BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12...

26
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum 1. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Pengadaan tanah adalah Istilah yang telah dikenal sejak diterbitkannya Pengadaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya disebut dengan Keppres No. 55 Tahun 1993. Istilah pengadaan tanah ini kemudian dipakai untuk peraturan perundang-undangan setelahnya sebagai pengganti dari sistem pembebasan tanah yang digunakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 yang selanjutnya disebut PMDN No. 15 Tahun 1975 yang mengatur tentang pembebasan hak atas tanah sebelumnya. Istilah pembebasan hak atas tanah dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 mendapat tanggapan negatif oleh masyarakat dan pegiat hukum pertanahan [hukum agraria] sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dalam pelaksanaannya, sekaligus bermaksud untuk menampung aspirasi berbagai kalangan dalam masyarakat sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pembebasan tanah yang terjadi. 9 Oleh karena Keppres No. 55 Tahun 1993 banyak menimbulkan permasalahan di masyarakat, kemudian oleh Pemerintah diterbitkan peraturan pengganti yaitu Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang selanjutnya 9 Maria SW Sumarjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta, Buku Kompas, 2001, hlm. 72. Lihat juga : Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahi ,, Pencabutan hak, pembebasan Hak dan Pengadaan Tanah, Bandung: Mandar Maju, hlm. 53.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

1. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Pengadaan tanah adalah Istilah yang telah dikenal sejak diterbitkannya

Pengadaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pelaksanaan pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya

disebut dengan Keppres No. 55 Tahun 1993. Istilah pengadaan tanah ini kemudian

dipakai untuk peraturan perundang-undangan setelahnya sebagai pengganti dari

sistem pembebasan tanah yang digunakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 15 Tahun 1975 yang selanjutnya disebut PMDN No. 15 Tahun 1975 yang

mengatur tentang pembebasan hak atas tanah sebelumnya. Istilah pembebasan hak

atas tanah dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 mendapat tanggapan negatif oleh

masyarakat dan pegiat hukum pertanahan [hukum agraria] sehubungan dengan

banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dalam pelaksanaannya, sekaligus

bermaksud untuk menampung aspirasi berbagai kalangan dalam masyarakat

sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pembebasan tanah yang terjadi.9

Oleh karena Keppres No. 55 Tahun 1993 banyak menimbulkan

permasalahan di masyarakat, kemudian oleh Pemerintah diterbitkan peraturan

pengganti yaitu Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang selanjutnya

9 Maria SW Sumarjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta, Buku

Kompas, 2001, hlm. 72. Lihat juga : Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahi,, Pencabutan hak,

pembebasan Hak dan Pengadaan Tanah, Bandung: Mandar Maju, hlm. 53.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

18

disebut Perpres No. 36 Tahun 2005 yang kemudian diubah dengan Peraturan

Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang selanjutnya disebut Perpres No. 65 Tahun

2006 disertakan juga aturan pelaksanaannya ialah Peraturan Kelapa Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 yang selanjutnya

disebut Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007. Dalam Pasal 74 Peraturan

Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 menyatakan bahwa Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 dinyatakan

tidak berlaku dengan berlakunya Peraturan Badan Pertanahan No. 3 Tahun

2007.10

Menurut UU No. 2 Tahun 2012 untuk menjamin terselenggaranya

pembangunan untuk kepentingan umum diperlukan tanah yang pengadaannya

dilaksanakan dengan mengedapankan prinsip “kemanusiaan, demokratis, dan

adil.” Menurut Umar Said Sugiharto dalam pelaksanannya, pengadaan tanah

tersebut harus mempertimbangkan berbagai hal yakni :

a) Peran tanah dalam kehidupan manusia;

b) Prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah;

c) Prinsip kepastian hukum;

d) Pelaksanaannya dengan cara cepat dan transparan;

e) Berdasarkan prinsip “kemanusiaan, demokratis dan

keadilan”.

f) Berdasarkan prinsip “musyawarah langsung” dengan

pemegang hak atas tanah.11

10 Umar Said Sugiharto dkk, op.cit., hlm. 22-23 11 Ibid., hlm. 24

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

19

2. Pengertian Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah merupakan perbuatan Pemerintah untuk memperoleh

tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan, khususnya bagi kepentingan umum.

Pada prinsipnya pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak

yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan

untuk pembangunan.12 Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2012 disebutkan

bahwa pengertian pengadaan tanah adalah “kegiatan menyediakan tanah dengan

cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”

Adapun obyek pengadaanyang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun

2012 meliputi: ruang atas tanah, dari bawah tanah, bangunan, tanaman, benda

yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.13 Pada peraturan

perundang-undangan sebelumnya juga telah di atur tentang pengertian dari

pengadaan tanah yaitu dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun

2005, dan Perpres No 65 Tahun 2006. Menurut Keppres No.55 Tahun 1993

menyebutkan bahwa pengadaan tanah dapat dilakukan oleh siapa saja dalam arti

Pemerintah ataupun Swasta sedangkan menurut Perpres No. 36 Tahun 2005

mengaitkan pencabutan hak atas tanah sebagai cara lain dalam pengadaan tanah

dan menurut Pepres No. 65 Tahun 2006 mengartikan pengadaan tanah tanpa

mengaitkannya dengan pencabutan hak atas tanah. Dari pengertian tersebut

penulis simpulkan bahwa pengertian Pengadaan Tanah dalam UU No.2 Tahun

2012 berbeda pengertian dengan pengertian pengadaan tanah sebelumnya yang

diatur dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2005 dan

Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2

12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm. 26

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

20

Tahun 2012 objek yang menjadi ganti kerugian berbeda dan pengadaan tanah

menurut peraturan perundang-undangan sebelumnya yang hanya dapat dilakukan

oleh Pemerintah sendiri dan tanpa adanya cara pencabutan hak atas tanah.

