BAB II TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza · glikoprotein yang diproduksi oleh plasma sel...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza · glikoprotein yang diproduksi oleh plasma sel...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza
Avian influenza (AI) merupakan virus yang termasuk ke dalam famili
Orthomyxoviridae, memiliki amplop (envelope), bersegmen dan memilki negative
single strange RNA. Avian influenza dibedakan ke dalam 3 tipe, yaitu tipe A, B,
C. Tipe A merupakan tipe AI yang sangat penting, karena virus ini tersebar luas
dimana-mana dan menginfeksi multi spesies seperti unggas dan manusia.
Sedangkan virus AI tipe B dan C merupakan virus yang patogen pada manusia
dan jarang sekali menginfeksi spesies lain.
Gambar 1. Struktur H5N1
(http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_burung)
Virus ini mempunyai bentuk yang pleomorfik, dari bentuk bulat dengan
garis tengah rata-rata 120 nm sampai berbentuk filament, juga memiliki tonjolan
pada selubung viral berupa Hemaglutinin (H) dan Neruroamidase (N) (Gambar 1).
Diperkirakan ada 9 varian H dan 14 varian N. Hemaglutinin berfungsi dalam
perlekatan virus pada sel-sel inang, sedangkan neuroamidase berfungsi dalam
menghancurkan asam neuroaminic yang berperan dalam releasing cell, pada saat
sel inang akan lisis (CFS & PHISU 2005).
Virus H5N1 memiliki waktu inkubasi berkisar antara 3-5 hari. Penularan
virus biasanya melalui unggas dan dimungkinkan pula menjangkiti beberapa jenis
6
mamalia. Penularan Flu burung pada unggas terjadi secara cepat dengan resiko
kematian yang cukup tinggi yakni sekitar 80% (KOMNAS FBPI 2010).
Patogenitas Virus Avian Influenza
Infeksi virus Avian Influenza (AI) dimulai ketika virus memasuki sel
inang setelah terjadi penempelan spike virion dengan reseptor spesifik pada
permukaan sel inang. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel inang dan akan
mengintergrasikan materi genetiknya di dalam inti sel inang. Virus menggunakan
sistem genetik pada DNA (Deoxyribbon Nucleac Acid) sel inang untuk bereplikasi
membentuk virion-virion baru dan menginfeksi sel iang disekitarnya. H5N1 dapat
bereplikasi di dalam sel nasofaring (Peiris et al. 2004), di dalam saluran
pencernaan (De jong 2005), serta dapat dideteksi dalam darah, cairan
cerebrospinal, dan tinja pada manusia yang terinfeksi (WHO 2005).
Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam/unggas yang terinfeksi flu
burung, antara lain jenggel dan pial membengkak dengan warna kebiruan,
pendarahan merata pada kaki yang berupa bintik-bintik merah, adanya cairan pada
mata dan hitung, keluar cairan eksudat jernih hingga kental dari rongga mulut,
diare, haus berlebihan, kerabang telur lembek (DEPTAN 2005). Gejala klinis
pada manusia penderita AI antara lain demam, sakit tenggorokan, batuk, keluar
ingus, infeksi mata, nyeri otot, sakit kepala, lemas dan dalam waktu singkat dapat
menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan paru-paru (pneumonia) dan
kematian (Rahayu 2010).
Sistem Kekebalan
Sistem kekebalan dibagi menjadi dua, yaitu Humoral Mediated Immunity
(HMI)/sistem kekebalan humoral dan Cellular Mediated Immunity (CMI)/sistem
kekebalan seluler. Sistem kekebalan humoral melibatkan peran sel B dan
imunoglobulin yang terdapat dalam serum, sedangkan sistem kekebalan seluler
melibatkan peran sel T (Mayer 2009). Vaksinasi adalah pemberian vaksin ke
dalam tubuh individu untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit
(Kreier dan Mortensen 1990). Pemberian vaksin pada prinsipnya dapat mencegah
terjadinya infeksi. Pencegahan dengan vaksinasi akan memberikan dampak yang
7
lebih baik karena tidak menimbulkan resistensi dan tidak meninggalkan residu
pada ternak (Soeripto 2001).
