BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Dinding Geser Beton Bertulang Kantilever ......
-
Upload
nguyencong -
Category
Documents
-
view
247 -
download
5
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Dinding Geser Beton Bertulang Kantilever ......
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Core wall
Dinding stuktural beton bertulang adalah salah satu sistem yang paling
umum digunakan untuk menahan beban lateral (beban gempa dan beban angin)
pada daerah gempa. Dinding tersebut menyediakan kekuatan besar dan kekakuan
serta kapasitas deformasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan gerakan tanah
gempa kuat. Sebagai alat untuk melakukan analisis respon spectrum dan praktek
dalam perencanaan berbasis kinerja yang telah menjadi umum, penggunaan dinding
beton bertulang dan core wall untuk perlawanan gaya lateral bersama dengan
rangka slab-colomn gravity telah muncul sebagai salah satu sistem pilihan untuk
gedung gedung tinggi. (Wallace, 2007)
Cara suatu struktur menahan gaya lateral, tidak saja mempengaruhi desain
elemen-elemen vertikal struktur, tetapi juga elemen horisontalnya. Tiga macam
bidang vertikal sebagai komponen penahan gaya lateral (dinding geser, bracing
diagonal dan aksi rangka). Dalam bidang horisontal digunakan diafragma,
umumnya dibentuk oleh lantai dan bidang atap gedung, atau rangka horisontal
(Schueller, 1977).
Mekanisme dasar untuk menjamin adanya kestabilan lateral dapat diperoleh
dengan menggunakan hubungan kaku pada struktur bertingkat rendah sampai
menengah dan penggunaan (dinding geser, bracing diagonal dan aksi rangka) pada
gedung bertingkat menengah dan tinggi. Struktur rangka kurang efisien sebagai
pemikul beban lateral dibandingkan dengan dinding geser atau bresing diagonal.
Gedung-gedung bertingkat menengah dan tinggi seringkali mempunyai rangka
dasar yang diperkaku pada tepi gedung atau disekitar daerah layan. Biasanya
elemen struktur pengaku ini diletakkan pada lokasi yang tidak menimbulkan
masalah fungsional (Schueller, 1977).
Menurut SNI 1726:2012 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Gedung. Dinding geser ada 2 jenis yaitu:
5
1. Dinding Geser Beton Bertulang Kantilever
Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk
memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang runtuhnya
disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya
sendi plastis pada kakinya, di mana nilai momen lelehnya dapat mengalami
peningkatan terbatas akibat pengerasan regangan. Rasio antara tinggi dan
lebar dinding geser tidak boleh kurang dari 2 dan lebar tersebut tidak boleh
kurang dari 1,5 m.
2. Dinding Geser Beton Bertulang Berangkai
Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk
memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang terdiri dari dua
buah atau lebih dinding geser dan dirangkaikan oleh balok perangkai dan
yang runtuhnya terjadi akibat sendi – sendi plastis pada ke dua ujung balok
perangkai dan pada kaki semua dinding geser, masing – masing momen
leleh sendi plastis dapat mengalami peningkatan hampir sepenuhnya akibat
pergeseran regangan. Rasio antara bentang dan tinggi balok perangkai tidak
boleh lebih dari 4.
Dinding geser juga dapat dikategorikan berdasarkan geometrinya, yaitu:
1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio
hw/lw ≥ 2 dan desainnya dikontrol oleh perilaku lentur.
2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw
≤ 2 dan desainnya dikontrol oleh perilaku geser.
3. Coupled shear wall (dinding berangkai), merupakan sepasang dinding
menahan momen guling yang terjadi akibat beban gempa, yang
dihubungkan oleh balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan tekan
yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan dinding tersebut.
Gambar 2.1 memperlihatkan dinding geser sebagai dinding luar atau dalam,
ataupun berupa inti yang memuat ruang lift atau tangga. Susunan geometri sistem
dinding geser tidak terbatas, bentuk-bentuk dasar yang umum diperlihatkan pada
lingkaran pusat. Bentuk segitiga, persegi panjang, sudut, kanal dan flens lebar
adalah contoh-contoh bentuk yang dikenal dalam bahasa arsitektur. Sistem dinding
6
geser pada dasarnya dapat dibagi menjadi sistem terbuka dan tertutup. Sistem
terbuka terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap
melingkupi ruang geometris, seperti bentuk: L, X, V, Y, T, dan H, namun
sebaliknya sistem tertutup melingkupi ruang geometris seperti bentuk: bujur
sangkar, segitiga, persegipanjang dan bulat (Schueller, 1977).
