BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau,...

42
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan merupakan sebuah struktur yang berperan untuk menghubungkan maupun meneruskan jalur transportasi untuk melewati sebuah halangan. Yang dimaksud halangan bisa berupa sungai, daerah yang curam (jurang), saluran drainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur transportasi darat yang sangat penting dalam mengendalikan aliran perjalanan (traffic flows). Dengan perkembangan zaman yang pesat, jembatan tidak hanya berfungsi sebagai penghubung atau penerus jalur transportasi tetapi juga berfungsi sebagai penyambung urat nadi perekonomian suatu daerah bahkan bisa juga dijadikan sebuah tempat yang simbolis dari suatu daerah. Apabila suatu jembatan kurang lebar untuk melayani kebutuhan jumlah laju lalu lintas, maka jembatan akan menghambat laju lalu lintas. Dapat dikatakan jembatan merupakan sebuah pengendali dari sebuah kapasitas lalu lintas yang dilayani oleh sistem transportasi. Selain itu apabila jembatan runtuh maka system transportasi akan lumpuh dan perekonomian akan kacau. Dari penjelasan di atas, bisa dikatakan jembatan merupakan suatu sistem transportasi untuk tiga hal, yaitu (Bambang Supriadi, 2007) : 1. Merupakan pengontrol kapasitas dari system 2. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem, dan 3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh Pada perencanaan jembatan ini material yang digunakan adalah beton prategang yang memiliki mutu diatas beton bertulang. Dimana beton prategang bekerja dengan pemberian tegangan internal dengan besaran dan distribusi sedemikian rupa untuk mengimbangi beban yang bekerja dari luar. Yang membedakan antara beton prategang dengan beton bertulang yaitu material

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau,...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Jembatan merupakan sebuah struktur yang berperan untuk menghubungkan

maupun meneruskan jalur transportasi untuk melewati sebuah halangan. Yang

dimaksud halangan bisa berupa sungai, daerah yang curam (jurang), saluran

drainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya.

Jembatan sebuah bagian infrastruktur transportasi darat yang sangat penting dalam

mengendalikan aliran perjalanan (traffic flows). Dengan perkembangan zaman yang

pesat, jembatan tidak hanya berfungsi sebagai penghubung atau penerus jalur

transportasi tetapi juga berfungsi sebagai penyambung urat nadi perekonomian

suatu daerah bahkan bisa juga dijadikan sebuah tempat yang simbolis dari suatu

daerah.

Apabila suatu jembatan kurang lebar untuk melayani kebutuhan jumlah laju

lalu lintas, maka jembatan akan menghambat laju lalu lintas. Dapat dikatakan

jembatan merupakan sebuah pengendali dari sebuah kapasitas lalu lintas yang

dilayani oleh sistem transportasi. Selain itu apabila jembatan runtuh maka system

transportasi akan lumpuh dan perekonomian akan kacau.

Dari penjelasan di atas, bisa dikatakan jembatan merupakan suatu sistem

transportasi untuk tiga hal, yaitu (Bambang Supriadi, 2007) :

1. Merupakan pengontrol kapasitas dari system

2. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem, dan

3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh

Pada perencanaan jembatan ini material yang digunakan adalah beton

prategang yang memiliki mutu diatas beton bertulang. Dimana beton prategang

bekerja dengan pemberian tegangan internal dengan besaran dan distribusi

sedemikian rupa untuk mengimbangi beban yang bekerja dari luar. Yang

membedakan antara beton prategang dengan beton bertulang yaitu material

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

5

penyusunnya. Material penyusun beton prategang tersusun dari beton mutu tinggi

dan kawat atau tendon baja prategang. Perbedaan lainnya yaitu kombinasi antara

beton mutu tinggi dengan baja mutu tinggi yang digabungkan bekerja secara aktif.

Pemilihan beton prategang sebagai komponen penyusun jembatan ini karena

beton prategang memiliki beberapa kelebihan salah satunya dapat menahan beban

yang lebih besar dibandingkan dengan beton normal. Keunggulan lainnya dari

beton prategang dibandingkan dengan beton bertulang yaitu pada bentang panjang

ukuran penampang lebih kecil, sehingga berat profil lebih ringan dan efisien karena

volume kebutuhan beton dan jumlah baja tulangan dapat diminimalisir. Selain itu

beton prategang juga kedap air dan tahan terhadap korosi karena mutu beton yang

tinggi dan retak terbuka yang minim didaerah tarik.

2.2 Pembebanan Pada Jembatan

SNI 1725:2016 (Standar Pembebanan untuk Jembatan) digunakan sebagai

syarat pembebanan dalam merencanakan struktur jembatan prategang.

Terdapat hal penting yang harus ditinjau dalam sebuah konstruksi

perencanaan struktur seperti dilaksanakannya estimasi pembebanan yang mampu

ditahan oleh sebuah struktur tersebut.

Didalam merencanakan jembatan prategang T-girder ini keseluruhan beban

yang bekerja maupun gaya yang bekerja pada struktur jembatan akan dianalisa

berdasarkan SNI 1725:2016. Terdapat tiga jenis macam pembebanan yang sering

digunakan dalam perencanaan struktur antara lain beban mati, beban hidup, dan

aksi lingkungan.

2.2.1 Beban Mati (Dead Load)

a. Berat Sendiri /Selfweight (MS)

Seluruh berat penampang dan komponen-komponen struktural yang

ditahannya merupakan berat sendiri/selfweight, termasuk juga berat material,

komponen struktural jembatan, serta ditambah komponen non-struktural sebuah

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

6

jembatan yang dianggap tetap . Untuk nilai faktor beban yang dipakai sebagai berat

sendiri bisa dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 2.1 Faktor beban untuk berat sendiri

Tipe

Beban

Faktor Beban((ϒMs)

Keadaan Batas Layan (ϒSMS) Keadaan Batas Ultimit (ϒUMS)

Bahan Biasa Terkurangi

Tetap

Baja 1 1,10 0,90

Alumunium 1 1,10 0,90

Beton Pracetak 1 1,20 0,85

Beton dicor di tempat 1 1,30 0,75

Kayu 1 1,40 0,70

Sumber : SNI 1725:2016

b. Berat mati tambahan/utilitas (MA)

Beban mati tambahan/utilitas ialah seluruh berat material komponen non-

struktural dan komponen ini dapat berganti-ganti sesuai umur jembatan. Untuk

nilai faktor beban mati tambahan/ utilitas yang digunakan dalam analisa

perencanaan jembatan dapat dilihat pada tabel ini

Tabel 2.2 Faktor beban untuk berat mati tambahan

Tipe Beban

Faktor Beban(ϒMA)

Keadaan Batas Layan (ϒSMA) Keadaan Batas Ultimit (ϒU

MA)

Bahan Biasa Terkurangi

Tetap Umum 1,00(1) 2,00 0,70

Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,90

Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas

Sumber : SNI 1725:2016

2.2.2 Beban Hidup (Live Load)

a. Beban Lajur “D” (TD)

Beban lajur (D)/Beban lalu lintas terbagi menjadi beban terbagi rata (BTR)

dan beban garis terpusat (BGT). Untuk nilai faktor beban lajur “D” yang digunakan

dalam analisa perencanaan jembatan dapat dilihat pada tabel ini:

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

7

Tabel 2.3 Faktor beban hidup untuk lajur "D"

Tipe Beban Jembatan

Faktor Beban(ϒTD)

Keadaan Batas

Layan (ϒSTD)

Keadaan Batas

Ultimit (ϒUTD)

Transien Beton 1,00 1,80

Boks Girder Baja 1,00 2,00

Sumber : SNI 1725:2016

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q

tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut:

Jika L ≤ 30 m : 9,0 kPa

Jika L > 30 m : q = 9,0 (0,5 +15

𝐿) kPa

Keterangan:

q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

(kPa)

L = panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2.1 Beban Lajur “D”

b. Beban Truk “T” (TT)

Beban truk "T" tidak bisa dipakai bersamaan dengan beban "D". Beban truk

“T” bisa dipakai untuk analisa struktur lantai. Untuk nilai faktor beban truk “T”

dapat dilihat pada tabel ini:

Tabel 2.4 Faktor Beban untuk beban “T”

Tipe Beban Jembatan

Faktor Beban(ϒTT)

Keadaan Batas

Layan (ϒSTT)

Keadaan Batas

Ultimit (ϒUTT)

Transien Beton 1,00 1,80

Boks Girder Baja 1,00 2,00

Sumber : SNI 1725:2016

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

8

Gambar 2.2 Pembebanan Truk “T”

Pembebanan truk "T" tersusun dari kendaraan truk semi-trailer yang

memiliki konfigurasi serta beban gandar seperti yang ditampilkan pada gambar.