Tizard (1988) menyatakan bahwa ada dua cara imunisasi untuk membuat
hewan kebal terhadap penyakit menular. Cara pertama, disebut imunisasi pasif,
menghasilkan kekebalan sementara dengan cara memindahkan antibodi dari
hewan resisten pada hewan rentan. Antibodi yang dipindahkan secara pasif ini
memberi perlindungan secara cepat, namun demikian cepat dikatabolisasi oleh
tubuh, sehingga perlindungan makin berkurang dan akhirnya hewan yang
diimunisasi menjadi rentan lagi terhadap infeksi ulang. Antibodi pada imunisasi
pasif dihasilkan dari hewan donor melalui imunisasi aktif. Antibodi yang
diperoleh dimurnikan, kemudian diberikan kepada hewan yang masih rentan agar
terbentuk tanggap kebal. Kedua, imunisasi aktif, yaitu teknik imunisasi dengan
pemberian antigen kepada hewan, sehingga terjadi peningkatan tanggap kebal
berperantara antibody oleh hewan itu sendiri. Dibandingkan dengan imunisasi
pasif, imunisasi aktif memiliki perlindungan tubuh yang berlangsung lebih lama.
Kolostrum
Pengenalan Kolostrum
Kolostrum mengandung substansi yang berbentuk seperti susu yang
diproduksi menjelang dan segera setelah proses kelahiran. Kolostrum memililki
konsistensi agak kental dan berwarna kekuningan, kaya akan kandungan protein.
Kolostrum juga merupakan salah satu sumber gizi yang mengandung banyak
lemak, protein, karbohidrat dan beberapa mikronutrient seperti vitamin dan
mineral. Mengandung pula IgA yang berfungsi memberi perlindungan pada
traktus gastrointestinal dari berbagai infeksi pada anak yang baru lahir (Thapa
2005).
Komposisi Kolostrum
Menurut Thapa (2005), ada beberapa komponen yang terkandung dalam
kolostrum. Komponen utama terdiri dari unsur kekebalan dan unsur pertumbuhan.
8
1. Unsur kekebalan.
Unsur ini terdiri dari beberapa komponen yakni:
a. Antibodi spesifik, merupakan unsur kekebalan yang didapat dari maternal
antibodi yang telah terpapar antigen,
b. Imunoglobulin, merupakan sumber pertahanan utama, baik dalam
pencegahan maupun penanggulangan pada paparan antigen. Ada 5 tipe
imunoglobulin yaitu IgA, IgD, IgE, IgG dan IgM,
c. Prolin Rich Polypeptida (PRP), berfungsi menstimulasi thymus untuk
meregulasi sistem kekebalan dalam tubuh,
d. Lactoferrin, merupakan protein yang terikat pada unsur besi, berfungsi
dalam melawan sel kanker,
e. Cytokine dan Lympokine.
2. Unsur pertumbuhan
Memiliki fungsi dalam membantu pertumbuhan, regenerasi dan mempercepat
perbaikan pada jaringan dan organ yang mengalami gangguan. Unsur ini
terdiri dari beberapa komponen yakni:
a. EGF (Epithelial Growth Factor), berfungsi melindungi bagian permukaan
kulit, juga dalam pengaturan pertumbuhan dan regenerasi sel-sel atau
jaringan yang rusak,
b. Transforming Growth Factors A dan B (TGF A dan B), menstimulasi
proliferasi sel pada jaringan ikat dan membantu dalam proses
pembentukan sumsum tulang dan kartilago,
c. Platelet Derived Growth Factor (PDGF), membantu proses pembelahan
sel pada jaringan ikat, otot-otot halus, dan fibroblas. Juga membantu
dalam regenerasi sel neuron,
d. Vitamin dan mineral, merupakan salah satu komponen penting dalam
proses metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh,
e. Asam amino, merupakan building block (dasar penyusun) protein, yang
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan.
9
Proses Pembentukan Kolostrum (Kolostrogenesis)
Kolostrogenesis merupakan bagian dari laktogenesis atau pembentukan
susu. Laktogenesis terdiri dari dua tahap yaitu laktogenesis tahap I dan
laktogenesis tahap II. Laktogenesis tahap I ditandai dengan produksi suatu cairan
yang disebut pre-kolostrum. Laktogenesis tahap II dimulai segera sebelum induk
melahirkan, ketika kelenjar ambing pertama kali melepaskan kolostrum sampai
kelenjar ambing menghasilkan susu non-kolostrum. Kolostrogenesis diatur oleh
hormon laktogenik diantaranya adalah estrogen, progesteron, dan prolaktin.
Transfer imunoglobulin dari sirkulasi darah ke kelenjar ambing atau kolostrum
terjadi sebelum, sewaktu dan segera sesudah induk melahirkan (Toelihere 1981).
Selama masa kebuntingan terjadi, proliferasi seluler saluran ambing dan alveoli
berada di bawah pengaruh hormon progesteron dan estrogen yang berasal dari
ovarium dan plasenta (Hidayat et al. 2009).