2.2 Sistem Ganda Beton Bertulang
Dalam Standar Perencanaan Gempa untuk Struktur Gedung SNI 1726:2012,
gabungan sistem antara portal dan dinding geser disebut sebagai sistem ganda.
Sistem ganda akan memberikan kemampuan pada bangunan untuk menahan beban
yang lebih baik, terutama terhadap beban gempa. Penggunaan sistem ganda struktur
beton bertulang memberikan batas tinggi bangunan hingga mencapai 50 tingkat,
sedangkan apabila digunakan pada struktur baja dapat mencapai sampai 40 tingkat.
Struktur Sistem Ganda (Dual System) memiliki kemampuan yang tinggi
dalam memikul gaya geser. Pada sistem gabungan antara portal dengan dinding
geser, gaya geser disebabkan adanya interaksi antara keduanya. Interaksi tersebut
terjadi karena kedua sistem tersebut mempunyai perilaku defleksi yang berbeda.
Gambar 2.1 Sistem Geometri Dinding Geser
Sumber : High Rise Building Structures
7
Beban lateral mengakibatkan dinding geser akan berperilaku flexural/bending
mode, sedangkan rangka akan berdeformasi dalam shear mode, dengan demikian
gaya geser dipikul oleh rangka pada bagian atas dan dinding geser memikul gaya
geser pada bagian bawah (SNI 1726:2012).
Menurut Standar Perencanaan Gempa untuk Struktur Gedung SNI
1726:2012, rangka pemikul momen harus sesuai dengan ketentuan dalam Tata
Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002 dan
harus mampu memikul minimal 25% dari keseluruhan beban lateral.
Pemeriksaan terhadap rangka pemikul momen harus dilakukan apabila sistem
rangka pemikul momen menerima beban geser akibat gempa lebih dari 10%. Bila
beban lateral akibat gempa yang dipikul oleh sistem rangka pemikul momen kurang
dari 10%, maka pemeriksaan terhadap kemampuan untuk memikul 25% beban
lateral dapat diabaikan (SNI 1726:2012).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam sistem ganda (dual system) adalah
sebagai berikut:
1. Rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi.
2. Pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan
rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara
terpisah dan mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban
lateral.
3. Kedua sistem harus direncanakan mampu memikul secara bersama-sama
seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda suatu
sistem struktur yang gaya-gaya lateralnya dipikul oleh rangka ruang
pemikul momen, yang bekerja sejajar dengan dinding geser atau rangka
berdasarkan kekauan relatifnya.
2.3 Tegangan Pada Dinding Geser
Penggunaan shell element sebagai pemodelan dinding geser akan dapat
langsung memberikan nilai tegangan pada dinding geser. Tegangan dasar pada shell
element diidentifikasi sebagai S11, S22, S12, S13, dan S23. S21 selalu sama dengan
S12, sehingga sebenarnya tidak perlu untuk menentukan S21 bila S12 telah
8
ditentukan. Gambar 2.2 menunjukkan contoh dari masing-masing jenis tegangan
dasar pada shell element (CSI 2009).
Gambar 2.2 Tegangan pada Shell element
Sumber: Contents and Index SAP2000
Tegangan dalam shell element dilaporkan untuk kedua bagian atas dan bawah
dari shell element. Bagian atas dan bawah dari elemen didefinisikan relatif terhadap
sumbu lokal elemen-3. Sisi positif sumbu-3 dari elemen dianggap bagian atas
elemen. Pada gambar 2.3 , tegangan internal di bagian atas elemen termasuk
tegangan pada joint A dan C dan tegangan internal pada bagian bawah elemen
termasuk tegangan pada joint B dan D. Gambar 2.3 menggambarkan titik-titik
dimana SAP2000 melaporkan nilai-nilai tegangan dalam shell element (CSI 2009).
