Bab II Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITB .... Hal ini menunjukkan bahwa gugus metil dapat...
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITB .... Hal ini menunjukkan bahwa gugus metil dapat...
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Poliuretan 2.1.1. Sintesis Poliuretan
Poliuretan ditemukan pertama kali oleh Prof. Otto Bayer pada tahun 1937 sebagai
pembentuk serat yang didesain untuk menandingi serat Nylon. Poliuretan
berkembang menjadi suatu material khas yang mempunyai terapan yang amat
luas, bukan hanya bisa digunakan sebagai fiber (serat), tetapi dapat juga
digunakan untuk membuat busa (foam), bahan elastomer (karet/plastik), lem,
pelapis (coating), dan lain-lain.3
Poliuretan merupakan material polimer yang terbentuk dari susunan unit ulang
yang terikat oleh gugus uretan melalui reaksi polimerisasi dalam rantai utamanya,
gugus uretan tersebut tersusun dari unsur-unsur HNCOO.3, 4
Sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar. 2. 1 berikut:
N C
H
O
O
Gambar 2. 1 Struktur Ikatan Uretan
Gugus fungsi uretan terbentuk dari reaksi antara senyawa yang mengandung dua
atau lebih gugus diisosianat (-NCO) yang sangat reaktif dengan gugus hidroksil
membentuk uretan, sehingga dengan demikian jenis dan ukuran setiap molekul
pembentuk akan memberikan kontribusi terhadap sifat poliuretan yang terbentuk.6
seperti nampak dalam persamaan reaksi 2.1 berikut:
(2. 1) xR-NCO + R'OH R-NH-COO-R'
Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol akan terbentuk
poliuretan. Reaksi tersebut akan berlangsung terus hingga salah satu atau kedua
pereaksi habis. Reaksi pembentukan poliuretan ditunjukkan pada persamaan
reaksi 2.2 berikut:
OCN-R-NCO + HO-R-OH OCN-R-NH-CO-O-R'-OH
( CO-NH-R-NH-CO-O-R'-O )n
reaksi dengan monomer-monomer berikutnya
(2. 2)
Pada sintesis poliuretan, pemilihan perbandingan dan komposisi isosianat dan
poliol berpengaruh pada pembentukan segmen kopolimer blok yang terdiri dari
segmen keras (hard segmen) dan segmen lunak (soft segmen). Segmen keras
terikat secara kovalen dengan segmen lunak pada ikatan uretan dengan polieter
atau poliester. Komposisi segmen keras dan lunak dalam suatu poliuretan yang
dihasilkan akan menentukan sifat elastisitasnya, karena segmen keras berperan
sebagai partikel pengisi (filler) dan pengikat silang.
2.1.2. Sifat Poliuretan
Sifat-sifat poliuretan sangat ditentukan oleh struktur segmen keras dan lunak,
Selain itu sifat poliuretan juga ditentukan oleh sifat fisik yang lain seperti
kristalinitas dan ikatan hidrogen antar segmen. Disamping masalah segmentasi,
struktur dan massa molekul poliol juga berpengaruh terhadap sifat mekanik
poliuretan.5, 6
Molekul diisosianat juga sangat bepengaruh terhadap sifat poliuretan. Penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan beberapa diisosianat yang
direaksikan dengan poli(etilen adipat) dengan perbandingan poli(etilen adipat)/
diisosianat/1,4-butanadiol 1/3/2, menunjukkan p-fenilen diisosianat yang memiliki
faktor simetri dan kekakuan (rigiditas) yang tinggi sehingga menyebabkan kuat
tarik dan modulus Young besar. Adanya gugus metil menyebabkan turunnya
4
modulus. Hal ini menunjukkan bahwa gugus metil dapat merusak simetri dan
kristalisabilitas diisosianat.