Beban pada setiap gandar didistribusikan sama besar menjadi 2 beban merata

dimana merupakan daerah yang bersinggungan langsung antara lantai kendaraan

dengan roda kendaraan. Posisi antara 2 gandar dapat diubah bervariasi dari jarak

4,0 m hingga jarak 9,0 m guna memperoleh dampak terbesar pada arah memanjang

jembatan.

c. Gaya Rem (TB)

Gaya rem yang digunakan diambil nilai paling besar dari:

• 25 % dari berat gandar truk desain atau

• 5% dari beart truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR

Posisi gaya rem harus diletakkan pada seluruh lajur lalu lintas rencana yang

dibebani dan terdapat arah lalu lintas yang sama atau searah. Letak gaya rem ini

diasumsikan sebagai gaya yang bekerja secara horisontal pada setiap arah

memanjang/longitudinal diatas permukaan jalan dengan jarak 1800 mm.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

9

d. Gaya Sentrifugal (TR)

Untuk memperoleh besaran gaya efek guling akibat beban roda atau gaya

radial, dampak gaya sentrifugal akibat beban hidup digunakan untuk hasil kali dari

berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:

C = fv2

gR i

Keterangan:

v = kecepatan rencana jalan raya (m/detik)

f = faktor dengan nilai 4/3 untuk kombinasi beban selain keadaan

batas fatik dan 1,0 untuk keadaan batas fatik

g = percepatan gravitasi : 9,8 (m/detik2)

Ri = jari-jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)

2.2.3 Aksi Lingkungan

a. Beban Angin

Tekanan angin horizontal dapat diasumsikan yang disebabkan oleh angin

rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 sampai 126 km/jam. Untuk

jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm diatas

permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana, , harus dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑉𝑜 (𝑉10

𝑉𝐵

) In𝑍

𝑍𝑜

Keterangan:

VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)

V10 = kecepatan angin pada elevasi 10000 mm diatas permukaan tanah

atau diatas permukaan air rencana (km/jam)

VB = kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi

1000 mm

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

10

Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan

air dimana beban angin dihitung (Z > 10000 mm)

V0 = kecepatan gesekan angin, yang merupakan karakteristik

meteorologi, sebagaimana ditentukan dalam tabel , untuk berbagai

macam tipe permukaan di hulu jembatan (km/jam)

Z0 = panjang gesekan di hulu jembatan, yang merupakan karakteristik

meteorologi,

V10 dapat diperoleh dari:

• grafik kecepatan angin dasar untuk berbagai periode ulang,

• survei angin pada lokasi jembatan,

• jika tidak ada data yang lebih baik, perencanaan dapat

mengasumsikan bahwa V10 = VB = 90 s/d 126 km/jam

Tabel 2.5 Nilai Vo dan Vz untuk berbagai variasi kondisi hulu

Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota

V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3

Z0 (mm) 70 1000 2500

Sumber : SNI 1725:2016

Arah angin harus diasumsikan horizontal, kecuali ditentukan dalam Pasal

9.6.3 (SNI 1725-2016). Jika terdapat data yang tidak lengkap, tekanan angin

rencana bisa didapatkan dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini:

PD = PB (VDZ

VB

)2

Keterangan:

PD = Tekanan angin rencana (MPa)

PB = Tekanan angin dasar (MPa)

VDZ = Kecepan rencana pada elevasi rencana (km/jam)

VB = Kecepatan angin dasar (km/jam)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

11

Tabel 2.6 Tekanan angin dasar

Komponen Bangunan Utama Angin Tekan (MPa) Angin Hisap (Mpa)

Rangka, kolom dan pelengkung 0,0024 0,0012

Balok 0,0024 N/A

Permukaan datar 0,0019 N/A

Sumber : SNI 1725:2016

Gaya beban angin total yang dipakai haruslah lebih dari dari 4,4 kN/mm pada

daerah tekan dan 2,2 kN/mm pada daerah hisap pada sistem struktur rangka dan

pelengkung, dan minimal 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

Apabila beban angin pada struktur atas yang bekerja tidak tegak lurus

terhadaap struktur, sehingga timbulah bermacam sudut serang. Untuk nilai besaran

tekanan angin dasar dengan berbagai macam sudut serang angin dapat dilihat pada

tabel dibawah serta tekanan angin harus diposisikan pada titik berat dari luasan yang

diterjang beban angin. Arah sudut serang diposisikan tegak lurus terhadap arah

longitudinal. Pada elemen jembatan yang direncanakan digunakan nilai pengaruh

yang terburuk akibat arah angin dan tekanan angin haruslah diaplikasikan secara

bersamaan baik arah memanjang maupun arah melintang.

Tabel 2.7 Tekanan angin dasar (PB) untuk berbagai sudut serang

Sudut serang Rangka, kolom dan pelengkung Gelagar

Derajat

Beban

Lateral

Beban

Longitudinal

Beban

Lateral

Beban

Longitudinal

Mpa Mpa Mpa Mpa

0 0,0036 0,0000 0,0024 0

15 0,0034 0,0006 0,0021 0,0003

30 0,0031 0,0013 0,0020 0,0006

45 0,0023 0,0020 0,0016 0,0008

60 0,0011 0,0024 0,0008 0,0009

Sumber : SNI 1725:2016

Gaya angin pada kendaraan (EW1), gaya yang disebabkan tekanan angin

pada kendaraan haruslah mampu ditahan jembatan yang direncanakan, dimana

tekanan angin ini dianggap menjadi tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm, dan

bekerja secara tegak lurus terhadap permukaan jalan dengan jarak 1800 mm.

Kecuali apabila sudut serang tekanan angin tidak tegak lurus terhadap permukaan,

maka elemen yang bereaksi secara tegak lurus ataupun secara paralel untuk

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

12

beragam sudut serang bisa digunakan seperti yang ditentukan dalam tabel dibawah

dimana arah permukaan kendaraan tegak lurus terhadap arah sudut serang yang

diposisikan.

Tabel 2.8 Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan

Sudut Komponen tegak lurus Komponen sejajar

Derajat N/mm N/mm

0 1,46 0,00

15 1,28 0,18

30 1,20 0,35

45 0,96 0,47

60 0,50 0,55

Sumber : SNI 1725:2016

Beban garis memanjang pada jembatan akibat tekanan angin vertikal yang

menggambarkan gaya vertikal angin ke atas dengan besaran 9,6 x 10-4 MPa

dikalikan lebar jembatan, serta paraped dan trotoar harus mampu dipikul oleh

jembatan.

b. Beban Gempa

Perencanaan suatu jembatan harus didesain agar meminimalisir kerusakan

namun tidak runtuh dan tidak mengganggu pelayanan akibat gempa. Beban rencana

gempa yang bekerja secara horisontal dapat ditenrukan dengan rumus sebabagi

berikut :

𝐸𝑄 =𝐶𝑠𝑚

𝑅𝑑

𝑥 𝑊𝑡

Keterangan:

EQ = gaya gempa horizontal statis (kN)

Csm = koefisien respons gempa elastis

Rd = faktor modifikasi respons

Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang

sesuai (kN)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

13

Untuk memperoleh nilai koefisien respon elastik (Csm) perlu mengetahui

periode ulang gempa rencana dan kelas zona wilayah gempa yang disesuaikan

terhadap peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan. Besaran nilai

koefisien percepatan diperoleh dari peta gempa yang telah dikalikan dengan nilai

faktor pembesaran yang sesuai pada kedalam tanah sampai 30 m ke bawah struktur

jembatan.

