BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data dan Informasi 2.1.1 Data Data merupakan refresentasi dari fakta atau gambaran mengenai suatu objek atau kejadian. Data dinyatakan dengan nilai yang berbentuk angka, deretan atau simbol (Kusrini, 2007) 2.1.2 Informasi Informasi merupakan hasil olahan data dimana data tersebut sudah diproses dan diinterpretasikan menjadi sesuatu yang lebih bermakna untuk pengambilan keputusan. Informasi juga diartikan sebagai himpunan dari data yang relevan dengan satu atau beberapa orang dalam satu waktu (Kusrini, 2007) Maksud dari permrosesan data menjadi informasi adalah manipulasi atau transformasi simbol-simbol seperti angka dan abjad dengan tujuan meningkatkan kegunaanya. Suatu sistem yang mentransfer data menjadi sebuah informasi adalah sistem informasi. Suatu informasi berguna bagi pembuat keputusan karena informasi bisa menurunkan ketidakpastian (meningkatkan pengetahuan) tentang hal yang dipikirkan. Makna suatu informasi tentu berbeda-beda antara seseorang dengan lainnya, tergantung pada tingkat kepentingannya. Informasi juga sangat mungkin akan menjadi data dalam proses yang akan menghasilkan informasi yang lain.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Data dan Informasi

2.1.1 Data

Data merupakan refresentasi dari fakta atau gambaran mengenai suatu objek

atau kejadian. Data dinyatakan dengan nilai yang berbentuk angka, deretan atau

simbol (Kusrini, 2007)

2.1.2 Informasi

Informasi merupakan hasil olahan data dimana data tersebut sudah diproses

dan diinterpretasikan menjadi sesuatu yang lebih bermakna untuk pengambilan

keputusan. Informasi juga diartikan sebagai himpunan dari data yang relevan

dengan satu atau beberapa orang dalam satu waktu (Kusrini, 2007)

Maksud dari permrosesan data menjadi informasi adalah manipulasi atau

transformasi simbol-simbol seperti angka dan abjad dengan tujuan meningkatkan

kegunaanya. Suatu sistem yang mentransfer data menjadi sebuah informasi adalah

sistem informasi. Suatu informasi berguna bagi pembuat keputusan karena

informasi bisa menurunkan ketidakpastian (meningkatkan pengetahuan) tentang

hal yang dipikirkan.

Makna suatu informasi tentu berbeda-beda antara seseorang dengan lainnya,

tergantung pada tingkat kepentingannya. Informasi juga sangat mungkin akan

menjadi data dalam proses yang akan menghasilkan informasi yang lain.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

Agar bisa menyediakan keluaran yang berguna untuk membantu manajer

atau pengambil keputusan, suatu informasi harus mampu mengumpulkan data dan

mentranformasikan data tersebut kedalam informasi yang memiliki kualitas-

kualitas tertentu. Berikut karakteristik informasi yang berkualitas (Kusrini, 2007):

1. Relevan

2. Akurat

3. Lengkap

4. Tepat waktu

5. Dapat dipahami

6. Dapat dibandingkan

2.2 Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan

sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam

rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat

miskin (Depkes, 2008).

Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan

kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004,

tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan

kesehatan bagi masyarakat miskin.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat memberikan perlindungan sosial di

bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang

iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak

dapat terpenuhi. Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat bersumber dari Anggaran Pengeluaran dan

Belanja Negara (APBN) dari Mata Anggaran Kegiatan (MAK) belanja bantuan

sosial. Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung

jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan

kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.

Saat ini, program Jamkesmas diperluas sasarannya bagi ibu hamil dan

melahirkan melalui Jaminan Persalinan, dan bagi penderita Thalassaemia Mayor

melalui jaminan pelayanan pengobatan penderita Thalassaemia, dan

penyelenggaraan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan serta jaminan pelayanan

pengobatan penderita Thalassaemia menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Adapun tujuan penyelengaraan program ini adalah untuk meningkatkan

akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan

tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara

efektif dan efisien.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

2.3 Sistem Pendukung Keputusan

2.3.1 Pengambilan Keputusan

Turban (2005) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai sebuah

proses memilih tindakan (diantara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu

tujuan atau beberapa tujuan. Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan

pendekatan sistematis terhadap permasalahan melalui proses pengumpulan data

menjadi informasi serta di tambah dengan faktor-faktor yang perlu di

pertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Menurut Simon dalam (Turban, 2005), pengambilan keputusan meliputi

empat tahap yang saling berhubungan dan berurutan. Empat proses tersebut

adalah :

1. Intelligence

Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup

problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperolehm

diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.

