Apr 2008
Comoros 27-Feb-04 24-Jan-06
Congo 23-Mar-04 6 Feb 2007
Cook Islands 14 May 2004 14 May 2004
Costa Rica 3 Jul 2003 21 Aug 2008
Côte d'Ivoire 24-Jul-03 13 Aug 2010
Croatia 2 Jun 2004 14-Jul-08
Cuba 29-Jun-04
Cyprus 24 May 2004 26 Oct 2005
Czech Republic 16-Jun-03 1 Jun 2012
Democratic People's Republic of
Korea 17-Jun-03 27-Apr-05
Democratic Republic of the Congo 28-Jun-04 28 Oct 2005
Denmark 16-Jun-03 16 Dec 2004
Djibouti 13 May 2004 31-Jul-05
Dominica 29-Jun-04 24-Jul-06
Ecuador 22-Mar-04 25-Jul-06
Egypt 17-Jun-03 25-Feb-05
El Salvador 18-Mar-04 21-Jul-14
Equatorial Guinea 17 Sep 2005
Estonia 8 Jun 2004 27-Jul-05
Ethiopia 25-Feb-04 25-Mar-14
European Union 16-Jun-03 30 Jun 2005
Fiji 3 Oct 2003 3 Oct 2003
Finland 16-Jun-03 24-Jan-05
France 16-Jun-03 19 Oct 2004
Gabon 22 Aug 2003 20-Feb-09
Gambia 16-Jun-03 18-Sep-07
Georgia 20-Feb-04 14-Feb-06
Germany 24 Oct 2003 16 Dec 2004
Ghana 20-Jun-03 29 Nov 2004
Greece 16-Jun-03 27-Jan-06
Grenada 29-Jun-04 14 Aug 2007
Guatemala 25-Sep-03 16 Nov 2005
Guinea 1 Apr 2004 7 Nov 2007
Guinea-Bissau 7 Nov 2008
42
Guyana 15 Sep 2005
Haiti 23-Jul-03
Honduras 18-Jun-04 16-Feb-05
Hungary 16-Jun-03 7 Apr 2004
Iceland 16-Jun-03 14-Jun-04
India 10-Sep-03 5 Feb 2004
Iran (Islamic Republic of) 16-Jun-03 6 Nov 2005
Iraq 29-Jun-04 17-Mar-08
Ireland 16-Sep-03 7 Nov 2005
Israel 20-Jun-03 24 Aug 2005
Italy 16-Jun-03 2 Jul 2008
Jamaica 24-Sep-03 7 Jul 2005
Japan 9 Mar 2004 8 Jun 2004
Jordan 28 May 2004 19 Aug 2004
Kazakhstan 21-Jun-04 22-Jan-07
Kenya 25-Jun-04 25-Jun-04
Kiribati 27-Apr-04 15-Sep-05
Kuwait 16-Jun-03 12 May 2006
Kyrgyzstan 18-Feb-04 25 May 2006
Lao People's Democratic Republic 29-Jun-04 6 Sep 2006
Latvia 10 May 2004 10-Feb-05
Lebanon 4 Mar 2004 7 Dec 2005
Lesotho 23-Jun-04 14-Jan-05
Liberia 25-Jun-04 15-Sep-09
Libya 18-Jun-04 7 Jun 2005
Lithuania 22-Sep-03 16 Dec 2004
Luxembourg 16-Jun-03 30-Jun-05
Madagascar 24-Sep-03 22-Sep-04
Malaysia 23-Sep-03 16-Sep-05
Maldives 17 May 2004 20 May 2004
Mali 23-Sep-03 19 Oct 2005
Malta 16-Jun-03 24-Sep-03
Marshall Islands 16-Jun-03 8 Dec 2004
Mauritania 24-Jun-04 28 Oct 2005
Mauritius 17-Jun-03 17 May 2004
Mexico 12 Aug 2003 28 May 2004
Micronesia (Federated States of) 28-Jun-04 18-Mar-05
Mongolia 16-Jun-03 27-Jan-04
Montenegro 4 23 Oct 2006
Morocco 16-Apr-04
Mozambique 18-Jun-03
43
Myanmar 23 Oct 2003 21-Apr-04
Namibia 29-Jan-04 7 Nov 2005
Nauru 29 Jun 2004
Nepal 3 Dec 2003 7 Nov 2006
Netherlands 16-Jun-03 27 Jan 2005
New Zealand 5 16-Jun-03 27-Jan-04
Nicaragua 7 Jun 2004 9 Apr 2008
Niger 28-Jun-04 25 Aug 2005
Nigeria 28-Jun-04 20 Oct 2005