3. Asas-asas Pengadaan Tanah

Dalam kegiatan pengadaan tanah tersangkut kepentingan dua pihak, yakni

Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dan masyarakat yang tanahnya

diperlukan untuk kegiatan pembangunan. Karena tanah sebagai kebutuhan dasar

manusia merupakan perwujudan hak ekonomi, sosial dan budaya, maka

pengadaan tanah harus dilakukan melalui suatu proses yang menjamin tidak

adanya “pemaksaan kehendak” satu pihak terhadap pihak lain. Disamping itu,

mengingatkan bahwa masyarakat harus merelakan tanahnya untuk suatu kegiatan

pembangunan, maka harus dijamin bahwa kesejahteraan sosial ekonominya tidak

akan menjadi lebih buruk dari keadaan semula, paling tidak harus setara dengan

keadaan sebelumnya tanahnya digunakan oleh pihak lain.14 Dalam Pengadaan

Tanah perlu adanya suatu asas-asas Pengadaan Tanah yang menjadi acuan

Pemerintah/negara dalam melakukan kegiatan Pengadaan Tanah.

Dalam UU No. 2 Tahun 2012 asas-asas yang digunakan dalam Pengadaan

Tanah antara lain:

a. Asas Kemanusiaan, adalah Pengadaan Tanah harus memberikan

perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi kemanusiaan,

harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia

secara proporsional.

14 Maria SW Sumarjono, Op.Cit., hlm. 284

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

21

b. Asas Keadilan, adalah memberikan jaminan pengganti yang layak

kepada pihak yang berhak dalam proses Pengadaan Tanah

sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan

kehidupan yang baik.

c. Asas kemanfaatan, adalah hasil Pengadaan Tanah mampu

memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat,

bangsa, dan negara.

d. Asas Kepastian, adalah memberikan kepastian hukum tersedianya

tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk pembangunan dan

memberikan jaminan kepada pihak yang berhak untuk

mendapatkan Ganti Kerugian yang layak.

e. Asas Keterbukaan, adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk

pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada

masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

Pengadaan Tanah.

f. Asas Kesepakatan, adalah bahwa proses Pengadaan Tanah

dilakukan dengan Musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan

untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

g. Asas Keikutsertaan, adalah bahwa proses dukungan dalam

penyelenggaraan Pengadaan Tanah melalui partisipasi masyarakat,

baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan

samapi dengan kegiatan pembangunan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

22

h. Asas Kesejahteraan, adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk

pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan

kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas.

i. Asas Keberlanjutan, adalah bahwa kegiatan pembangunan dapat

berlangsung secara terus-menerus, berkesinambungan, untuk

mencapai tujuan yang diharapkan.

j. Asas Keselarasan, adalah bahwa Pengadaan Tanah untuk

pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan

masyarakat dan negara.

Dari asas-asas tersebut dalam penelitiannya ini penulis akan berfokus dan

membahas asas kesepakatan dalam kaitannya dengan Musyawarah Pengadaan

Tanah. Karena asas kesepakatan Pengadaan Tanah ini menjadi asas yang

melandasi musyawarah penetapan ganti kerugian pengadaan tanah.

2.2 Prinsip Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum

1. Pengertian Musyawarah dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum

Dalam Pasal 1 angka 2 UU No.2 Tahun 2012 dan Pasal 1 angka 2 Perpres

No. 71 Tahun 2012 disebutkan bahwa pengadaan tanah adalah kegiatan

menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil

kepada pihak yang berhak. Menurut Pasal 1 angka 10 UU No.2 Tahun 2012, yang

dimaksud dengan ganti kerugian adalah penggantian yang adil kepada pihak yang

berhak dalam proses pengadaan tanah. Menurut UU No. 2 Tahun 2012 yang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

23

dimaksud adil disini adalah memberikan jaminan penggantian yang layak kepada

pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah sehingga mendapatkan

kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik. Mengutip

dari pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa kata adil mengandung lebih

dari satu arti. Adil dapat berarti menurut hukum, dan apa yang sebanding, yaitu

semestinya.15 Sehingga apabila dihubungkan dengan pengadaan tanah maka adil

disini berarti pihak yang berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya dalam

pelaksanaan pengadaan tanah seperti halnya mendapatkan ganti kerugian sesuai

dengan yang seharusnya mereka dapatkan.

Dasar pemberian ganti kerugian adalah hasil kesepakatan dalam

musyawarah menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 UU No. 2 Tahun 2012. Sementara itu dalam Pasal 2 UU

No. 2 Tahun 2012 menetapkan salah satu asas yang menjadi dasar dalam

pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah asas kesepakatan.

