BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir),...

30
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan 2.1.1 Definisi Persalinan Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam uterus (rahim) melalui jalan lahir. Saat persalinan terjadi proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan yang normal terjadi pada umur kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) (Bobak, 2012; Sukarni & Wahyu, 2013). Menurut Rohani et al (2011) persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan Terdapat lima faktor esensial yang mempengaruhi proses persalinan dan kelahiran. Faktor-faktor tersebut dikenal dengan lima P: passenger (penumpang, yaitu janin dan plasenta), passageway (jalan lahir), powers (kekuatan), position (posisi ibu), dan psychologic respons (respon psikologis) (Bobak, 2012). 1) Passanger (Penumpang) Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka plasenta dianggap juga

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir),...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari

dalam uterus (rahim) melalui jalan lahir. Saat persalinan terjadi proses membuka

dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan yang normal

terjadi pada umur kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) (Bobak, 2012; Sukarni

& Wahyu, 2013). Menurut Rohani et al (2011) persalinan merupakan proses

pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui

jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat

kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

Terdapat lima faktor esensial yang mempengaruhi proses persalinan dan kelahiran.

Faktor-faktor tersebut dikenal dengan lima P: passenger (penumpang, yaitu janin

dan plasenta), passageway (jalan lahir), powers (kekuatan), position (posisi ibu),

dan psychologic respons (respon psikologis) (Bobak, 2012).

1) Passanger (Penumpang)

Passenger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi

beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.

Karena plasenta juga harus melewati jalan lahir, maka plasenta dianggap juga

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

12

sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Namun plasenta jarang

menghambat proses persalinan pada kehamilan normal (Sumarah et al, 2009)

2) Passageway (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat, dasar panggul,

vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut

menunjang keluarnya bayi meskipun itu jaringan lunak, tetapi panggul ibu jauh

lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya

terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul

perlu diperhatikan sebelum persalinan dimulai (Sumarah et al, 2009)

3) Power (Kekuatan)

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-oto

perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. Kekuatan primer yang diperlukan

dalam persalinan adalah his yaitu kontraksi otot-otot rahim, sedangkan sebagai

kekuatan sekundernya adalah tenaga meneran ibu (Rohani et al.2011).

4) Position (Posisi Ibu)

Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Menurut

Melzack, dkk tahun 1991 dalam Bobak (2012) mengubah posisi membuat rasa letih

hilang, memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi yang baik dalam

persalinan yaitu posisi tegak yang meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk, dan

jongkok. Posisi tegak dapat memberikan sejumlah keuntungan, hal itu dikarenakan

posisi tegak memungkinkan gaya gravitasi membantu penurunan janin, dapat

mengurangi insiden penekanan tali pusat, mengurangi tekanan pada pembuluh

darah ibu dan mencegah kompresi pembuluh darah serta posisi tegak dapat

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

13

membuat kerja otot-otot abdomen lebih sinkron (saling menguatkan) dengan rahim

saat ibu mengedan (Bobak, 2012).

5) Psychologic Respons (Psikologis)

Psikologis adalah kondisi psikis klien dimana tersedianya dorongan positif,

persiapan persalinan, pengalaman lalu, dan strategi adaptasi/coping (Sukarni &

Wahyu, 2013). Psikologis adalah bagian yang krusial saat persalinan, ditandai

dengan cemas atau menurunnya kemampuan ibu karena ketakutan untuk mengatasi

nyeri persalinan. Respon fisik terhadap kecemasan atau ketakutan ibu yaitu

dikeluarkannya hormon katekolamin. Hormon tersebut menghambat kontraksi

uterus dan aliran darah plasenta (Manurung, 2011).

Faktor psikologis tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: Melibatkan psikologis

ibu, emosi, dan persiapan intelektual; Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya;

Kebiasaan adat; Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu (Rohani et al,

2011).

2.1.3 Tahap-tahap Persalinan

Tahap-tahap persalinan dibagi menjadi empat yaitu:

1) Kala I

Kala satu persalinan dimulai sejak awal kontraksi uterus yang teratur dan meningkat

(frekueni, intensitas dan durasi) hingga servik menipis dan membuka lengkap (10

cm). Kala I terdiri dari atas dua fase, yaitu fase inisial (laten) dan fase aktif. Fase

laten berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm dan fase aktif dari

pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm. face aktif dibagi

dalam tiga fase lagi, yakni: fase akselerasi yaitu pembukaan 3 cm menjadi 4 cm

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

14

dalam waktu 2 jam; fase dilatasi maksimal yaitu pembukaan 4 cm menjadi 9 cm

dalam waktu 2 jam; dan fase deselerasi yaitu pembukaan lambat kembali, dari

pembukaan 9 cm sampai pembukaan lengkap (10 cm) dalam waktu 2 jam. Fase-

fase tersebut dijumpai pada primigravida, sedangkan dalam multigravida juga

terjadi fase tersebut, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi lebih

pendek (Sukarni & Wahyu, 2013; Wiknjosastro, 2008).

2) Kala II

Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan

berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.

Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi

(Wiknjosastro, 2008).

3) Kala III

Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya

plasenta dan selaput ketuban. Tahap ini berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

Karakteristik pelepasan plasenta ditandai dengan uterus bulat dan keras, tiba-tiba

darah keluar dan tali pusat memanjang (Manurung, 2011 & Wiknjosastro, 2008).

4) Kala IV

Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam

pertama post partum. Tahap ini disebut juga dengan tahap pemulihan (Bobak,

2012). Hal yang perlu dievaluasi dalam kala IV yaitu tanda-tanda vital, kontraksi

uterus, perdarahan pervaginam dan kondisi vesika urinaria (Manurung, 2011 &

Wiknjosastro, 2008).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

15

2.1.4 Psikologi Saat Persalinan Kala I

Perubahan psikologi dapat terjadi pada ibu dalam persalinan Kala I, terutama bagi

ibu yang pertama kali melahirkan, perubahan-perubahan tersebut diantaranya:

1) Perasaan tidak enak

2) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang akan dihadapi

3) Ibu dalam menghadapi persalinan sering memikirkan antara lain apakah

persalinan berjalan normal

4) Menganggap persalinan sebagai cobaan

5) Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam menolongnya

6) Apakah bayinya normal atau tidak

7) Apakah ia sanggup merawat bayinya

8) Ibu merasa cemas (Sumarah et al, 2009).