Tegangan geser transversal (S13 dan S23) yang dihitung oleh SAP2000
adalah nilai rata-rata. Tegangan geser transversal yang sebenarnya adalah distribusi
parabola yang mana nol pada permukaan atas dan bawah serta memiliki maksimum
atau nilai minimum pada permukaan tengah elemen. SAP2000 menunjukkan nilai
rata-rata geser transversal. Sebuah pendekatan untuk tegangan geser transversal
maksimum (atau minimum) adalah 1,5 kali tegangan geser rata-rata. Gambar 2.4
menggambarkan arah yang positif untuk tegangan dalam elemen yaitu S11, S22,
9
S12, S13 dan S23 serta arah positif untuk tegangan utama, S-Max dan S-Min, dan
arah positif untuk tegangan geser transversal maksimum, S-Max-V. Untuk
menentukan nilai dari, tegangan geser transversal maksimum, S-MaxV, dapat
dihitung dari Persamaan 2.1 (CSI 2009).
𝑆 − 𝑀𝑎𝑥 𝑉 = √𝑆132 + 𝑆23
2 (2.1)
Gambar 2.3 Titik tegangan pada Shell element
Sumber: Contents and Index SAP2000
10
Gambar 2.4 Tegangan arah positif pada Shell element
Sumber: Contents and Index SAP2000
2.4 Kinerja Struktur Gedung Tahan Gempa
Sebagian besar bangunan tahan gempa direncanakan dengan prosedur yang
ditulis dalam peraturan perencanaan bangunan (building codes). Peraturan dibuat
untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap gempa besar yang mungkin
terjadi, dan untuk menghindari atau mengurangi kerusakan atau kerugian harta
benda terhadap gempa sedang yang sering terjadi.
Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic
design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru
maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang
realistic terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan
kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan
datang. Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja dimulai dengan membuat
model rencana bangunan kemudian melakukan simulasi kinerjanya terhadap
berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi memberikan informasi tingkat kerusakan
(level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan berapa besar
11
keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic
loss) yang akan terjadi. Mengacu pada NEHRP & FEMA 273 (Gambar 2.5.) yang
menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis kinerja, maka kategori level kinerja
struktur adalah:
a. Operasional: Tidak ada kerusakan berarti pada struktur dan non-struktrur
(bangunan tetap berfungsi).
b. Segera dapat dipakai (IO: Immediate Occupancy), yaitu tidak ada kerusakan
yang berarti pada struktur, dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir
sama dengan kondisi sebelum gempa.
c. Keselamatan penghuni terjamin (LS: Life-Safety), yaitu terjadi kerusakan
komponen struktur, kekakuan berkurang, tetapi masih mempunyai ambang
yang cukup terhadap keruntuhan. Komponen non-struktur masih ada tetapi
tidak berfungsi. Dapat dipakai lagi jika sudah dilakukan perbaikan.
d. Terhindar dari keruntuhan total (CP: Collapse Prevention) yaitu kerusakan yang
berarti pada komponen struktur dan non-struktur. Kekuatan struktur dan
kekakuannya berkurang banyak, hampir runtuh. Kecelakaan akibat kejatuhan
material bangunan yang rusak sangat mungkin terjadi
Gambar 2.5 Ilustrasi Level Kinerja Struktur Berbasis Kinerja
Sumber : FEMA 273 (1997)
12
Hal penting dari perencanaan berbasis kinerja adalah sasaran kinerja
bangunan terhadap gempa dinyatakan secara jelas. Sasaran kinerja terdiri dari
kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard), dan taraf kerusakan
yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap
kejadian gempa tersebut. Level Kinerja adalah pembatasan derajat kerusakan yang
ditentukan oleh kerusakan fisik struktur dan elemen struktur sehingga tidak
membahayakan keselamatan pengguna gedung
ATC-40 memberi batasan rasio drift atap untuk berbagai macam tingkat kinerja
struktur yang ditampilkan pada tabel 2.1 dimana Vi adalah gaya geser pada lantai ke-
i, dan Pi adalah jumlah total beban grafitasi yang bekerja pada lantai ke-i (total
beban mati dan beban hidup). Adalah suatu analisis statis nonlinier di mana
pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai
beban-beban statis yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang
nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan
yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur
bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami
perubahan bentuk pasca elastik yang besar sampai mencapai kondisi plastik.