Dalam penjelasannya Pasal tersebut ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan

“asas kesepakatan” adalah bahwa proses pengadaan tanah dilakukan dengan

musyawarah para pihak tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan

bersama. Dasar kesepakatan para pihak ini terdapat baik dalam tahap persiapan

maupun dalam tahap pelaksanaan penyelenggaraan pengadaan tanah.16 Secara

umum pengertian musyawarah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas

15 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : Apa dan Bagaimana Filsafat

Hukum Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, Hlm. 156 16 Djoni Sumardi Gozali, Hukum Pengadaan Tanah : Asas Kesepakatan Dalam Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta, UII Press, 2017., Hlm. 22

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

24

penyelesaian masalah17. Selain itu Koesnoe berpendapat musyawarah adalah

“suatu tindakan seseorang bersama orang-orang lain untuk menyusun suatu

pendapat bersama yang bulat atas sesuatu permasalahan yang dihadapi oleh

seluruh masyarakatnya.” Dari itu musyawarah selalu menyangkut masalah hidup

masyarakat yang bersangkutan.”18 Sedangkan menurut Koentjoro Poerbopranoto

mengemukakan, musyawarah adalah “suatu sistem tertentu melalui berunding dan

berunding hingga memperoleh kata sepakat.”19

Dalam UU No. 2 Tahun 2012 tidak memberikan definisi tentang

musyawarah pengadaan tanah secara tersendiri, tetapi pengertian musyawarah

dapat ditemukan di dalam pengertian konsultasi publik. Konsultasi publik

sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 8 UU No. 2 Tahun 2012 yakni proses

komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna

mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Dalam sejarahnya pengertian musyawarah menurut undang-undang dapat

ditemukan pada peraturan perundang-undangan pengadaan tanah sebelumnya

yaitu dalam Keppres No. 55 Tahun 1993 dan Perpres No. 36 Tahun 1993. Dalam

Keppres No. 55 Tahun 1993 disebutkan yang dimaksud musyawarah adalah

proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat

dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas

tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Sedangkan menurut Pasal 1 angka

17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 18 Moh. Koesnoe, Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press,

Surabaya, 1979., hlm. 45 (selanjutnya disingkat Moh. Koesno IV). 19 Koentjoro Poerbopranoto, Sedikit Tentang Sistem Pemerintahan Demokrasi, Eresco, Jakarta,

1975., Hlm. 100

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

25

10 Perpres No. 36 Tahun 2005 yang merumuskan pengertian musyawarah adalah

kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling

menerima pendapat, serta keinginan, saling memberi dan saling menerima

pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan

besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan

tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah,

bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan

pihak yang memerlukan tanah.

Dari uraian diatas maka dapat dilihat bahwa dalam UU No. 2 Tahun 2012

tidak disebutkan secara tegas tentang pengertian dari musyawarah sedangkan

dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya disebutkan secara tegas dan

secara tersendiri. Telah dibahas sebelumnya bahwa dalam UU No. 2 Tahun 2012

dan Perpres No. 71 Tahun 2012 tidak disebutkan secara tegas tentang pengertian

dari musyawarah, maka untuk memahami pengertian dari musyawarah penetapan

ganti kerugian harus dilihat secara keseluruhan dari UU No. 2 Tahun 2012

maupun dari Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang apakah yang dimaksud dengan

musyawarah penetapan ganti kerugian itu. Menurut Gunanegara secara normatif

pola penetapan ganti rugi ditetapkan berdasarkan musyawarah yang merupakan

institusionalisasi lembaga asli yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

Indonesia. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa: “esensi musyawarah adalah

kesepakatan secara bulat antara pemilik tanah dengan negara mengenai mengenai

nilai ganti rugi.”20 Sementara itu Mahakamah Agung dalam Putusannya Nomor

20 Gunanegara, Rakyat dan Negara dalam Pengadaan Tanah untuk pembangunan, Tatanusa,

Jakarta, 2008., Hlm. 239

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

26

2263 K/PDT/1993 merumuskan pengertian musyawarah sebagai perjumpaan

kehendak antara pihak-pihak yang tersangkut tanpa rasa takut dan paksaan.

Dari uraian tentang musyawarah yang telah disampaikan diatas, maka

dapat dilihat pengertian musyawarah pengadaan tanah yang tepat menurut penulis

yaitu menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 karena pengertian musyawarah dalam

Perpres No. 36 Tahun 2005 menyebutkan secara tegas dan jelas tentang

pengertian dari musyawarah begitu juga dengan prinsip-prinsip dalam

musyawarah pengadaan tanah. Dalam Perpres No. 36 Tahun 2005 dikemukakan

secara tegas tentang prinsip-prinsip dari musyawarah, yaitu:

a. Pertama, adanya unsur kesetaraan atau sederajat;

b. kedua, unsur kesukarelaan;

c. ketiga, unsur sikap saling mendengar, memberi, dan menerima pendapat;

d. keempat, unsur keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk

dan besarnya ganti kerugian.21

2. Penetapan Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa dalam UU No. 2 Tahun

2012 dan Perpres No. 71 Tahun 2012 tidak disebutkan secara tegas tentang

pengertian dari musyawarah pengadaan tanah. Demikian halnya UU No. 2 Tahun

2012 maupun Perpes No. 71 Tahun 2012 tidak menyebutkan pengertian tentang

musyawarah penetapan ganti kerugian pengadaan tanah secara tegas, sehingga

menurut penulis perlu melihat kedua peraturan perundang-undangan secara

menyeluruh dan juga melihat dari peraturan perundang-undangan tentang

21 Djoni Sumardi Gozali, Op. Cit. Hlm. 154

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

27

pengadaan tanah sebelumnya disertai dengan pendapat para ahli. Namun sebelum

mengetahui apa makna dan pengertian dari musyawarah penetapan ganti kerugian

maka perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian dari asas kesepakatan.