Menurut Sukarni & Wahyu (2013) menyatakan bahwa pada kala I tidak jarang ibu

akan mengalami perubahan psikologi diantaranya, rasa takut, stress,

ketidaknyamanan, cemas, marah-marah dan lain-lain.

2.1.5 Dukungan Saat Persalinan

Dukungan dalam persalinan dapat dilakukan oleh Ayah (Pasangan), Kakek-Nenek

(orang tua ibu), dan saudara kandung bayi (Bobak, 2012). Kakek-Nenek atau orang

tua ibu yang melahirkan dapat dilibatkan sebagai dukungan terhadap ibu yang akan

menghadapi persalinan. Mereka mungkin memiliki cara untuk meredakan nyeri

ataupun meningkatkan kenyaman orang tua bayi berdasarkan pengalaman mereka.

Selain itu mereka dapat menggantikan ayah/pasangan ibu yang bersalin. Dukungan

dari saudara kandung bayi/anak yang lebih besar juga dapat dilibatkan, selain untuk

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

16

membantu persiapan anak menerima perubahan yang akan terjadi dengan kehadiran

anak baru juga dapat memberi semangat pada ibu (Bobak, 2013). Kehadiran suami

atau pasangan sangat dianjurkan untuk mendampingi ibu selama persalinan karena

pendekatan langsung dapat mendorong komunikasi diantara pasangan sehingga

dapat mengatasi semua kekhawatiran (Liu, 2007).

Chapman (1992) dalam buku Bobak (2012) menyatakan ada tiga peran yang dapat

dilakukan oleh pria selama proses persalinan dan melahirkan, yakni peran sebagai

pelatih, teman satu tim, dan saksi. Sebagai pelatih suami secara aktif membantu istri

selama dan sesudah kontraksi persalinan. Suami bertindak sebagai teman satu tim

akan membantu istri selama proses persalinan dan melahirkan dengan berespon

terhadap permintaan istri akan dukungan fisik atau dukungan emosi atau keduanya.

Dalam berperan sebagai saksi, suami bertindak sebagai teman dan memberikan

dukungan emosi dan moral serta hadir disamping istri untuk memperhatikan segala

tindakan yang diberikan kepada istri selama persalinan (Bobak, 2012).

Seorang pendamping harus dilibatkan dalam persiapan pra-persalinan dan

pembuatan keputusan berpartisipasi dalam menyusun rencana melahirkan serta

kemungkinan perubahan rencana jika situasi berubah. Selama persalinan,

pendamping tersebut dapat terus menemani ibu berjalan-jalan dengannya jika ibu

dapat berjalan terutama di awal persalinan, mendukung keputusannya tentang

pereda nyeri, dan mendorong mekanisme koping apapun yang ibu pilih (Fraser et

al, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Mukhoirotin dan Khusniyah pada tahun

2010 menunjukan bahwa ada pengaruh pendampingan suami terhadap kecemasan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

17

ibu pada proses persalinan kala I. Dengan data yang diperoleh menunjukan bahwa

sebagian besar responden mengalami penurunan kecemasan yaitu kecemasan

ringan sebanyak 4 (40%) responden dan tidak mengalami kecemasan sebanyak 5

(50%) responden. Sedangkan yang mengalami peningkatan kecemasan menjadi

cemas sedang sebanyak 1 (10%) responden.

2.2 Kecemasan

2.2.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan atau ansietas adalah ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran

yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi

sumbernya sebagian besar tidak diketahui (Maramis, 2009). Kecemasan sebagai

emosi tanpa obyek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui dan didahului oleh

pengalaman baru. Kecemasan berbeda dengan rasa takut. Takut mempunyai sumber

yang jelas dan obyeknya dapat didefinisikan. Takut merupakan penilaian terhadap

stimulasi yang mengancam dan cemas merupakan respon emosi terhadap penilaian

tersebut (Stuart dan Sundeen, 2006). Cemas adalah sebuah emosi dan pengalaman

subjektif dari seseorang dan merupakan suatu keadaan yang membuat seseorang

tidak nyaman yang terbagi dalam beberapa tingkatan (Kusuma & Hartono, 2011).

2.2.2 Tanda Dan Gejala Cemas

Tanda dan gejala umum yang berkaitan dengan kecemasan dapat dibagi menjadi

gejala somatik dan psikologis (Conley, 2006):

1) Gejala somatik yang timbul diantaranya: 1) keringat berlebih; 2) ketegangan

pada otot skelet: sakit kepala, kontraksi pada bagian belakang leher atau dada,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

18

suara bergetar, nyeri punggung; 3) sindrom hiperventilasi: sesak nafas, pusing,

parestesi; 4) gangguan fungsi gastrointestinal: nyeri abdomen, tidak nafsu

makan, mual, diare, konstipsi; 5) iritabilitas kardiovaskuler: hipertensi,

takikardi; 6) disfungsi genitourinaria: sering buang air kecil, sakit saat

berkemih, impoten, sakit pelvis pada wanita, kehilangan nafsu seksual.