Nonlinier statis pushover dianggap lebih unggul daripada analisis linier,
seperti analisis klasik dengan beban lateral statis ekuivalen dan analisis superposisi
modal, karena Nonlinier statis pushover secara jelas mempertimbangkan faktor
inelastik setelah batas leleh (yield) komponen struktur pada waktu menahan
intensitas gempa sedang dan besar. Nonlinier statis pushover juga lebih menarik
daripada analisa dinamik nonlinier yang merupakan analisa paling kompleks di
antara semua analisa gempa yang ada, karena Nonliner statis pushover
menghasilkan perkiraan nilai tunggal besaran akibat goncangan gempa (seperti
deformasi lateral, interstory drift, gaya dalam dan momen, dan rotasi sendi plastis)
untuk desain atau evaluasi.
Dari analisis ini didapat kurva kapasitas yang menunjukkan hubungan gaya
geser dasar terhadap peralihan, yang memperlihatkan perubahan perilaku struktur
dari linier menjadi nonlinier, berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan
13
dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada kolom
dan balok.
2.4.1 Simpangan Batas
SNI 1726-2012 pasal 7.8.6 mengatur simpangan antar lantai tingkat akibat
gempa desain (Δ) harus sebagai perbedaan defleksi pada pusat masa di tingkat
teratas dan terbawah yang ditinjau. Simpangan antar lantai desain (Δ), tidak boleh
melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (Δα) = 0,02hsx, seperti didapatkan dari
Tabel 2.2 pada lampiran A.
Pengaruh retak pada komponen-komponen struktur akibat beban gempa
juga harus diperhitungkan pada analisis struktur untuk memperhitungkan kekuatan
gaya-gaya dalam dan simpangan pada struktur. Pada SNI 03-2847-2002 ditentukan
momen inersia penampang komponen-komponen struktur utuh (Ig) harus dikalikan
dengan suatu faktor reduksi.
2.4.2 Sendi Plastis
Sendi plastis merupakan bentuk ketidakmampuan struktur khususnya balok
menahan gaya dalam. Pemodelan sendi digunakan untuk mendefinisikan perilaku
nonlinear force-displacement atau momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada
beberapa tempat berbeda di sepanjang bentang balok atau kolom. Pemodelan sendi
adalah rigid dan tidak memiliki efek pada perilaku linier pada member. Dalam studi
ini, elemen kolom menggunakan tipe sendi default-PMM, dengan pertimbangan
Parameter
Performance Level
IO Damage
Control LS
Structural
Stability
Maksimum
Total Drift
0,01 0,01 s/d 0,02 0,02 0,33(Vi/Pi)
Maksimum
Inelastik Drift
0,005 0,005 s/d
0,015
No limit No limit
Tabel 2.1. Batasan Rasio Drift Atap
Sumber : ATC 40
14
bahwa elemen kolom terdapat hubungan gaya aksial dengan momen (diagram
interaksi P-M). Sedangkan untuk elemen balok menggunakan default-V2 dan
default-M3, dengan dengan pertimbangan bahwa balok efektif menahan gaya geser
pada sumbu 2 dan momen dalam arah sumbu kuat (sumbu-3), sehingga diharapkan
sendi plastis terjadi pada balok. Sendi diasumsikan terletak pada masing-masing
ujung pada elemen balok dan elemen kolom.
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Gaya Dengan Perpindahan Sumber : CSI 2007
Hubungan gaya dengan perpindahan ditampilkan pada Gambar 2.7
menunjukkan perilaku sendi plastis pada FEMA 356. Grafik tersebut juga berlaku
untuk hubungan momen dengan rotasi. Properti sendi yang digunakan dapat
dihitung secara otomatis dengan automatic hinge dalam program SAP2000 v17
sesuai material dan properti penampang yang digunakan sesuai FEMA 356 (CSI
2007).
Pada program SAP 2000 v17, warna untuk setiap kondisi sendi plastis
adalah sebagai berikut:
A : Awal pembebanan, belum terbentuk sendi plastis.
B : Batas elastis, sendi plastis pertama terbentuk dalam warna merah muda.
IO : Immediate Occupancy, sendi plastis terbentuk dalam warna biru tua.
LS: Life Safety, sendi plastis terbentuk dalam warna biru muda.
CP: Collapse Prevention, sendi plastis terbentuk dalam warna hijau.
C : Collapse, sendi plastis terbentuk dalam warna kuning.
D : Residual point, sendi plastis terbentuk dalam warna orange.
