Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen...

16
4 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke Stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh penggumpalan darah di otak (cerebral stroke) yang dapat mengakibatkan kelumpuhan (disability) bahkan kematian (Sharma et al., 2005). Selain itu, ada yang mendefinisikan bahwa stroke merupakan proses matinya sebagian sel otak akibat gangguan suplai darah yang membawa oksigen dan nutrisi sehingga aliran darah menuju otak terhambat akibatnya otak tidak dapat berfungsi secara normal. Sistem metabolisme otak secara umum sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dan oksigen, dimana glukosa berperan sebagai sumber energi. Sistem kerja otak dan saraf, dipengaruhi oleh norepinephrine yang berperan sebagai produk intermediate dari dopa dan dopamine. Dopamine dapat pula berperan sebagai inhibitor pada reaksi penguraian norepinephrin. Produk akhir dari sistem metabolisme dopamine ini akan diubah menjadi asam homovanilat dan diekskresikan ke dalam urine. Selain itu, terdapat pula acetylcholine yang berperan dalam neurotransmitter, terbentuk dari asetil KoA. Serotonin (5-hydroxytrytamine, %-HT) terbentuk dari presinapsis serotoninergic neurons dari asam amino trytophan yang memiliki inti hydroxytryptophan. Selain itu, terdapat gamma-aminobutyric acid (GABA) yang terbentuk dari asam amino glutamat melalui proses dekarboksilasi, berperan dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi otak. Selain itu terdapat sistem neurotransmitter lain, yaitu glycine dapat berperan sebagai inhibitor neurotransmitter dan substansi P (Privitera and Kohler, 2001). Penyakit stroke terjadi akibat hambatan pada pembuluh darah arteri (hambatan arteri menuju otak dan pengerasan arteri yang menuju otak) serta kerusakan arteri (hemorrhagia) yang dapat menimbulkan perdarahan otak. Pada dasarnya, terdapat tiga tahap yang terjadi pada proses kerusakan otak akibat hambatan pada arteri, yaitu induksi yang menimbulkan depolarisasi membran neuron yang menyebabkan pelepasan glutamat akibatnya neuron didekatnya tereksitasi secara berlebihan dan influks ion Ca 2+ dan Na + secara abnormal, penumpukkan ion Ca 2+

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen...

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

4

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Stroke

Stroke didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh penggumpalan darah

di otak (cerebral stroke) yang dapat mengakibatkan kelumpuhan (disability)

bahkan kematian (Sharma et al., 2005). Selain itu, ada yang mendefinisikan

bahwa stroke merupakan proses matinya sebagian sel otak akibat gangguan suplai

darah yang membawa oksigen dan nutrisi sehingga aliran darah menuju otak

terhambat akibatnya otak tidak dapat berfungsi secara normal.

Sistem metabolisme otak secara umum sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dan

oksigen, dimana glukosa berperan sebagai sumber energi. Sistem kerja otak dan

saraf, dipengaruhi oleh norepinephrine yang berperan sebagai produk intermediate

dari dopa dan dopamine. Dopamine dapat pula berperan sebagai inhibitor pada

reaksi penguraian norepinephrin. Produk akhir dari sistem metabolisme dopamine

ini akan diubah menjadi asam homovanilat dan diekskresikan ke dalam urine.

Selain itu, terdapat pula acetylcholine yang berperan dalam neurotransmitter,

terbentuk dari asetil KoA. Serotonin (5-hydroxytrytamine, %-HT) terbentuk dari

presinapsis serotoninergic neurons dari asam amino trytophan yang memiliki inti

hydroxytryptophan. Selain itu, terdapat gamma-aminobutyric acid (GABA) yang

terbentuk dari asam amino glutamat melalui proses dekarboksilasi, berperan

dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi

otak. Selain itu terdapat sistem neurotransmitter lain, yaitu glycine dapat berperan

sebagai inhibitor neurotransmitter dan substansi P (Privitera and Kohler, 2001).