2.1.3 Aplikasi Poliuretan
Poliuretan yang terbentuk dari reaksi antara senyawa yang mengandung gugus
isosianat dan gugus hidroksi akan memiliki beberapa kegunaan antara lain
elastomer, fiber, foam dan pelapisan (coating). 7, 8
2.1.3.1 Elastomer
Poliuretan merupakan suatu kopolimer blok yang memiliki bagian segmen keras
dan segmen lunak dalam struktur rantai polimernya. Bagian segmen keras
umumnya dari senyawa yang mengandung diisosianat dan bagian segmen lunak
berasal dari senyawa yang mengandung gugus dihidroksi. Karet atau elastomer
merupakan polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas) atau kemampuan
meregang dan kembali kekeadaan semula dengan cepat. Elastomer poliuretan
memiliki ketahanan gores, kuat, tahan terhadap minyak dan tingkat kekerasan
yang cukup baik sehingga banyak digunakan untuk melapisi bahan yang terkena
tekanan mekanik terus-menerus seperti, benang ban, roda gigi, sol sepatu dan
pelapis rol pada mesin pembuat kertas. 8
2.1.3.2 Serat
Poliuretan ini memiliki sifat keelastisan yang cukup baik sehingga dapat
menggantikan benang karet lateks pada industri pembuatan pakaian penyelam.
Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatan yang tinggi, elongasi (daya rentang)
yang baik, stabilitas panas yang baik (sebagai contoh, cukup untuk menahan panas
strika), spinabilitas (kemampuan untuk diubah menjadi pilamen-pilamen) dan
sejumlah sifat-sifat lain yang bergantung pada apakah akan dipakai dalam tekstil,
kawat, tali dan kabel dan lain-lain.8
5
2.1.3.3 Proses Pelapisan (coating)
Dengan berkembangnya polimer-polimer sintetik pada abad ke 20, industri bahan
pelapis telah berkembang dari pernis dan cat sintesis poliester hingga ke cat-cat
lateks yang lebih mutakhir yang terdiri atas polimer-polimer yang diemulsi dalam
air.
Poliuretan yang keras memiliki sifat tahan gores, ketahanan terhadap cuaca dan
benturan yang cukup baik sehingga banyak digunakan sebagai pelapis pada cat
mobil, lantai gymnasium dan berbagai peralatan kelautan.
2.1.3.4 Busa (foam)
Pembuatan busa dari poliuretan dilakukan dengan menggunakan agen
pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi
sehingga poliuretan dapat membentuk busa. Ada dua jenis busa poliuretan, yaitu
busa lunak (flexible foam) dan busa kaku (rigid foam). Busa lunak umumnya
adalah busa karet dalam industri furniture misalnya kasur busa, alas kursi dan
industri kendaraan bermotor misalnya jok mobil. Hal ini disebabkan karena
memiliki kekuatan lebih baik, kerapatan lebih rendah dan proses pembuatan yang
lebih mudah. Busa kaku (rigid foam) memiliki ketahanan terhadap tekanan dan
memiliki struktur sel tertutup sehingga daya hantar panasnya cukup rendah,
menolak minyak dan sedikit menyerap air, sehingga sangat berguna untuk struktur
berlapis seperti insulasi dinding pada bangunan, insulasi lemari es atau insulasi
kedap suara.9
2.2 Poliol
Dalam sintesis poliuretan senyawa-senyawa polihidroksi yang secara luas
digunakan sebagai sumber poliol adalah polieter dan poliester yang memiliki
gugus hidroksil ujung, dan juga poliolefin dan glikol. sifat poliuretan terutama
bergantung pada jenis poliol yang digunakan dalam sintesis polimernya.