2) Gejala psikologis antara lain: 1) gangguan mood: sensitive sekali, cepat marah,

mudah sedih; 2) kesulitan tidur: insomnia, mimpi buruk, mimpi yang berulang-

ulang; 3) kelelahan, mudah capek; 4) kehilangan motivasi dan minat; 5)

perasaan-perasaan yang tidak nyata; 6) sangat sensitive terhadap suara: merasa

tak tahan terhadap suara-suara yang sebelumnya biasa saja; 7) berpikiran

kosong, tidak mampu berkonsentrasi, mudah lupa, bingung; 8) kikuk,

canggung, koordinasi buruk; 9) tidak bisa membuat keputusan, tidak bisa

menentukan pilihan bahkan untuk hal-hal kecil; 10) gelisah, resah, tidak bisa

diam; 11) kehilangan kepercayaan diri; 12) kecenderungan untuk melakukan

segala sesuatu berulang-ulang; 13) keraguan dan ketakutan yang mengganggu;

14) terus menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi persalinan dapat dibagi

menjadi faktor presipitasi dan faktor predisposisi antara lain:

1) Faktor Presipitasi:

(1) Faktor biologi: rasa nyeri persalinan

(2) Faktor psikologi: ketakutan akan menjadi orang tua baru, hubungan

keluarga yang tidak harmonis, adanya trauma akan persalinan yang lalu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

19

(3) Faktor sosial: tidak adanya dukungan dalam keluarga (Susanti, 2008).

2) Faktor Predisposisi

(1) Tingkat Pengetahuan dan Pendidikan

Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami kecemasan.

Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang persalinan baik dari orang

terdekat, keluarga, tenaga kesehatan, maupun dari berbagai media seperti majalah

dan lainnya. Pasangan suami istri yang berpendidikan tinggi dan mengikuti kelas

ibu hamil serta banyak membaca buku tentang kelahiran mereka lebih tenang dan

siap dalam proses persalinan (Bobak, 2012).

(2) Usia

Usia ibu dapat memberikan dampak terhadap perasaan cemas saat persalinan. Ibu

usia di bawah 20 tahun kesiapan mental masih sangat kurang sehinngga dalam

menghadapi kelahiranpun masih belum mantap. Ibu berusia di atas 35 tahun

meskipun secara fisik risiko terjadinya komplikasi lebih besar, tetapi secara mental

mereka lebih siap (Musbikin, 2007).

(3) Paritas

Paritas juga dapat mempengaruhi kecemasan. Pada primigravida merasakan

kecemasan karena tidak adanya bayangan mengenai apa yang akan terjadi saat

bersalin nanti dan mendengar cerita mengerikan dari teman atau kerabat tentang

pengalaman saat melahirkan seperti ibu atau bayi meninggal dan hal ini dapat

mempengaruhi pikiran ibu mengenai proses persalinan yang menakutkan. Pada

multigravida muncul perasaan cemas biasanya diakibatkan oleh bayangan rasa sakit

yang dideritanya dulu sewaktu melahirkan (Musbikin, 2007).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

20

(4) Keadaan fisik ibu

Seseorang yang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan

dibandingkan dengan orang yang tidak menderita sakit. Jika seorang ibu yang hamil

disertai dengan suatu penyakit penyerta maka ibu tersebut akan lebih cemas lagi

karena berisiko terjadi hal-hal yang patologis (Morgan, 2005).

(5) Pendamping Persalinan

Pendamping persalinan merupakan faktor pendukung dalam lancarnya persalinan

karena dukungan orang terdekat terutama suami sangat mempengaruhi kecemasan

ibu saat persalinan. Kehadiran suami membuat ibu merasa lebih tenang dan siap

menghadapi proses persalinan (Musbikin, 2007).

2.2.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2006) cemas terdiri dari empat tingkatan yaitu:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berkaitan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsinya. Orang

yang mengalami kecemasan ringan masih mampu menghadapi situasi yang

bermasalah, dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan yang akan

datang. Perasaan relative aman dan nyaman. Tanda-tanda vital normal, ketegangan

otot minimal, pupil normal atau kontriksi. Pada tingkat ini dapat memotivasi belajar

dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2) Kecemasan Sedang

Pada kecemasan sedang dapat menyebabkan persepsi sempit dan terfokus pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain, namun dapat melakukan sesuatu

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

21

yang lebih terarah dan kesulitan dalam berkonsentrasi. Pandangan pengalaman

pada saat ini berkaitan dengan masa lalu dan dapat mengabaikan kejadian dalam

situasi tertentu; kesulitan dan membutuhkan usaha yang lebih dalam beradaptasi

dan menganalisa. Tanda-tanda vital normal atau sedikit meningkat, tremor,

bergetar.

3) Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terkini dan spesifik serta tidak

dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi

ketegangan. Orang yang mengalami kecemasan berat memerlukan banyak

pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Pembelajaran sangat

terganggu; sangat kebingungan dan tidak mampu berkonsentrasi. Pandangan

pengalaman saat ini berkaitan pada masa lalu. Hampir tidak mampu mengerti

situasi yang dihadapi saat ini. Tanda-tanda vital meningkat, diaphoresis, ingin

kencing, nafsu makan turun, pupil dilatasi, otot-otot tegang, pandangan menurun,

sensasi nyeri meningkat.

4) Panik

Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan

terror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,

orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Panik dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan aktiftas motorik, menurunnya kemampuan

untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

22

pemikiran yang rasional. Seseorang mungkin menjadi pucat, tekanan darah

menurun, hipotensi, koordinasi otot-otot lemah, nyeri, sensasi pendengaran

minimal. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika

berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat

bahkan kematian.

2.2.5 Penatalaksanaan Kecemasan

Untuk menangani kecemasan dapat dilakukan dengan metode farmakologi dan non-

farmakologi. Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan cemas memerlukan suatu

metode pendekatan yang bersifat holistic, yaitu mencakup fisik (somatik),

psikologik/psikiatrik, psikososial dan psikorelegius. Terapi psikofarmaka untuk

mengatasi cemas menggunakan anticemas (anxiolytic) seperti diazepam,

chlordiazepoxide HCL, oxazolam, hydroxine HCL, dan karva-karva rhizome.