15
E : Runtuh, sendi plastis terbentuk dalam warna merah.
2.5 Mekanisme Keruntuhan Gedung
Untuk menghindari keruntuhan total maka harus direncanakan suatu
mekanisme keruntuhan struktur bangunan yang aman, yaitu saat terjadi gempa tidak
mengakibatkan keruntuhan total (collapse) pada bangunan. Berdasarkan
terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur maka ada dua tipe mekanisme
keruntuhan yang biasa terjadi pada analisis statis sebagai batasan analisis yaitu
mekanisme keruntuhan balok (beam sway mechanism) dan mekanisme keruntuhan
kolom (column sway mechanism) (Lumantarna, 2010).
Beam sway mechanism merupakan tipe keruntuhan yang disyaratkan SNI
03-1726-2002 yang mana mekanisme ini hanya dapat terjadi jika kekuatan kolom
lebih besar dari balok, dimana dalam konsep desain kapasitas hal tesebut dikenal
dengan persyaratan kolom kuat balok lemah.
Mekanisme tipe keruntuhan beam sway mechanism lebih dikehendaki
daripada column sway mechanism, karena beberapa alasan berikut:
1. Pada balok jumlah sendi plastis yang terbentuk lebih banyak sehingga
energi yang dipancarkan akan semakin banyak dan merata.
2. Sendi plastis yang terjadi pada kolom akan terbentuk hanya pada ujung-
ujung kolom pada suatu lantai saja sehingga pemencaran energi hanya
terjadi pada sejumlah kecil elemen.
3. Daktilitas kurvatur yang dituntut dari balok untuk menghasilkan daktilitas
struktur tertentu, pada umumnya jauh lebih mudah dipenuhi daripada kolom
yang seringkali tidak memiliki cukup daktilitas akibat besarnya gaya aksial
tekan yang bekerja.
Mekanisme keruntuhan beam sway mechanism dan column sway
mechanism dapat dilihat pada kedua ilustrasi yang ditampilkan pada Gambar 2.9.
16
a) Beam Sway Mechanism b) Column Sway Mechanism
2.6 Metode Analisis Pushover
Metode analisis pushover ATC-40 (1996) merupakan salah satu komponen
performance based design yang menjadi sarana untuk mengetahui kapasitas suatu
struktur. Dasar dari metode ini sangat sederhana, yaitu memberikan pola beban
statis tertentu dalam arah lateral yang besarnya ditingkatkan secara terus menerus
sampai struktur tersebut mencapai target perpindahan tertentu atau mencapai pola
keruntuhan tertentu. Dari hasil analisis, dapat digambarkan hubungan antara gaya
geser dasar dan simpangan atap, hubungan tersebut kemudian dipetakan sebagai
kurva kapasitas struktur. Selain itu, analisis pushover juga dapat memperlihatkan
secara visual perilaku struktur pada saat kondisi elastis, plastis dan sampai
terjadinya keruntuhan pada elemen-elemen strukturnya.(Dewobroto, 2004)
Analisis pushover adalah suatu cara analisis statis non-linier dimana
pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai
beban-beban statis yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang
nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan
yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur
bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami
perubahan bentuk pasca–elastis yang besar sampai mencapai kondisi
plastis.(Dewobroto, 2004)
Analisis dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statis pada
struktur yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai
satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Pada proses pushover,
struktur didorong sampai mengalami leleh di satu atau lebih lokasi di struktur
tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum
Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Gedung
Sumber: Lumantarna dan Muljati (2010)
17
mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Kurva pushover
dipengaruhi oleh pola distibusi gaya lateral yang digunakan sebagai beban dorong.
Analisis Statis Nonlinier Pushover dilakukan dengan beberapa tujuan, antara
lain:
Untuk mengetahui gaya geser dasar maksimum yang mampu ditahan oleh
struktur, perpindahan pada kondisi leleh pertama dan ultimit dan
mekanisme keruntuhan terhadap gempa.
Untuk mengetahui perpindahan dalam satu arah dan daktilitas struktur.
Untuk mengestimasi bagian struktur yang lebih banyak mengalami
kerusakan selama respon gempa nonlinear.
