BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6540/3/ANDINI PUJI ASTUTI BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/6540/3/ANDINI PUJI ASTUTI BAB...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Obat
1. Pengertian Obat
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah
sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi.
Obat merupakan suatu zat kimia yang dapat digunakan untuk
diagnosis suatu penyakit dan dapat mengurangi rasa sakit, serta mengobati
atau mencegah penyakit pada, sehingga penyakit dapat sembuh dengan
diberikannya obat pada manusia atau hewan (Ansel, 1985).
2. Penggolongan Obat
Menurut Hendra Widodo (2013), ada beragam kriteria yang
digunakan untuk menggolongkan jenis-jenis obat, diantaranya berdasarkan
kegunaan obat, cara penggunaan obat, cara kerja obat, undang-undang,
sumber obat, bentuk sediaan obat, serta proses fisiologis dan biokimia di
dalam tubuh. Masing-masing penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menurut kegunaannya
Berdasarkan kegunaannya di dalam tubuh, obat digolongkan
menjadi 3 macam, yaitu:
1) Untuk menyembuhkan (terapeutik),
2) Untuk mencegah (prophylaktik), dan
3) Untuk diagnosis (diagnostik).
b. Menurut cara penggunaannya
Berdasarkan cara penggunaannya obat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu:
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
6
1) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral
> diberi etiket putih
2) Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui
implantasi, injeksi, membran mukosa, rectal, vaginal, nasal,
ophthalmic, aurical, atau collutio/gargarisma/gargle > diberi etiket
c. Menurut cara kerjanya
Berdasarkan cara kerjanya di dalam tubuh, obat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu:
1) Obat lokal, yaitu obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti
pemakaian topikal
2) Obat sistemik, yaitu obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh,
seperti tablet analgesik dan tablet lainnya yang digunakan secara
oral.
d. Menurut Undang-Undang
Pemerintah menggolongkan obat menjadi beberapa macam dengan
maksud untuk menjaga keamanan suatu penggunaan obat oleh
masyarakat.
Berikut merupakan macam-macam obat menurut undang-undang:
1) Narkotika (obat bius atau daftar O = opium), yakni obat yang
diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEK serta dapat
menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat
merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan tanpa
pembatasan dan pengawasan dokter, seperti candu / opium, morfin,
petidin, metadon, dan kodein.
2) Psikotropika (obat berbahaya), yakni obat yang dapat
mempengaruhi proses mental, merangsang atau menenangkan, serta
mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang. Misalnya,
golongan ekstasi, diazepam, dan barbital/luminal.
3) Obat keras (daftar G = geverlujk = berbahaya), yakni semua obat
yang:
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
7
a) Memiliki takaran/dosis maksimum(DM) atau yang tercantum
dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah.
b) Diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan
garis tepi hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya.
c) Semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes
RI) tidak membahayakan.
d) Semua sediaan parenteral/injeksi/infus intravena.
4) Obat bebas terbatas (daftar W= warschuwing = peringatan), yakni
obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus
aslinya dari produsen atau pabrik obat tersebut, kemudian diberi
tanda lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.
Adapula peringatan yang harus dicantumkan pada obat
bebas terbatas.Selain itu merupakan pelengkap dari keharusan
mencantumkan tanda peringatan P. No 1, P No 2, P No 3, P No 4, P
No 5, atau P No 6 yang ditetapkan dalam SK. Mentri Kesehatan No.
6355/Dir.Jend/SK/1969 tanggal 28 oktober 1969.
a) P. No 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
b) P. No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan di telan.
c) P. No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
d) P. No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
e) P. No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
f) P. No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
5) Obat bebas adalah obat yang dapat diberi secara dan tidak
membahayakan si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan,
kemudian diberi tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis
tepi hitam (Widodo, 2013).
e. Menurut Sumber Obat
Adapun menurut sumbernya, obat yang digunakan dapat bersumber
dari beberapa macam, yaitu:
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
8
1) Tumbuhan (flora atau nabati), misalnya digitalis, kina, dan minyak
jarak;
2) Hewan (fauna atau hayati), misalnya minyak ikan, adeps lanae, dan
cera;
3) Mineral (perambangan), misalnya iodkali, garam dapur, paraffin,
vaselin, dan sulfur.
