BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA Impact Program Vokasional terapi
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak lepas dari hasil penelitian yang sudah ada
sebelumnya, sebagai pertanda dalam kajian ini peneliti menulis penelitian ini.adapun
penelitian yang dijadikan reverensi dan perbandingan yang tidak lepas dari topik
pembahasan dalam penelitian yaitu tentang Impact Program Vokasional terapi
terhadap kemandirian tuna netra di Kota Malang, antara lain:
Tabel 1.1
Data Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Peneliti Hasil Peneliti
Khairani (2016) Media Flashcard
Braille Terhadap
Kemampuan
Membaca Permulaan
Anak Tunanetra
Media flashcard
berpengaruh terhadap
kemampuan membaca
permulaan anak
tunanetra. Hal ini terlihat
dari nilai terlihat dari
perbedaan nilai rata-rata
pada siswa tunanetra
sebelum diberikan
perlakuan menggunakan
media flashcard braille
yaitu 34 dan setelah
diberikan perlakuan
menggunakan media
flashcard braille yaitu
82,5. Sehingga hasil
penelitian ini terdapat
pengaruh yang signifikan
penggunaan media
flashcard braille terhadap
kemampuan membaca
permulaan anak
tunanetra di SLBA
YPAB tegalsari
10
Surabaya.
Junika Hestu
Arvianti (2017)
Keberfusngsian
Sosial Penyandang
Tuna Netra dalam
kehidupan
bermasyarakat (
Studi pada Alumni
UPT Rehabilitasi
Sosial Bina Netra
Kota Malang
Penyandang tuna mampu
memenuhi kebutuhan
dirinya dengan membuka
praktek sendiri, mampu
berpergian kemana saja
tanpa bantuan orang lain
mampu menggunakan
kemampuan orientasi
mobilitas yang didapat
dari UPT Rehabilitasi
Sosial Bina Netra, serta
telah mampu
mengembangkan hobi
dan berbagai ilmu kepada
teman-temannya dan
membantu perekonomian
keluarga dan hasil
membuka usaha praktek
pijatnya dengan kata lain
penyandang tuna netra
telah mandiri dengan
melayani dirinya dan
melayani orang lain.
B. Konsep Vokasional
1. Pengertian Vokasional
Vokasional adalah keterampilan yang bersifat individu dan bersifat khusus
(terspesialisasi), sesuai dengan kemapuan yang dimiliki dan disesuaikan dengan
kondisi lingkungan sekitar individu tersebut, sehingga suatu kegiatan yang memerlukan
praktik yang dapat membuat suatu individu berkembang. Dengan kempuan yang
dimiliki dalam melakukan eksplorasi terhadap masalah pendidikan dan pekerjaan
penilaian terhadap kemamapuan diri yang dapat dikaitkan dengan masalah pekerjaan,
perencanaan pekerjaan, usaha pekerjaan pengambilan keputusan dalam pemilihan suatu
pekerjaan tersebut.
11
Keterampilan Vokasional suatu pembelajaran yang dapat menitik beratkan pada
praktik dan pengembangan teori-teori yang ada dengan tujuan mempersiapkan individu
agar terampil dalam bidang-bidang tertentu atau sesuai dengan pilihan, bakat, minat
dan potensi yang dimilikinya) agar dapat terus berkompetisi di dunia usaha, industry
dan dunia kerja. dan lain sebagainya. Keterampilan Vokasional memerlukan beberapa
keterampilan yang sudah disepakati dan sudah pernah dilakukan oleh orang lain,
sehingga dapat mengetahui perkembangan yang selama ini dilakukan. Dan juga dapat
menunjukkan bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/ kopetensi SDM
yang berbeda-beda. Dengan begitu kemajuan modern dalam bidang pelatihan
keterampilan, akomodasi terkait, serta teknologi, dapat meningkatkan dengan luar biasa
kesempatan vokasional mereka. Keterampilan vokasional merupakan pendidikan
umum, proses pembelajarannya memperoleh keterampilan praktis, sikap kerja yang
baik, pemahaman serta pengetahuan tentang pekerjaan di segala sektor ekonomi dan
sosial ( UNESCO, 2001)
Vokasional diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, sehingga
mamou mengembangkan dan menjadi pribdai yang mandiri dan tidak bergantung pada
lingkungan dan orang lain. Layananan vokasional dapat diberikan kepada siapapun
yang membutuhkan dan dari kalangan apapun bisa. Untuk layanan vokasional yang
diberikan Tunanetra mestinya menyesuaikan bakat, minat, serta kebutuhan pekerjaan.
Dalam hal ini harus dimulai dengan hal-hal yang sederhana dan kongkret, sehingga
pelaksanaannya mempraktekkan secara langsung lebih diutamakan. Hal tersebut sangat
12
penting dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi kelainan dari masing-masing
individu (Suparno,dkk, 2009:2)
Pendidikan Vokasional atau Vocational Education adalah pendidikan untuk
dunia kerja (Education for Vocation) (Sudira, 2015: 4). Pavlova menyatakan
pendapatnya tentang pendidikan vokasional yakni: “Tradionally, direct preparation for
work was the main goal vocational education. It was perceived as providing spesific
training that was reproductive and based on teacher’s instruction, with the intention to
develop understanding of a particular industry, comprising the spesific skills or tricks
of the trade. Student’s motivation was seen to be engendered by the economic benefits
to them, in the future. Comptency-based training was chosen by most goverments in
Western scocieties as a model for vocational education (VE) (Pavlova, 2009:7).”