Terapi komplementer/alternatif juga dapat dilakukan untuk mengurangi

kecemasan, seperti musik, aromaterapi, terapi tertawa, relaksasi otot progresif,

meditasi dan lain-lain (Elliot et al, 2011). Di Amerika Serikat terapi musik sudah

banyak dilakukan untuk mengatasi kekurangan dalam aspek fisik, emosi, kognitif

dan sosial pada orang dewasa. Musik dan ritme-ritme tertentu dimainkan dengan

berbagai alat dan diyakini dapat membawa ketenangan pikiran dan memberikan

kenyamanan fisik. Denggan mendengarkan musik seseorang menjadi rileks

(Djohan, 2006).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

23

2.2.6 Alat Ukur Kecemasan

Mengukur kecemasan dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan langsung,

mendengarkan cerita serta mengobservasi baik perilaku maupun verbalnya.

Perilaku non verbal dapat sebagi signal atau tanda mengalami kecemasan.

Kecemasan seseorang dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur (instrumen)

kecemasan. Terdapat beberapa instrumen kecemasan yang sudah teruji validitass

dan reabilitasnya, misalnya Hamilton Rating Scale for Anxiety (HaRS-A),

Depression Anxiety and Stress Scales (DASS), Beck Anxiety Inventory (BAI) dan

Tailor Manifest Anxiety Scale (T-MAS).

Instrumen HaRS-A merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada

munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Skala HaRS-A

pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton

dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada

penelitian trial clinic. Skala HaRS-A telah dibuktikan memiliki validitas dan

reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian

trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran

kecemasan dengan menggunakan skala HaRS-A akan diperoleh hasil yang valid

dan reliable (Nursalam, 2008; Stuart dan Sunden, 2006).

Skala HaRS-A yang sudah dianggap baku memiliki 14 item symptom pertanyaan

meliputi perasaan cemas, ketegangan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan,

perasaan depresi/murung, gejala somatik/fisik, gejala sensorik, gejala

kardiovaskuler, gejala pernapasan, gejala gastrointestinal, gejala urogenitalia,

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

24

gejala vegetative atau autonomy, gejala perilaku (Stuart dan Sunden, 2006).

Memiliki lima tingkatan skor yaitu skor 0= Tidak ada gejala (keluhan), skor 1= Satu

dari gejala yang ada, skor 2= Dua atau separuh dari gejala yang ada, skor 3= Lebih

dari separuh gejala yang ada, skor 4= Semua gejala ada. Dengan penentuan derajat

kecemasan nilai dari item 1-14 maka skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi 56,

dan hasilnya sebagai berikut skor < 14= tidak ada kecemasan, skor 14-20=

kecemasan ringan, skor 21-27= kecemasan sedang, skor 28-41= kecemasan berat,

skor 42-56= panik (Stuart dan Sunden, 2006).

DASS digunakan untuk menilai keparahan gejala inti depresi, kecemasan dan

stress. Intrumen ini terdiri atas 42 pertanyaan atau seperangkat skala subjektif yang

dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan

stress. Setiap skala subjektif tersebut terdiri dari 14 butir pernyataan. Masing-

masing pernyataan yang akan diukur dipilih dengan pilihan jawaban (skor) 0= tidak

pernah dialami sama skali, 1= jarang dialami, 2= sering dialami, 3= selalu dialami.

Setelah responden menjawab pernyataan tersebut, skor dijumlahkan dan

diinterpretasikan. Untuk kecemasan 0-7= normal, 8-9= ringan, 10-14= sedang, 15-

19= berat dan > 20= sangat berat (McDowell, 2006).

BAI digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan sesuai dengan keluhan pasien

dan dirancang khusus untuk meminimalkan perancu dengan gejala depresi. BAI

terdiri dari 21 item pertanyaan yang mengukur kejala somatik terdiri dari 14 item

dan tujuh item mencerminkan aspek subjektif dari kecemasan tersebut. Kuesioner

BAI dapat diisi sendiri oleh pasien atau melalui wawancara oleh peneliti. Masing-

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

25

masing item pertanyaan dijawab oleh responden jika gejala tidak dialami diberi skor

nol, gejala dirasakan ringan atau tidak merasa terganggu skornya satu, gejala

dirasakan sedang atau cukup merasa terganggu skornya dua dan gejala dirasakan

berat atau sangat merasa terganggu skornya tiga. Skor setiap item kemudian

dijumlahkan dari hasil penjumlahan dapat diketahui tingkat kecemasan seseorang.

Skor 0-7= normal, 8-15= cemas ringan, 16-25= cemas sedang, 26-63= cemas berat

(McDowell, 2006).

T-MAS modifikasi Ginting (2001) merupakan instrumen kecemasan untuk

mengukur skala kecemasan ibu bersalin. Alat ukur ini biasanya digunakan peneliti

dengan teknik wawancara secara langsung kepada responden. Terdiri dari 24

pernyataan, masing-masing pernyataan diberi nilai “Ya” atau “Tidak”, jika

tanggapan “Ya” mendapat skor satu sedangkan “Tidak” mendapat skor nol.

Penjumlahan skor dapat dikategorikan jika < 6= cemas ringan, 7-12= cemas sedang,

13-18= cemas berat, 19-24= panik (Saryono, 2010).

2.2.7 Dampak Kecemasan saat Kala I Persalinan

Kecemasan pada saat persalinan akan memicu pembentukan katekolamin atau

hormon stres. Peningkatan kadar katekolamin pada kala I dapat menyebabkan aliran

darah yang semestinya ke rahim dan plasenta beralih ke organ-organ penting seperti

jantung, paru-paru, otak dan otot rangka sehingga aliran darah ke rahim dan

plasenta menurun. Penurunan aliran darah ke rahim dan plasenta dapat

memperlambat kontraksi rahim dan mengurangi pasokan oksigen ke janin. Dengan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

26

demikian kecemasan dapat berpotensi memperpanjang kala I sehingga

memperlambat kemajuan proses persalinan (Simkin, 2005).