4) Sintetis (tiruan/buatan), misalnya kamfer sintetis dan vitamin C
5) Mikroba dan fungi/jamur, misalnya antibiotik penisilin. (Widodo,
2013).
f. Menurut Proses Fisiologi dan Biokimia di Dalam Tubuh
Proses fisiologi dan biokimia di dalam tubuh dapat digolongkan
menjadi tiga macam, yaitu:
1) Obat farmakodinamik, yaitu obat yang bekerja terhadap inang
dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologis
atau fungsi biokimia di dalam tubuh, seperti hormone, diuretik,
hipnotik, dan obat otonom.
2) Obat kemoterapetik, yaitu obat yang dapat membunuh parasit dan
kuman di dalam tubuh inang. Obat ini hendaknya memiliki kegiatan
farmakodinamik yang sekecil-kecilnya terhadap organisme inang
serta berkhasiat untuk melawan sebanyak mungkin parasit
(termasuk cacing dan protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan
virus). Obat-obat neoplasma (onolitika, sitostatika, atau obat kanker)
juga dianggap termasuk golongan ini.
3) Obat diagnostik, yaitu obat yang membantu dalam mendiagnosis
(pengenalan penyakit). Misalnya, barium sulfat untuk membantu
diagnosis pada saluran lambung dan usus; natrium propanoat dan
asam iod organil lainnya untuk membantu diagnosis pada saluran
empedu (Widodo, 2013).
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
9
g. Menurut Bentuk Sediaan Obat (Bentuk Sediaan Farmasi)
Menurut bentuk sediaannya, obat dapat digolongkan menjadi empat
macam, yaitu:
1) Bentuk padat, misalnya: serbuk, tablet, pil, kapsul, dan supositoria.
2) Bentuk setengah padat, misalnya: salep, krim, pasta, cerata, gel, dan
salep mata.
3) Bentuk cair/larutan, misalnya: potio, sirop, eliksir, obat tetes,
gargarisma, injeksi, infuse intravena, lotion, dan lain-lain.
4) Bentuk gas, misalnya: inhalasi/spray/aerosol (Widodo, 2013).
B. Obat Generik
Obat Generik merupakan obat yang mempunyai kerja terapeutik yang
sama dengan produk patennya (brand drug product)serta mengandung zat aktif
dalam kadar dan sediaan yang sama (misalnya: tablet, sirup, injeksi) serta hal
yang mutlak adalah bioekivalensinya harus identik dengan obat paten, yaitu
mempunyai kecepatan dan kadar absorpsi yang sama dengan tujuan agar
memberikan respons klinis yang sama dengan obat patennya
(Tjay dan Raharja, 2007).
Obat generik yang beredar di masyarakat merupakan suatu obat yang
berasal dari obat paten yang sudah habis hak perlindungan patenya. Pabrik yang
pertama kali menemukan dan mengembangkan sebuah obat (zat berkhasiat
baru) mempunyai hak paten 10-15 tahun atas penemuannya itu, yang artinya
tidak boleh ada pihak lain yang menjual atau mengedarkan obat dengan
kandungan zat tersebut, kecuali pemilik patennya. Jika masa paten sudah
berakhir, obat paten itu berubah nama menjadi obat generik. Dengan tidak
adanya hak paten lagi, siapa pun dapat melakukan usaha dagang dengan
menggunakan zat aktif tersebut tanpa adanya gugatan dari pihak manapun.
Dalam perdagangan obat generik menggunakan nama generiknya saja. Namun
jika menggunakan nama dagang, yang membuatnya bisa menggunakan nama
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
10
dagang dan dikenal dengan obat generik dengan nama dagang (branded generic
medicines) (Sumarsono, 2014).
Nama generik dapat berupa nama lazim, nama kimia, nama singkatan.