Penyakit stroke terjadi akibat hambatan pada pembuluh darah arteri (hambatan

arteri menuju otak dan pengerasan arteri yang menuju otak) serta kerusakan arteri

(hemorrhagia) yang dapat menimbulkan perdarahan otak. Pada dasarnya, terdapat

tiga tahap yang terjadi pada proses kerusakan otak akibat hambatan pada arteri,

yaitu induksi yang menimbulkan depolarisasi membran neuron yang

menyebabkan pelepasan glutamat akibatnya neuron didekatnya tereksitasi secara

berlebihan dan influks ion Ca2+

dan Na+ secara abnormal, penumpukkan ion Ca

2+

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

5

intrasel yang menyebabkan pelepasan glutamat tambahan, serta kadar Ca2+

yang

tinggi akan mengaktifkan enzim nuklease, prortease, dan fosfolipase bergantung

pada konsentrasi Ca2+.

Dalam hal ini, glutamat berperan penting dalam regulasi

otak secara keseluruhan sehingga disebut glutamat cascade (Murray et al., 2000).

Kerusakan pada saraf pengontrol menuju otak, mengakibatkan kelemahan dan

juga kerusakan dari sistem syaraf menuju otak. Hal ini diduga pula dapat timbul

akibat adanya sel darah putih yang tercampur dalam cairan cerebrospinal

(Katzung, 2001).

Penyakit stroke dapat ditimbulkan oleh rokok, tekanan darah tinggi, kolesterol,

aktifitas fisik yang tidak seimbang, obesitas, dan diabetes mellitus (Sharma,

2005). Hambatan yang terjadi pada pembuluh darah arteri menuju otak terjadi

karena terbentuknya lapisan clots (trombosis) dalam pembuluh darah kapiler

menuju otak setelah kurun waktu yang cukup lama sehingga dapat berpengaruh

pada tekanan darah. Orang-orang yang rentan terserang penyakit stroke, yaitu

orang-orang yang memiliki tekanan darah tinggi dan orang-orang yang lanjut usia.

Stroke secara umum, terbagi menjadi dua bagian, yaitu ischaemic stroke

(penghambatan pembuluh darah otak) dan haemorrhagic stroke (perdarahan otak),

namun terdapat pula berbagai jenis stroke yang lain (Stöppler, 2008).

Istilah ischaemic digunakan utuk menjelaskan ketidakseimbangan aliran darah

menuju organ atau bagian tubuh lain akibatnya terjadi kekurangan oksigen dan

nutrisi sehingga sel akan mati. Pada kasus ischemia stroke terjadi akibat arteri

yang menyuplai darah ke otak terhambat akibat terdapat blood clots sehingga sel

otak akan mati. Penyakit ischaemic stroke merupakan penyakit stroke yang paling

umum diderita, jumlahnya hampir sekitar 80 sampai 85 persen dari penderita

stroke (Department for Work and Pensions, 2000).

Embolic stroke terjadi akibat blood clots yang ikut aliran darah menuju arteri

jantung akibatnya terjadi penyumbatan pembuluh darah di jantung. Semakin

banyak blood clots yang beredar dalam pembuluh darah sehingga sampai ke

dalam arteri otak dan menghambat aliran darah.

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

6

Trombolitik stroke terjadi akibat blood clots dalam arteri jaringan lemak, yang

disebut atheroma (pengerasan pembuluh arteri). Jika atheroma membesar

meyebabkan darah yang mengalir dalam pembuluh darah menempel pada dinding

arteri sehingga terbentuk blood clots.

Haemorrhagic stroke terjadi akibat neuron berkontak dengan darah sehingga

menimbulkan perdarahan di sekitar jarigan otak akibatnya suplai darah menuju

otak berkurang dan dapat mengurangi keseimbangan fungsi neuron. Pada

akhirnya dapat menimbulkan kematian. Pada umumnya, penyakit stroke jenis ini,

menyerang 15-20 persen penderita stroke.

Pengobatan stroke yang paling umum yaitu dengan terapi trombolitik untuk

menghancurkan blood clots yang masuk ke dalam pembuluh darah. Dalam hal ini,

penggunaan lumbrokinase sebagai obat dalam proses penyembuhan penyakit

stroke yaitu dengan melisiskan fibrin sehingga aliran darah menjadi lebih lancar.

Peningkatan fibrinolitik merupakan terapi efektif untuk penyakit trombotik untuk

memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al., 2000). Aktifator

plasminogen atau t-PA, urokinase, dan streptokinase semua mengaktifkan sistem

fibrinolitik. Sebaliknya, penurunan fibrinolisis melindungi bekuan darah dari lisis

dan mengurangi perdarahan dari kegagalan hemostasis (Katzung, 2001).