Kolostrogenesis terjadi bersamaan dengan penurunan kadar progesteron
dan estrogen di dalam darah dan peningkatan kadar prolaktin atau hormon
laktogenik dari kelenjar hipofisa. Prolaktin dibutuhkan untuk memulai sekresi
susu dan mempertahankan laktasi. Peningkatan prolaktin didukung oleh stimulasi
kelenjar ambing melalui penghisapan dan pengeluaran kolostrum atau air susu
dari alveoli kelenjar ambing (Hidayat et al. 2009).
Imunoglobulin
Menurut Simorangkir (1995), imunoglobulin (Ig) merupakan suatu fraksi
globulin serum yang berhubungan dengan aktivitas pertahanan tubuh.
Imunoglobulin berperan utama dalam mekanisme kekebalan yang diperantai oleh
antibodi. Mayer (2009) menyatakan bahwa imunoglobulin merupakan molekul
glikoprotein yang diproduksi oleh plasma sel melalui respon immunogen yang
memilki fungsi sebagai antibodi.
Struktur Imunoglobulin
Struktur imunoglobulin tersusun atas rantai berat/panjang (heavy chains)
dan rantai ringan/pendek (light chains). Semua rantai disatukan oleh ikatan
disulfida. Setiap imunoglobulin mengandung oligosakarida (karbohidrat), yang
berfungsi sebagai sumber energi. Terdiri
variabel/konstan sebagai tempat ikatan dengan antigen dan
region), mempunyai sifat fleksibel dan juga merupakan terbentuknya bentuk Y
pada molekul antibodi (Gambar 2) (Mayer 2009)
Gambar
(http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/IgStruct2000.htm)
Imunoglobulin Sapi
Klasifikasi imunoglobulin dibagi berdasarkan
panjang/heavy chains yang terbentuk pada
pada sapi terdiri dari :
1. Imunoglobulin G
dalam tubuh yang
2000). Selain itu j
yaitu sekitar 85-
2 rantai ringan L. IgG pada sapi terdiri dari 2 macam sub
dan IgG2 dengan berat molekul masing
al. 1998).
2. Imunoglobulin M atau
1988). Kandungan dalam kolostrum sekitar 7%. Terdiri atas lima
monomer (pentamer) dengan berat molekul sebesar 900 kDa. Molekul
monomer dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida pada
Regio
Variabel/konstan
berfungsi sebagai sumber energi. Terdiri dari dua regio, yaitu
variabel/konstan sebagai tempat ikatan dengan antigen dan regio engsel (
, mempunyai sifat fleksibel dan juga merupakan terbentuknya bentuk Y
pada molekul antibodi (Gambar 2) (Mayer 2009).
Gambar 2. Struktur Dasar Imunoglobulin
(http://pathmicro.med.sc.edu/mayer/IgStruct2000.htm)
Klasifikasi imunoglobulin dibagi berdasarkan fungsi dan susunan rantai
yang terbentuk pada regio variabel/konstan. Imunoglobulin
Imunoglobulin G atau Gamma (γ), merupakan Ig dengan jumlah terbesar
yang berfungsi dalam menstimulasi fagositosis (Decker
Selain itu juga sebagai komponen utama dalam kolostrum sa
-90%. Immunoglobulin ini terdiri dari 2 rantai berat H dan
2 rantai ringan L. IgG pada sapi terdiri dari 2 macam sub-kelas yaitu IgG1
dan IgG2 dengan berat molekul masing-masing sebesar 150 kDa (Roitt
Imunoglobulin M atau Mu (µ), dihasilkan pada kekebalan primer (Tizzard
Kandungan dalam kolostrum sekitar 7%. Terdiri atas lima
monomer (pentamer) dengan berat molekul sebesar 900 kDa. Molekul
monomer dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida pada
10
, yaitu regio
engsel (hinge
, mempunyai sifat fleksibel dan juga merupakan terbentuknya bentuk Y
susunan rantai
Imunoglobulin
dengan jumlah terbesar
berfungsi dalam menstimulasi fagositosis (Decker
uga sebagai komponen utama dalam kolostrum sapi
erdiri dari 2 rantai berat H dan
kelas yaitu IgG1
masing sebesar 150 kDa (Roitt et
Mu (µ), dihasilkan pada kekebalan primer (Tizzard
Kandungan dalam kolostrum sekitar 7%. Terdiri atas lima
monomer (pentamer) dengan berat molekul sebesar 900 kDa. Molekul
monomer dihubungkan satu sama lain dengan ikatan disulfida pada
11
domain CH4 menyerupai gelang. Tiap monomer dihubungkan satu dengan
lainnya pada ujung permulaan dan akhirnya oleh protein J yang berfungsi
sebagai kunci (Roitt et al. 1998).