2.2.8 Konsep Kecemasan Dalam Menghadapi Persalinan

Persalinan merupakan proses alamiah yang dialami seorang ibu hamil akan tetapi

tidak setiap ibu hamil akan selalu siap menghadapi parsalinan karena persalinan

disertai rasa nyeri dan pengeluaran darah. Ketidaksiapan akan menimbulkan rasa

takut dan cemas pada ibu terutama pada wanita yang baru pertama kali melahirkan

karena pada umumnya belum memiliki gambaran mengenai kejadian yang akan

dialami pada persalinan (Maramis, 2009). Disamping itu masyarakat juga masih

memiliki paradigma persalinan merupakan pertaruhan hidup dan mati, sehingga ibu

yang akan melahirkan mengalami ketakutan dan kecemasan, umumnya takut mati

baik terhadap dirinya sendiri ataupun bayi yang akan dilahirkannya (Kartono,

2007).

Kecemasan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses

persalinan dan berakibat pembukaan kurang lancar. Dampak dari kecemasan dapat

menimbulkan rasa sakit pada persalinan dan berakibat timbulnya kontraksi uterus

dan dilatasi serviks yang tidak baik. Kecemasan menyebabkan vasokontriksi di

uterus sehingga vaskularisasi uterus berkurang dan hal ini menyebabkan kontraksi

uterus berkurang akibatnya persalinan bertambah lama (Mochtar, 2002).

Berdasarkan penelitian yang berkaitan dengan kejadian persalinan lama, 65%

disebabkan karena kontraksi uterus yang tidak efisien. Terdapat disfungsional

kontraksi uterus sebagai respon terhadap kecemasan sehingga menghambat

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

27

aktifitas uterus. Respon tersebut merupakan bagian dari komponen psikologis,

sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor psikologis mempunyai pengaruh terhadap

terjadinya gangguan proses persalinan (Old et al, 2000).

Proses persalinan tidak hanya bersifat somatis, akan tetapi juga bersifat

psikosomatis, sebab banyak elemen psikis ikut mempengaruhi kelancaran atau

kelambatan proses melahirkan bayi tersebut. Peristiwa melahirkan bayi secara

simultan menimbulkan banyak ketegangan, ketakutan, kecemasan, dan emosi-

emosi penting lainnya. Pada proses melahirkan bayi pengaruh-pengaruh psikis bisa

menghambat dan memperlambat proses kelahiran atau bisa juga mempercepat

kelahiran bayi, maka fungsi biologis dari reproduksi itu sangat dipengaruhi oleh

kehidupan psikis dan kehidupan emosional ibu yang bersangkutan (Dahro, 2012).

2.3 Nyeri

2.3.1 Definisi Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan adalah pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait

dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin

selama persalinan dan kelahiran (Stright, 2004). Terdapat pernyataan yang sama

dari Arifin (2008) bahwa nyeri persalinan merupakan pengalaman subyektif tentang

sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks

serta penurunan janin selama persalinan.

2.3.2 Mekanisme Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan pada kala I persalinan disebabkan oleh dua hal yaitu, kontraksi

rahim yang menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia rahim

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

28

(penurunan aliran darah sehingga oksigen lokal mengalami defisit) akibat kontraksi

myometrium. Impuls rasa nyeri pada kala I persalinan ditranmisi melalui segmen

saraf spinalis T11-12 dan saraf-saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik

lumbar atas. Saraf-saraf ini berasal dari korpus uterus dan servik. Nyeri ini mulai

dari bawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke

paha (Bobak, 2004).

Nyeri akibat perubahan servik dan iskemia rahim merupakan nyeri viseral. Pada

dasarnya, semua nyeri viseral dijalarkan melalui serabut saraf nyeri kecil tipe C,

sehingga hanya dapat menjalarkan rasa nyeri tipe pegal dan pedih. Nyeri viseral

akibat iskemia rahim terbentuk dari produk akhir metabolik yang asam atau produk

yang dihasilkan oleh jaringan, seperti bradykinin dan enzim proteolitik atau bahan

lain yang merangsang ujung saraf nyeri. Nyeri yang timbul akibat viskus spastik

dicetuskan dalam bentuk kram dengan rasa nyeri yang menghebat dan kemudian

menghilang. Proses ini berlanjut secara berulang, timbulnya setiap beberapa menit

sekali. Timbulnya siklus berulang tersebut disebabkan oleh perulangan kontraksi

otot polos (Guyton & Hall, 2007). Biasanya ibu mengalami rasa nyeri ini hanya

selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antara kontraksi (Bobak,

2004).

2.3.3 Komponen Rasa Nyeri Persalinan

Rasa nyeri memiliki tiga komponen yaitu stimulus (penyebab nyeri), ambang nyeri

(tingkat dimana intensitas nyeri terasa), dan reaksi (bagaimana seseorang

menginterpretasikan nyeri dan berespon terhadap nyeri tersebut) (Farrer, 2001).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

29

Stimulus nyeri dalam persalinan tidak dapat dihilangkan. Beberapa abnormalitas

seperti malpresentasi, dapat meningkatkan atau memperpanjang stimulus tersebut

sehingga menambah potensi keluhan nyeri. Ambang nyeri dalam persalinan dapat

diturunkan oleh rasa takut, kurangnya pengertian dan berbagai permasalahan

jasmani seperti demam, kelelahan, asidosis dehidrasi, ketegangan. Reaksi ini

tergantung pada kepribadian, kondisi emosional serta tingkat pemahaman pasien,

latar belakang kultural, keluarga serta pendidikannya, dan pengalaman sebelumnya

(Farrer, 2001).

2.3.4 Pengukuran Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh

individu (Tamsuri, 2006). Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang

dipengaruhi oleh psikologis, kebudayaan, dan hal lainnya. Ada beberapa metode

yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri tersebut, antara lain:

1) Verbal Rating Scale (VRS)

Metode ini suatu word list untuk mendeskripsikan nyeri yang dirasakan. Pasien

diminta memilih kata-kata atau kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri

yang dirasakan dari word list yang ada. Metode ini dapat digunakan untuk

mengetahui intensitas nyeri saat pertama kali muncul hingga tahap penyembuhan.