Hal ini karena menurut penulis asas kesepakatan menjadi asas yang penting dalam

kaitannya dengan musyawarah ganti kerugian. Oleh karena itu asas kesepakatan

yang dijabarkan terlebih dahulu sebagai pembuka dari bahasan ini karena fokus

bahasan penelitian ini bukan tentang asas kesepakatan pengadaan tanah namun

perihal musyawarah penetapan ganti kerugian.

UU No. 2 Tahun 2012 ini menetapkan kesepakatan sebagai salah satu asas

dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dalam Penjelasan Pasal 1 huruf

f UU No. 2 Tahun 2012 dinyatakan, yang dimaksud dengan “asas kesepakatan”

adalah bahwa proses Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak

tanpa unsur paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama. Asas Kesepakatan

berasal dari kata dasar sepakat, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Pusat Bahasa, berarti setuju, semufakat, sependapat. Kesepakatan, berarti perihal

sepakat, konsensus.22 Asas kesepakatan dalam pengadaan tanah muncul sebagai

asas yang melandasi musyawarah pengadaan tanah terutama dalam musyawarah

penetapan ganti kerugian. Sehingga menurut penulis asas kesepakatan tidak akan

lepas dari musyawarah ganti kerugian karena sudah menjadi satu hal penting yang

harus dipenuhi dalam musyawarah ganti kerugian yaitu bahwa tujuan dari

musyawarah penetapan ganti kerugian adalah untuk mencapai kata sepakat.

22 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi

Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014., Hlm. 1278

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

28

Asas kesepakatan sangat erat kaitannya dengan musyawarah karenanya

asas kesepakatan menjadi asas yang penting untuk di bahas dalam kaitannya

dengan musyawarah penetapan ganti kerugian. Sebagaimana yang telah

disampaikan sebelumnya tentang pengertian dari musyawarah menurut peraturan

perundang-undangan, maka pada dasarnya pengadaan tanah dilakukan dengan

proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah

dengan pihak/Instansi yang memerlukan tanah. Dari beberapa pengertian tentang

musyawarah tersebut penulis menggunakan pengertian dari Perpres No. 36 Tahun

2005, sebagai bahasan tentang asas kesepakatan. Dari pengertian musyawarah

yang telah dijabarkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa asas kesepakatan

terdapat pada seluruh pengertian musyawarah dalam peraturan perundang-

undangan tentang pengadaan tanah sehingga musyawarah demikian halnya

menurut UU No. 2 Tahun 2012 dan Perpres No. 71 Tahun 2012 tidak dapat lepas

dari asas kesepakatan. Hal ini karena asas kesepakatan ini digunakan sebagai

landasan Pemerintah dalam melakukan musyawarah ganti kerugian yang

berhubungan langsung dengan masyarakat yang berhak dalam dalam pelaksanaan

pengadaan tanah. Asas kesepakatan dapat terpenuhi apabila prinsip-prinsip dalam

musyawarah pengadaan tanah terpenuhi.

Beranjak dari asas kesepakatan diatas, selanjutnya penulis akan membahas

tentang musyawarah penetapan ganti kerugian pengadaan tanah. Telah disebutkan

sebelumnya bahwa pengertian musyawarah tidak disebutkan secara tegas namun

istilah musyawarah dapat ditemukan pada pengertian konsultasi publik. Didalam

pengadaan tanah musyawarah tidak hanya dalam hal penetapan ganti kerugian

tetapi dalam hal juga musyawarah penetapan lokasi pengadaan tanah yang diatur

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

29

dalam Pasal 29 sampai Pasal 44 Perpres No. 71 Tahun 2012. Namun dalam

pembahasan ini akan dibahas tentang musyawarah penetapan ganti kerugian.

Dalam pengertian musyawarah dalam Pasal 1 angka 8 disebutkan bahwa

musyawarah pengadaan tanah ini ditujukan untuk penetapan lokasi yang terdapat

dalam tahap persiapan pengadaan tanah dan bukan pengertian pengadaan tanah

secara umum ataupun musyawarah penetapan ganti kerugian. Karena musyawarah

penetapan ganti kerugian terdapat dalam tahap pelaksanaan pengadaan tanah.