2.3 Struktur Beton Prategang

Beton merupakan material yang kuat dalam menahan tekan, akan tetapi

lemah pada kondisi tarik. Sedangkan baja merupakan material yang tahan pada

kondisi tarik. Kedua material ini disatukan maka menjadi sebuah beton bertulang

(reinforced concrete) yang mampu menahan gaya tekan ataupun tarik. Akan tetapi

kedua komponen tersebut bekerja secara terpisah, beton menahan gaya tekan,

sedangkan baja menahan gaya tarik. Maka dari itu penampang pada beton bertulang

tidak seutuhnya 100% secara efektif dapat digunakan, sebab pada daerah tarik tidak

direncanankan untuk menahan tegangan.

Berat isi beton bertulang yang cukup besar yaitu 2.400 kg/m3 menjadikan

sebuah kelemahan yang mana timbul tegangan yang cukup besar pada bagian tarik

akibat berat penampang itu sendiri. Untuk menanggulangi hal tersebut seluruh

penampang beton dibuat supaya dalam kondisi tertekan dengan cara memberikan

tekanan diawal sebelum seluruh beban bekerja, hal inilah yang dinamakan sebagai

beton prategang (prestressed concrete).

Perbandingan perbedaan antara beton bertulang dengan beton bertulang :

• Beton bertulang : cara kerja beton bertulang yaitu dengan menggabungkan

sifat antara beton dengan baja tulangan yang mana kedua material ini akan

bekerja sesuai kapasitasnya masing-masing, dimana beton akan memikul

tegangan tekan sedangkan baja tulangan akan memikul tegangan tarik.

Untuk dapat menahan tegangan tekan dan tarik secara bersamaan perlu

sebuah penempatan tulangan yang ideal.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

14

Gambar 2.3 Penampang Beton Bertulang

• Beton prategang : pada beton prategang material baja dan beton sama-sama

menggunakan kualitas mutu tinggi yang mana berkeja secara aktif, lalu

untuk beton bertulang akann berkerja secara pasif. Maksud dari berkerja

secara aktif disini ialah baja ditarik dan ditahan oleh beton sehingga

penampang beton dalam kondisi tertekan. Dikarenakan sebelum seluruh

beban bekerja penampang beton sudah dalam kondisi tertekan, maka apabila

terjadi tegangan tarik akan tereliminir sebab tegangan tekan telah terjadi

sebelum seluruh beban bekerja.

Gambar 2.4 Ilustrasi Beton Prategang

2.3.1 Konsep Dasar Beton Prategang

Beton prategang adalah beton yang telah terjadi sebuah tergangan internal

dengan besaran (akibat stressing) dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat

menyeimbangkan hingga batasan tertentu tegangan oleh beban luar (T.Y.Lin,

2000). Baja pada beton prategang terlebih dahulu akan ditarik untuk menghindari

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

15

pemanjangan baja ketika beban luar bekerja, sedangkan beton akan terlebih dahulu

ditekan guna menghindari retak-retak akibat tegangan tarik.

Sifat beton ialah unggul dalam menahan tegangan tekan dan lemah dalam

menahan tegangan tarik. Untuk mengatasi kelemahan beton dalam menahan

tegangan tarik yaitu dengan cara memberikan tegangan tekan supaya dapat

menyeimbangi tegangan tarik akibat beban yang bekerja. Untuk memberikan

sebuah tegangan tekan pada penampang yaitu dengan cara menambahkan kabel

baja mutu tinggi didalam penampang beton yang telah diberikan gaya prategang

sesuai yang direncanakan. Penampang beton yang telah diberikan gaya prategang

ada yang seluruh bagian penampangnya mengalami tekan atau sebagian saja yang

mengalami tekan sesuai dengan desain perecanaan yang aman.

Terdapat 3 konsep yang bisa digunakan untuk mendefinisikan dan

menganalisa sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh beton prategan atau pratekan:

a. Konsep Pertama

“Sistem Prategang untuk Mengubah Beton menjadi Bahan yang

Elastis”

Eugene Freyssinet mendefinisikan beton yang memiliki sifat getas akan

berubah menjadi material yang elastis dengan cara memberikan gaya tekan terlebih

dahulu (pratekan). Dengan ditariknya baja mutu tinggi maka timbul tekanan pada

beton, sehingga beton yang awalnya getas dan tahan terhadap tekan akan dapat

menahan tegangan tarik dari beban luar yang bekerja. Untuk ilustrasi dari hal

tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

16

Gambar 2.5 Konsep Beton Konsentris dan Eksentris

(Sumber : Nawy, 2011)

Pemberian gaya tekan (P) pada pusat penampang beton akan mengakibatkan

tegangan tekan secara merata pada seluruh penampang beton dengan nilai P/A,

yang mana A ialah luas penampang beton. Dampak dari beban yang bersifat merata

termasuk juga berat penampang akan mengakibatkan tegangan tarik dibawah garis

netral penampang serta tegangan tekan diatas garis netral penampang yang nilainya

pada serat paling luar ialah:

Tegangan : f =M x c

I

Dari persamaan diatas tegangan tekan yang terjadi pada serat atas

penampang yang diakibatkan pemberian gaya prategang ditambahkan dengan

akibat dari pembebanan − M x c

I. Dengan pemberian gaya prategang pada pusat

penampang maka kemampuan tahanan tekan penampang akibat beban luar akan

berkurang. Maka dari itu tendon atau baja prategang perlu diletakkan dibawah garis

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

17

netral penampang supaya pada serat atas terjadi tegangan tarik. Apabila tendon

diposisikan pada eksentrisitas “e” dari pusat penampang yang disebut garis cgc

maka akan timbul momen Pe, sehingga tegangan yang terjadi menjadi:

𝑓𝑡 = −P

A+

Pec

I−

Mc

I

𝑓𝑏 = −P

A−

Pec

I+

Mc

I

Dimana:

ft = tegangan di serat atas

fb = tegangan di serat bawah

I = momen inersia penampang

e = eksentrisitas

c = jarak garis netral ke serat terluar penampang

(Sumber: Nawy, 2001)

Pada konsep ini untuk merencanakan kompoen beton prategang, tegangan

pada beton harus ditinjau dari gaya-gaya luar yang bekerja secara longitudinal

maupun secara transversal. Sehingga didapatkan sebuah persamaan sederhana

untuk menghitung gaya prategang awal dan gaya prategang saat beban bekerja

sebagi berikut:

➢ Hanya gaya prategang

𝑓𝑡 = −Pi

Ac(1 −

𝑒𝑐𝑡

𝑟2)

𝑓𝑏 = −Pi

Ac(1 +

𝑒𝑐𝑏

𝑟2)

Dimana:

Pi = gaya prategang awal

ct = jarak pusat penampang ke serat atas

cb = jarak pusat penampang ke serat bawah

r2 = jari-jari girasi penampang

(Sumber: Nawy, 2001)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

18

➢ Berat sendiri ditambah pemberian prategang

Apabila berat sendiri penampang mengakibatkan momen pada penampang

maka persamaan menjadi:

𝑓𝑡 = −Pi

Ac(1 −

𝑒𝑐𝑡

𝑟2) −

𝑀𝐷

𝑆 𝑡

𝑓𝑏 = −Pi

Ac(1 +

𝑒𝑐𝑏

𝑟2) +

𝑀𝐷

𝑆𝑏

Dimana :

Sb = modulus penampang untuk serat bawah

St = modulus penampang untuk serat atas

(Sumber: Nawy, 2001)

➢ Seluruh beban bekerja

Intensitas penuh beban setelah pelaksanaan yang terjadi pada kurun waktu

mengakibatkan hilangnya gaya prategang. Dengan demikian gaya prategang yang

digunakan untuk desain ialah gaya prategang setelah kehilangan gaya prategang

(gaya prategang efektif). Apabila keseluruhan momen yang diakibatkan beban

gravitasi adalah MT maka:

MT = MD + MSD + ML

Dimana:

MD = momen akibat berat sendiri

MSD = momen akbat beban mati tambahan

ML = momen akibat beban hidup

Dengan demikian persamaan menjadi :