Tradisi pendidikan vokasi bertujuan untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja, agar siap
bekerja maka pendidikan vokasional memuat pelatihan khusus yang cenderung bersifat
reproduktif sesuai perintah guru atau instruktur dengan fokus perhatian pada
pengembangan kebutuhan industri, berisikan skill khusus atau trik-trik 12 pasar.
Motivasi utama pendidikan vokasional terletak pada keuntungan ekonomi untuk masa
depan. Pelatihan berbasis kompetensi dipilih sebagai model pendidikan vokasional.
Pendidikan vokasional mempersiapkan tenaga kerja terlatih dengan skill tinggi yang
tunduk pada pemberi kerja (Rojewski, 2009: 21).
Burt mendefinisikan pendidikan vokasi sebagai berikut: “vocational education is
education designed to develop skill, ability, understandings, attitudes, work habits and
apreciations, encompassing knowledge and information needed by workes to enter and
13
make progress in employment on a useful and produvtive basis”. Maksud dari
pengertian di atas adalah pendidikan vokasional adalah pendidikan yang dirancang
untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan, pemahaman, sikap, kebiasaan-
kebiasaan kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam memasuki pekerjaan
dan membuat kemajuan-kemajuan dalam pekerjaan penuh makna dan produktif.
Sedangkan menurut (Sumarto & Nurhayati, 2012) pembelajaran keterampilan
vokasional merupakan orientasi pendidikan dari mata pelajaran ke orientasi pendidikan
kecakapan hidup melalui pengintegrasian kegiatankegiatan yang pada prinsipnya
membekali siswa terhadap kemampuan-kemampuan tertentu agar dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian (Kartini, 2004) menyatakan pendidikan
vokasional/vokasi sebagai specialized education yang mempersiapkan anak didik
memasuki suatu lapangan pekerjaan atau kelompok pekerjaan atau meningkatkan
kemampuan bekerja
Ketreampialn vokasional tersebut lebih mengarah pada satu keterampilan yang
diberikan kepada tunanetra, dengan memberikan keterampilan vokasional kepada
tunanetra diharapkan mampu menggali segala potensi yang dimiliki tunanetra,
sekaligus untuk memaksimalkan modal awal yang lebih mengandalkan kemampuannya
yang dimiliki tunanetra. Penyelenggaraan program vokasional bagi tunanetra pada
jenjang menengah dan atas mengacu pada Permen No.22 tahun 2006 bahwa penentua
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar diserahkan kepada satuan pendidikan
masing-masing. Artinya sekolah/ lembaga diberikan kewenangan yang penuh untuk
merancang penyelenggaraan program vokasional pada anak tunanetra. Kondisi tersebut
14
membuka peluang bahwa penyelenggaraan program vokasional pada setiap sekolah/
lembaga akan menjadi bervariasi, baik dari jenis keterampilan yang diberikan pada
klien maupun berbagai hambatan dalam pelaksanaanya. Oleh karena itu penting
diketahui gambaran secara umum mengenai implementasi program vokasional di
sekolah / lemabaga untuk anak tunanetra.
Program keterampilan vokasional adalah penguasaan kompetensi yang berkaitan
dengan pekerjaan/ produksi/ jasa. Program diberikan secara bertahap sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan klien untuk memiliki kompetensi vokasional sebagai
bekal dalam melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi atau terjun ke masyarakat
(Kemendikbud, 2015).
Sedangkan menurut Apriyanti, dkk (2017), pendidikan vokasional merupakan
program seperti kursus pekerjaan yang dimanfaatkan untuk mempersiapkan anak
menjadi pekerja taraf terampil atau semi terampil. Pelatihan dalam kerja diajar oleh
profesional yang bersertifikat di bidangnya. Pelaksanaan program vokasional untuk
peserta didik reguler dan peserta didik berkebutuhan khusus tentunya berbeda,
khususnya untuk peserta didik disabilitas tunanetra. Pendidikan untuk peserta didik
tunantera tidak hanya cukup dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, tetapi
perlu ditingkatkan ke tingkat life skills dan vocational skills untuk menyiapkan peserta
didik tunanetra menuju kemandirian. Agar tunanetra memiliki bekal vokasional pasca
sekolahdi lembaga sehingga dapat mengisi kebutuhan lapangan kerja.
15
C. Konsep Kemandirian
1. Pengertian Kemandirian
Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan
“ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda.
Karena kemandirian berasal dari kata “diri”, maka pembahasan mengenai kemandirian
tidak bias lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam
konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari
kemandirian. ( Desmita, 2014)
Menurut Maryam (2015), kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif,
mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat
melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Menurut Nurhayati (2011), kemandirian adalah kemampuan psikososial yang
mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung dengan kemampuan orang lain,
tidak terpengaruh lingkungan, dan bebas mengatur kebutuhannya sendiri.
Kemandirian adalah memiliki satu aspek kepribadian tersendiri yang sangat
memiliki arti penting bagi seorang individu. Individu yang memiliki kemandirian yang
tinggi mampu melewati semua permasalahan dan mampu memecahkan
permasalahannya dengan baik, karena individu tidak menggantungkan dirinya pada
orang lain. Sehingga seorang individu dapat berkembang dengan kemandiriannya
tersebut.