II.2 Pembekuan Darah

Homeostasis merupakan penghentian spontan perdarahan dari pembuluh darah

yang rusak. Sel-sel endotel vaskular normal tidak bersifat trombogenik dan

platelet darah yang bersirkulasi dan faktor pembekuan darah secara normal tidak

menempel pada sel tersebut sampai keadaan tertentu. Platelet merupakan pusat

hemostasis normal.

Dalam proses pembekuan darah terjadi akibat transformasi fibrinogen yang larut

menjadi fibrin yang tidak larut (Gambar II.7). Dalam hal ini, fibrinopeptida akan

dibuang dari fibrinogen sehingga memudahkan fibrinogen untuk bergabung

dengan fibrinogen yang lain membentuk fiber (Mathews et al., 2000).

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

7

Gambar II.1 Mekanisme Pembentukkan Fiber dari Monomer Fibrin

(Mathews et al., 2000)

Pembekuan darah dan pembentukan trombus harus dibatasi pada area yang sekecil

mungkin untuk mendapatkan hemostasis lokal sebagai respon terhadap

perdarahan tanpa mengakibatkan meluasnya pembekuan atau gangguan aliran

darah. Pada dasarnya terdapat dua sistem utama yang mengatur mekanisme

fibrinolitik, yaitu penghambatan fibrin dan fibrinolisis. Proses utama dari

fibrinolisis, yaitu perubahan plasminogen non aktif menjadi enzim proteolitik

plasmin. Sel-sel yang terluka menyebabkan aktifator plasminogen aktif. Plasmin

membentuk kembali trombus dan membatasi pengembangan trombosis melalui

pencernaan proteolitik dari fibrin (Katzung, 2001).

II.3 Cacing Tanah L. rubellus

II.3.1 Anatomi dan taksonomi

Cacing tanah L. rubellus dikenal pula sebagai Red worm, Blood Worm, Red

Wiggler (Gambar II.1). Adapun ciri-ciri umum dari cacing tanah spesies L.

rubellus, yaitu panjang 60–150 cm dan diameter 4–6 mm, jumlah segmen 95

sampai 145, posisi klitelum pada segmen ke-26, menghasilkan 79–106 kokon

setiap tahun untuk satu ekor cacing, bersifat hermaprodit, dan memiliki bagian

dorsal berwarna merah kecoklatan. Cacing tanah ini memiliki habitat di daerah

lembab dan biasanya berada di dalam tanah, apabila hendak mencari makan maka

akan muncul ke permukaan tanah (Edwards and Lofty, 1972).

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

8

Gambar II.2. Cacing tanah L. rubellus

Cacing tanah merupakan kelompok eukariot yang paling sederhana. Adapun

taksonomi dari cacing tanah L. rubellus, yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Annelida

Kelas : Clitellata

Subkelas : Oligochaeta

Ordo : Haplotaxida

Famili : Lumbricidae

Marga : Lumbricus

Spesies : L. rubellus

Cacing tanah Lumbricus rubellus termasuk dalam kelompok famili Lumbricidae,

dimana spesies cacing lain yang termasuk kelompok ini, meliputi Allolobophora

sp., Aporrectodea caliginosa, Aporrectodea trapezoids, Aporrectodea tuberculata,

Aporrectodea rosea, Dendrobaena octaedra, Dendrodrilus rubidus rubidus,

Dendrodrilus rubidus tenuis ,Eisenia andrei , Eisenia foetida, dan Eisenia

japonica (Blakemore, 2003).

II.3.2 Lumbrokinase

Cacing tanah sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, salah satu diantaranya,

yaitu kemampuan dalam memproduksi enzim lumbrokinase yang sering

digunakan sebagai obat stroke karena memiliki kemampuan fibrinolitik. Selain

itu, lumbrokinase ini mendukung stabilitas koagulasi darah pada tingkat normal,

dapat meningkatkan aktifitas fibrinolitik yang mirip fungsinya dengan

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

9

nattokinase, dan mempertahankan viskositas darah pada tingkat normal (Allergy

Research Group, 2005).