𝑓𝑡 = −Pe

Ac(1 −

𝑒𝑐𝑡

𝑟2) −

𝑀𝑇

𝑆 𝑡

𝑓𝑏 = −Pe

Ac(1 +

𝑒𝑐𝑏

𝑟2) +

𝑀𝑇

𝑆𝑏

Dimana:

Pe = gaya prategang efektif

MT = momen total

(Sumber: Nawy, 2001)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

19

b. Konsep Kedua

“Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja mutu Tinggi dengan Beton”

Pada konsep ini beton prategang diasumsikan seperti beton bertulang dengan

beton dan baja bekerja secara bersamaan yang mana beton menahan tekan dan baja

menahan tarik. Akibat kombinasi kedua material menghasilkan tahanan sebagai

penahan momen dari luar seperti yang ditampilakan pada gambar ini:

Gambar 2.6 Penampang Beton prategang dan beton Bertulang

Cara kerja pada beton bertulang yaitu dengan ditariknya baja prategang oleh

gaya prategang (T) sehingga akan timbul kopel momen dengan gaya tekan pada

beton (C) yang akan melawan momen yang terjadi akibat beban luar. Apabila baja

mutu tinggi digunakan seperti pada beton bertulang, maka beton pada sekitar baja

akan terjadi retak berat sebab baja mutu tinggi tidak leleh sebelum beton mengalami

retak karena terlalu kuat. Maka dari itu baja mutu tinggi haruslah ditarik terlebih

dahulu sebelumnya.

Secara sederhana dapat dilihat dari diagram benda bebas berikut :

Gambar 2.7 Diagram benda beba untuk mencari garis C (pusat tekanan)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

20

Garis C atau garis tekanan pusat, terletak pada jarak yang bervariasi a dari

garis T. Momenya dinyatakan dengan :

M = Ca = Ta

Sedangkan eksentrisitas diketahui atau ditetapkan terlebih dahulu.

e’ = a – e

Karena C = T, maka a =M/T, sehingga

𝑒′ =𝑀

𝑇− 𝑒

Dari gambar diatas diperoleh:

𝑓𝑡 = −C

Ac−

Ce′ct

Ic

𝑓𝑏 = −C

Ac+

Ce′cb

Ic

Akan tetapi, di tendon gaya T sama dengan gaya prategang Pe sehingga,

𝑓𝑡 = −Pe

Ac−

Pee′ct

Ic

𝑓𝑏 = −Pe

Ac+

Pee′cb

Ic

Karena Ic = Ac r2, maka persamaan dapat disederhanakan menjadi:

𝑓𝑡 = −Pe

Ac(1 −

e′ct

𝑟2)

𝑓𝑏 = −Pe

Ac(1 +

e′cb

𝑟2)

Dimana:

ft = tegangan pada serat atas

fb = tegangan pada serat bawah

Pe = gaya prategang efektif

e’ = selisih jarak antara garis C dan T (a) dengan eksentrisitas (e)

(Sumber: Nawy, 2001)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

21

c. Konsep Ketiga

“Sistem Prategang untuk Mencapai Perimbangan Beban”

Pada konsep ini beton prategang dianggap memiliki keseimbangan berat

sendiri, yang mengakibatkan batang yang biasanya mengalami lendutan seperti

balok, gelagar dan plat diasumsikan tidak mengalami tegangan lentur pada saat

pembebanan terjadi. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 2.8 Konsep Kesetimbangan Beban

Penggunaan konsep ini tendon digantikan oleh gaya-gaya yang bekerja pada

sepanjang batang dan beton diasumsikan sebagai benda-bebas.

Gambar 2.9 Tendon yang mengalami intensitas beban transversal

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

22

Pada gambar diatas beban akan didistribusikan secara merata kearah atas

akibat gaya prategang dinyatakan:

T =𝑞𝑙2

8𝑎

Jika tendon mempunyai bentuk parabolik pada balok prategangdan gaya

prategang ditulis dengan P, maka intensitas beban akan seimbang dan persamaan

menjadi:

Wb =8Pa

L2

Dimana:

Wb = beban merata keatas, akibat gaya prategang

a = tinggi parabola lintasan kabel

L = bentang balok

P = gaya prategang

(Sumber: Nawy, 2001)

2.3.2 Jenis Penegangan Beton Prategang

Terdapat dua jenis macam penegangan beton prategang yaitu:

a. Sistem Pratarik (Pretension)

Dalam cara ini, tendon akan ditarik dahulu lalu beton akan dicetak atau dicor

setelah tendon ditarik. Setelah beton bereaksi dan cukup keras lalu dilakukan

pemotongan tendon maka terjadi penyaluran gaya prategang pada tendon. Metode

pemberian tegangan pratarik sangat tepat untuk produksi massal. Setelah tahap

pengecoran selesai kemudian dilanjutkan dengan pemberian tegangan pada baja

prategang terhadap angkur diujung penampang. Pemberian gaya pratarik pada

metode ini dilakukan pada baja prateganya bukan pada baloknya.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

23

Gambar 2.10 Prinsip Pratarik (Pretension)

Langkah 1

Tendon atau kabel baja dilakukan penarikan guna memberikan gaya

prategang lalu diangkur pada abutmen agar tetap pada kondisi tertarik (gambar 2.10

A).

Langkah 2

Beton kemudian dicetak atau dicor pada begesting atau cetakan hingga terisi

penuh sampai seluruh beton menutup kabel baja yang telah ditarik sebelumnya dan

hingga beton kering (gambar 2.10 B).

Langkah 3

Langkah selanjutnya kabel baja akan dipotong setelah beton kering serta dari

segi umur perecenaan mencukupi dan dapat menahan gaya prategang. Pada tahap

ini terjadi proses penyaluran gaya prategang pada beton (gambar 2.10 C).

Balok tersebut akan melendut keatas karena pemberian gaya prategang dan

belum menerima beban kerja. Setelah beban bekerja maka balok akan rata.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

24

b. Sistem Pascatarik (Posttension)

Dalam metode pascatarik tendon akan ditarik setelah beton dicor dan

mengering. Supaya tendon dapat ditarik setelah beton kering maka perlu sebuah

selongsong yang dipasang didalam beton. Selongsong tendon dipasang dahulu

sebelum dilakukan pencetakan beton. Selanjutnya setelah selongsong dipasang

dilakukan pengecoran beton. Ketika sudah mencapai umur rencana dan kekuatan

yang direncanakana maka dapat dilanjutkan dengan pemasangan kabel baja dan

penarikan kabel baja sesuai dengan perencanaan. Ketika kabel baja sudah ditarik

sesuai kebutuhan selanjutnya selongsong diisi atau disuntikan dengan bahan

grouting supaya tidak ada ruang antara selongsong dan kabel baja.

Gambar 2.11 Prinsip Pascatarik (Post-tension)

Langkah 1

Beton sebelum dicetak terlebih dahulu dipasang selubung/saluran tendon

prategang sebagai alur kabel baja dengan posisi melengkung supaya terjadi momen

untuk melawan beban kerja. Setelah selubung terpasang beton kemudian dicetak

(gambar 2.11 A).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

25

Langkah 2

Setelah beton yang dicetak sudah sesuai dengan umur perencanaan dan

mampu menahan gaya prategang yang direncanakan maka kabel baja atau tendon

dapat dimasukkan kedalam selongsong, lalu kabel baja yang dimasukkan ditarik

hingga mencapai gaya prategang yang direncanakan. Pada metode pascatarik ini

penarikan kabel baja dapat dilakukan disalah satu ujungnnya sedangkan ujung yang

lain diangker. Selain itu juga ada metode dengan penarikan secara bersamaan

dikedua ujungnya. Setelah penarikan selesai kemudian selubung digrouting untuk

mengisi ruang antara selubung dan kabel baja supaya kabel baja tidak berpindah

posisi ketika beban bekerja (gambar 2.11 B).