Kemandirian (self-reliance) adalah kemampuan untuk mengelola semua yang
dimilikinya sendiri yaitu mengetahui bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berfikir
secara mandiri, disertai dengan kemampuan dalam mengambil resiko dan memecahkan
16
suatu masalah. Dengan adanya kemandirian tidak ada kebutuhan untuk mendapatkan
suatu persetujuan orang lain ketika hendak melangkah menentukan sesuatu yang baru.
Individu yang mandiri tidak dibutuhkan yang detail dan terus menerus tentang
bagaimana mencapai penduduk akhir, ia bisa berstandar pada diri sendiri. Kemandirian
berkenaan dengan pribadi yang mandiri, kreatif dan mampu berdiri sendiri yaitu
memiliki kepercayaan diri yang bisa membuat seseorang mampu sebagai individu
untuk beradaptasi dan mengurus segala hal dengan dirinya sendiri.
Paker juga berpedapat bahwa kemandirian juga berarti adanya kepercayaan
terhadap ide ide yang didapatkan sendirinya. Kemandirian berkenaan dengan
menyelesaikan sesuatu hal sampai tuntas. Kemandirian berkenaan dengan hal yang
dimilikinya dengan tingkat dengan tingkat kopetensi fisikal tertentu sehingga dapat
hilangnya kekuatan atau koordinasi tidak akan pernah terjadi di tengah upaya
seseorang mencapai sasaran. Kemandirian berarti tidak adanya keragu-raguan dalam
menetapkan tujuan dan tidak dibatasi oleh kekuatan akan kegagalan (Parker, 2006,
hlm: 226-227)
Menurut Paker, 2005 Kemandirian dapat diartikan sebagai usaha seseorang
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melepaskan diri dari orangtua
atau orang lain untuk mengerjakan sesuatu atas dorongan diri sendiri dan kepercayaan
diri tanpa adanya pengaruh dari lingkungan dan ketergantungan pada orang lain,
adanya kebebasan mengambil inisiatif untuk mengatur kebutuhan sendiri dan mampu
memecahkan persoalan dan hambatan yang dihadapi tanpa bantuan orang lain.
Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan
memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakan atau diputuskannya, baik
17
dalam segi manfaat maupun dari segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya.
Kemandirian membantu kita dalam berfikir :
a. Lebih dewasa
b. Mandiri
c. Kreatif
d. Aktif
e. Berkopenten
f. Tepat waktu
g. Spontan
Kemandirian muncul ketika seseorang memiliki :
a. Akal sehat
b. Keterampilan memecahkan masalah
c. Pengalaman yang relevan
d. Kemandirian
e. Tanggung jawab
f. Otonomi
g. Ruang untuk menentukan keputusan sendiri
h. Keterampilan praktis
i. Kesehatan yang baik
j. Fokus terhdap masalah
k. Bisa mengatur waktu
l. Mencari peluang dan solusi
18
Kemandirian dapat dari kata sebagai “independence´ yang terdapat dalam
kamus psikologi yang diartikan dalam suatu kondisi dimana individu tersebut tidak
tergantung pada orang lain yang dalam menentukan keputusannya dan memiliki sikap
percaya diri yang kuat. Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwasannya
kemandirian diartikan sebagaimana mestinya, Maka usaha individu tersebut dapat
mempertahankan kelangsungan kehidupannya dengan melepaskan diri dari orang lain
maupun orang tua atas dasar dorongan diri dan kepercayaan tanpa adanya paksaan dan
pengaruh dari lingkungan dan ketergantungan, mampu memecahkan persoalan dan
hambatan yang dihadapi tanpa bantuan orang lain dan adanya kebesan mengambil
inisiatif untuk kebutuhan sendiri.
Kemandirian dapat dimiliki oleh siapapun, Semua orang memiliki
kemandiriannya masing-masing, tergantung bagaimana individu tersebut
mempertahankan kelangsungan hidupnya tanpa bantuan orang lain, dan berkembang
dengan kemampuannya sesuai dengan apa yang individu kerjakan atau putuskan, baik
dalam segi negativ ataupun segi positifnya.
2. Aspek Kemandirian
Menurut Widayati (2009), aspek-aspek kemandirian adalah sebagai berikut:
a. Tanggung Jawab, yaitu kemampuan memikul tanggungjawab, kemampuan untuk
menyelesaikan suatu tugas, mampu mempertanggungjawabkan hasil kerjanya,
kemampuan menjelaskan peranan baru, memiliki prinsip mengenai apa yang benar dan
salah dalam berfikir dan bertindak.
19
b. Otonomi, ditunjukkan dengan mengerjakan tugas sendiri, yaitu suatu kondisi yang
ditunjukkan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri dan bukan orang
lain dan tidak tergantung pada orang lain dan memiliki rasa percaya diri dan
kemampuan mengurus diri sendiri.
c. Inisiatif, ditunjukkan dengan kemampuan berfikir dan bertindak secara kreatif.
d. Kontrol Diri, kontrol diri yang kuat ditunjukkan dengan pengendalian tindakan dan
emosi mampu mengatasi masalah dan kemampuan melihat sudut pandang orang lain.