Asal nama lumbrokinase diberikan berdasarkan sumber cacing yang memproduksi

enzim tersebut, yaitu Lumbricus rubellus (Mihara et al., 1991). Lumbrokinase

sendiri, pada dasarnya terbagi dalam enam kelompok enzim, yaitu F-III-2, F-III-1,

F-II, F-I-2, F-I-1, and F-I-0. Adapun karakteristik dari enzim ini, yaitu stabil pada

suhu di bawah 60oC dan memiliki rentang pH antara 2 dan 11, dan memiliki

aktivitas fibrinolitik (Nakajima et al., 2003).

Lumbrokinase merupakan kelompok protease yang memiliki aktifitas tripsin dan

enzim mirip kimotripsin, namun ada pula sebagian yang bersifat enzim mirip

elastase. Berdasarkan hasil fraksinasi, lumbrokinase terbagi menjadi enam jenis,

yaitu kelompok I fraksi F-I-0, F-I-1, dan F-I-2 memiliki aktivitas enzim mirip

kimotripsin, kelompok II fraksi tidak terbagi, dan kelompok III fraksi F-III-1 dan

F-III-2 memiliki aktivitas enzim mirip tripsin, sedangkan kelompok II termasuk

dalam kelompok elastase (Mihara et al., 1991).

Apabila ditinjau dari komposisi asam amino menunjukkan bahwa lumbrokinase

ini termasuk dalam kelompok protease serin, yang memiliki sejumlah residu-

residu asparagin dan aspartat cukup tinggi sedangkan residu-residu prolin dan

lisin berada dalam jumlah sedikit serta memiliki aktifitas fibrinolitik (Nakajima, et

al., 2003). Selain itu, keberadaan autolisat dari cacing ini dapat bermanfaat

sebagai antioksidan dan juga sumber protease yang hampir sama dengan saus

kedelai (Nakajima et al., 2000).

Cacing tanah famili Lumbricidae terdiri dari beberapa jenis, hal ini tidak menutup

kemungkinan ditemukannya enzim fibrinolitik asal cacing tanah spesies yang lain,

misalnya: enzim fibrinolitik cacing tanah (earthworm fibrinolytic enzyme-3 atau

EFE-3, database GenBank nomor kode AY438622) yang berasal dari cacing tanah

Eisenia foetida yang memiliki tingkat homologi yang tinggi dengan protease asal

cacing tanah L. rubellus F-III-1 dan F-III-2 (Dong et al., 2004).

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

10

Kemudian terdapat penelitian lebih lanjut mengenai enzim fibrinolitik asal cacing

tanah E. foetida yang dikenal sebagai earthworm fibrinolytic enzyme-2 atau EFE-

2. Enzim fibrinolitik yang memiliki spesifisitas sisi hidrolitik untuk ikatan peptida

dan memiliki aktifitas mirip tripsin dan elastase (Zhao, 2003).

Seperti telah diungkapkan sebelumnya, lumbrokinase yang dihasilkan oleh cacing

tanah L. rubellus tidak terlalu banyak, namun tingkat kebutuhan lumbrokinase ini

semakin meningkat. Terbukti dengan tingginya angka kematian mencapai 26

miliar setiap tahunnya akibat penyakit stroke. Oleh karena itu, dilakukan berbagai

upaya untuk meningkatkan produksi lumbrokinase. Ekspresi lumbrokinase pada

E. coli menunjukkan lumbrokinase rekombinan memiliki aktifitas enzimatik yang

rendah setelah denaturasi dan renaturasi. Oleh karena itu, dilakukan ekspresi

lumbrokinase dari cacing tanah pada Pichia pastoris yang menunjukkan homologi

yang cukup tingi dengan lumbrokinase lain yang terdapat dalam Gene bank, yaitu

F-III-1, F-III-2, EFE3-1, dan 1T4 yang berasal dari L. rubelllus, PI239 yang

berasal dari L. bimastus, dan EFE-3 yang berasal dari E. foetida. Namun

demikian, masih dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai optimasi dan

karakterisasi dari lumbrokinase hasil ekspresi ini (Ge et al., 2005).