Langkah 3

Setelah penarikan kabel dan pengangkuran kabel maka balok akan

mengalami gaya tekan hal ini disebabkan oleh gaya prategang yang ditransfer ke

balok. Penarikan kabel baja mengakibatkan gaya prategang sehingga terjadi beban

merata ke atas pada seluruh balok. Hal ini bisa terjadi karena kabel baja dipasang

secara parabola sehingga apabila ditarik balok akan melengkung ke atas (gambar

2.11 C).

2.3.3 Persyaratan Material

a. Beton Mutu Tinggi

Material beton yang digunakan pada beton prategang adalah beton mutu

tinggi yang berdasarkan ACI 318 beton mutu harus memiliki kuat tekan silindier

melebihi 6000 psi atau 41,4 MPa. Beton mutu tinggi diperlukan supaya dapat

menahan tegangan tekan dan tidak terjadi keretakan pada saat penarikan tendon.

Terdapat sifat fisik yang dibutuhkan beton mutu tinggi antara lain:

• Memiliki kemampuan tekan yang tinggi supaya dapat menahan gaya

prategang dan beban luar yang bekerja. Untuk beton pascatarik kuat

tekan (f’c) beton minimumnya adalah 30 MPa sedangkan untuk pratarik

kuat tekan (f’c) minimum nya adalah 40 MPa.

• Nilai susut dan rangkak rendah supaya kehilangan prategang kecil.

• Kemampuan lekat beton yang baik terutama dalam metode pratarik.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

26

b. Tendon Baja Prategang

Kabel baja atau tendon yang digunakan memiliki mutu yang tinggi yaitu

sampai 270.000 psi (1862 MPa) atau bahkan lebih supaya dapat meminimalisir

kehilangan prategang akibat susut dan rangkak beton. Baja dengan mutu tinggi

memiliki porsi tegangan sisa yang bisa menahan gaya prategang dan dapat

mengatasi kehilangan gaya prategang disekitar baja. Nilai kehilangan prategang

normal dapat diasumsikan besarnya antara 35.000 sampai dengan 60.000 psi atau

241 sampai dengan 414 MPa. Terdapat sifat fisik yang dibutuhkan baja mutu tinggi

antara lain:

• Baja memiliki kuat tarik tinggi

• Modulus elastis yang kecil

• Nilai batas elastis besar

• Relasasi kecil

• Dapat menahan korosi

Bentuk baja prategang dapat berwujud kawat tunggal, strands yang tersusun

dari kumpulan beberapa kawat yang dipuntir menjadi komponen tunggal dan

batang dengan mutu tinggi.

(a) Strands (7 wire strand) (b) Kawat tunggal

(c) High-strength bar

Gambar 2.12 Jenis-jenis tulangan prategang

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

27

Tabel 2.9 Jenis dan Spesifikasi Tendon Baja Prategang

Jenis Material

Nominal

Diameter

(mm)

Luas (mm2)

Gaya

Putus

Minimum

(kN)

Tegangan Tarik

Minimum, fpes

(Mpa)

Kawat (wire)

5 19,6 30,4 1550

5 19,6 33,3 1700

7 38,5 65,5 1700

7-wire strand

super grade

9,3 54,7 102 1860

12,7 100 184 1860

15,2 143 250 1750

7-wire strand

regular grade 12,7 95,3 165 1750

Bar

23 415 450 1080

26 530 570 1080

29 660 710 1080

32 804 870 1080

38 1140 1230 1080

(Sumber: Nawy, 2001)

c. Selongsong Tendon (Duct)

Selubung atau selongsong adalah sebuah saluran guna meletakkan kabel baja

yang tetap pada tempat dan memiliki lapisan pelindung. Material yang digunakan

harus mampu ditembus oleh pasta semen, dapat menyalurkan tegangan lekat yang

diperlukan dan dapat mempertahankan posisi dan bentuknya.

Terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki selongsong dalam metode

pascatarik antara lain:

• Kedap terhadap mortar

• Tidak bereaksi dengan material disekitarnya (baja prategang, beton atau

bahan grouting yang digunakan).

Selongsong yang digunakan pada pelaksanaan grouting harus berdiameter 6

mm lebih besar dari diameter tendon atau memiliki luas minimal 2 kali luas tendon.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

28

Gambar 2.13 Selongsong Tendon (Duct)

d. Angkur

Angkur yang dipakai harus memiliki kualitas mutu sesuai dengan spesifikasi

teknik dan harus dijamin oleh pembuat/fabrikator angkur, serta apabila perlu

dilakukan pengetestan angkur. Penjangkaran serta penarikan tendon dilakukan

diujung balok dan diletakkan pada angkur. Fungsi angkur sendiri yaitu untuk

mengikat tendon setelah penarikan supaya tetap pada kondisi tertarik. Terdapat dua

jenis pengangkuran pada sistem prategang yaitu angkur hidup dan angkur mati.

Gambar 2.14 Angkur Hidup dan Angkur Mati

e. Penyambung (Coupler)

Penyambung (coupler) yaitu sebuah alat untuk menyambung kabel baja

apabila kabel baja kurang panjang. Penyampung haruslah dapat menahan gaya

minimal sama dengan kuat tarik batas komponen yang akan dihubungkan.

Penyambung diletakkan pada posisi yang sedemikia rupa untuk dapat terjadinya

gerakan yang direncanakan.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

29

Gambar 2.15 Penyambung Multistrand

2.4 Jembatan T-Girder (Deck Bulb Tee)

Jembatan T-Girder merupakan gelagar serbaguna yang menggabungkan

keuntungan dari I-girder dan slab deck/lantai kendaraan , dimana memiliki profil

penampang berbentuk “T”. Bentuk “T” dari T-Girder berguna untuk mentransfer

beban dalam bentuk beban sendiri girder, beban lalu lintas dan beban-beban lainnya

yang kemudian ditransfer menuju struktur bawah supaya dapat ditahan dan tidak

timbul simpangan gaya atau beban. Terdapat beberapa macam profil T-girder yang

umum digunakan seperti bulb tee, deck bulb tee, dan double tees.

(a) Bulb Tee (b) Deck Bulb Tee

(c) Double Tees

Gambar 2.16 Macam-macam profil T-Girder

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

30

T-Girder tipe deck bulb tee memiliki bentang efektif 40 ft – 160 ft dan lebar

dapat bervariasi dari 4 ft – 8 ft. Untuk bagian atas memiliki ketebalan minimal 6

inch yang berfungsi sebagai deck slab (lantai kendaraan).

Keuntungan dari profil deck bulb tee yaitu durasi pelaksanaan konstruksi

lebih cepat dan efisien karena plat lantai kendaraan sudah menjadi satu dengan

gelagar jembatan. Selain sebagai lantai kendaraan, bagian atas pada deck bulb tee

juga berfungsi menahan gaya lateral pada jembatan sehingga lebih stabil.

2.4.1 Perencanaan Awal Desain

Berdasarkan Buku Desain Struktur Beton Prategang dari TY Lin dan H

Burns untuk menentukan tinggi desain awal sebuah balok digunakan sebuah rumus

pendekatan yaitu h = 1

17L −

1

25 L . Sedangkan untuk kriteria penampang yang lain

didesain berdasarkan AASHTO Standard Spesifications of Highway Bridge 17th

edition. Berikut ini parameter kriteria penampangnya:

Gambar 2.17 Parameter desain perencanaan awal

a. Tebal Sayap Atas (flange thickness)

Untuk tebal sayap atas diatur dengan ketebalan minimum yaitu 5 inch dan

tebal sayap atas tidak boleh kurang dari setengah dari lebar web.

• ts min = 5 inch

• ts ≥ 0,5 bw

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

31

b. Lebar Sayap Atas (flange width)

Untuk lebar sayap atas yang menggantung disamping web tidak boleh

melebihi dari enam kali tebal sayap atas atau setengah dari jarak antar web dan lebar

sayap atas tidak boleh lebih dari empat kali dari lebar web.

• b ≤ 6 ts atau b ≤ 0,5 S

• b ≤ 4 bw

c. Tebal Web

Berdasarkan pernyataan sebelumnya (ts ≥ 0,5 bw) dapat dikatakan untuk

tebal web haruslah dua kali lebih tebal dari tebal sayap atas.