Dalam melakukan Analisis Nonlinier Statis Pushover perlu dilakukan
penentuan letak sendi plastis pada ujung-ujung balok dan kolom karena perilaku
sendi plastis pada elemen-elemen struktur mempengaruhi kinerja struktur secara
global (CSI, 2007).
2.7 Titik Kinerja
Kriteria evaluasi kinerja kondisi bangunan didasarkan pada gaya dan
deformasi yang terjadi ketika perpindahan titik kontrol berada pada titik kinerja.
Jadi titik kinerja sangat penting peranannya bagi perencanaan berbasis kinerja. Ada
beberapa cara menentukan titik kinerja, dua yang cukup terkenal adalah metode
Displacement Coeficient FEMA 356 dan 440 dan metode Capacity Spectrum ATC
40.
2.7.1 Metode Displacement Coefficient (FEMA 356)
Pada metode displacement coefficient (FEMA 356) titik kinerja berada pada
koordinat target perpindahan dan gaya geser dasar yang terjadi pada target
perpindahan tersebut, perhitungan dilakukan dengan memodifikasi respons elastik
linier sistem struktur SDOF ekuivalen dengan faktor modifikasi C0, C1, C2 dan C3
sehingga dapat dihitung target perpindahannya, dengan menetapkan dahulu waktu
getar efektif (Te) untuk memperhitungkan kondisi inelastik struktur gedung
(Gambar 2.8).
18
δT = C0. C1. C2. C3. Sa (Te
2. π)
2
g (2.2)
Dimana :
δT : Target perpindahan.
Te : Waktu getar alami efektif.
C0 : Faktor modifikasi untuk mengkonversi spectral displacement
struktur SDOF ekuivalen menjadi roof displacement struktur sistem
MDOF, sesuai Table 3-2 FEMA 356
C1 : Faktor modifikasi untuk menghubungkan peralihan inelastik
maksimum dengan peralihan respons elastik linier. Nilai C1 = 1,0
untuk Te ≥ Ts dan untuk Te < Ts :
C1 =[1 + (R − 1)
Ts
Te]
R (2.3)
C2 : Faktor modifikasi untuk memperlihatkan pinched hysteresis shape,
degradasi kekakuan dan penurunan kekuatan pada respon peralihan
maksimum, sesuai FEMA 356.
C3 : Faktor modifikasi untuk memperlihatkan kenaikan peralihan akibat
efek p-delta. Untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh
bernilai positif maka C3 = 1,0. Sedangkan untuk gedung dengan
perilaku kekakuan pasca-leleh negatif,
C3 = 1,0 +|α|(R − 1)
32⁄
Te (2.4)
R adalah strength ratio, besarnya dapat dihitung dengan persamaan :
R =Sa
Vy
W⁄
Cm (2.5)
Sa : Akselerasi spektrum respons pada waktu getar alami fundamental
efektif dan rasio redaman pada arah yang ditinjau.
Vy : Gaya geser dasar pada saat leleh.
W : Berat efektif seismic.
Cm : Faktor massa efektif.
19
α : Rasio kekakuan pasca leleh dengan kekakuan elastik efektif, dimana
hubungan gaya peralihan nonlinier diidealisasikan sebagai kurva
bilinier (Gambar 2.8).
Ts : Waktu getar karakteristik respons spektrum.
g : Percepatan gravitasi 9,81 m/det².
Gambar 2.8 Idealisasi kurva kapasitas (force-displacement). Sumber : FEMA 356
2.7.2 Metode Displacement Coefficient (FEMA 440)
Metode Displacement Coefficient FEMA 440 merupakan Metode
Displacement Coefficient FEMA 356 yang telah dimodifikasi dan diperbaiki.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung target perpindahan tetap sama, yaitu
sesuai persamaan (2.1). Akan tetapi mengalami modifikasi dan perbaikan dalam
menghitung faktor C1 dan C2 berikut ini:
20
C1 = 1 +R − 1
a. Te2
(2.6)
Nilai konstanta a adalah 130, 90 dan 60 untuk site kategori B, C dan D.
Untuk waktu getar < 0,2 detik maka nilai C1 pada 0,2 detik dapat dipakai, sedangkan
untuk waktu getar > 1 detik maka C1 = 1,0.
C2 = 1 +1
800(
R − 1
Te)
2
(2.7)
Untuk waktu getar < 0,2 detik maka nilai C2 pada 0,2 detik dapat dipakai,
sedangkan untuk waktu getar > 0,7 detik maka C2 = 1,0.