2. Design

Tahap ini merupakan proses menemukan dan mengembangkan alternatif.

Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan

menguji kelayakan solusi.

3. Choice

Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif

tindakan yang mungkin dijalankan. Tahap ini meliputi pencarian, evaluasi,

dan rekomendasi solusi yang sesuai dengan model yang telah dibuat. Solusi

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

dari model merupakan nilai spesifik untuk variabel hasil pada alternatif yang

dipilih.

4. Implementation

Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah

diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana,

sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan

perbaikan.

2.3.2 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan

Turban (2005) mengemukakan karakteristik dan kapabilitias kunci dari

Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut (Gambar 2.1) :

1. Dukungan untuk pengambil keputusan, terutama pada situasi semi terstruktur

dan tak terstruktur.

2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai

manajer lini.

3. Dukungan untuk individu dan kelompok.

4. Dukungan untuk semua keputusan independen dan sekuensial.

5. Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan : intelegensi, desain,

pilihan, dan implementasi.

6. Dukungan pada berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.

7. Kemampuan sistem beradaptasi dengan cepat dimana pengambil keputusan

dapat menghadapi masalah-masalah baru dan pada saat yang sama dapat

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

menanganinya dengan cara mengadaptasikan sistem terhadap kondisi-kondisi

perubahan yang terjadi.

8. Pengguna merasa seperti di rumah. User-friendly, kapabilitas grafis yang kuat

dan sebuah bahasa interaktif yang alami.

9. Peningkatan terhadap keefektifan pengambilan keputusan (akurasi, timelines,

kualitas) dari pada efisiensi (biaya).

10. Pengambil keputusan mengontrol penuh semua langkah proses pengambilan

keputusan dalam memecahkan masalah.

11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi situasi pengambilan

keputusan.

12. Menggunakan model-model dalam penganalisisan situasi pengambilan

keputusan.

13. Disediakannya akses untuk berbagai sumber data, format dan tipe, mulai dari

sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi objek.

14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang

pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan di satu organisasi

keseluruhan dan di beberapa organisasi sepanjang rantai persediaan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

Gambar 2.1 Karakteristik dan Kapabilitas SPK (Novian, 2010)

2.3.3 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Turban (2005), Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari empat

subsistem, yaitu :

1. Manajemen Data, meliputi basis data yang berisi data-data yang relevan

dengan keadaan dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut Database

Management System (DBMS).

2. Manajemen Model berupa sebauh paket perangkat lunak yang berisi model-

model finansial, statistik, management science, atau model kuantitatif yang

menyediakan kemampuan analisa dan perangkat lunak manajemen yang

sesuai.

3. Susbsistem Dialog atau komunikasi, merupakan subsistem yang dipakai oleh

user untuk berkomunikasi dan memberi perintah (menyediakan user interface).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

4. Manajemen Knowledge yang mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai

komponen yang berdiri sendiri.

Gambar 2.2 Model Konseptual Sistem Pendukung Keputusan (Novian, 2010)

2.4 Metode Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation

(PROMETHEE)

Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis

multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan , dan kestabilan.

Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah

penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans, 1998). Ini adalah metode

peringkat yang cukup sederhana dalam konsep dan aplikasi dibandingkan dengan

metode lain untuk analisis multikriteria (Goumas, 1998).

Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah

ditetapkan berdasarkan pertimbangan (∀i | fi(.) → R [real world], dengan kaidah

dasar :

Max{f1(x),f2(x),f3(x),...,fj(x),...,fk(x)|x  ∈ R}

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

Dimana K adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan fi (i = 1, 2, ..., K)

merupakan nilai/ukuran relatif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam

aplikasinya sejumlah kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan K yang

merupakan penilaian dari R (real world).

Promethee termasuk dalam keluarga dari metode outranking yang

dikembangkan oleh B. Roy, dan meliputi dua fase:

- Membangun hubungan outranking dari K

- Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam

paradigma permasalahan multikriteria.

Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan

dominasi masing-masing kriteria. Indeks preferensi ditentukan dan nilai

outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan.

Data dasar untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Data Dasar Analisis Promethee (Siregar, 2011)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

2.4.1 Nilai Hubungan Outranking dalam Promethee

2.4.1.1 Dominasi Kriteria

Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu kriteria :

f: K→R

dan tujuan berupa prosedur optimasi.

Untuk setiap alternatif a ∈ K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif

tersebut untuk suatu kriteria. Pada saat dua alternatif di  bandingkan, a, b ∈ K,

harus dapat ditentukan perbandingan preferensinya.

Penyampaian intesitas (P) dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b

sedemikian rupa sehingga :

- P (a,b) = 0, berarti tidak ada (indefferent) antara a dan b, atau tidak ada

preferensi dari a lebih baik dari b.

- P (a,b) ~ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b.

- P (a,b) ~ 1, berarti kuat preferensi dari a lebih baik dari b.

- P (a,b) = 1 , berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b.

Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi

yang berbeda antara dua evaluasi, sehingga :

P (a,b) = P (f(a)-f(b)).

Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai

kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini

menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

2.4.1.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi Untuk Keperluan Aplikasi

Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Enam

preferensi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Biasa (Usual Criterion)

H d =   0  jika  d ≤ 0  1  jika  d > 0

Dimana:

H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif

d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }

Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika f

(a) = f (b); apabila kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda,

pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai

yang lebih baik.

Gambar 2.4 Kriteria Biasa (Brans, 1998)

b. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)

H d =   0  jika  d ≤ q  1  jika  d > q

Dimana:

H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }

q = harus merupakan nilai tetap

Dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai

H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q,

dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing- masing alternatif melebihi nilai q

maka terjadi bentuk preferensi mutlak. Jika pembuat keputusan menggunakan

kriteria kuasi, maka harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan

pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria.

Gambar 2.5 Kriteria Quasi (Brans, 1998)

c. Kriteria Dengan Preferensi Linier

H d =  0  jika  d ≤ 0

!!  jika  0 ≤ d ≤ p1  jika  d > p

Dimana:

H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif

d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }

p = nilai kecenderungan atas

Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki

nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p,

maka terjadi preferensi mutlak. Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasi

beberapa kriteria untuk tipe ini, harus ditentukan nilai dari kecenderungan atas

(nilai p). Dalam hal ini, nilai d diatas p telah dipertimbangkan akan memberikan

preferensi mutlak dari suatu alternatif.

Gambar 2.6 Kriteria dengan Preferensi Linier (Brans, 1998)

d. Kriteria Level (Level Criterion)

H d =0                        jika  d ≤ q0,5  jika  q < d ≤ p1                        jika  d > p

Dimana:

H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif

d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }

p = nilai kecenderungan atas

q = harus merupakan nilai yang tetap

Dalam kasus ini, kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p

adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada diantara nilai q dan p, hal ini

berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0,5).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

Gambar 2.7 Kriteria Level (Brans, 1998)

e. Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda

H d =0                jika  d ≤ q

!!!!!!      jika  q < d ≤ p1                jika  d > p

Dimana:

H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif

d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }

p = nilai kecenderungan atas

q = harus merupakan nilai yang tetap

Pada kasus ini, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi

secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua

kecenderungan q dan p.

Gambar 2.8 Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda

(Brans, 1998)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

f. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion)

H d =  0                                          jika  d   ≤ 0

1− 𝑒 −𝑑!

2𝜎!  jika  d > 0

Dimana:

H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif

d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }

Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai, dimana dapat dibuat

berdasarkan distribusi normal dalam statistik.

Gambar 2.9 Kriteria Gaussian (Brans, 1998)

2.4.1.3 Indeks Preferensi Multikriteria

Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi Pi dan πi

untuk semua kriteria fi ( i = 1, ..., k) dari masalah optimasi kriteria majemuk.

Bobot (weight) πi merupakan ukuran relatif dari kepentingan kriteria fi; jika semua

kriteria memiliki nilai kepentingan yang sama dalam pengambilan keputusan

maka semua nilai bobot adalah sama.

Indeks preferensi multi kriteria ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari

fungsi preferensi Pi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

𝜑(a, b)  = 𝜋!  𝑃!(𝑎,!