3. Imunoglobulin A atau Alpha (α), berfungsi dalam mencegah perlekatan
mikroba pada sel-sel epitel. Terdiri dari 2 jenis yaitu IgA dalam serum dan
IgA dalam mukosa. IgA berbentuk dimer yang terdiri dari 2 molekul
monomer, dan sebuah komponen sekretori serta sebuah rantai J dengan
berat molekul sekitar 385 kDa (Roitt et al. 1998).
4. Imunoglobulin D atau Delta (δ), sebagai reseptor antigen (Tizzard 1988).
Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000-70.000 dan l2% terdiri dari
karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan
imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga
berperan dalam diferensiasi sel (Roitt et al. 1998).
5. Imunoglobulin E atau epsilon (€), bereaksi pada hipersensitifitas,
membantu eosinofil menghancurkan parasit (Decker 2000).
Gambar 3. Klasifikasi Imunoglobulin (Santoso 2010)
SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis)
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan fraksi-fraksi zat berdasarkan
migrasi partikel bermuatan listrik di bawah pengaruh medan listrik karena adanya
12
perbedaan ukuran, bentuk, muatan, atau sifat kimia molekul (Handayani 2006).
SDS-PAGE merupakan salah satu teknik elektroforesis yang banyak digunakan
pada bidang biokimia, forensik, genetik dan biologi molekuler untuk memisahkan
protein sesuai dengan kemampuan mobilitas elektroforesis protein tersebut
(Anonim 2010).
Sodium Dodecyl Sulfate (SDS), merupakan sebuah deterjen bermuatan
negatif, berfungsi untuk mengikat daerah hidrofobik dari molekul protein,
sehingga menyebabkan molekul protein tersebut membentang dari rantai globular
menjadi rantai polipeptida linier. Cara kerja SDS, yaitu melepaskan masing-
masing molekul protein dari asosiasinya dengan protein lain atau molekul lipid.
Teknik elektroforesis menggunakan bahan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) banyak
digunakan pada proses pemisahan protein dan asam nukleat. Menurut Rantam
(2003), SDS akan mengikat residu hidrofobik dari bagian belakang peptida secara
komplit, dengan demikian protein SDS-komplek bermigrasi melalui
poliakrilamid, tergantung pada berat molekul.
Selama elektroforesis terjadi di dalam agar, protein dipengaruhi oleh dua
gaya yaitu gaya elektroforetik dan gaya elektroendosmotik. Gaya elektroforetik
disebabkan oleh perbedaan potensial, menyebabkan protein berpindah ke anoda,
sedangkan gaya elektroendosmotik menyebabkan perpindahan protein ke katoda
(Handayani 2006).
Polyacrylamide gel, memiliki konsistensi seperti gel (jelly). Dibentuk
melalui polimerisasi dari acrylamide dan bisacrylamide. Polyacrilamide gel ini
berfungsi untuk menahan protein-protein yang memilki molekul besar, sehingga
migrasi dari protein ini akan lambat dan tertahan di daerah atas dari sumur-sumur
elektroforesis. Sedangkan protein bermolekul kecil akan tersaring ke bawah.
Dalam pembentukan polyacrylamide gel diperlukan TEMED (Tetraetilendiamin)
sebagai inisiasi terjadinya polimerisasi antara acrylamide dan bisacrylamide
(Anonim 2010).
SDS-PAGE banyak digunakan untuk mengetahui tingkat kemurnian suatu
protein, penentuan berat molekul, untuk mengetahui komposisi subunit dari
protein, juga kadang dapat digunakan untuk menyusun kembali suatu protein, dan
13
dapat digunakan untuk pembelajaran pada bidang spektrometri dan proteomic
(Anonim 2010).
Terdapat dua wilayah pada gel SDS-PAGE, bagian wilayah atas adalah
stacking gel (gel pengumpul) dimana protein akan ditekan ke bawah menuju
lapisan tipis melalui arah migrasi katoda ke anoda. Hal ini terjadi karena stacking
gel mengandung ion Cl- (klorin) yang memiliki kecepatan migrasi lebih cepat
dibandingkan migrasi protein sampel, juga adanya ion glycine dari larutan buffer
yang memilki kecepatan lebih lambat, sehingga molekul protein akan
terperangkap diantara dua ion tersebut. Selanjutnya molekul protein masuk ke
wilayah bawah atau resolving gel, dimana gel ini memiliki pori-pori yang lebih
kecil dibandingkan stacking gel dikarenakan memilki pH yang lebih tinggi dan
konsentrasi garam yang tinggi. Pada wilayah ini, ion glicyne akan diionisasi oleh
gradient voltase yang dialiri ke dalam gel, sehingga menyebabkan molekul-
molekul protein terpisah tergantung pada ukuran dan berat molekul (Promega
Corp 2011). Mekanisme sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme sederhana SDS-PAGE (Laemmli 1970)