Dari uraian diatas dilihat bahwa penetapan ganti kerugian pengadaan tanah

dilakukan dalam musyawarah penetapan ganti kerugian untuk menetapkan

kesepakatan tentang bentuk dan besaran ganti kerugian pengadaan tanah tidak

diatur secara tegas dan secara tersendiri, maka harus melihat secara menyeluruh

tahapan tentang penetapan ganti kerugian pengadaan tanah. Penilaian ganti

kerugian ini menurut ketentuan Pasal 37 UU No. 2 Tahun 2012 dilakukan oleh

Penilaian Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 UU No. 2 Tahun 2012 jucto Pasal 1 angka 11

Pepres No. 71 Tahun 2012 jucto Perpres No 148 Tahun 2015 yang dimaksud

Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan

yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah

mendapatkan izin praktik Penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat

lisensi dari Kementerian untuk menghitung nilai/harga Objek Pengadaan Tanah.

Kementerian yang dimaksud disini menurut Perpres No. 148 Tahun 2015 adalah

lembaga Pemerintah yang menyelenggarakan urusan Pemerintah dibidang

pertanahan. Sedangkan penilai Publik menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Pepres

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

30

No. 71 Tahun 2012 adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri

Keuangan untuk memberikan jasa penilaian.23

Dalam UU No. 2 Tahun 2012 maupun Perpres No. 71 Tahun 2012 dan

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 yang selanjutnya disebut Perkaban No.

5 Tahun 2012 tidak menentukan standart penilaian dalam peraturan hukum yang

digunakan oleh Penilai Pertanahan. Akan tetapi acuan dari penilian yang

dilakukan oleh Tim Penilai dapat ditemukan di dalam “Petunjuk Teknis Penilian

Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.”24

Dalam petunjuk teknis tersebut menyatakan bahwa dasar nilai/penilain dari tim

penilai adalah Nilai Penggantian Wajar yang selanjutnya disebut NPW. Dalam

petunjuk teknis tersebut yang dimaksud NPW adalah nilai untuk kepentingan

pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu properti,

dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang

diakibatkan adanya pengambil alihan hak atas properti. NPW dapat dihasilkan

dari kombinasi kerugian fisik dan kerugian non fisik atas suatu objek penilaian.

Kombinasi ini dapat digambarkan sebagai penjumlahan indikasi Nilai Pasar atas

kerugian fisik ditambah indikasi nilai atas kerugian non fisik. 25

Dalam UU No. 2 Tahun 2012 maupun Perpres No. 71 tahun 2012 tidak

dijelaskan kedudukan/status dari hasil penilaian yang dilakukan oleh Penilai

Pertanahan ini, apakah merupakan hasil yang sudah tetap tidak bisa berubah atau

masih bisa berubah ketika dilakukan musyawarah dengan pihak yang berhak.

23 Djoni Sumardi Gozali, Op. Cit. Hlm. 143-144 24 Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) dan Masyarakat Profesi Indonesia

(MAPPI), Petunjuk Teknis Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum (Spi 306), 2014, Hlm. 5 25 Ibid, Hlm. 2

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

31

Sehubungan dengan hal ini mengutip pendapat dari Eman Ramelan yang

berpendapat bahwa:26

Tidak dijelaskan pula dalam UU No. 2 Tahun 2012 beserta

peraturan pelaksananya tentang posisi dan hasil penilaian

Penilai yang menyangkut besarnya ganti kerugian, bersifat final

atau masih bisa sesuai dengan dinamika yang ada dalam proses

musyawarah. Kalau itu bersifat final, maka proses musyawarah

itu sekedar legitimasi semata atas hasil penilaian dari penilai

tanpa mempertimbangkan pendapat dan kepentingan dari

pemegang hak atas tanah. Bagaimana mungkin terhadap hal

yang menyangkut nasib dan masa depan pemegang hak atas

tanah segala penilaian tentang ganti kerugian tanpa melibatkan

peran dari pemegang hak atas tanah.

Pendapat yang disampaikan oleh Eman Ramelan tentang posisi dan hasil

penilaian Penilai yang menyangkut besarnya ganti kerugian ini dan hasil penilaian

Penilai pengadaan tanah yang menyangkut besarnya ganti kerugian ini ada

benarnya. Karena seperti yang telah disampaikan bahwa UU No. 2 Tahun 2012

maupun Perpres No. 71 Tahun 2012 tidak mengatur secara tegas. Hal ini karena

apabila besaran hasil penilai dari Penilai tidak dapat diberubah lagi maka

musyawarah penetapan ganti kerugian hanya sekedar penandatangan tanganan

berita acara. Dari uraian tersebut, penulis memilih pengertian musyawarah

menurut Pepres No. 36 Tahun 2005 karena dalam Perpres ini disebutkan pula

prinsip-prinsip tentang musyawarah sehingga semua prinsip tersebut harus

dipenuhi agar musyawarah dianggap sah dan telah terjadinya musyawarah.

Sehingga untuk membahas masalah tersebut perlu dilihat secara menyeluruh

tentang maksud dan tujuan dari musyawarah penetapan ganti kerugian pengadaan

tanah.

26 Eman Ramelan, Hukum Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di

Indonesia,Airlangga University Press dengan LP3 Unair, Surabaya,2014. Hlm. 65

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

32

Tahap penetapan ganti kerugian pengadaan tanah diatur dalam Pasal 63

sampai Pasal 73 Perpres No. 71 Tahun 2012. Menurut penulis pada hakikatnya

tahapan penetapan ganti kerugian pengadaan tanah yaitu besaran atau nilai

pengadaan tanah telah ditentukan oleh tim penilai dan ditetapkan oleh ketua

pengadaan tanah yang akan menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian.