!!!

𝑏):∀𝑎, 𝑏   ∈ 𝐴

𝜑(a, b) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan

bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara

simultan dari keseluruh kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara nilai 0

dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut :

- 𝜑(a, b) = 0 menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif a > alternatif

b berdasarkan semua kriteria.

- 𝜑(a, b) = 1 menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif a > alternatif b

berdasarkan semua kriteria.

Indeks preferensi ditentukan berdasarkan nilai hubungan outranking pada

sejumlah kriteria dari masing-masing alternatif. Hubungan ini dapat disajikan

sebagai grafik nilai outranking, node-nodenya merupakan alternatif berdasarkan

penilaian kriteria tertentu.

2.4.2 Promethee Ranking

Perhitungan arah preferensi dipertimbangkan berdasarkan nilai indeks :

a. Leaving flow

ϕ!(𝑎) =1

𝑛 − 1 𝜑!∈!

(𝑎, 𝑥)  

b. Entering flow

ϕ!(𝑎) =1

𝑛 − 1 𝜑!∈!

(𝑥,𝑎)  

c. Net flow ϕ(a) = ϕ!(𝑎)− 𝜙!(𝑎)  

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

Keterangan:

1. 𝜑(𝑎, x) = menunjukkan preferensi bahwa alternatif lebih baik dari alternatif x.

2. 𝜑(x,𝑎) = menunjukkan preferensi bahwa alternatif x lebih baik dari alternatif

3. Φ!(𝑎) = Leaving flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada

proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial.

4. Φ!(𝑎) = Entering flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada

proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial.

5. Φ(𝑎) = Net flow, digunakan untuk menghasilkan keputusan akhir penentuan

Urutan dalam menyelesaikan masalah sehingga menghasilkan urutan lengkap.

Metode Promethee digunakan dalam penelitian ini dikarenakan menurut

Trianti (2008), metode ini cukup baik dalam memperhitungakan karakteristik dari

data. Dalam beberapa metode pengambilan keputusan multikriteria yang lain,

misal Analytical Hierarchy Process dan Analytical Network Process, perhitungan

data pada akhirnya dianggap linear karena semua pembobotan hanya melalui

normalisasi. Padahal kenyataannya tidak semua data memiliki karakterisitik.

Tingkat performansi data bisa berbentuk kurva tertentu. terkadang juga suata data

tidak selamanya bersifat higher better atau smaller better, namun lebih ke optimal

is better (bukan yang makin besar atau kecil yang terbaik). Dalam kedua hal ini,

metode promethee menyediakan banyak fungsi yang dapat mengakomodasi

berbagai karakteristik data.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/5113/5/2012-1-57201-531408010-bab2-08082012093323.pdfiurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya

 

2.5 Penelitian Sebelumnya

Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Siregar (2011), dimana

penelitian tersebut bertujuan merancang sebuah aplikasi sistem pendukung

keputusan yang dapat membantu didalam pemberian kredit sepeda motor dengan

menggunakan metode Promethee (Preference Ranking Organization for

Enrichment Evaluation). Dari penelitian ini ditemukan bahwa pembobotan

kriteria yang digunakan pada akhirnya akan menghasilkan urutan prioritas dari

pemohon kredit sehingga dapat menjadi pertimbangan dan alat bantu bagi

perusahaan dalam memberikan kredit.

Penelitan yang sama juga pernah dilakukan oleh Kaharap (2008), penelitian

tersebut bertujuan untuk merancang sebuah aplikasi sistem pendukung keputusan

yang dapat menentukan peserta Jamkesmas dengan menggunakan metode AHP

(Analytic Hierarchy Process). Dari penelitian ini ditemukan bahwa metode AHP

mampu menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi, dengan cara

menguraikan kriteria dan alternatif menjadi sebuah hirarki sehingga dapat

digunakan dalam mengembangkan sebuah sistem pendukung keputusan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang pernah

dilakukan oleh Kaharap (2008) yang menggunakan AHP sebagai metodenya.

Sedangkan di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Promethee

sehingga diharapkan hasil akhir dari penelitian ini dapat dijadikan perbandingan

dari penelitian sebelumnya dan dapat memberikan alternatif pilihan bagi

pengambil keputusan dalam penentuan peserta Jamkesmas.