Lumbrokinase memiliki aktifitas fibrinolitik yang sangat bermanfaat dalam

pengobatan penyakit stroke dan juga tumor. Lumbrokinase G-90 yang diekstrak

dari cacing tanah E. foetida memiliki kemampuan dalam membantu aktifitas

fibrinolitik penderita tumor yang sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor dan juga

konsentrasi dari enzim yang ditambahkan (Hrzenjak et al., 1998). Selain itu,

enzim yang diproduksi cacing tanah Lumbricus rubellus ini sangat berguna dalam

pengobatan radang otak, dimana akan mempengaruhi sistem koagulasi darah dan

aktifitas fibrinolitik sehubungan dengan peningkatan aktifitas t-PA (Jin et al.,

2000).

Kelompok protease Ef P-III-1 selain dapat berperan dalam aktifitas fibrinolitik

juga berperan dalam aktifitas fibrinogenesis. Dalam hal ini, penelitian dilakukan

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

11

pada cacing tanah Eisenia foetida, yang menunjukkan enzim tersebut dapat

mengaktifasi plasminogen dan melepaskan plasmin aktif, hal ini memiliki

kesamaan fungsi dengan t-PA (Jing et al., 2007).

II.3.3 Aktifitas Cacing tanah L. Rubellus dalam Perombakan Bahan Organik

Cacing tanah termasuk dalam kelompok jasad hidup yang berperan dalam

perombakan bahan organik, disamping itu, terdapat pula protozoa, ganggang,

cendawan, dan bakteri. Salah satu aktifitas dari jasad hidup dalam tanah ini, yaitu

melakukan proses mineralisasi (dekomposisi) bahan organik yaitu menghancurkan

bahan organik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan menjadi senyawa

anorganik sederhana. Proses perombakan bahan organik dan perubahan nitrogen

organik menjadi nitrogen anorganik oleh jasad hidup tanah, meliputi aminisasi,

amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi (Sarief, 1986).

Aminisasi merupakan proses penghancuran senyawa protein yang berasal dari

bahan organik menjadi senyawa nitrogen amino. Protein yang terkandung dalam

bahan organik, bervariasi. Asam amino ini, kemudian akan diuraikan menjadi

amonia. Ammonifikasi, yaitu pembentukkan amonia dapat terjadi dalam keadaan

aerob maupun anaerob. Proses amonifikasi sangat penting bagi pertumbuhan

tanaman. Ammonia dapat berada bebas dalam tanah atau akan diubah mejadi

nitrat (NO3). Energi yang dperleh dari proses nitrifikasi dimanfaatkan oleh

mikrorganisme nitrifikasi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannnya. Dalam

situasi normal, nitrogen dapat diproses menjadi bentuk ammonium atau bentuk

nitrat yang tersedia bagi tanaman. Apabila dalam keadaan yang kurang baik,

misalnya kondisi air tanah yang kurang, akan terjadi reduksi nitrat menjadi nitrit,

amonia atau nitrogen, yang disebut denitrifikasi (Sarief, 1986).

Proses denitrifikasi dalam tanah terjadi karena adanya kerjasama cacing tanah dan

juga mikroba tanah. Kemampuan mikroba tanah lain dalam memproduksi N2O

terjadi dalam lingkungan yang memiliki C/N ratio yang tinggi, biasanya terdapat

dalam saluran pencernaan hewan lain yang lebih tinggi tingkatannya. Saluran

pencernaan acing tanah memiliki C/N ratio 7. Dalam hal ini, mikroba tanah

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

12

menggunakan saluran pencernaan cacing tanah sebagai lingkungan dalam

memproduksi N2O. Hal ini terbukti dengan tingginya konsentrasi N2O pada

saluran pencernaan cacing tanah, meningkat mulai dari ujung anterior sampai

saluran pencernaan bagian tengah dan menurun pada bagian posterior. Hal ini

menunjukkan bahwa saluran pencernaan cacing tanah merupakan lingkungan

yang tepat bagi mikroba untuk memproduksi N2O (Horn et al., 2003).