Nama generik disebut nama generik resmi, jika nama itu dijadikan judul
monografi buku resmi misalnya dalam Farmakope Indonesia. Obat generik
mencakup semua aspek karakter obat jadi, setidaknya meliputi hak
kepemilikan, nama, sediaan dasar, kekuatan sediaan, mutu, khasiat, pola
penggunaan, kestabilan, keamanan, dan jika dikehendaki juga cemaran mikroba
dan informasi obat (Sumarsono, 2014).
Dalam penggunaan terapinya obat generik sebenarnya sudah sangat
mapan, yaitu mempunyai khasiat yang nyata dengan tingkat keamanan yang
terkendali sehingga mempunyai manfaat yang optimal dengan resiko yang kecil
dan dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk menjamin hal tersebut, selalu
dilakukan penilaian ulang secara berkala dan dengan periode waktu yang lebih
lama dibandingkan dengan periode penilaian untuk obat paten (nama dagang)
(Sumarsono, 2014).
Obat yang beredar di pasaran umunya berdasarkan nama dagang yang
dipakai oleh masing-masing produsennya. Tiap produsen sendiri jelas akan
melakukan promosi untuk masing-masing produknya sehingga obat dagang
relatif lebih mahal. Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan yang
digunakan untuk mengendalikan harga obat, dimana obat di pasarkan dengan
nama bahan aktifnya (IONI, 2008).
Menurut data RISKESDAS menyatakan bahwa proporsi rumah tangga
di Indonesia yang mengetahui atau pernah mendengar tentang obat generik
yaitu sebanyak 31,9%. Dari jumlah tersebut yang mempunyai pengetahuan
secara benar yaitu sebesar 14,1% dan sisanya 85,9% yang mempunyai
pengetahuan secara salah tentang obat generik.
Dan menurut karakteristik perkotaan dan pedesaan pengetahuan
masyarakat perkotaan yang mengetahui obat generik yaitu sebesar 46.1%.
Sedangkan masyarakat pedesaan yang mengetahui obat generik yaitu hanya
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
11
17.4%. Jadi pengetahuan masyarakat mengenai obat generik yang berada di
pedesaan masih sangat rendah sekali dan masih sangat membutuhkan informasi
mengenai obat generik.
C. Pengetahuan(knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang di milikinya, yaitu: mata, hidung, telinga dan sebagainya.
Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek.Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
D. Metode Edukasi
1. Metode CBIA (Community-Based Interactive Approach)
Metode CBIA (Community-Based Interactive Approach) adalah
metode pembelajaran dengan memberikan edukasi yang bertujuan untuk
meningkatkan sikap pengetahuan dari responden sehingga timbul
motivasi/keinginan untuk melakukan sesuatu, baik berupa motivasi dari
luar/keluarga maupun motivasi dari dalam individu responden, sehingga
fasilitator hanya berfungsi sebagai motivator atau pendorong agar minat dan
potensi responden dapat berkembang (Helni, 2013).
Metode intervensi ini didasarkan pada proses belajar mandiri (self
learning process). Yaitu tutor berfungsi sebagai fasilitator diskusi dan
apabila untuk menunjukkan cara agar mendapatkan jawaban dari suatu
permasalahan maka tutor tidak dianjurkan untuk mendominasi diskusi.
Tutor adalah para peserta yang secara sukarela bersedia
memfasilitas jalannya diskusi kelompok. Tutor perlu berlatih dahulu dan
memahami edukasi apa yang akan diberikan, sehingga dapat mengarahkan
peserta dalam berdiskusi. Tutor juga bertugas menyimpulkan temuan‐
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
12
temuan penting dari diskusi, untuk kemudian dipaparkan kepada kelompok
lain di akhir kegiatan (Suryawati, 2012).
Tujuan metode CBIA adalah untuk meningkatkan pengetahuan
responden sehingga dapat berpikir secara kreatif dan mampu memecahkan
masalah yang didasarkan pada proses belajar mandiri (self learning)
(Helni, 2013).