2.7.3 Metode Capacity Spectrum (ATC40)
Pada metode capacity spectrum ATC40 proses dimulai dengan
menghasilkan kurva hubungan gaya perpindahan yang memperhitungkan kondisi
inelastis struktur. Proses tersebut sama dengan Metode Displacement Coefficient,
tetapi hasilnya diplot ke dalam format ADRS (acceleration displacement response
spectrum). Format tersebut adalah konversi sederhana dari kurva hubungan gaya
geser dasar dengan perpindahan dengan menggunakan properti sistem dinamis dan
hasilnya disebut sebagai kurva kapasitas struktur. Gerakan tanah gempa juga
dikonversi ke dalam format ADRS. Hal itu menyebabkan kurva kapasitas dapat di-
plot-kan pada sumbu yang sama sebagai gaya gempa perlu. Pada format tersebut
waktu getar ditunjukkan sebagai garis radial dari titik pusat sumbu. Waktu getar
ekuivalen (Te) dianggap sebagai waktu getar tepat dimana gerakan tanah gempa
perlu yang direduksi karena adanya efek redaman ekuivalen bertemu pada kurva
kapasitas. Karena waktu getar ekuivalen dan redaman merupakan fungsi dari
perpindahan maka penyelesaian untuk mendapatkan perpindahan inelastik
maksimum atau titik kinerja (Performance Point) adalah bersifat iteratif. ATC-40
menetapkan batas redaman ekuivalen untuk mengantisipasi adanya penurunan
kekuatan dan kekakuan yang bersifat gradual.
21
Gambar 2.9 Penentuan titik kinerja (performance point) meurut metode capacity
spectrum ATC40 Sumber : ATC 40
2.8 Penelitian Tentang Kinerja Dinding Geser
Penelitian tentang kinerja dinding geser telah banyak dilakukan dan masih
tetap dilakukan karena perilaku dinding geser terhadap perilaku struktur secara
keseluruhan sangat menarik untuk diteliti dan untuk mendapatkan pemodelan yang
relevan dengan perilaku dinding geser pada kenyataan di lapangan. Berikut beberapa
penelitian yang berkaitan.
2.8.1 Rana, Rahul (2004)
Kinerja dari gedung beton bertulang sembilan belas lantai dengan
dinding geser. Mereka melakukan analisis pushover dengan bantuan
program SAP2000 dan ETABS. Gedung yang didesain terletak di Kota
San Fransisco dengan luas bangunan 430.000 ft2. Analisis kinerja
dengan metode pushover dilakukan untuk mengetahui performa dari
gedung. Analisis nonlinear adalah salah satu metode yang
memungkinkan untuk mengetahui kinerja struktur terhadap gempa kuat.
(Rana, Rahul 2004)
Gedung yang ditinjau oleh Rana, Rahul dkk merupakan gedung
beton bertulang sembilan belas lantai dengan dinding geser. Gedung
dengan tinggi total 240 ft, dan luas kotor bangunan 430.000 ft2, untuk
22
lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.11 mengenai geometri dan letak
dinding geser bangunan. Biasanya gedung dengan tinggi 240 ft di
wilayah gempa 4 akan menggunakan kombinasi dinding geser dengan
rangka pemikul momen sebagai penahan beban lateral. Tetapi dengan
adanya beberapa fitur arsitektur sehingga membuat penggunaan rangka
pemikul momen menjadi sulit. Pertama, ruang terbuka sepanjang 60 ft
membatasi jumlah rangka pemikul momen. Kedua, pada arah tenggara
bangunan terdapat dua kolom pembatas yang tidak terhubung pada
lantai enam bangunan dan enam kolom baru yang digunakan sebagai
kolom tambahan dengan kemiringan vertikal 20 derajat. Tebal dinding
geser 15 in pada lantai ke-15 sampai atap, dan 27 in pada lantai ke-14
kebawah kecuali dinding transversal pada bagian timur gedung yang
memiliki ketebalan 36 in pada lantai ke-6 sampai kedasar bangunan.
Dinding geser dimodel sebagai layered shell element dan equivalent
frame element. Pada penggunaan shell element sendi plastis nonlinear
tidak dapat ditetapkan pada model, sedangakan pada penggunaan
equivalent frame element penetapan sendi plastis dapat dilakukan.