Menurut Desmita (2014), berdasarkan karakteristiknya kemandirian dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Kemandirian emosional, yaitu kemandirian yang menyatakan perubahan
kedekatan hubungan emosional antar individu. Kemandirian remaja dalam aspek
emosional ditunjukkan dengan tiga hal yaitu tidak bergantung secara emosional
dengan orang tua namun tetap mendapat pengaruh dari orang tua, memiliki
keinginan untuk berdiri sendiri, dan mampu menjaga emosi di depan orang tuanya.
b. Kemandirian tingkah laku, yaitu suatu kemampuan untuk membuat keputusan-
keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung
jawab. Kemandirian remaja dalam tingkah laku memiliki tiga aspek, yaitu
perubahan kemampuan dalam membuat keputusan dan pilihan, perubahan dalam
penerimaan pengaruh orang lain, dan perubahan dalam merasakan pengandalan
pada dirinya sendiri (self-resilience).
c. Kemandirian nilai, yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip tentang
benar dan salah, dan tentang apa yang penting dan tidak penting. Kemandirian
20
nilai merupakan seperangkat nilai-nilai yang dikonstruksikan sendiri oleh remaja,
menyangkut baik-buruk, benar-salah, atau komitmennya terhadap nilai-nilai
agama.
3. Ciri-ciri Kemandirian
Menurut Paker 2006 ciri ciri kemandirian yaitu:
a. Tanggung jawab, memiliki tugas yang harus diselesaikan dan dapat diminta
pertanggung jawaban atas hasil kerja yang didapatnya. Individu berkembang dengan
pengalaman dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Sekali
individu dapat meyakini seseorang tersebut maka individu memiliki nilai tambahan
atas kerjanya dan orang akan bersandar padanya. Oleh sebab itu individu harus
diberi tanggung jawab untuk menguru dirinya sendiri.
b. Independensi, suatu kondisi dimana individu tidak tergantung pada otoritas yang
tidak membutuhkan arahan dari seseorang, independen memiliki ide tentang adanya
kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikanpekerjaan dan masalahnya
sendiri.
c. Kebebasan untuk menentuka keputusan sendiri yaitu kemampuan individu untuk
menentukan rah kehidupannya sendiri untuk bisa mengendalikan atau
mempengaruhi yang akanterjadi kepada diri sendiri.Individu seharusnya
menggunakan pengalaman dalam menentukan pilihan dalam hal pertumbuhannya
dengan pilihan yang terjangkau dan terbatas mereka dapat menyelesaikannya dan
tidak membawa mereka pada masalah yang berdampak besar.
21
D. Konsep Tuna Netra
1. Pengertian Tunanetra
Tunanetra adalah seorang individu yang memiliki kekurangan terhadap
penglihatannya, sehingga indivitu tersebut tidak bisa melihat kehidupan dan
lingkungan yang ada disekitarnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “tunanetra “ berasal dari kata
“tuna” yang artinya rusak atau cacat dan kata “netra” yang artinya adalah mata atau alat
penglihatan, jadi kata tunanetra adalah rusak penglihatan. Sedangkan orang yang buta
adalah orang penglihatannya rusak secara total. Jadi, orang yang tunanetra belom tentu
mengalami kebutaan total tetapi yang buta sudah pasti tunanetra.
Tuna Netra bisa disembuhkan melalui pengobatan-pengobatan medis, seperti
cangkok mata dan operasi mata. Tetapi hal semacam ini jarang sekali digunakan oleh
individu tersebut. Individu tersebut butuh kesiapan diri untuk melakukan pengobatan
tersebut. Keberhasilan pengobatan ini tidak bisa kita anggap 100% berhasil, karna
bnyak beberapa factor yang dapat menyebabkan kegagalan dalam operasi. Tapi,jangan
juga berfikir bahwa melakukan operasi mata pasti gagal, pastikan dulu kepada para ahli
dan konsultasikan terlebih dahulu baik buruknya dan bagaimana kondisi yang
memungkinkan melakukan operasi. Tuna netra sendiri dapat di golongkan dalam 2
kelompok, yaitu tunanetra buta total dan tunanetra yang awas atau masih memiliki
keterbatasan penglihatan. Selain itu ada juga yang mengalami kebutaan sejak ia lahir
ataupun mengalami kebutaan akibat kecelakaan.
22
Menurut Sutjiati Somantri (2006) Anak tuna netra adalah individu yang indra
penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi
dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan
penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut:
a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas,
b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu,
c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak,
d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan
2. Klarifikasi Ketunanetraan
Ada beragam klasifikasi pada tuna netra, namun pada dasarnya tuna netra
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kurang penglihatan (low vision) dan buta total
(totally blind). Kurang penglihatan (low vision), yakni mereka yang memiliki
pandangan yang kabur ketika melihat suatu objek, sehingga untuk mengatasi
permasalahan penglihatannya, penderita tunanetra jenis low vision perlu menggunakan
kacamata atau kotak lensa. Sedangkan, yang dimaksud buta total (totally blind), yakni
mereka yang sama sekali tidak mampu melihat rangsangan cahaya dari luar. ( Aqila
Smart, 2010).
3. Ciri-Ciri Tunanetra
a. Buta Total
1) Fisik
Keadaan tunanetra tidak ada bedanya dengan manusia normal pada umumnya.