Kegiatan ini berupa diskusi kelompok kecil, dan diakhiri dalam
kelompok besar. Untuk itu diperlukan pembentukan kelompok yang terdiri
atas 6‐8 orang. Tiap kelompok memerlukan tutor, yang akan memfasilitasi
jalannya diskusi kelompok. Jumlah kelompok untuk tiap kegiatan sebaiknya
tidak lebih dari 6 kelompok, sehingga jumlah peserta keseluruhan tidak
lebih dari 50 orang per kegiatan. Bila jumlah peserta lebih dari 60,
sebaiknya kegiatan dilakukan secara bertahap. Waktu yang dibutukan pada
metode ini yaitu 1,5-2 jam (Suryawati, 2012).
2. Metode FGD (Focus Group Discussion)
FGD (Focus Group Discussion) merupakan suatu metode
pengumpulan data yang lazim digunakan pada penelitian kualitatif sosial.
Metode ini menghasilkan perolehan data atau informasi dari responden
berdasarkan hasil diskusi suatu kelompok dalam menyelesaikan
permasalahan tertentu (Afiyanti, 2008).
Pada kegiatan FGD dibutuhkan seorang fasilitator, dengan bertujuan
sehingga mampu memahami diskusi yang berlangsung dan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Kemampuan fasilitator
dalam membaca bermacam-macam respons peserta, dengan tetap menjaga
agar diskusi tetap pada jalurnya, juga sangat penting. Fasilitator bisa berasal
dari tenaga profesional (dengan menggaji seorang fasilitator yang sudah
terlatih), atau salah seorang tim peneliti yang dianggap mampu. Fasilitator
profesional adalah fasilitator yang telah dilatih untuk mampu menjaga
netralitas, tidak menghakimi, dan memimpin diskusi serta memberi
pertanyaan secara jelas tapi ringkas.
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
13
Topik diskusi ditentukan terlebih dahulu dan diatur secara
berurutan. Pertanyaan diatur sedemikian rupa sehingga dimengerti oleh
peserta diskusi. Topik penelitian yang tidak dapat dilakukan yaitu topik
penelitian yang mempelajari preferensi manusia (seperti bahasa, sarana
diseminasi, pesan kunci, dan sebagainya), topik yang menjelaskan
bagaimana pengertian dan penerimaan kelompok masyarakat terhadap
suatu hal, serta topik penelitian yang bertujuan untuk menggali respons
individu (untuk informasi kuantitatif).
Tujuan dari metode ini adalah untuk menghindari adanya
pemaknaan yang salah pada masyarakat tehadap materi yang disampaikan
oleh peneliti mengenai masalah yang diteliti (Paramita, 2013).
Adapun karakteristik dari metode FGD (Focus Group Discussion),
yaitu:
a. Jumlah peserta cukup 7-10 orang, namun dapat diperbanyak sampai 12
orang, agar setiap individu berhak mendapatkan kesempatan dalam
mengemukakan pendapatnya.
b. Harus mempunyai ciri-ciri yang sama atau homogen. Ciri-ciri yang
sama ini ditentukan oleh tujuan atau topik diskusi dengan tetap
menghormati dan memperhatikan perbedaan ras, etnik, bahasa,
kemampuan baca tulis, penghasilan dan gender.
c. Antara fasilitator dan peserta sebaiknya tidak saling mengenal
(Paramita, 2013).
E. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan instrumen dari sebuah penelitian yang berisi
beberapa rangkaian pertanyaan dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi penting dari responden baik dengan cara wawancara maupun
angket (Supardi & Surahman, 2014).
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
14
Adapun tujuan dalam kuisioner, yaitu:
a. Memperoleh informasi akurat dari responden.
b. Memberikan struktur agar wawancara berjalan dengan lancar dan
berurutan.
c. Memberikan format standar pencatatan fakta, komentar dan sikap.
d. Memudahkan pengolahan data.
Kelebihan dari kuesioner yaitu peneliti dapat menentukan
sistematika dan urutan pertanyaan, data dapat dikumpulkan dalam waktu
yang relatif singkat, dan data yang terkumpul dapat dicek kebenarannya.
Kekurangan dari kuesioner yaitu tidak memberikan keleluasaan
kepada peneliti untuk mengubah susunan pertanyaan agar sesuai dengan
alam pikiran/pengetahuan responden, dan tidak dapat memberikan jawaban
yang mendalam (Supardi & Surahman, 2014).