Selanjutnya tim pengadaan tanah bersama Instansi yang memerlukan tanah

dengan pihak yang berhak untuk melakukan musyawarah penetapan ganti

kerugian pengadaan tanah. Dalam musyawarah penetapan ganti kerugian tim

pengadaan tanah melakukan musyawarah tentang besaran/nilai dan bentuk ganti

kerugian untuk mencapai kesepakatan bersama. Kemudian kesepakatan tentang

besaran dan bentuk ganti kerugian di tuangkan dalam berita acara kesepakatan

ganti kerugian. Sehingga menurut penulis karena musyawarah ganti kerugian

pengadaan tanah menurut Perpres No. 71 Tahun 2012 tidak disebutkan pengertian

secara tegas dalam hal musyawarah ganti kerugian, sehingga penulis

menggunakan pengertian musyawarah menurut Perpres No. 36 Tahun 2005

sebagai acuan. Tetapi meskipun demikian apabila dilihat secara menyeluruh

tentang musyawarah penetapan ganti kerugian berdasarkan UU No. 2 Tahun 2012

dan Perpres No. 71 Tahun 2012 maka terdapat 3 prinsip yang harus terpenuhi

antara lain:

Pertama, yaitu adanya hasil penilaian dari tim penilai yang didasarkan

Nilai Penggantian Wajar yang selanjutnya disebut NPW. Hasil penilaian ini

digunakan sebagai dasar untuk dibahas dalam musyawarah penetapan ganti

kerugian sehingga hasil penilaian ini digunakan sebagai patokan atau dasar dalam

musyawarah penetapan ganti kerugian. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 31

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

33

sampai Pasal 36 UU No. 2 Tahun 2012 dan Pasal 63 sampai Pasal 67 Pepres No.

71 Tahun 2012.

Kedua, adalah peristiwa tawar menawar atau berunding tentang nilai atau

besaran ganti kerugian antara panitia pelaksana pengadaan tanah dengan pihak

yang berhak. Proses tawar menawar ini berdasarkan pada nilai yang sebelumnya

telah di tetapkan oleh Tim Penilai yang digunakan sebagai dasar atau patokan

dalam menentukan nilai ganti kerugian. Musyawarah penetapan ganti kerugian

diatur dalam Pasal 37 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2012 dan Pasal 68 sampai Pasal

71 Perpres No. 71 Tahun 2012.

Ketiga, yaitu adanya kesepakatan, dalam musyawarah penetapan ganti

kerugian hasil dari proses tawar menawar atau perundingan tersebut yang

nantinya menjadi hasil final dari besaran atau nilai ganti kerugian yang telah

disepakati oleh Panitia Penyelenggara Pengadaan Tanah dan Pihak yang berhak.

Kesepakatan ini menyangkut juga akan hal kesetaraan kedudukan antara pihak

yang berhak dengan Tim pelaksana pengadaan tanah. Hal ini di tandai dengan

tidak adanya unsur paksaan saat adanya kesepakatan, seperti yang telah

disebutkan dalam asas kesepakatan dalam UU No. 2 Tahun 2012. Setelah

diperoleh kesepakatan maka hasil kesepakatan tersebut di tuangkan dalam berita

acara kesepakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (2) UU No. 2 Tahun

2012 dan Pasal 72 Pepres No. 71 Tahun 2012.

Musyawarah penetapan ganti kerugian pengadaan tanah merupakah tahap yang

penting karena hasil musyawarah penetapan ganti kerugian menjadi dasar tim

pengadaan tanah dalam menetapkan ganti kerugian pengadaan tanah baik besaran

ataupun bentuk ganti kerugian. Oleh karenanya dalam melakukan Musyawarah

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

34

penetapan ganti kerugian harus dilakukan sesuai dengan prinsip dan tujuan dari

musyawarah tersebut sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan

tanah.

Dari kegiatan musyawarah penetapan ganti kerugian tersebut akan

menghasilkan sebuah kesepakatan tentang besaran atau nilai ganti kerugian yang

dinyatakan dalam berita acara kesepakatan. Berita acara kesepakatan tersebut

merupakan sebuah ketetapan yang dikeluarkan antara Tim pelaksana pengadaan

tanah dengan Pihak yang berhak. Oleh karena itu dalam membuat berita acara

tersebut harus didasarkan dan dilakukan dengan pada hal yang benar sesuai

dengan UU No. 2 Tahun 2012 dan Prepres No. 71 Tahun 2012. Karena apabila

ketetapan tersebut tidak benar maka Menurut Van der Wel terdapat enam akibat

dari ketetapan yang mengalami kekurangan, yakni:27

1. batal karena hukum;

2. kekurangan itu menjadi sebab atau menimbulkan kewajiban

untuk membatalkan ketetapan itu untuk sebagiannya atau

seluruhnya;

3. kekurangan itu menyebabkan bahwa alat pemerintah yang

lebih tinggi dan yang berkompeten untuk menyetujui atau

meneguhkannya, tidak sanggup memberi persetujuan atau

peneguhan itu;

4. kekurangan itu tidak mempengaruhi berlakunya ketetapan;

5. karena kekurangan itu, ketetapan yang bersangkutan

dikonversi ke dalam ketetapan lain;

6. hakim sipil mengganggap ketetapan yang bersangkutan

tidak mengikat

Oleh karena itu apabila dalam membuat berita acara kesepakatan musyawarah

penetapan ganti kerugian tidak sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2012 maka berita

acara atau ketetapan tersebut tidak bersifat mengikat.