Penilaian ini terbagi menjadi beberapa kategori nyeri, yaitu: tidak nyeri (none),

nyeri ringan (mild), nyeri berat (servere), nyeri sangat berat (very severe) (Benzon,

2005).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

30

2) Numerical Rating Scale (NRS)

Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari intensitas

nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari

0-10, 0 menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan 10 menggambarkan nyeri berat

(Benzone, 2005). Skala ini merupakan skala paling efektif yang digunakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapiutik (Potter & Perry,

2005). Skala numerik dapat digunakan mulai anak-anak usia dari 9 tahun, dewasa

hingga tua (McCaffery dan Beebe, 1993 cit National Institut of Health Grant

Magnuson Clinical Centre, 2003). Penilaian dengan menggunakan skala numeric

ini dapat dibagi menjadi beberapa kategori nyeri yaitu: tidak nyeri (0), nyeri ringan

(1-3), nyeri sedang (4-6), nyeri berat (7-9), nyeri yang tidak tertahankan (10) (Potter

& Perry, 2005).

3) Visual Analogue Scale (VAS)

Metode VAS sering digunakan dalam mengukur intensitas nyeri. Metode ini

menggunakan garis panjang 10 cm yang menggambarkan keadaan tidak nyeri

sampai nyeri yang sangat berat. Keuntungan menggunakan metode ini adalah

sensitive untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri, mudah dimengerti dan

dikerjakan, serta dapat digunakan dalam berbagai kondisi klinis. Kerugiannya

adalah tidak dapat digunakan pada anak-anak dibawah delapan tahun dan mungkin

susah diterapkan pada pasien nyeri hebat (Potter & Perry, 2005).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

31

2.3.5 Nyeri Persalinan Kala I

Pada kala satu persalinan terjadi dilatasi dan penipisan servik. Mekanisme

membukanya servik berbeda antara primipara dan multipara. Pada primipara

ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga servik akan mendatar

dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multipara

ostium uteri internum dan eksternum membuka secara bersamaan. (Winkjosastro,

2007).

Dilatasi servik primipara pada kala I fase aktif 1,2 cm/jam, sedangkan pada

multipara 1,5 cm/jam. Rata-rata durasi total kala I persalinannya berkisar 3,3 jam

sampai 19,7 jam pada primipara dan 0,1 jam sampai 14,3 jam pada multipara.

Durasi persalinan yang semakin panjang atau lama, membuat ibu merasa semakin

letih. Hal ini membuat peningkatan nyeri seperti suatu lingkaran setan (Bobak,

2004)

2.3.6 Penatalaksanaan Nyeri Persalinan

Penatalaksanaan nyeri persalinan meliputi penatalaksanaan farmakologi dan non

farmakologi (Bobak, 2004)

1) Penatalaksanaan Nyeri Farmakologi

Pengontrolan farmakologi terhadap nyeri persalinan pada kala satu meliputi

analgesia sitemik dan anastesia blok saraf. Yang termasuk analgesia sistemik yaitu

senyawa analgesic narkotik, senyawa antagonis-agonis narkotik campuran, agens

pembangkit efek analgesic. Sedangkan yang termasuk anastesia blok saraf yaitu

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

32

analgesia epidural lumbar dan blok paraservikal. Pemberian analgesia sistemik

harus dengan hati-hati kepada wanita yang mengalami ketergantungan substansi,

karena hal ini dapat menimbulkan gejala putus obat. Sedangkan penggunaan

analgesia epidural lumbar dapat menyebabkan hipotensi, kejang, atau paratesia,

serta ibu tidak bisa mengedan secara efektif. Anastesia blok paraservikal dapat

menimbulkan intoksikasi janin akibat penyerapan obat yang cepat, karena

kemungkinan komplikasi ini, blok paraservikal mungkin bukan metode pilihan

untuk persalinan (Bobak, 2004).

2) Penatalaksanaan Nyeri Non Farmakologi

Berbagai metode non farmakologi untuk mengontrol rasa nyeri diterapkan, yang

meliputi metode Dick-Read, metode Lamaze, metode Bradley, tehnik relaksasi dan

pernafasan, effleurage dan tekanan sacrum, yoga, umpan balik biologis, sentuhan

terapiutik, terapi aroma. Metode ini dikembangkan untuk mengurangi nyeri pada

wanita tanpa meningkatkan risiko pada janin atau pada ibu atau mempengaruhi

kemajuan persalinan (Bobak, 2004).

2.4 Terapi Musik

2.3.1 Definisi Terapi Musik

Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan

hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi yang mempunyai kesatuan dan

kesinambungan. Nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga

mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama yang menggunakan alat-alat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

33

yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi tersebut (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2008).

Terapi musik merupakan serangkaian aktivitas terapiutik dengan menggunakan

media musik yang bertujuan memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental,

fisik, dan kesehatan emosi (Djohan, 2009). Menurut Federasi Terapi Musik Dunia

(WMFT) terapi musik adalah “penggunaan musik dan/atau elemen musik (suara,

irama, melodi dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi

kualifikasi, terhadap pasien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi,

meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas,

mengunakapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai berbagai tujuan terapi

lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, mental,

sosial maupun kognitif, dalam rangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau

pemberian perlakuan” Djohan (2006).

2.3.2 Fisiologi Dasar Terapi Musik

Musik sebagai gelombang suara diterima dan dikumpulkan oleh daun telinga

kemudian masuk ke dalam meatus akustikus eksternus hingga ke membran timpani.

Menbran timpani bersama dengan rantai osikule dengan aksi hidrolik dan

mengungkit, memperbesar energi bunyi menjadi 25-30 kali (rata-rata 27 kali) untuk

menggerakkan medium cair perilimf dan endolimf. Kemudian getaran diteruskan

ke organ korti dalam kokhlea dimana getaran akan diubah dari sistem konduksi ke

sistem saraf melalui nervus auditorius (N. VIII) sebagai impuls saraf (Prasetyo,

2009).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

34

Impuls saraf terdiri dari suatu gelombang depolarisasi membran yang disebut

Potensial Aksi dan merambat sepanjang sel saraf. Impuls saraf diteruskan menuju

korteks auditorius kemudian jaras berlanjut ke sistem limbik. Dari korteks limbik,

jaras pendengaran dilanjutkan ke hipokampus dimana tempat salah satu ujung

hipokampus berbatasan dengan nuklei amigdaloid (Prasetyo, 2009).