Dinding geser dimodelkan sebagai rangka denga cara menghubungkan
rangka ekuivalen dan lantai dengan rigid links pada sisi dinding geser
tanpa openingan, atau dengan balok dengan rigid end offsets diatas
openingan dinding geser.
Verivikasi analisis dilakukan dengan cara membandingkan periode
modal setiap model, hasil yang diperoleh yaitu model dengan equivalent
frame element memiliki periode lebih besar 5,8 % dari model shell
element. Kinerja gedung dilihat pada kurva kapasitas yang diperoleh
dari analisis pushover (gambar 2.10). Pada titik kinerja diketahui bahwa
beberapa sendi plastis pada gedung telah mengalami kelelehan. Sendi
putar plastis ditemukan sesuai dengan yang dihitung oleh program
SAP2000 telah dikonfirmasi sesuai batas yang dikeluarkan oleh FEMA
dan ATC untuk perencanaan pada batas life safety. Sesuai yang
ditunjukan oleh Chopra (2001), bahwa analisis pushover terbatas dalam
perghitungan sendi putar plastis. Namun drift antar lantai menjadi
23
indikator yang lebih relevan dari kinerja bangunan. Drift antar tingkat
rata-rata pada saat titik kinerja ditunjukan pada tabel 2.2. Rata-rata dari
nilai drift antar tingkat berada dibawah nilai yang direkomendasikan
oleh FEMA.
Gambar 2.10 Kurva Kapasitas Pushover Sumber : Pushover Analysis Of A 19 Story Concrete Shear Wall
Building, Rana, R. 2004
Tabel 2.2 Rata-Rata Simpangan Atap Saat Mencapai Titik Kinerja
Sumber : Pushover Analysis Of A 19 Story Concrete Shear Wall Building, Rana, R. 2004
24
2.8.2 Y.M. Fahjan (2010)
Y.M. Fahjan, dkk melakukan percobaan untuk mencari metode
pemodelan analisis nonlinear pada gedung beton bertulang dengan
dinding geser. Dalam analisis nonlinear, model material nonliniear dari
rangka mid-pear pada umumnya didasarkan pada konsep sendi plastis
yang terletak pada zona plastis di ujung dari elemen struktur atau
tersebar disepanjang bentang elemen. Perilaku nonlinear pada shell
element pada umumnya dimodel sebagai multi layer shell element
dengan model material yang berlapis. (Y.M Fahjan, 2010)
Struktur yang ditinjau merupakan gedung sekolah yang sudah
berdiri. Struktur gedung memiliki lima tingkat dengan tinggi masing-
masing tingkat 3,5 m. Gedung berada pada zona gempa satu, dengan
profil tanah Z2 dan faktor keutamaan gedung (I) 1,5. Kurva spektrum
desain disesuaikan dengan standar gempa Turki. Dalam penilitiannya
Y.M. Fahjan membuat model dinding geser dengan rangka mid-pear
dan dengan shell element. Rangka mid-pear diasumsikan dengan sendi
plastis PMM, sedangkan multi layer shell element dimodelkan sebagai
layered shell dengan menggunakan bantuan program SAP2000. Rangka
mid-pear dimodel dengan dua metode berbeda, pertama dimodel dengan
sendi plastis berdasarkan FEMA 356, kedua dimodel dengan sendi
plastis berdasarkan hasil perhitungan dari model potongan layered shell.
Kurva pushover untuk ketiga model ditunjukan oleh gambar 2.12.
Untuk menghitung kinerja, kurva pushover dikonversi menjadi kurva
kapasitas menggunakan mode program. Titik kinerja yang diperoleh
sesuai peraturan gempa Turki ketiga model adalah 0,107 m. Drift antar
tingkat pada saat titik kinerja ketiga model memiliki nilai yang identik
dan memiliki nilai simpangan atap yang sama ditunjukan pada gambar
2.13.
25
Gambar 2.11 Kurva Kapasitas Pushover Sumber : Nonlinear Analysis Methods for Reinforced Concrete Buildings
with Shear walls, Y.M. Fahjan, 2010
Gambar 2.12 Drift Antar Tingkat Sumber : Nonlinear Analysis Methods for Reinforced Concrete Buildings
with Shear walls, Y.M. Fahjan, 2010