Yang menjadi dasar perbedaan nyata pada organ penglihatannya meskipun
23
terkadang tunanetra yang terlihat seperti manusia normal. Beberapa gejala buta
total yang dapat terlihat secara fisik:
a) Mata selalu berair
b) Gerakan mata yang tidak beraturan
c) Mata infeksi
d) Menyipitkan mata
e) Mata juling
f) Sering berkedip
g) Kelopak mata merah
h) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
2) Perilaku
Menunjukan perilaku tertentu yang cenderung berlebihan. Gangguan tersebut
dapat kita lihat pada tingkah laku.
b) Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjan lain yang sangat
memerlukan penggunaan mata,
c) Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh,
d) Menyempitkan mata atau mengerutkan dahi, menggosok mata secara
berlebhan,
e) Membawa buku kedekat mata.
24
3) Psikis
Dalam mengembangkan kepribadian damap mengalami hambatan-hambatan.
Berikut beberapa ciri psikis anak tunanetra:
a) Perasaan mudah tersinggung, yang dirasakan oleh tunanetra disebabkan
kurangnya rangsangan oelh visual yang diterimanya sehingga dia merasa
emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak bias dia lakukan.
Pengalaman gagal yang kerap terjadi dan dirasakan juga membuat emosinya
semakin tidak stabil.
b) Mudah curiga, rasa curiga melebihi pada umumnya dan mereka merasakan
bahwa dirinya dibuat bahan ejekan atau bahan omongan orang lain ataupun
pada orang yang membantu dirinya. Untuk menghilankan rasa curiganya,
seseorang harus melakukan pendekatan secara perlahan-lahan kepadanya agar
dia dapat mengenal dan mengerti bahwa tidak semua orang jahat padanya,
c) Ketergantungan yang berlebihan, seharusnya mendapatkan bantuan dalam
melakukan suatu hal, Namun tidak semua kita harus melakukan semua hal
membantunya. Kegiatan tersebut, seperti makan, minum dan lain-lain. Yang
perlu diri anda lakukan adalah mendampingi dan mengawasi saat dia sedang
melakukan kegiatan kesehariannya, agar tidak terjadi hal yang dapat
membahayakan dirinya. Salah satuhnya adalah jatuh.
25
b. Low Vision
1) Terlihat tidak menatap lurus ke depan,
2) Hanya dapat memabaca huruf yang berukuran besar,
3) Memicingkan mata atau mengerutkan kening, terutama di cahaya terang atau
saat mencoba melihat sesuatu,
4) Mata tampak lain, erlihat putih di tengah mata (katarak), atau kornea (bagian
bening di depan mata) terlihat berkabut.
5) Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal,
tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.
6) Lebih sulit melihat dari pada malam hari dari siang hari,
7) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
4. Faktor Penyebab Tunanetra
a. Pre-natal (dalam kandungan), kaitannya dengan adanya riwayat dari orangtuanya
atau adanya masalah kelainan pada masa kehamilannya.
1) Keturunan
Ketunanetraan akibat factor krturunan Retinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada
retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu katarak juga disebabkan
oeh factor keturunan. Pernikahan sesame tunanetrapun dapat berakibat jika
menghasilkan anak dengan kekurangan yang sama, yaitu tunenetra. Dan jika
26
salah satu dari orangtua memiliki riwayat tersebut, juga mendapatkan anak
tunanetra.
2) Pertumbuhan anak di dalam kandungan disebabkan oleh:
a) Kekurangan vitamin tertentu yang dapat menyebabkan gangguan pada area
mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan,
b) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar
air dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung, dan system
susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang,
c) Gangguan pada saat ibu masih mengandung,
d) Adanya penyakit menahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah
tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan,
e) Infeksi karena penyakit kotor,toxoplasmosis,trachoma, dan tumor. Tumor
dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indra penglihatan atau pada
bola mata.
b. Post-natal, merupakan masa setelah bayi dilahirkan. Tuna netra bias saja terjadi pada
masa ini.
1) Kerusakan mata yang penyebabnya kecelakaan, seperti kecelakaan dari
kendaraan, cairan kimia yang berbahaya, masuknya benda keras atau tajam, dan
lain-lain.
27
2) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan
alat-alat atau benda keras.
3) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe sehingga baksil
gonorrhoe menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami
sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan,
4) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
a) Xeropthalmia, penyakit mata yang disebabkan karena kekurangan vitamin
A,
b) Trachoma, penyakit yang sebabkan oleh virus chilimidezoon trachomanis,
c) Catarac, penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata
menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih,
d) Glaucoma, penyakit mata yang disebabkan karena bertambahnya cairan
dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
e) Deabetik Retinopathy, gangguan pada retina yang sebabkan oleh penyakit
diabetes mellitus. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan
dapat dipengaruhi oleh kerusakan system sirkulasi hingga merusak
penglihatan.
f) Macular Degeneration, dimana kondisi umum yang agak baik, ketika daerah
tengah retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi
28
masih memiliki penglihatan perifer, tetapi kehilangan kemampuan untuk
melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan,
g) Retinopathy of prematurity, biasanya anak yang mengalami ini karena
lahirnya terlalu premature. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi
penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan premature biasanya
ditempatkan pada incubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi
sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari incubator terjadi perubahan kadar
oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah menjadi
tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata.
Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan
tunnanetra total.
Pada dasarnya tunanetra membutuhkan suatu pendidikan keterampilan untuk
mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya secara
optimal.Tunanetra membutuhkan latihan khusus yang meliputi latihan membaca dan
menulis huruf Braille, pnggunaan tongkat, orientasi dan mobilitas, serta melakukan
latihan rutin visual atau fungsional pada penglihatan.
5. Strategi pembelajaran bagi Tunanetra
Strategi pembelajaran yang digunakan untuk tunanetra tersebut untuk
mendapatlkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa
Bower (1986), disebut sebagai “pengalaman pengindran langsung”. Tunanetra
dasarnya tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak.
29
Pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek
atau situasi. Tunanetra harus mendapatkan bimbingan untuk dapat meraba, mendengar,
mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung. Untuk memenuhi prinsip
pengalaman pengindraan, perlu adanya alat atau media yang dapat mendukung dan
relevan sesuai dengan kebutuhan.
Dalam strategi pembelajaran tunanetra perlu adanya modifikasi yang sesuai
agar bias menyamai dengan seseorang pada umumnya, sehingga pesan atau materi
yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan mudah
dengan menggunakan system indranya yang masih berfungsi yang dapat memiliki
kemampuan keterampilannya.
6. Kebutuhan Tuna Netra
Menurut teori Maslow tentang Motivasi atau Prilaku yang dipengaruhi
kebutuhan digambarkan seperti piramida yang tersusun dari lima tingkat dan setiap
tingkatnya mengandung satu unsure kebutuhan.
Menurut Maslow, bahwa manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang
diklasifikasikan pada hierarki kebutuhan manusia, diantaranya (1) kebutuhan fisiologis,
(2) kebutuhan akan keselamatan, (3) kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta, (4)
kebutuhan akan harga diri, dan (5) kebutuhan akan perwujudan diri (1994: 57).
30
Piramida Kebutuhan Tuna Netra menurut Maslow
Banyak teori tentang kebutuhan manusia tetapi dari teori Maslow ini kita coba
untuk mengkaji dihubungkan dengan kebutuhan Orientasi dan Mobilitas bagi manusia.
Dari teori Maslow ini dapt kita lihat bahwa Maslow menunjukkannya terdapat 5
tingkatan berbentuk piramida, dimana seseorang memulai dorongan dari tingkatan
terbawah. Lima tingkat dalam kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hierarki
Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis
yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi.
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan setiap mahluk hidup. Setiap orang
membutuhkan makan, minum, udara yang segar dan juga waktu untuk istirahat.
Akan tetapi pemenuhan kebutuhan organis atau fisiologis ini harus diimbangi
dengan kegiatan dan aktivitas gerak yang setimpal, sehingga akan timbul kesegaran
jasmani dan rohani. Kesegaran jasmani dan kesegaran rohani saling mempengaruhi
dan perpaduan keduanya akan mempengaruhi hasil yang dicapai dalam suatu
kegiatan. Dari uraian diatas maka tampak bahwa keterampilan gerak dan berpindah
tempat dapat berperan dalam mengusahakan terpenuhinya kebutuhan fisiologis
maupun tercapainya kesegaran jasmani dan kesegaran rohani.
Aktualisasi
Diri
Kebutuhan Akan Kasih
Sayang Kebutuhan Akan Rasa Aman
Kebutuhan Fisiologis
Butuh Penghargaan
31
b. Kebutuhan akan rasa aman Rasa aman
Kebutuhan akan rasa aman Rasa aman kan terpenuhi bagi seseorang apabila
kebutuhan fisiologis dan organisnya terpenuhi. Setiap orang mendambakan
lingkungan yang memberikan perasaan aman dan tidak mengganggu pada dirinya.
Rasa aman tercermin dalam keamanan, keteraturan dan kestabilan lingkungan. Bagi
tunanetra perasaan aman yang seperti ini sulit diperoleh. Kerusakan penglihatan
menyebabkan adanya gangguan di dalam menerima informasi lewat mata,
sedangkan indera lainnya kurang memberikan kejelasan. Akibat ketidakjelasan ini
tunanetra selalu bertanya-tanya apa yang ada dihadapannya. Akibat ketidakpastian
ini juga menyebabkan tunanetra selalu ada rasa curiga. Mendengar suara ribut-ribut.
Ia curiga karena mungkin tsuara itu akan menyerang dirinya. Rasa tidak aman
seperti ini akan lebih berat dirasakan bagi tunanetra yang tidak mempunyai
kemampuan untuk membawa dirinya memasuki lingkungan. Makin mampu dan
sering seseorang melakukan mobilitas dan memasuki lingkungan baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosialnya, ia kan banyak memperoleh pengalaman
sehingga ia akan lebih tepat dalam menafrir situasi lingkungan. Dengan demikian
kebutuhan akan rasa aman akan lebih memungkinkan diperoleh.