Amigdala yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat

bawah sadar, menerima sinyal dari korteks limbik kemudian menjalarkannya ke

hipotalamus. Hipotalamus yang merupakan tempat pengaturan sebagian fungsi

vegetative dan fungsi endokrin tubuh seperti pengarturan aspek perilaku emosional,

meneruskan jaras pendengaran ke formatio retikularis sebagai penyalur impuls

menuju serat saraf otonom. Serat saraf tersebut mempunyai dua sistem saraf yaitu

sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Kedua sistem saraf ini

mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ-organ. Relaksasi dapat merangsang

pusat rasa ganjaran sehingga timbul ketenangan (Prasetyo, 2009). Midbrain sebagai

ejektor dari rasa rileks dan ketenangan akan mengeluarkan gamma amino butyric

acid (GABA), enkhephalin, beta endorphin. Zat tersebut dapat menimbulkan efek

analgesia yang akan mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat tingkat

dan interpretasi sensorik somatik otak (Prasetyo, 2009).

2.3.3 Manfaat Terapi Musik

Terapi musik merupakan salah satu terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi

masalah ataupun kekurangan dalam aspek fisik, emosi, kognitif, dan sosial baik

pada anak-anak maupun dewasa, dengan demikian terapi musik dapat dikatakan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

35

sebagai terapi yang bersifat humanistik (Djohan, 2006). Secara umum terapi musik

digunakan untuk memperbaiki kesehatan fisik, interaksi sosial, hubungan

interpersonal, ekspresi emosi, dan meningkatkan kesadaran diri (Djohan, 2009).

Terdapat beberapa manfaat terapi musik menurut Pusat Riset Terapi Musik dan

Gelombang Otak diantaranya: (a) relaksasi, mengistirahatkan tubuh dan pikiran; (b)

meningkatkan kecerdasan; (c) meningkatkan motivasi; (d) pengembangan diri; (e)

meninngkatkan kemampuan mengingat; (f) kesehatan jiwa; (g) mengurangi rasa

sakit; (h) menyeimbangkan tubuh; (i) meningkatkan kekebalan tubuh.

2.3.4 Durasi Terapi Musik

Waktu yang diperlukan dalam pemberian terapi musik untuk menghasilkan efek

yang diinginkan belum memiliki pedoman yang baku. Menurut Kate Mucci &

Richard Mucci (2004) pemberian terapi musik dengan jenis musik yang tepat tidak

akan membahayakan meskipun dalam jangka waktu agak lama, bahkan terapi

musik yang diberikan dalam jangka waktu singkat sudah dapat menghasilkan efek

terapiutik atau efek positif bagi klien. Musik dapat di dengarkan selama 10 menit

atau lebih untuk dapat membuat seseorang rileks. Tubuh memiliki ritme tersendiri,

musik dengan tempo konstan dan melodi sederhana yang diulang secara teratur

dapat memberikan efek rileks pada pasien (Mucci, 2004). Pada penelitian yang

dilakukan Ferrer (2007) tentang efek terapi musik terhadap pengurangan

kecemasan pada pasien yang menjalani kemoterapi yang diberikan terapi musik

selama 20 menit terjadi penurunan pada kecemasan, ketakutan, kekhawatiran,

frekuensi nadi dan tekanan darah pada kelompok eksperimen yang diberikan terapi

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

36

musik. Sedangkan menurut Dofi (2010) terapi musik untuk setiap klien idealnya

dilakukan tidak kurang 30 menit mampu menurunkan tekanan darah, frekuensi

jantung, dan stress pada klien.

2.3.5 Jenis Musik untuk Terapi

Pemilihan jenis musik juga penting dalam memberikan efek relaksasi. Perlu diingat

bahwa musik yang dipilih hendaknya yang sederhana, menenangkan dan

mempunyai tempo yang teratur. Musik yang kurang cocok dipilih sebagai media

terapi adalah musik jazz yang rumit, heavy rock dan musik klasik yang menggelora.

Musik relaksasi merupakan musik yang sederhana, menenangkan dan mempunyai

tempo teratur yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi stess,

cemas dan menimbulkan kondisi rileks pada seseorang. Musik relaksasi yang

terbaik adalah musik instrumental, musik alam sekitar atau musik mediatif (Mucci,

2004).

Menurut Wigram et al (2001) dalam Djohan (2009) menyebutkan elemen-elemen

musik yang dapat mempengaruhi relaksasi diantaranya: tempo yang stabil;

stabilitas atau perubahan secara bertahap pada volume, irama, timbre, pitch, dan

harmoni; testur yang konsisten; garis melodi yang terprediksi; pengulangan materi;

struktur dan bentuk yang tetap; timbre yang mantap.

Menurut Elliot et al (2011) musik yang dapat menyebabkan rileks dan mengurangi

kecemasan adalah musik instrumental yang merupakan musik yang hanya

dimainkan dengan alat-alat musik dengan harmonisasi yang indah. Subyek tidak

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

37

perlu berfokus pada kata-kata yang ada pada lagu dengan mendengarkan musik

instrumental hanya berfokus pada musik.

2.3.6 Teknik Pemberian Terapi Musik

Pusat Riset Terapi Musik dan Gelombang otak, membagi teknik pemberian terapi

musik menjadi 2 jenis yaitu terapi musik aktif dan terapi musik pasif.

1) Terapi musik aktif

Terapi musik aktif merupakan jenis terapi musik yang melibatkan klien secara aktif

dalam musik. Kegiatan yang termasuk terapi musik aktif antara lain bernyanyi,

belajar memainkan alat musik, menirukan nada, bahkan menciptakan lagu singkat.