• bw ≥ 2 ts

d. Sayap Bawah

Pada bagian sayap bawah untuk lebar dan tebal dapat diasumsikan sendiri

sesuai kebutuhan. Untuk lebar sayap bawah bervariasi antara 1,5 ft – 2 ft.

Sedangkan untuk tebal sayap bawah bervariasi antara 6 inch – 9 inch.

2.5 Tahapan Pembebanan

Ada Dalam proses pembebanan pada beton prategang terdapata dua jenis

tahap pembebanan yaitu :

a. Tahap Transfer

Dalam tahap ini beban akan mulai bekerja ketika beton sudah kering dan

telah dilakukan penarikan baja prategang. Beban yang bekerja pada tahapan ini

hanyalah beban sendiri dari struktur. Pada kondisi ini (transfer) momen yang terjadi

minimum karena belum terjadi beban hidup, sedangkan gaya prategang yang terjadi

adalah maksimum karena belum terjadi kehilangan gaya prategang.

b. Tahap Service

Pada tahap service beton prategang sudah pada kondisi elemen struktur

karena beban luar sudah mulai bekerja seperti beban hidup, beban angin dan beban

gempa. Pada tahap service seluruh kehilangan gaya prategang yang diperhitungkan

akan terjadi. Pada situasi ini beban luar menimbulkan momen yang maksimal dan

gaya prategang yang ada mendekati nilai minimum karena sudah terjadi kehilangan

gaya prategang.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

32

2.6 Kehilangan Gaya Prategang

Dalam pemberian gaya prategang diawal akan mengalami penurunan

kekuatan gaya prategang secara progesif selama kurang lebih lima tahun hal ini

disebut kehilangan gaya prategang. Terdapat beberapa jenis kehilangan gaya

prategang antara lain :

a. Kehilangan elastis segera (immedietly elastic losse)

Kehilangan ini merupakan jenis kehilangan gaya prategang secara langsung

atau segera yang terjadi setelah proses pemberian gaya prategang. Penyebab

kehilangan gaya prategang ini antara lain:

• Perpendekan elastis beton (ES)

• Friksi atau gesekan (FR)

• Slip akibat pengangkuran (ANC)

b. Kehilangan bergantung waktu (time dependent losses)

• Rangkak (CR)

• Penyusutan pada beton (SH)

• Relaksasi baja (R)

2.6.1 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton (ES)

Ketika gaya prategang bekerja, beton akan mengalami tekan yang

menyebabkan beton memendek dan secara langsung tendon pada sekitar beton akan

terjadi pemendekan. Hal ini mengakibatkan sebagian gaya prategang yang

diberikan pada tendon hilang. Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan

elastis beton pada sistem pratarik dan sistem pascatarik berbeda.

Pada sistem pra-tarik perubahan regangan pada baja prategang yang

diakibatkan oleh perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan beton

pada baja prategang tersebut.

a. Sistem pra-tarik

Perpendekan elastis beton yang terjadi mengakibatkan perubahan regangan

pada baja maupun beton prategang. Pada sistem pratarik regangan pada baja

prategang adalah sama dengan regangan pada beton prategang. Kehilangan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

33

tegangan yang terjadi juga dipengaruhi dengan rasio antara modulus elastisistas

beton dengan tegangan beton serta bisa dinyatakan menggunakan persamaan:

∆fpES = nfcs

Dimana :

- 𝑛 = 𝐸𝑠

𝐸𝑐𝑖

- 𝑓𝑐𝑠 = −𝑃𝑖

𝐴𝑐(1 +

𝑒2

𝑟2 ) +𝑀𝐷 𝑒𝑏

𝐼𝑐

b. Sistem pasca-tarik

Dalam metode pascatarik apabila digunakan kabel tunggal maka tidak akan

ada kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton, sebab setelah

terjadi perpendekan elastis gaya prategang dapat diketahui. Apabila lebih dari satu

kabel prategang yang digunakan, maka nilai kehilangan prategang bergantung dari

penarikan kabel yang pertama dan menggunakan nilai setengahnya untuk

memperoleh nilai rata-rata keseluruhan kabel. Dalam metode pascatarik kehilangan

gaya prategang akibat perpendekan elastis dapat digunakan persamaan sebagai

berikut:

∆fpES = 0,5 x ∆fpES

2.6.2 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Friksi (F)

Ketika penarikan baja prategang yang dipasang secara parabolik tegangan

yang terbaca pada alat ukur akan lebih besar daripada tegangan pada tendon.

Fenomena ini disebabkan karena terjadi gesekan antara angkur dengan sistem

penarik (jacking). Hal yang mempengaruhi kehilangan gaya prategang akibat

gesekan antara lain:

• Ketidaksempurnaan posisi selongsong kabel prategang, disebut

koefisien wobble K

• Faktor kelengkungan kabel prategang, disebut koefisien gesekan μ

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

34

Alinyemen tendon akan berpengaruh terhadap efek kelengkungan,

sedangkan ketidaksempurnaan peletakan selubung yang tidak sengaja dan tidak

dapat dihindari merupakan penyebab terjadi efek wobble.

∆fpF = f1 (μα + KL)

Dimana :

- 𝛼 = 8𝑦

𝑥

- Nilai K dan L terdapat pada table

Tabel 2.10 Koefisien Kelengkungan dan Wobble

Jenis Tendon Koefisien wobble, K

per foot

Koefisien

kelengkungan,

μ

Tendon yang diselubungi metal fleksibel

Tendon kawat 0,0010-0,0015 0,15-0,25

Strand 7 kawat 0,0005-0,0020 0,15-0,25

Batang mutu tinggi 0,0001-0,0006 0,08-0,30

Tendon disaluran metal yang rigid

Strand 7 kawat 0,0002 0,15-0,25

Tendon yang dilapisi mastic

Tendon kawat dan strand 7 kawat 0,0010-0,00020 0,05-0,15

Tendon yang dilumasi dahulu

Tendon kawat dan strand 7 kawat 0,0003-0,0020 0,05-0,15

( Sumber: Nawy, 2001)

2.6.3 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Pengangkuran (A)

Pada metode pascatarik kehilangan gaya prategang pada angker disebabkan

karena terdapat blok-blok pada angker ketika gaya pendongkrakan disalurkan

menuju angker. Pada metode pratarik kehilangan ini juga terjadi ketika dilakukakan

penyesusain gaya prategang yang kemudian disalurkan ke landasan.

∆𝑓𝑝𝐴 = ∆𝐴

𝐿𝑥𝐸𝑝𝑠

Dimana :

- ∆A = besar gelincir

- L = panjang tendon

- Eps = modulus kawat prategang

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

35

2.6.4 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Rangkak pada Beton (CR)

Perubahan bentuk (deformasi) atau aliran lateral pada material yang

disebabkan oleh tegangan longitudinal atau beban yang bekerja sepanjang waktu

adalah rangkak (creep). Regangan elastis merupakan perubahan bentuk awal akibat

beban yang bekerja, sedangkan regangan rangkak merupakan tambahan beban yang

bekerja secara terus menerus dengan nilai yang sama.

∆fpCR = n KCR (fcs – fcsd)

Dimana :

- KCR = 2,0 untuk struktur pratarik

= 1,6 untuk struktur pasca Tarik

- fcs = tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah

transfer

- fcsd = tegangan dibeton pada level pusat berat baja akibat semua beban

mati tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan

- n = rasio modulus

2.6.5 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Susut (SH)

Nilai besarnya kehilangan prategang akibat susut beton dipengaruhi

beberapa hal. Bebarapa hal yang mempengaruhi susut beton meliputi waktu antara

pemberian prategang dengan akhir perawatan eksternal, jenis semen, jenis agregat,

perbandingan campuran, waktu perawatan, ukuran bagian struktur dan kondisi

lingkungan. Pada metode pascatarik sebelm pemberian pascatarik susut terjadi

terlebih dahulu yang mengakibatkan kehilangan prategang yang disebabkan susut

lebih kecil.