Umumnya poliol yang mempunyai rantai panjang dan massa molekul yang tinggi
digunakan untuk mensintesis poliuretan elastomer.10
6
Poli etilen glikol terdiri dari monomer etilen glikol. Etilen glikol merupakan etena
yang kedua atom karbonnya mengikat gugus alkohol. PEG sebagai pemanjang
rantai, zat ini mempunyai sifat tidak mudah menguap, PEG-400 dan 1000
berwujud cairan kental sedangkan PEG-1500 dan yang lebih besar berbentuk
padatan seperti lilin, bentuk unit ulangnya adalah HO ─C2H4O─n H. PEG sangat
dibutuhkan dalam berbagai industri, khususnya dalam industri farmasi dan
kosmetik karena beberapa sifatnya antara lain mudah larut, lunak, dan tidak
beracun. Struktur polietilen glikol dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:
HOO H
n
Gambar 2. 2 Struktur polietilen glikol (PEG) 2.3 Dimetil Asetamida (DMAc)
N,N dimetil asetamida (DMAc) dalam penelitian ini digunakan sebagai pelarut
karena dapat melarutkan dengan baik Poli etilen glikol (PEG). DMAc bersifat
polar dan mempunyai titik didih 185oC. struktur DMAc ditunjukkan pada Gambar
2.3 berikut:
N C
H 3C
CH 3
OH 3C
Gambar 2. 3 Struktur N,N dimetil asetamida (DMAc)
2.4 Isosianat
Isosianat yang secara luas digunakan dalam sintesis poliuretan adalah Toluen
diisosianat (TDI), metilen difenildiisosianat (MDI), dan heksametilen disosianat
(HDI), isosianat aromatik lebih reaktif dibanding alifatiknya.3
7
Pada penelitian ini digunakan 2,4-toluen diisosianat (TDI) yang mempunyai
massa molekul 174,16 g/mol sebagai monomer yang akan direaksikan dengan
polietilen glikol sebagai poliolnya untuk sintesis poliuretan. TDI dihasilkan
melalui reaksi nitrasi pada o-nitro toluen.
Struktur TDI ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut:
H3C
OCN NCO
Gambar 2. 4 Struktur 2,4-toluen diisosianat (TDI)
2.5 Karakterisasi
Untuk mengetahui sifat-sifat polimer yang telah disentesis maka dilakukan
karakterisasi terhadap sifat fisik dan kimia antara lain struktur molekul, sifat
termal. Karakterisasi polimer adalah merupakan bagian yang sangat penting
dalam suatu industri polimer, karena hasil karakterisasi akan menentukan aplikasi
polimer, Aplikasi dari polimer ini ditentukan oleh sifat yang dimiliki oleh bahan
polimer tersebut. Pada penelitian digunakan beberapa metode karakterisasi antara
lain: analisis struktur molekul dengan Fourier Tansform Infra Red (FTIR), analisa
sifat termal menggunakan Differential Thermal Analysis (DTA) dan
Thermogravimetric Analysis (TGA), penentuan massa molekul dengan viskometer
Ostwald, penentuan rapat massa (ρ) dengan piknometer.
2.5.1 Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Ketika sinar inframerah dilewatkan melalui suatu sampel polimer, maka sejumlah
frekuensi diabsorbsi sementara yang lain akan diteruskan (ditransmisikan). Jika
persen absorbansi atau persen transmitan digambarkan terhadap frekuensi maka
akan dihasilkan suatu spektrum inframerah. Transisi yang terlibat dalam absorbsi
sinar inframerah berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi dalam molekul.
8
Ada dua jenis vibrasi molekul yang umum yaitu: Vibrasi ulur adalah ritme
gerakan sepanjang sumbu ikatan sebagai interaksi pertambahan atau pengurangan
jarak antar atom dan vibrasi tekuk yaitu suatu perubahan sudut ikatan antara
ikatan-ikatan dengan suatu atom.11, 12
Penggunaan spektoskopi inframerah dalam karakterisasi polimer menggunakan
daerah dari 4.000 cm-1– 666 cm-1 (2,5–15 µm). Daerah dengan frekuensi 700 cm-1
–200 cm-1 (14,3–50 µm) disebut inframerah jauh, dan daerah dengan frekuensi
14.290–4.000 cm-1 (0,7–2,5 µm) disebut inframerah dekat.12,13 Daerah serapan
inframerah beberapa gugus fungsi ditunjukkan dalam Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2. 1 Daerah serapan inframerah beberapa gugus fungsi
No. Gugus fungsi Daerah frekuensi
(cm-1) vibrasi
1. 2.
3.
4.
5.