II.4 Deoxyribonucleic Acid (DNA)

Setiap makhluk hidup memiliki asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid,

DNA), baik prokariot maupun eukariot. Pada organisme prokariot, kromosom

merupakan molekul tunggal DNA berukuran besar DNA, sedangkan pada

organisme eukariot mengandung lebih banyak molekul DNA dibandingkan

organisme prokariot. DNA sendiri merupakan molekul yang sangat panjang terdiri

dari ribuan deoksiribonukleotida yang tergabung dalam suatu urutan yang bersifat

khas pada setiap organisme. Struktur molekul DNA, yaitu heliks ganda (Gambar

II.2).Asam deoksiribonukleat merupakan polimer yang tediri dari molekul-

molekul deoksiribonukleotida yang terbentuk dari ikatan antara atom C nomor 3

dan atom C nomor 5 pada molekul deoksiribosa dengan perantara gugus fosfat,

sehingga membentuk rantai polinukleotida yang panjang.

Molekul DNA memiliki basa pirimidin (sitosin dan timin) dan purin (adenin dan

guanin). Antara basa-basa yang terdapat pada asam nukleat ini membentuk ikatan

hidrogen (H-N dan O-H). Keempat basa berada dalam nisbah yang berbeda pada

berbagai DNA organisme dan saling berhubungan secara kuantitatif, DNA yang

diisolasi dari berbagai jaringan spesies yang sama memiliki komposisi yang sama,

komposisi basa DNA bervariasi dari satu spesies ke spesies lain, komposisi basa

DNA pada spesies tertentu tidak berubah dengan pertambahan umur organisme,

perubahan tingkat nutrisi, atau perubahan lingkungan, serta jumlah residu adenin

pada semua DNA sama dengan residu timin, dalam hal ini tidak tergantung

dengan spesies (Chargaff et al. ,1940 dalam Lehninger, 1982).

.

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

13

Gambar II.3. Struktur DNA dan basa penyusun DNA (Sumber:

http//cnx.org/content/m12382/latest/).

Adapun sifat-sifat molekul DNA yang laun, yaitu molekul DNA bersifat sangat

rapuh, sehingga molekul DNA tidak mudah diisolasi dalam bentuk utuh, karena

mudah terpotong dengan gaya mekanik. Perlakuan mengaduk larutan DNA dapat

menyebabkan molekulnya terfragmentasi.

Fungsi dari DNA adalah untuk menyimpan informasi genetik secara lengkap yang

diperlukan untuk mencirikan struktur semua protein dan RNA setiap spesies

sehingga dapat membuat program biosintesis sel pada saat yang tepat dan

komponen jaringan secara teratur, selain itu untuk menentukan aktifitas organisme

sepanjang siklus hidupnya, dan menentukan kekhasan organisme tertentu.

II.5 Ribonucleic Acid (RNA)

Asam ribonukleat (ribonucleic acid, RNA) merupakan suatu polimer yang terdiri

atas molekul-molekul ribonukleotida yang terbentuk dari ikatan antara atom C

nomor 3 dengan atom C nomor 5 pada molekul ribose dengan perantara gugus

fosfat (Gambar II.3). Basa penyusun yang terdapat dalam RNA berbeda dengan

DNA, pada kelompok pirimidin (sitosin dan urasil) dan purin (adenin dan guanin).

Jumlah guanin dalam molekul RNA tidak sama dengan sitosin, demikian pula

adenin tidak harus sama dengan urasil (Poedjiadi, 1994).

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

14

(1) (2)

Gambar II.4 Struktur RNA dan basa penyusun RNA. (1) Basa penyusun RNA,

(2) Struktur dari tRNA (Sumber: http://library.thinkquest.org)

Pada dasarnya RNA terdiri dari beberapa jenis, yaitu RNA pembawa pesan

(mRNA), RNA transfer (tRNA), dan RNA ribosom (rRNA). Selain itu, terdapat

pula RNA inti heterogen (hnRNA) dan RNA inti kecil (snRNA), pada umumnya

RNA tambahan ini terdapat pada eukariot (Lehninger, 1972). Jumlah RNA

terbesar yaitu sekitar 75 persen terdapat dalam sitoplasma sel yang terletak di

dalam ribosom (rRNA). Dalam inti sel juga terdapat RNA yang berjumlah sekitar

15 persen dari seluruh RNA dalam sel, sedangkan mRNA memiliki jumlah paling

sedikit sekitar 5 persen dari jumlah RNA total dan mudah terdegradasi

Setiap komponen RNA memiliki peranan penting pada proses translasi dengan

struktur yang khas, misal pada tRNA merupakan satu untai ribonukleotida tapi

dalam konformasi yang berlipat-lipat berupa loop (Gambar II.3), berperan dalam

membawa asam amino ke dalam ribosom dan menerjemahkan sandi genetik pada

mRNA ke dalam urutan asam amino pada protein. Sedangkan rRNA merupakan

komponen utama ribosom dan menyusun hampir 65 persen berat ribosom

berperan dalam struktur dan fungsi biosintesis ribosom. mRNA berperan sebagai

cetakan yang digunakan oleh ribosom untuk melangsungkan proses translasi

informasi genetik menjadi urutan asam amino protein (Mathews et al., 2000).