27 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002, hlm.128

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

35

3. Tahapan Penetapan Ganti Kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk

Kepentingan Umum.

Dalam penyelenggaraan pengadaan tanah tentang tahap-tahap pengadaan

tanah telah ditentukan dalam UU No. 2 Tahun 2012 juncto Perpres No. 71 Tahun

2012 juncto Perpres No. 99 Tahun 2014 juncto Perpres No. 148 Tahun 2015.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui 4 tahapan

antara lain:

1. Perencanaan;

2. Persiapan;

3. Pelaksanaan; dan

4. penyerahan hasil.

Namun pada bahasan ini hanya akan dibahas pada tahap pelaksanaan yaitu

penetapan ganti kerugian pengadaan tanah.

Tahap-tahap penetapan ganti kerugian pengadaan tanah dibagi dalam 3 bahasan

yaitu :

a. Penilaian Ganti Kerugian

Pada tahapan ini diatur dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 67

Perpres No. 71 Tahun 2012 junco Perpres No. 99 Tahun 2014. Penetapan

besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan

Tanah berdasarkan hasil penilaian dari jasa Penilaian atau Penilai Publik

yang ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Dalam Pasal 64

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

36

Perpres No. 71 Tahun 2012 apabila pemilihan Penilai tidak dapat

dilaksanakan, maka Ketua Pengadaan Tanah menunjuk Penilai Publik.

Pasal 63 Perpres No. 71 Tahun 2012 junco Perpres No. 99 Tahun 2014

menyebutkan Penilaian tersebut didasarkan pada hasil penilaian dari jasa

Penilai yang dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah dalam

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Selain itu dalam Pasal

tersebut disebutkan apabila dalam hal nilai pengadaan tanah, hasil

penilaian dari Penilai atau Penilai publik di atas Rp. 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah), maka jasa Penilai atau Penilai Publik dilakukan

dengan menggunakan metode pascakualifikasi. Sehingga dapat

disimpulkan yaitu apabila hasil penilian dari Penilai lebih atau diatas dari

lima puluh juta rupiah maka Penilai atau Penilai Publik menggunakan

cara pascakualifikasi dalam waktu paling lama 30 hari.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 65 Perpres No. 71 Tahun 2012

Penilai melakukan Penilaian besarnya Ganti Kerugian bidang per bidang

tanah meliputi:

a) tanah,

b) ruang atas tanah dan bawah tanah,

c) bangunan, tanaman,

d) benda yang berkaitan dengan tanah dan/atau

e) kerugian lain yang dapat dinilai.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

37

Berdasarkan Pasal 65 Perpres No 71 Tahun 2012 pelaksanaan

tugas dari penilai dilaksanakan paling lama 30 hari kerja sejak

ditetapkannya Penilai oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Besarnya

nilai Ganti Kerugian didasarkan pada hasil penilaian oleh Penilai ini

disampaikan kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dengan Berita

acara penyerahan hasil penilaian.

b. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian

Tahap ini diatur dalam Pasal 68 sampai Pasal 73 Perpres No. 71

tahun 2012. Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian dilakukan oleh

Pelaksana Pengadaan Tanah dengan pihak yang berhak dengan

mengikutsertakan instasi yang memerlukan tanah yang dilaksanakan

waktu 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai diterima ketua

pelaksana pengadaan tanah. Menurut Pasal 68 Perpres No. 71 Tahun

2012 Musyawarah dilakukan secara langsung untuk menetapkan bentuk

ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Meskipun

dalam Pasal 68 Perpres No. 71 Tahun 2012 judul dari Pasal tersebut

hanya menyebutkan bentuk ganti kerugian namun sejatinya ditentukan

juga besaran dari ganti kerugian pengadaan tanah dari Penilai. Hal ini

dapat dilihat dalam Pasal 64 Pepres No. 71 Tahun 2012 yang

menyebukan tentang Pelaksana Pengadaan Tanah menyampaikan

besarnya Ganti Kerugian hasil penilaian ganti kerugian dari Penilai.

Sehingga dalam musyawarah penetapan ganti kerugian ini berbicara

tentang penetapan bentuk dan nilai ganti kerugian. Selanjutnya Pelaksana

Pengadaan Tanah mengundang Pihak yang berhak dalam Musyawarah

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

38

Penetapan Ganti Kerugian. Menurut Pasal 69 Perpres No. 148 Tahun

2015 undangan disampaikan paling lambat 2 hari kerja sebelum tanggal

pelaksanaan musyawarah Penetapan Ganti Kerugian. Musyawarah dapat

dibagi dalam beberapa kelompok dengan mempertimbangkan jumlah

pihak yang berhak, waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah. Jika

belum tercapai kesepakatan, musyawarah dapat dilaksanakan lebih dari 1

kali.