c. Kebutuhan akan kasih sayang
Rasa memiliki dan rasa kasih sayang itu akan ada pada seseorang apabila seseorang
sudah merasakan bebutuhan fisiologisnya terpenuhi dan kebutuhan akan rasa
amannya juga terpenuhi. Bagaimana akan mempunyai rasa memiliki dan rasa saying
pada diri maupun pada lingkungan, sedangkan ia selalu kekurangan dalam
32
memenuhi kebutuhan fisiknya dan selalu merasa tidak mampu. Kecenderungan rasa
kasih saying pada seseorang timbul apabila kehadiran seseorang itu sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh lingkungan. Kehadiran seorang tunanetra di tengah
keluarga dan lingkungan pasti tidak diharapkan. Tiada seorang tua yang
mengharapkan kelahiran anaknya ke dunia menderita tunanetra. Karena itu
kehadirannya menimbulkan adanya kekecewaan. Biasanya kekecewaan orang tua
dan lingkungan dimunculkan dalam bentuk sikap tidak menyayangi dan tidak
merasa memiliki terhadap anaknya yang tunanetra. Sering kehadirannya ke dunia
dihubungkan dengan hukuman Tuhan, dan ini menimbulkan sikap kasih saying yang
berlebihan terhadap anaknya yang tunanetra. Semua sikap yang tidak wajar, baik
tidak rasa saying, rasa tidak ikut memiliki maupun rasa kasih saying yang
berlebihan terhadap anaknya yang tunanetra, menambah beban dan hambatan
terhadap perkembangan diri anak. Dengan sikap yang demikian dari orang tua dan
lingkungan, maka perkembangan potensinya secara optimal akan sulit dicapai.
Untuk mendapatkan sikap yang wajar dari orang tua dan lingkungan banyak
tergantung pada kemandirian tunanetra dalam menampilkan dirinya ditengah-tengak
keluarga dan lingkungan. Penampilan yang mandiri ditengah keluarga dan
lingkungan tentu saja membutuhkan kemampuan dan keterampilan Mobilitas yang
baik. Dengan demikian keterampilan mobilitas sangat berperan dalam
menumbuhkan rasa memiliki dan rasa kasih saying lingkungan terhadap orang
tunanetra.
33
d. Kebutuhan akan penghargaan
Setiap manusia membutuhkan penghargaan atau rasa dihargai oleh lingkungan.
Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tapi juga bias berbentuk penghargaan
phsikologis. Seseorang akan dihargai apabila ia dapat berbuat sesuatu baik bagi
dirinya maupun pada lingkungan. Makin banyak seseorang berbuat sesuatu makin
besar kemungkinan untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan dari lingkungan
bias bersifat positif dan juga bias bersifat negatif tergantung dari apa yang diperbuat
oleh seseorang . Perbuatan yang mengakibatkan negatif maka ia akan menrima
penghargaan negatif yang biasa disebut dengan hukuman. Perbuatan yang positif
dan bermanfaat maka ia akan menerima penghargaan yang positif pula. Orang
tunanetra harus juga mampu berbuat sesuatu yang berguna terhadap dirinya maupun
lingkungannya, sehingga mendapatkan penghargaan dari lingkungan. Usaha
rehabilitasi dan pendidikan bagi tunanetra perlu diarahkan pada bagaimana usaha itu
dapat mendobrak adanya keterbatasan pada tunanetra. Kemampuna gerak yang
terarah serta Mobilitas yang mandiri membuat tunanetra dapat berbuat sesuatu
dengan mandiri, sehingga memungkinkan orang tunanetra memperoleh penghargaan
kepada warga lainnya yang tidak tunanetra.
e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Secara mendasar dari tujuan pendidikan bagi orang tunanetra tidak berbeda dengan
tujuan akhir pendidikan bagi orang awas pada umumnya, yaitu agar anak dapat
mandiri. Pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dan diperolehnya selama
menempuh pendidikan dapat dijadikan dasar untuk kehidupan dirinya sehingga
tidak banyak tergantung pada orang lain. Ketidaktergantungan pada pertolongan
34
orang lain merupakan perwujudan dari kemampuan tunanetra dalam
mengaktualisasikan dirinya ditengahtengah lingkungannya. Seorang tunanetra yang
mampu mewujudkan dan merealisasikan aktualisasi dirinya, berarti ia telah
memperoleh kebebasan. Kebebasan dan kemandirian inilah yang selalu didambakan
oleh setiap orang termasuk tunanetra. Setiap bentuk kebutuhan yang diungkapkan
oleh teori Maslow diatas pasti memerlukan suatu kemampuan gerak dan berpindah
tempat secara mandiri. Sulit dibayangkan bagi seorang tunanetra yang tidak
mempunyai kemampuan dan keterampilan Mobilitas yang mandiri dapat memenuhi
kebutuhannya. Karena itu dapat dikatakan bahwa Orientasi dan Mobilitas
merupakan kebuthan dasar yang mendasari terpenuhinya kebutuhan. Kebutuhan
tunanetra sebagai manusia tidak berbeda dengan kebutuhan manusia lainnya,
perbedaannya terletak pada cara bagaimana memenuhinya kebutuhan tersebut.