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

15

II.6 Mekanisme Transkripsi dan Translasi

Dalam proses biosintesis protein, terdapat mekanisme transkripsi dan translasi.

Pada tahap transkripsi molekul DNA berperan sebagai pemberi informasi genetik

kepada molekul RNA dengan bantuan RNA polimerase holoenzim. Namun

demikian, tidak seluruh molekul DNA yang ditranskripsi. Oleh karena itu,

transkripsi DNA bersifat sangat selektif yang diatur oleh deret pengatur spesifik

yang menunjukkan awal dan akhir potongan DNA yang akan ditranskripsi.

Proses transkripsi terdiri dari 3 tahap, yaitu inisiasi, elongasi, dan terminasi

(Gambar II.4). Pada tahap inisiasi, RNA polimerase holoenzim berikatan dengan

DNA sehingga untaian DNA (promoter). Dalam promoter ini, mengandung urutan

DNA spesifik, seperti TATA Box (Pribnow box) atau CAAT (pada eukariot).

Kemudian, terdapat pula faktor sigma yang merupakan protein berfungsi dalam

menstabilkan polymerase dan mengunci DNA untuk melakukan proses

transkripsi. Akibatnya, untaian DNA akan membuka lebar sehingga

memungkinkan untuk berpasangan dengan DNA komplemennya. Pada tahap

inisiasi pula, ujung 5’ dari mRNA akan melakukan capping dengan 7-

methylguanosine yang berfunsi dalam mejga kestabilan mRNA dan melindungi

dari eksonulease. Pada ujung 3’, mRNA akan mengalami poliadenilasi dengan

urutan AAUAAA yang dikenal sebagai poliadenilat polymerase dan terjadi proses

pembuangan intron, yang disebut juga splicing. Sebelumnya, terjadi penambahan

poli A pada ujung 3’. Pada tahap elongasi, terjadi produksi RNA dengan arah

pemanjangan dari ujung 5’ menuju ujung 3’ serta koreksi cetakan, dalam hal ini

memperbaiki kerangka baca basa yang salah.. Proses terminasi, terjadi apabila

terdapat stop signal, biasanya pada daerah yang kaya akan urutan nkleotida GC

diikuti oleh oligo A. Pada tahapan ini, dihasilkan urutan RNA yang sama dengan

templat DNAnya dan proses transkripsi akan berhenti. RNA akan siap digunakan

pada proses translasi. Pada organisme prokariot, tanskripsi berlangsung di

sitoplasma, sedangkan pada organisme eukariot, transkripsi berlangsung di

nucleus (Lewin, 1997).

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

16

(1) (2)

Gambar II.5 (1) Mekanisme pada proses transkripsi, (2) Splicing

(Sumber: www.geneticengineering.org)

Pada tahap translasi, molekul RNA menerjemahkan informasi genetika ke dalam

proses pembentukkan protein (Gambar II.5). Dalam tahap ini terjadi pengikatan

asam amino, sesuai pesan yang diberikan oleh DNA. Biosintesis protein

berlangsung dalam ribosom, yaitu suatu partikel yang terdapat dalam sitoplasma.

Proses yang terjadi dalam biosintesis protein, meliputi aktifasi asam amino,

inisiasi rantai polipeptida, pemanjangan, terminasi, dan pelipatan serta

pengolahan.