Dalam Pasal 71 Perpres No. 71 Tahun 2012, apabila pihak yang

berhak berhalangan hadir dalam musyawarah, dapat memberikan kuasa

kepada :

• Seorang dalam hubungan darah ke atas, ke bawah atau ke

samping sampai derajat kedua atau suami/isteri bagi pihak

yang berhak berstatus perorangan;

• Seorang yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar bagi pihak yang berhak berstatus badan hukum; atau

• Pihak yang berhak lainnya.

Pihak yang berhak hanya dapat memberikan kuasa kepada 1 orang

penerima kuasa atas 1 atau beberapa bidang tanah yang terletak pada 1

lokasi pengadaan tanah. Dalam hal pihak yang berhak telah diundang

secara patut tidak hadir dan tidak memberikan kuasa, maka pihak yang

berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian yang

ditetapkan oleh pelaksana pengadaan tanah.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

39

Selanjutnya hasil kesepakatan dalam musyawarah penetapan ganti

kerugian menjadi dasar pemberian ganti kerugian yang dituangkan dalam

berita acara kesepakatan yang memuat:

• Pihak yang berhak yang hadir atau kuasanya, yang setuju

beserta bentuk ganti kerugian yang disepakati;

• Pihak yang berhak yang hadir atau kuasanya, yang tidak

setuju; dan

• Pihak yang berhak yang tidak hadir dan tidak memberikan

kuasa.

Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau

besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan

kepada Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari

kerja setelah ditandatangani berita acara hasil musyawarah, dan

pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian

dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan

keberatan.

Apabila masih ada pihak yang keberatan terhadap putusan

Pengadilan Negeri tersebut, maka berdasarkan Pasal 73 Perpres No. 71

Tahun 2012 dalam waktu paling lama 14 hari kerja dapat mengajukan

kasasi kepada Mahkamah Agung, dan Mahkamah Agung wajib

memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak

permohonan kasasi diterima. Putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

40

Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar

pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.

a. Pemberian Ganti Kerugian

Tahap selanjutnya yaitu pemberian ganti kerugian yang diatur

dalam Pasal 74 sampai Pasal 83 Perpres No. 71 Tahun 2012 juncto

Perpres No. 148 Tahun 2015. Ganti kerugian diberikan kepada pihak

yang berhak berdasarkan hasil penilai yang ditetapkan dalam

musyawarah dan/atau putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung.

Bentuk ganti kerugian, baik berdiri sendiri maupun gabungan dari

beberapa bentuk ganti kerugian diberikan sesuai dengan nilai ganti

kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh

penilai. Meski ganti kerugian dapat dilakukan dalam bermacam-macam

bentuk, namun pelaksana pengadaan tanah mengutamakan pemberian

ganti kerugian dalam bentuk uang.

Berdasarkan Pasal 76 Perpres No. 71 Tahun 2012 juncto Perpres

No. 148 Tahun 2015, ganti kerugian pengadaan tanah apabila diberikan

dalam bentuk mata uang rupiah maka dilakukan paling lama 7 hari kerja

sejak penetapan bentuk ganti kerugian oleh pelaksana pengadaan tanah,

dilakukan oleh Instansi yang memerlukan tanah atau pejabat yang

ditunjuk dalam waktu 3 hari kerja sejak berita acara kesepakatan bentuk

ganti kerugian ditandatangani. Dalam Pasal 83 Pepres No. 71 Tahun

2012 pemberian ganti kerugian dibuat dalam berita acara pemberian ganti

kerugian dengan dilampiri:

• Daftar pihak yang berhak penerima ganti kerugian;

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

41

• Bentuk dan besarnya ganti kerugian yang diberikan;

• Daftar dan bukti pembayaran/kwitansi; dan

• Berita acara pelepasan hak atas tanah atau penyerahan

tanah.

Apabila dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau

besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan

Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung, maka berdasarkan Pasal 42 UU

No. 2 Tahun 2012 juncto Pasal 86 Perpres No. 71 Tahun 2012, ganti

kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri setempat. Demikian halnya pula

pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian

berdasarkan hasil musyawarah dan tidak mengajukan keberatan ke

pengadilan, ganti kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri setempat.

Selain itu, penitipan ganti kerugian di Pengadilan juga dilakukan

terhadap hal antara lain :

1) Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak

diketahui keberadaannya; atau

2) Objek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian

:

• Sedang menjadi objek perkara di pengadilan;

• Masih dipersengketakan kepemilikannya;

• Diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang; atau

• Menjadi jaminan di bank.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA...Perpres No. 65 Tahun 2006 karena dalam pengadaan tanah menurut UU No. 2 12 Maria SW Sumarjono, Op.Cit, hlm. 280 13 Umar Said Sugiharto dkk, Op.Cit., hlm.

42

Pada saat pelaksanaan pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak

telah dilaksanakan atau pemberian ganti kerugian sudah dititipkan di

pengadilan negeri, maka berdasarkan Pasal 43 UU No. 2 Tahun 2012

kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak beralih tanahnya

menjadi tanah yang negara. Selanjutnya tentang pemutusan hubungan

hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah diatur

dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 108 Perpres No. 71 Tahun 2012.