6.
karbonil(C = O) alkohol :
O - H C – OH C – OH C – OH Alkana :
CH2 CH2
Amina : N – H C - N Ester :
C – O – C Aromatik :
C – H C - C
1.870 – 1.650
3.640-3.250 1.160 – 1.030 1.440 – 1.260
700 – 600
1.470 – 2.450 740 – 720
3.460 – 3.280 1.190 – 1.130
1.290 – 1.180
3.000 – 3.100
1.400, 1.500, 1.600
ulur
ulur ulur
in-plane bend wag
wag rock
ulur ulur
asimetri ulur
ulur aromatik
ulur pada cincin
2.5.2 Viskometri
Massa molekul rata-rata dari suatu polimer adalah salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap sifat polimer, Karena itu penentuan massa molekul relatif
merupakan salah satu tahap karakterisasi yang sangat penting dalam mempelajari
sifat-sifat suatu polimer. Ada beberapa metode dapat dilakukan untuk menentukan
9
massa molekul relatif rata-rata suatu polimer, antara lain : metode osmometri
yaitu dengan cara mengukur tekanan osmosis larutan polimer, metode tonometri
yaitu dengan mengukur perbedaan tahanan listrik larutan polimer dan pelarut serta
metode viskometri yaitu dengan cara mengukur laju alir larutan polimer dengan
viskometer.19
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menentukan massa molekul
rata-rata poliuretan adalah metode viskometi dengan viskometer Ostwald. Dengan
metode ini massa molekul rata-rata ditentukan melalui hubungan empirik antara
viskositas intrinsik ([ ]) larutan polimer encer dengan massa molekul rata-rata
(
η
vM )14. Hal ini dapat dirumuskan dalam persamaan Mark-Houwink yang
ditunjukkan pada persamaan 2.3 berikut:
[ ] .a
vK Mη = (2. 3) Dimana Mv adalah berat molekul rata-rata viskositas, K dan a adalah tetapan
Mark-Houwink-Sakurada yang nilainya bergantung pada suhu pengukuran, jenis
polimer dan pasangan pelarutnya. Pada penelitian ini hanya ditentukan viskositas
intrinsik dari poliuretan karena nilai K dan a dari jenis poliuretan hasil sintesis
belum diketahui, namun demikian karena nilai K dan a adalah merupakan
bilangan-bilangan positif yang pada umumnya bervariasi. Nilai a antara 0,5 – 1,0
nilai K pada umumnya bervariasi antara 10-3 dan 0,5 sehingga dapat diasumsikan
bahwa berat molekul rata-rata polimer adalah sebanding dengan viskositas
intrinsiknya.8 Viskositas intrinsik dari suatu larutan polimer encer adalah nilai
viskositas tereduksi (η red) larutan polimer atau viskositas inheren diekstrapolasi
pada c = 0, seperti ditunjukkan pada persamaan 2.4 berikut:
[ ]0 0
lim limsp red
c cc cη ηη
→ →
⎛ ⎞ ⎛ ⎞= =⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠⎝ ⎠
(2. 4)
Viskositas tereduksi ( redη ) diperoleh dari nilai viskositas spesifik ( spη ) persatuan
konsentrasi (c), seperti ditunjukkan pada persamaan 2.5 berikut:
( )1sp relred c c
η ηη
−= = (2. 5)
10
Viskositas spesifik ( spη ) adalah kenaikan relatif viskositas suatu larutan terhadap
viskositas pelarutnya, seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.6 berikut:
( ) 1o
sp relo
η ηη η
η−
= = − (2. 6)
Viskositas spesifik ( spη ) dapat ditentukan melalui viskositas relatif ( relη ) yaitu
membandingkan waktu alir larutan polimer (t) dengan waktu alir pelarut murni
( ), ditunjukkan pada persamaan 2.7 berikut: ot
relo
tt
η = (2. 7)
Selanjutnya dengan membuat plot viskositas tereduksi ( ) pada sumbu y
terhadap konsentrasi (c) pada sumbu x, akan diperoleh titik potong pada sumbu y
sebagai viskositas intrinsik yang sesuai dengan persamaan garis lurus.