2. Validitas
Validitas adalah suatu alat ukur yang dapat menunjukan sejauh mana
suatu instrument pengukur mampu mengukur apa yang ingin diukur. Pada
penelitian ini alat yang diukur adalah kuesioner (Riwidikdo, 2012).
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang dapat menunjukkan sejauh
mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, yang
dengan arti lain dapat menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama dan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012).
F. Uji Hipotesis
Pada penelitian ini dilakukan dua uji hipotesis, yaitu uji T berpasangan
dan uji T tidak berpasangan. Uji T berpasangan digunakan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan nilai rata-rata dari dua kelompok dengan dua sampel
yang saling berhubungan, yang artinya satu sampel akan mempunyai dua data
yaitu data sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest). Apabila
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
15
nilai uji T berpasangan tidak memenuhi syarat, maka dapat digunakan uji
wilcoxon (uji beda dua kelompok dependen), yaitu uji untuk mengetahui adanya
perbedaan dari dua kelompok dari dua sampel yang sama (Dahlan, 2010).
Dan uji T tidak berpasangan adalah untuk mengetahui adanya perbedaan
nilai rata-rata antara dua kelompok perlakuan yaitu metode CBIA dan metode
FGD. Uji T tidak berpasangan termasuk dalam uji parametrik yaitu mengikuti
asumsi-asumsi yang berdistribusi secara normal, sebaran data yang homogen
dan sampel yang diambil secara acak. Secara signifikasi nilai uji T adalah 95%
atau (α = 0,05). Jika nilai uji T tidak berpasangan tidak sesuai, maka dapat
digunakan uji Mann-Whitney, uji ini merupakan uji statistik nonparametrik.
Adapun tujuan dari uji mann-whitney yaitu untuk mengetahui apakah ada
perbedaan dari dua sampel yang saling tidak berhubungan, yaitu contohnya
untuk membandingkan kelompok satu dan kelompok dua dengan masing-
masing sampel yang berbeda (Riwidikdo, 2012).
Uji homogenitas adalah uji yang digunakan untuk melihat kesetaraan
dari dua kelompok atau lebih berdasarkan dari populasi yang memiliki variansi
yang sama.
G. Profil Kecamatan Sumbang
Kecamatan Sumbang merupakan daerah yang tidak terlalu jauh dari
Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).Kecamatan Sumbang
memiliki jumlah penduduk 83.998 jiwa yang terdiri dari laki-laki 42.393 jiwa
dan perempuan 41.605 jiwa.Kecamatan Sumbang terdiri dari 19 desa.
Kecamatan Sumbang termasuk wilayah kabupaten Banyumas Provinsi Jawa
Tengah dan mempunyai luas wilayah 5.342,466 Ha (Anonim, 2013).
Jumlah masyarakat yang menempuh pendidikan yang tidak tamat SD;
38,70%, lulus SD 19,40%, lulus SLTP 20,95% dan lulus SLTA 20,95%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat kecamatan Sumbang sebagian
besar tidak tamat SD. Dan faktor yang menyebabkan masyarakat tidak
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016
16
mengetahui obat generik kemungkinan adalah tingkat pendidikan
(Anonim, 2013).
Menurut data profil kesehatan Kabupaten Banyumas, Kecamatan
Sumbang merupakan salah satu kecamatan dengan kasus penyakit tidak
menular tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten
Banyumas yaitu dengan jumlah 1.609 kasus, yang terdiri dari penyakit
Neoplasma 7 kasus, Diabetes Melitus yaitu sebanyak 301, penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah yaitu sebanyak 1.125 kasus, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dengan jumlah 7 kasus, Penyakit Asma 158 kasus dan penyakit
Psikosis dengan jumlah 3 kasus. Dan jumlah kunjungan pada rawat jalan dan
rawat inap pasien yang ada di puskesmas Sumbang tergolong masih rendah
yaitu sebanyak 23.714 pasien (Anonim, 2014).
Efektivitas Metode Cbia..., Andini Puji Astuti, Fakultas Farmasi UMP, 2016