Terapi jenis ini membutuhkan bimbingan dari seorang terapis yang kompeten

dalam bidang tersebut.

2) Terapi musik pasif

Terapi musik pasif merupakan pilihan terapi yang mudah, murah, dan efektif.

Kegiatan yang termasuk terapi musik pasif adalah mendengarkan musik. Terapi ini

dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan dan permasalahan yang dialami oleh

klien.

Menurut Elliot et al (2011) musik untuk mengatasi kecemasan dibagi menjadi dua

metode pendekatan yaitu pemusatan pada pasien dan pemusatan pada terapis.

Metode pemusatan pada pasien dimana pasien diminta untuk memilih musik yang

disukai kemungkinan mempunyai bias yang lebih dalam mengetahui efek musik.

Sedangkan metode pemusatan pada terapis dimana terapis yang memilih musik

yang sesuai untuk terapi yang dilakukan walaupun juga mempunyai kemungkinan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

38

bias akan tetapi musik yang dipilih oleh terapis dapat mencakup keseluruhan,

mempertimbangkan karakteristik musik yang sesuai serta dapat menilai efektifitas

musik tersebut.

Menurut Lai dan Good (2005) dalam Yanti (2011) hal yang perlu dilakukan klien

saat terapi musik berlangsung sebaiknya memejamkan mata, posisi berbaring atau

duduk dengan kepala ditopang, mengikuti tempo dan irama musik serta rileks

sampai musik berhenti. Mendengarkan musik dapat dilakukan dengan

menggunakan earphones yang menutupi seluruh telinga, sehingga pasien dapat

menerima efek dari frekuensi yang ditimbulkan dalam musik tersebut. Alat

earphones dapat menghalangi suara dari luar yang menyebabkan detidakserasian

dari musik yang diperdengarkan (Mucci, 2004).

2.5 Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat Kecemasan dan Nyeri

Respon sistem saraf saat terjadi cemas adalah mengaktifkan saraf simpatis yang

menimbulkan efek peningkatan tanda-tanda vital, serta kelenjar adrenal akan

mengeluarkan epinephrine dan nor epinephrine yang menyebabkan tubuh

mengambil oksigen lebih banyak sehingga dapat menimbulkan efek peningkatan

kecepatan pernapasan (Videbeck, 2008).

Musik dapat menghasilkan efek menenangkan pada aktivitas sistem saraf yang

berlebihan akibat stress dengan cara menutup stimulus pada saat terjadinya cemas

(Djohan, 2009). Saat mendengarkan musik, getaran konduksi diubah menjadi

impuls saraf di organ korti kemudian diteruskan menuju hipotalamus. Di

hipotalamus jaras pendengaran diteruskan ke formation retikularis yang sebagai

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

39

penyalur impuls menuju serat saraf otonom parasimpatis. Serabut saraf

parasimpatis meninggalkan medulla spinalis melalui sakral spinal, kemudian

serabut-serabut tersebut menyebar menuju jantung, kolon desenden, rectum,

kandung kemih, dan bagian bawah ureter. Kerja parasimpatis berlawanan dengan

simpatis, ujung saraf terminal parasimpatis menskresi asetilkolin yang mempunyai

efek inhibisi. Pengeluaran asetilkolin merangsang neuron postganglion

parasimpatis yang bersifat kolinergik menyebabkan penurunan kontraksi jantung

dan dilatasi pembuluh darah. Efek parasimpatis juga dapat menyebabkan

penurunan frekuensi pernapasan, penurunan produksi saliva dan kelenjar keringat

dimana meningkat pada saat respon stress. Dengan menurunnya gejala-gejala

tersebut menyebabkan timbulnya perasaan rileks. Impuls saraf yang diteruskan

menuju hipotalamus menyebabkan perangsangan yang terjadi pada bagian nucleus

ventromedial. Perangsangan pada nucleus ventromedial dapat menyebabkan

terjadinya respon tenang. Impuls saraf yang diteruskan menuju hipotalamus

mengaktifkan serabut nuklei rafe yang ada di hipotalamus bagian ventromedial

untuk mensekresikan serotonin. Pelepasan serotonin dapat menimbulkan perasaan

senang, rasa puas, dan ketenangan sehingga berperan dalam penurunan cemas

(Guyton dan Hall, 2008).

Musik yang telah masuk ke hipotalamus dan kemudian ke hipofisis akan

memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar

adrenal untuk menekan produksi hormone kortisol, epinefrin, norepinefrin, dan

dopamin sehingga menimbulkan rasa rileks (Guyton & Hall, 2008). Musik juga

dapat merangsang pengeluaran endorphin (Djohan, 2009). Endorphin memiliki

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdf · dan plasenta), passageway (j alan lahir), powers (kekuatan), position (posi si ibu), dan psychologic respons (r espon psikologis)

40

efek narkotika alami yaitu mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kegembiraan.

Impuls saraf yang dihasilkan saat mendengarkan musik diteruskan menuju

hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). CRF

merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi

Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi endorphin oleh medulla adrenal

meningkat. Endorphin yang disekresikan ke dalam peredaran darah mempengaruhi

suasana hati menjadi rileks (Ganong, 2008). Midbrain yang merupakan sistem

limbik pada bagian korteks serebri yang berfungsi sebagai ejektor dari rasa rileks

yang timbul, akan mengeluarkan gamma amino butyric acid (GABA), encephalin

dan beta endorphin. GABA merupakan neurotransmitter inhibitor, berfungsi

sebagai agens antiansietas alami tubuh (Prasetyo, 2005 & Videbeck, 2008).

Musik dapat berperan sebagai distraksi yang kuat. Intervensi musik dapat

memberikan suatu stimulus yang meningkatkan rasa nyaman. Seseorang yang

mendengarkan musik dapat memfokuskan perhatian kepada musik dari pada

pikiran-pikiran yang menegangkan atau stimuli lingkungan lainnya. Musik dapat

memecah siklus kecemasan dan ketakutan serta memindahkan perhatian pada

sensasi yang menyenangkan (Prasetyo, 2005).