redη
15 Seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut:
C (g/mL
Gambar 2. 5 Kurva ( relη ) vs C
Dari kurva tersebut di atas diperoleh persamaan linier seperti yang ditunjukkan
pada persamaan 2.8 dan 2.9 berikut:
(2. 8) y = m x + b
(2. 9) [ ] [ ]2redη = k' η c + η
11
2.5.3 Uji Termal
Analisis sifat termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisik maupun
kimia dari bahan sebagai fungsi temperatur. Thermogravimetric Analysis (TGA)
dan Differential Thermal Analysis (DTA) adalah dua teknik analisis termal yang
utama. TGA merekam secara otomatis perubahan massa dari suatu sampel
sebagai fungsi temperatur, sedangkan DTA mengukur perbedaan temperatur ∆T
antara suatu sampel dengan bahan acuan sebagai fungsi temperatur. Salah satu
teknik yang berkaitan erat dengan DTA adalah Differential Scanning Calorimetry
(DSC). Pada DSC peralatannya didesain untuk mengukur secara kuantitatif
perubahan entalpi yang terjadi dalam suatu sampel sebagai fungsi temperatur atau
waktu. Teknik analisis termal yang lain adalah dilatometry, dimana perubahan
dimensi linier dari suatu sampel direkam sebagai fungsi temperatur.16
Aplikasi yang penting dari teknik DTA dalam karakterisasi polimer adalah
pengukuran temperatur transisi gelas (Tg), temperatur dekomposisi (Td), dan
temperatur leleh (Tm). Transisi gelas (Tg) menyatakan suhu dimana suatu polimer
yang mengalami perubahan sifat fisik dari bentuk kaku (glassy) menjadi bentuk
elastis. Temperatur dekomposisi (Td) menunjukkan pemutusan ikatan kovalen
pada rantai polimer dan Temperatur leleh (Tm) merupakan nilai temperatur pada
saat polimer mengalami pelelehan sempurna. Pada temperatur ini bahan kristalin
akan berubah dari padatan menjadi cairan amorf. Nilai Tg, Td dan Tm dapat
menjadi acuan pada aplikasi suatu polimer sesuai dengan keperluan. Set alat
DTA/TGA ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut:
12
Gambar 2. 6 Set Alat Gabungan DTA/TGA
2.5.4 Massa Jenis (ρ)
Massa jenis dari suatu zat adalah ukuran kerapatan susunan atom atau molekul
suatu materi yang menggambarkan keteraturan dan kekompakan dari atom-atom
atau molekul-molekul penyusun zat tersebut, dimana massa jenis didefinisikan
sebagai massa persatuan volum (ρ = g/cm3). Polimer dengan struktur rantai linier
mempunyai susunan rantai yang teratur dibandingkan dengan struktur rantai
bercabang sehingga massa jenisnya relatif tinggi. Sedangkan polimer dengan
struktur rantai bercabang dan atau mempunyai subtituen yang meruah akan
bersifat kurang teratur dan struktur rantainya tidak tersusun rapat sehingga volume
yang ditempatinya akan lebih besar dan massa jenis (ρ) zat akan lebih rendah.
Sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, temperatur leleh (Tm), derajat
kristalinitas kekerasan dan modulus Young meningkat dengan bertambahnya
massa jenis (ρ) suatu polimer.
Pengukuran massa jenis (ρ) suatu polimer padat dapat dilakukan dengan
menggunakan piknometer. Bahan cair yang inert dan tidak melarutkan digunakan
sebagai pembanding dalam pengukuran. Untuk poliuretan dapat digunakan air
sebagai pembanding. Massa jenis diukur dengan menentukan massa dari
piknometer yang diisi dengan suatu cairan yang diketahui massa jenisnya dimana
sejumlah tertentu bahan polimer dibenamkan. Volume sampel sama dengan
13
volume zat cair yang dipindahkan dari piknometer. Ketelitian metode ini adalah ±
0,004 g cm-1.17, 18
Penentuan massa jenis (ρ) didasarkan pada hukum Archimedes yaitu volume yang
ditempati oleh larutan polimer sama dengan volume zat cair yang dipindahkan,
seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.10 berikut:
( ) ( )3 2
sampelo 2 1 3
w - wρ =w - w - w -w (2.10)
dimana :
ρsampel = rapat massa sampel polimer
ρair = rapat massa air pada suhu pengukuran
Wo = massa pikno + air
W1 = massa piknometer + air + sampel
W2 = massa pikno kosong
W3 = massa pikno + sampel
14