∆𝑓pSH = 8,2 x 10−6 KSH Eps(1 − 0,06v

s)(100 − 𝑅𝐻)

Dimana :

- RH = kelembapan relative

- V/S = rasio volume per permukaan

- Nilai KSH = 1,0 (komponen struktur pratarik)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

36

Tabel 2.11 Nilai KSH Komponen Pascatarik

Waktu Dari Akhir Perawatan Basah

Hingga Pemberian Prategang (Hari) 1 3 5 7 10 20 30 60

KSH 0,92 0,85 0,8 0,77 0,73 0,63 0,58 0,45

( Sumber: Nawy, 2001)

2.6.6 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja (R)

Perpanjangan konstan akibat waktu menyebabkan tendon stress-relieved

mengalami kehilangan gaya prategangnya. Nilai kehilangan gaya prategang tidak

hanya dipengaruhi oleh berapa durasi gaya prategang yang mampu dipikul, tetapi

juag dipengaruhi oleh perbandingan antara gaya prategagn awal dengan kuat leleh

baja prategang (𝑓𝑝𝑖

𝑓𝑝𝑦

). Untuk lebih mudahnya dapat digunakan persamaan berikut:

∆fpR = f ′pi (

log t2 − log t1

10) (

f ′pi

fpy

− 0,55)

Dimana :

- f’pi = tegangan awal di baja yang dialami elemen beton

- fpy = kuat leleh baja prategang, yang dapat dihitung dari

= 0,80 fpu (batang prategang)

= 0,85 fpu (tendon stress-relieved)

= 0,90 fpu (tendon relaksasi rendah)

- t1 = waktu pada awal suatu interval dihitung dari saat pendongkaran

- t2 = waktu akhir di interval dihitung dari saat pendongkaran

2.7 Lintasan Tendon/Kabel Baja

Lintasan tendon merupakan wilayah sepanjang bentang yang mana titik

berat baja-baja prategang (center gravity of steel/CGC) melintas dan terbentuk

lintasan yang lurus. Penaikkan lintasan baja prategang secara mendadak terjadi

pada tengah bentang (harping) dan penaikkan secara perlahan-lahan pada tengah

bentang mengakibatkan bentuk lintasan menjadi parabolik (draped). Untuk

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

37

mengetahui letak titik kordinat pada lintasan tendon parabolik dapat digunakan

persamaan berikut:

Gambar 2.18 Layout Tendon Parabolik

Yi = 4 f 𝑋𝑖 (𝐿 − 𝑋𝑖)

𝐿2

Dimana :

Yi = Ordinat tendon yang ditinjau

Xi = Absis tendon yang ditinjau

L = Panjang bentang

f = es = tinggi parabola maksimum

2.8 Daerah Aman Kabel

Daerah aman kabel baja prategang berfungsi sebagai batasan atau zona aman

eksentrisitas tendon pada gelagar sederhana. Perlu ditetapkan sebuah batasan aman

tendon untuk dapat melihat desain yang digunakan apakah diizinkan terjadi tarik

pada batas ordinat minimal dan maksimal dari selubung atas ke selubung bawah

terhadap kern atas maupun kern bawah.

Apabila MD merupakan momen akibat beban sendiri/mati dan MT

merupakan momen total akibat dari seluruh beban yang bekerja secara transversal

maka lengan dari kopel antara garis pusat tendon prategang (garis cgs) dengan pusat

garis tekan (garis C) yang disebabkan oleh MD dan MT adalah amin dan amax.

Selubung lengan cgs bawah. Lengan minimum dari kopel tendon adalah

amin = MD

Pi

Dimana Pi adalah gaya prategang awal

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

38

Pada persamaan ini garis C direncanakan sedemikian supaya tidak terletak

dibawah garis kern bawah dan batas maksimal dibawah kern bawah dapat

ditentukan. Hal ini dapat mencegah tegangan tarik pada serat ekstrim atas. Oleh

karena itu batas eksentrisitas bawah dapat ditulis:

eb = (amin + kb)

Diamana 𝑘𝑏 =𝑟2

𝑐𝑡

- r2 adalah kuadrat jari-jari girasi

- ct adalah jarak titik pusat balok terhadap garis terluar balok sebelah atas

Selubung lengan cgs atas. Lengan minimum dari kopel tendon adalah

amax = MT

P𝑒

Persamaan tersebut mendefinisikan jarak minimal di bawah kern atas yang

mana garis pusat baja (cgs) direncanakan sedemikian rupa sampai garis C tidak

berada di atas garis kern atas. Hal ini dapat mencegah tegangan tarik pada serat

ekstrim bawah. Oleh karena itu batas eksentrisitas atas dapat ditulis:

Et = (amax – kt)

Diamana 𝑘𝑡 =𝑟2

𝑐𝑏

- r2 adalah kuadrat jari-jari girasi

- cb adalah jarak titik pusat balok terhadap garis terluar balok sebelah

bawah

Gambar 2.19 Daerah aman kabel

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

39

2.9 Blok Ujung (End Block)

Gaya prategang yang besar mengakibatkan terjadinya pemusatan tegangan

tekan yang cukup besar di arah longitudinal yang terjadi serta diterima oleh segmen

kecil pada penampang tumpuan diujung balok. Penyaluran beban yang terpusat oleh

pemberian gaya prategang pada balok jenis pratarik terjadi pada seluruh bentang

luas penampang tumpuan secara berangsur-angsur hingga pada akhirnya menjadi

seragam. Untuk balok jenis pascatarik penyaluran beban yang terpusat oleh

pemberian gaya prategang tidak mungkin terjadi secara berangsur-angsur sebab

pemberian gaya prategang bekerja langsung pada angker dan plat tumpu di ujung

penampang 𝑙𝑡 (𝑙𝑡 =1

1000(

𝑓𝑝𝑒

3) 𝑑𝑏). Luas penampang pada ujung yang semakin

medekati tumpuan terkadang perlu diperbesar dengan cara lebar badan dibuat sama

besar dengan lebar sayapnya supaya dapat menampung tendon yang dinaikkan.

Akan tetapi penambahan luas penampang ini tidak dapat mencegah retak spalling

atau bursting dan tidak dapat mereduksi pengurangang tari pada beton. Zona angker

tendon yang terlekat dapat divisualisasikan sebagai berikut :

Gambar 2.20 Transisi Daerah Solid ke Tumpuan

Gambar 2.21 Zona Ujung, Retak Bursting dan Retak Spalling

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

40

Oleh karena itu agar tidak terjadi retak spalling dan bursting maka

diperlukan sebuah perkuatan pengangkuran pada daerah penyaluran beban dalam

wujud tulang tertutupm sengkang atau alat-alat penjangkaran yang dapat

menyelimuti seluruh daerah pemberian prategang utama serta tulangan memanjang

non-prategang. Salah satu persamaan yang disarankann untuk mengetahui nilai

gaya tarik memecah (bursting) yaitu :

Fbst = 0,3 x Pj x [(1-(ypo/ yo)0,58]

Dimana :

Pj = Gaya jacking diagkur

ypo/yo = Perbandingan Dsitribusi

2ypo = Tinggi pelat angkur

2yo = Tinggi prisma ekuivalen

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tegangan izin bantalan,

seperti rasio antara luas bantalan dengan luas total, luas permukaan tulangan pada

angkur dan metode perhitungan tegangan. Untuk menghitung tegangan tumpuan

rata-rata pada beton dapat gunakan persamaan berikut :

Pada beban peralihan (transfer) :

• 𝜎𝑏𝑖 = 0,8 𝑓′𝑐𝑖√(𝐴2

𝐴1− 0,2) ≤ 1,25𝑓′𝑐𝑖

Pada beban bekerja (service):

• 𝜎𝑏 = 0,6 𝑓′𝑐√𝐴1

𝐴2≤ 𝑓′𝑐

2.10 Tulangan Geser

Tulangan geser adalah tulangan yang berguna sebagai pencegah retak

diagonal terjadi pada elemen struktur prategang. Secara prinsipnya tulangan geser

memiliki empat fungsi pokok antara lain :

1. Sebagian gaya geser luar terfaktor (Vu) dapat dipikul

2. Sebagai pembatas rambatan retak diagonal

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

41

3. Penahan supaya tulangan utama longitudinal tidak berpindah posisi dan

dapat memberikan pengikatan dengan beton pada daerah tekan apabila

digunakan sengkang tertutup.