Niue 18-Jun-04 3 Jun 2005
Norway 16-Jun-03 16 Jun 2003
Oman 9 Mar 2005
Pakistan 18 May 2004 3 Nov 2004
Palau 16-Jun-03 12-Feb-04
Panama 26-Sep-03 16 Aug 2004
Papua New Guinea 22-Jun-04 25 May 2006
Paraguay 16-Jun-03 26-Sep-06
Peru 21-Apr-04 30 Nov 2004
Philippines 23-Sep-03 6 Jun 2005
Poland 14-Jun-04 15-Sep-06
Portugal 9 Jan 2004 8 Nov 2005
Qatar 17-Jun-03 23-Jul-04
Republic of Korea 21-Jul-03 16 May 2005
Republic of Moldova 29-Jun-04 3 Feb 2009
Romania 25-Jun-04 27-Jan-06
Russian Federation 3 Jun 2008
Rwanda 2 Jun 2004 19 Oct 2005
Samoa 25-Sep-03 3 Nov 2005
San Marino 26-Sep-03 7 Jul 2004
Sao Tome and Principe 18-Jun-04 12-Apr-06
Saudi Arabia 24-Jun-04 9 May 2005
Senegal 19-Jun-03 27-Jan-05
Serbia 28-Jun-04 8 Feb 2006
Seychelles 11-Sep-03 12 Nov 2003
Sierra Leone 22 May 2009
Singapore 29 Dec 2003 14 May 2004
Slovakia 19 Dec 2003 4 May 2004
Slovenia 25-Sep-03 15-Mar-05
Solomon Islands 18-Jun-04 10 Aug 2004
South Africa 16-Jun-03 19-Apr-05
Spain 16-Jun-03 11-Jan-05
44
Sri Lanka 23-Sep-03 11 Nov 2003
St. Kitts and Nevis 29-Jun-04 21-Jun-11
St. Lucia 29-Jun-04 7 Nov 2005
St. Vincent and the Grenadines 14-Jun-04 29 Oct 2010
Sudan 10-Jun-04 31 Oct 2005
Suriname 24-Jun-04 16 Dec 2008
Swaziland 29-Jun-04 13-Jan-06
Sweden 16-Jun-03 7 Jul 2005
Switzerland 25-Jun-04
Syrian Arab Republic 11-Jul-03 22 Nov 2004
Tajikistan 21 Jun 2013
Thailand 20-Jun-03 8 Nov 2004
The former Yugoslav Republic of
Macedonia 30 Jun 2006
Timor-Leste 25 May 2004 22 Dec 2004
Togo 12 May 2004 15 Nov 2005
Tonga 25-Sep-03 8 Apr 2005
Trinidad and Tobago 27 Aug 2003 19 Aug 2004
Tunisia 22 Aug 2003 7 Jun 2010
Turkey 28-Apr-04 31 Dec 2004
Turkmenistan 13 May 2011
Tuvalu 10-Jun-04 26-Sep-05
Uganda 5 Mar 2004 20-Jun-07
Ukraine 25-Jun-04 6 Jun 2006
United Arab Emirates 24-Jun-04 7 Nov 2005
United Kingdom of Great Britain and
Northern Ireland 16-Jun-03 16 Dec 2004
United Republic of Tanzania 27-Jan-04 30-Apr-07
United States of America 10 May 2004
Uruguay 1 19-Jun-03 9 Sep 2004
Uzbekistan 15 May 2012
Vanuatu 22-Apr-04 16-Sep-05
Venezuela (Bolivarian Republic of) 22-Sep-03 27-Jun-06
Viet Nam 3 Sep 2003 17 Dec 2004
Yemen 20-Jun-03 22-Feb-07
Zambia 23 May 2008
Zimbabwe 4 Dec 2014
45
Negara Peserta yang telah menanda tangani FCTC namun belum mertifikasi :
Negara – negara yang tidak menjadi peserta FCTC dan yang tidak
menandatangani FCTC :22
22Ibid.
1. Argentina
2. Cuba
3. Haiti
4. Moroco
5. Mozambique
6. Switzerland
7. United State of America
1 Andora
2 Dominica Republic
3 Eritrea
4 Indonesia
5 Liectenstein
6 Malawi
7 Monaco
8 Somalia
9 South Sudan