Pada proses translasi diawali dengan inisiasi pembentukkan unit kecil ribosom

yang kemudian akan mengenali mRNA melalui urutan tertentu, yaitu inisiator

kodon AUG, yang akan dibawa oleh tRNA. Kemudian sub unit ribosom besar

akan membentuk komplek dengan komplek inisiasi sebelumnya. Kemudian tRNA

akan membawa asam amino lainnya dipasagkan degan kodon berikutnya, setelah

posisi kodo inisiator. Selama fase elongasi, ribosom akan melanjutkan pembacaan

kodon dari ujng 5’ ke ujung 3’ dan terjadi pembentukkan asam amino yang

bersamaan dengan pembentukkan ikatan peptida. Sedangkan pada tahap

terminasi, proses akan berhenti apabila terdapat stop kodon , yaitu UAA, UAG,

UGA, diikuti dengan pelepasan rantai polipeptida (Mathews et al., 2000).

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

17

Gambar II.6 Mekanisme pada proses translasi

(Sumber: www.geneticengineering.org)

II.7 Metode Polymerase Chain Reaction

Metode PCR (polymerase chain reaction) merupakan metode yang digunakan

untuk memperbanyak urutan nukleotida tertentu dengan katalis enzim secara

eksponensial dalam kondisi in vitro. Metode ini, pertama kali dikembangkan oleh

Kary B. Mullis pada tahun 1985.

Komponen utama dalam proses PCR, adalah templat DNA (DNA cetakan), yaitu

fragmen DNA yang akan diperbanyak, oligonukleotida primer yang merupakan

urutan oligonukleotida pendek untuk mengawali sintesis DNA,

deoksiribonukleotia (dNTP), dan DNA polimerase yang berperan sebagai katalis

reaksi sintesis DNA.

Proses yang terjadi dalam PCR terbagi dalam 3 tahap, yaitu denaturasi,

penempelan, dan pemanjangan atau elongasi (Gambar II.5). Pada tahap denaturasi

templat DNA akan terpisah menjadi rantai tunggal, biasanya dilakukan pada suhu

95oC selama 1–2 menit, kemudian proses penempelan dimana terjadi proses

penempelan primer pada rantai DNA tunggal. Primer akan membentuk jembatan

hidrogen dengan cetakan pada daerah urutan yang saling berkomplemen. Selain

itu, dalam penentuan suhu penempelan berhubungan pula dengan titik leleh

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

18

primer. Proses perbanyakan sangat efisien pada suhu rendah namun dapat

menimbulkan penempelan primer pada tempat yang salah (mispriming). Pada

suhu penempelan yang sangat tinggi, spesifisitas amplifikasi akan meningkat tapi

efisiensinya akan menurun. Setelah tahapan penempelan, dilakukan proses

elongasi dimana DNA polimerase akan melakukan polimerasi rantai DNA baru

berdasarkan informasi baru yang terdapat pada cetakan DNA. Setelah tahapan

polimerasi, rantai DNA baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA

cetakan. Selanjutnya produk amplifikasi yang dihasilkan akan kembali menuju

tahapan denaturasi dan seluruh proses akan berulang sebanyak siklus yang

digunakan dalam proses amplifikasi, biasanya 25–30 kali siklus (Sambrook and

Russel, 2001) Pada umumnya DNA polimerase yang sering digunakan dalam

proses PCR, yaitu polimerase Taq (Yuwono, 2006).

Gambar II.6 Aktifitas yang Terjadi pada Proses PCR

(Sumber: www.wikipedia.org)

Seiring dengan perkembangan zaman, teknik PCR semakin maju, sehingga

ditemukan pula variasi teknik PCR, diantaranya transkriptase balik-PCR (RT-

PCR), dimana dalam prosesnya menggunakan transkriptase. Enzim ini merupakan

DNA polimerase yang menggunakan RNA sebagai cetakan untuk menyintesis

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Stroke · dalam sistem neurotransmitter sekitar 30 sampai 40 persen dari seluruh fungsi ... memperkecil efek biokimia glutamat cascade (Murray et al.,

19

DNA komplemen (cDNA) yang komplemen dengan molekul RNA tersebut.

Transkriptase yang banyak digunakan dalam proses RT-PCR, yaitu berasal dari

avian myoblastic virus (AMV). Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan

beberapa macam primer, yaitu :

a. Oligo (dT) sepanjang 12–18 nukleotida yang akan menempel pada ekor poli

(A) pada ujung 3’ mRNA. Primer semacam ini biasanya menghasilkan cDNA

yang lengkap.

b. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang

komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan

cDNA yang tidak lengkap.

c. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk

menyalin mRNA tertentu.