Gambar 2.22 Sengkang Vertikal

Kekuatan geser batas beton (Vc) adalah tahanan geser nominal beton polos

dibagian badan dapat dihitung berdasarkan nilai terkecil dari persamaan pada saat

retak geser terlentur (Vci) dan kondisi retak geser bagian badan (Vcw) berikut ini :

𝑉𝑐𝑖 = (1

20√𝑓 ′𝑐 x 𝑏𝑤x 𝑑𝑝) + 𝑉𝑑 +

𝑉𝑖

𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠

(𝑀𝑐𝑟)

𝑉𝑐𝑤 = [0,3 (√𝑓 ′𝑐

+ 𝑓𝑝𝑐)] x 𝑏𝑤 x 𝑑𝑝 + 𝑉𝑑

Sedangkan jarak antar sengkang :

𝑠 = 𝐴𝑣 𝑓𝑦𝑑

(Vuϕ ) − 𝑉𝑐

=𝐴𝑣 ϕ𝑓𝑦𝑑

Vu − ϕ𝑉𝑐

Dimana :

f’c = kuat tekan beton

bw = lebar badan (web)

dp = jarak dari serat terluar ke titik berat tulangan prategang

Vd = gaya geser pada penampang akibat beban mati

Vi = gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar

Mmaks =momen maksimum terfaktor pada penampang yang ditinjau

Mcr = momen akibat beban luar yang menyebabkan retak lentur

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

42

Av = luas satu sengkang

fpc = tegangan tekan rata-rata beton akibat gaya prategang

Vp = komponen vertikal dari gaya prategang

d = jarak dari serat ekstrim ke pusat berat penulangan

nonprategang

fy = kuat leleh baja

s = jarak antar sengkang

Vs = tahanan geser nominal baja

Batasan jarak maksimal antara sengkang vertikal harus direncanakan dengan

kriteria sebagai berikut :

(a) smax ≤ 3/4 h ≤ 24 in, dimana h adalah tinggi total penampang

(b) Jika Vs > 4λ√𝑓c′ bw dp, jarak maksimum di (a) harus dibagi dua

(c) Jika Vs > 8λ√𝑓c′ bw dp, perbesar penampang

(d) Jika Vu = ϕVn > 1/2 ϕVc, luas miminum tulangan geser harus

digunakan dengan rumus :

𝐴𝑣 = 50𝑏𝑤𝑠

𝑓𝑦

Gambar 2.23 Jarak Tulangan Badan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

43

2.11 Sambungan Antar Segmen (Shear Key)

Pemasangan girder secara segmental rawan akan timbul geser pada titik-titik

sambunganya. Maka dari itu dibutuhkan sebuah desain pengikat atau pengunci

supaya geser tidak terjadi. Shear key atau sistem pengunci geser umumnya

dirancang menggunakan jenis sambungan kering (dry join) dan sambungan basah

(wet join). Yang mana kekuatan geser yang diberikan oleh sambung kering murni

dipengaruhi oleh pengunci segmenya, sedangkan untuk sambungan basah gaya

ditambahkan bahan perekat (lem) sebagai perkuatan.

Gambar 2.24 Jenis Konfigurasi Shear Key (a) Male-Female (b) Female-Female (c) Dapped

(d) Flat (e) Mechanical

Berdasarkan fungsi sambungan geser dapat dipastikan bahwa gaya geser

yang disalurkan sambungan geser pada struktur dapat mempengaruhi kapasitas

geser struktur. Untuk mendapatkan nilai tegangan geser pada sambungan dapat

digunakan persaman sebagai berikut :

τ =Vc

Ag

Dimana :

τ = tegangan geser pada sambungan

Vc = gaya geser yang terjadi

Ag = luas bidang geser

2.12 Lendutan Jembatan

Karena eksentrisitas tendon prategang serta kecilnya beban luar yang

diterima ketika kondisi transfer mengakibatkan gelagar prategang melendut ke atas

(camber). Sedangkan pada kondisi service seluruh beban luar akan bekerja dengan

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

44

maksimal yang menimbulka gelagar prategang melendut ke bawah. Untuk dapat

menentukan besarnya lendutan pada gelagar dapat digunakan persamaan berikut :

• Lendutan camber akibat prategang :

a = −5𝑃𝑒𝐿2

48𝐸𝐼

• Lendutan akibat beban mati dan hidup merata :

∆ = 5𝑞 𝐿4

384𝐸𝐼

2.13 Metode Pelaksanaan Konstruksi

a. Prinsip Konstruksi

Metode pelaksanaan jembatan beton umumnya dibedakan menjadi dua

macam yaitu pengecoran langsung di lokasi (cast in site) dan pengecoran di pabrik

(precast segmental). Pada setiap metode pelaksanaan terdapat beberapa lagi jenis

seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah:

Tabel 2.12 Jenis Metode Pelaksanaan Jembatan Beton Prategang

Metode Pelaksanaan Jenis

Cast in situ

MSS (Moveable Scaffolding System)

ILM (Increamental Launching Method)

Balanced Cantilever dengan Form Traveller

Cable Stayed dengan Form Traveler

Precast Segmental

Balanced Cantilever Erection with Launching Gantry

Balanced Cantilever Erection with Lifting Frames

Span by Span Erection with Launching Gantry

Balanced Cantilever erection with Cranes

Pada penulisan ini metode yang dipilih dan dirasa paling sesusai dengan

judul adalah metode Span by Span Erection. Pada metode span by span atau bisa

disebut bentang per bentang, pelaksanaan pemasangan jembatan precast segmental

dilakukan satu pemasangan bentang hingga selesai lalu dilanjutkan pemasangan

bentang selajutnya hingga seluruh gelagar jembatan terpasang. Yang menjadi

sedikit berbeda pada metode ini alat Launching Gantry diganti menggunakan

cranes karena profil T-Girder akan dirakit atau dilakukan penarikan kabel tidak

diatas abutmen atau diluar lokasi proyek dan setelah penarikan akan diangkat ke

abutmen. Penggunaan cranes lebih ekonomis sebab biaya sewa lebih murah dan

ketersediaan alat tinggi.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2eprints.umm.ac.id/58415/4/BAB II.pdfdrainase, rel kereta api, rawa, danau, laut, ruas jalan tidak sejajar dan yang lainnya. Jembatan sebuah bagian infrastruktur

45

Gambar 2.25 Metode Span by Span with Cranes

b. Pemasangan Kabel Prategang

Sebelum kabel prategang dipasang terlebih dahulu keseluruhan segmen

jembatan diletakkan pada elevasi yang sama serta posisi shear key juga disesuaikan.

Setelah keseluruhan segmen jembatan diatur pada elevasi yang sama dan rapat

maka kabel baja dapat dipasang secara manual dan dapat dilakukan penarikan.

c. Penarikan Kabel Prategang

Setelah seluruh kabel prategang terpasang maka penarikan bisa dilakukan.

Untuk menarik kabel prategang dibutuhkan sebuah dongkrak yang mampu

memberikan gaya jacking (PJ) yang sesuai dengan perencanaan serta

pendongkrakan atau jacking dilakukan dengan bergantian pada angkur hidup di

setiap ujung gelagar jembatan.

d. Pekerjaan Grouting

Pekerjaan ini dilakukan ketika selongsong kabel sudah dibersihakan dahulu

menggunakan aliran air bersih melewati lubang inlet. Penyaluran air bersih ini

dimaksudkan supaya dipastikan tidak ada lubang inlet dan outlet yang tesumbat.

Material yang dipakai untuk grouting harus tersusun oleh semen portland dan air

yang telah diatur sesuai dengan kebutuhan teknis. Material-material grouting perlu

diaduk menggunakan alat yang dapat mencampur secara sempurna dan diaduk

secara menerus hingga diperoleh komposisi material yang seragam dan merata.

Langkah selanjutkan campuran material grouting disalurkan melewati filter lalu di

pompa melalui lubang inlet yang akan mengisi rongga-rongga selubung tendon

hingga penuh.