7. Kebutuhan Khusus Tuna Netra
Tunanetra adalah seorang individu yang mengalami kelainan pada penglihatan
sehingga ia tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai saluran utama dalam
menerima informasi dari lingkungan. Adanya kelainan penglihatan pada seseorang
mempunyai akibat langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah akibat
yang disebabkan oleh ketunanetraan sedangkan akibat tidak langsung adalah akibat
yang disebabkan oleh lingkungan. Akibat yang tidak langsung ini lebih sulit diatasi
daripada akibat langsung dari ketunanetraannya. Sebagai adanya akibat langsung
dantidak langsung ini menyebabkan adanya kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus
tunanetra bias ditinjau dari tiga aspek:
35
a. Fisiologis Tunanetra adalah akibat adanya perubahan secara fisiologis dari
sebagian aspek dalam organisme. Dengan demikian seorang tunanetra mungkin
membutuhkan perawatan dan pemeriksaan medis, pengobatan dan evaluasi medis
secara umum. Sebagai kegiatan organisme diperlukan latihan gerak dan ekspresi
tubuh.
b. Personal Ketunanetraan merupakan pengalaman personal, orang diluar dirinya
tidak akan merasakan tanpa ia mengalaminya. Meskipun sama-sama mengalami
tunanetra, belum tentu sama apa yang dirasakannya. Individu yang mengalami
tunanetra tidak hanya terganggu dan terhambat mobilitasnya tetapi ia juga akan
terganggu keberadaannya sebagai manusia. Akibat dari ketunanetraan sebagai
pengalaman personal, maka epek psikologisnya yang ditimbulkan banyak
tergantung pada kapan terjadinya ketunanetraan dan bagimana kwalitas serta
karakteristik susunan kejiwaannya. Akibat ketunanetraan sebagai pengalaman
personal, maka timbul beberapa kebutuhan yang bersifat personal pula. Kebutuhan
tersebut antara lain adalah latihan Orientasi dan Mobilitas, minat untuk berinteraksi
dengan lingkungan terutama dalam hal mengolah dan menerima informasi dari
lingkungan, keterampilan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti menolong diri
sendiri. Pendidikan dan bimbingan penyuluhan juga merupakan kebutuhan personal
secara khusus dan banyak lagi kebutuhab yang bersifat individual.
c. Sosial Ketunanetraan merupakan fenomena social. Apabila ketunanetraan terjadi
dalam suatu kelompok masyarakat, maka struktur masyarakat akan mengalami
perubahan. Keluarga merupakan unit terkecil dalam kelompok masyarakat. Apabila
ketunanetraan terjadi dan muncul dalam suatu keluarga, maka tidak mungkin
36
susunan keluarga kembali seperti sebelum adanya anggota keluarga yang
mengalami tunanetra. Keluarga akan mengadakan perubahan dan penyesuaian baik
secara total maupun sebagian Perubahan dan penyesuaian yang terjadi mungkin
berakibat baik dan menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Mungkin pula
berakibat buruk terhadap hubungan dan interaksi antar anggota keluarga. Kurang
baiknya hubungan dan interaksi keluarga karena adanya seorang tunanetra di
tengah keluarga, bias terjadi antara anggota keluarga yang awas maupun antara
anggota keluarga yang awas dengan yang mengalami tunanetra. Baik buruknya
pengaruh adanya seorang tunanetra di tengah keluarga tergantung pada menerima
tidaknya semua anggota keluarga terhadap adanya kenyataan tersebut diatas.
Dengan adanya pandangan ketunanetraan sebagai fenomena social, maka
kebutuhan dari segi social adalah adanya hubungan yang baik antar personal
)personal relationship), interaksi yang baik antar anggota keluarga, interaksi dan
hubungan dengan teman-temannya, dan membutuhkan pula untuk ikut
berpartisipasi dengan berbagai kegiatan dalam lingkungannya. Persiapan vocational
merupakan aspek lain dari kebutuhan khusus tunanetra ditinjau dari segi social.
Untuk membina hubungan baik keluarga, memerlukan bimbingan tersendiri.
Bimbingan keluarga perlu diadakan dan diberikan untuk menyadarkan kedudukan
tunanetra ditengah keluarga. Bimbingan keluarga juga dapat menyadarkan
bagaimana peranan masing-masing dalam hubungan anatar anggota keluarga atau
keluarga dengan masyarakat sekitarnya.
37
8. Karakteristik Tuna Netra
a. Aspek Akademis
Berbagai pendapat para ahli menunjukan bahwa ketunanetraan dapat
mempengaruhi prestasi akademik para penyandangnya. Akan tetapi mereka
sependapat bahwa pengaruhnya tidak sebesar yang terjadi pada anak tunarungu
karena pendengaran memegang peran-peran penting dalam kegiatan belajar di
sekolah dibandingkan penglihatan.
b. Aspek Pribadi Sosial
Beberapa literature mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada anak
tunanetra tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
kebutaannya adalah:
3) Curiga pada orang lain
4) Mudah tersinggung
5) Ketergantungan pada orang lain
c. Aspek Fisik / Sensorik & Motorik/ Perilaku
1) Aspek Fisik
Dilihat dari fisik akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami tuna
netra. Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya yang berbeda dengan mata orang
awas dan sikap tubuhnya yang kurang awas serta kaku.
2) Aspek Sensorik
Tuna netra pada umumnya menunjukan kepekaan yang lebih baik pada indera
pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan orang awas.
38
3) Aspek Motorik
Gerakan tuna netra terlihat agak kaku dan kurang fleksibel, serta sering
melakukan perilaku strereotip, seperti menggosok-gosok mata dan menepuk-
nepuk tangan.