BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Data dan Informasi
2.1.1 Data
Data merupakan refresentasi dari fakta atau gambaran mengenai suatu objek
atau kejadian. Data dinyatakan dengan nilai yang berbentuk angka, deretan atau
simbol (Kusrini, 2007)
2.1.2 Informasi
Informasi merupakan hasil olahan data dimana data tersebut sudah diproses
dan diinterpretasikan menjadi sesuatu yang lebih bermakna untuk pengambilan
keputusan. Informasi juga diartikan sebagai himpunan dari data yang relevan
dengan satu atau beberapa orang dalam satu waktu (Kusrini, 2007)
Maksud dari permrosesan data menjadi informasi adalah manipulasi atau
transformasi simbol-simbol seperti angka dan abjad dengan tujuan meningkatkan
kegunaanya. Suatu sistem yang mentransfer data menjadi sebuah informasi adalah
sistem informasi. Suatu informasi berguna bagi pembuat keputusan karena
informasi bisa menurunkan ketidakpastian (meningkatkan pengetahuan) tentang
hal yang dipikirkan.
Makna suatu informasi tentu berbeda-beda antara seseorang dengan lainnya,
tergantung pada tingkat kepentingannya. Informasi juga sangat mungkin akan
menjadi data dalam proses yang akan menghasilkan informasi yang lain.
Agar bisa menyediakan keluaran yang berguna untuk membantu manajer
atau pengambil keputusan, suatu informasi harus mampu mengumpulkan data dan
mentranformasikan data tersebut kedalam informasi yang memiliki kualitas-
kualitas tertentu. Berikut karakteristik informasi yang berkualitas (Kusrini, 2007):
1. Relevan
2. Akurat
3. Lengkap
4. Tepat waktu
5. Dapat dipahami
6. Dapat dibandingkan
2.2 Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan
sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam
rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat
miskin (Depkes, 2008).
Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan
kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004,
tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan
kesehatan bagi masyarakat miskin.
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat memberikan perlindungan sosial di
bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang
iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak
dapat terpenuhi. Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat bersumber dari Anggaran Pengeluaran dan
Belanja Negara (APBN) dari Mata Anggaran Kegiatan (MAK) belanja bantuan
sosial. Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan
kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
Saat ini, program Jamkesmas diperluas sasarannya bagi ibu hamil dan
melahirkan melalui Jaminan Persalinan, dan bagi penderita Thalassaemia Mayor
melalui jaminan pelayanan pengobatan penderita Thalassaemia, dan
penyelenggaraan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan serta jaminan pelayanan
pengobatan penderita Thalassaemia menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Adapun tujuan penyelengaraan program ini adalah untuk meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan
tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara
efektif dan efisien.
2.3 Sistem Pendukung Keputusan
2.3.1 Pengambilan Keputusan
Turban (2005) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai sebuah
proses memilih tindakan (diantara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu
tujuan atau beberapa tujuan. Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan
pendekatan sistematis terhadap permasalahan melalui proses pengumpulan data
menjadi informasi serta di tambah dengan faktor-faktor yang perlu di
pertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Menurut Simon dalam (Turban, 2005), pengambilan keputusan meliputi
empat tahap yang saling berhubungan dan berurutan. Empat proses tersebut
adalah :
1. Intelligence
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup
problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperolehm
diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.
2. Design
Tahap ini merupakan proses menemukan dan mengembangkan alternatif.
Tahap ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan
menguji kelayakan solusi.
3. Choice
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif
tindakan yang mungkin dijalankan. Tahap ini meliputi pencarian, evaluasi,
dan rekomendasi solusi yang sesuai dengan model yang telah dibuat. Solusi
dari model merupakan nilai spesifik untuk variabel hasil pada alternatif yang
dipilih.
4. Implementation
Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah
diambil. Pada tahap ini perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana,
sehingga hasil keputusan dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan
perbaikan.
2.3.2 Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan
Turban (2005) mengemukakan karakteristik dan kapabilitias kunci dari
Sistem Pendukung Keputusan adalah sebagai berikut (Gambar 2.1) :
1. Dukungan untuk pengambil keputusan, terutama pada situasi semi terstruktur
dan tak terstruktur.
2. Dukungan untuk semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai
manajer lini.
3. Dukungan untuk individu dan kelompok.
4. Dukungan untuk semua keputusan independen dan sekuensial.
5. Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan : intelegensi, desain,
pilihan, dan implementasi.
6. Dukungan pada berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.
7. Kemampuan sistem beradaptasi dengan cepat dimana pengambil keputusan
dapat menghadapi masalah-masalah baru dan pada saat yang sama dapat
menanganinya dengan cara mengadaptasikan sistem terhadap kondisi-kondisi
perubahan yang terjadi.
8. Pengguna merasa seperti di rumah. User-friendly, kapabilitas grafis yang kuat
dan sebuah bahasa interaktif yang alami.
9. Peningkatan terhadap keefektifan pengambilan keputusan (akurasi, timelines,
kualitas) dari pada efisiensi (biaya).
10. Pengambil keputusan mengontrol penuh semua langkah proses pengambilan
keputusan dalam memecahkan masalah.
11. Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi situasi pengambilan
keputusan.
12. Menggunakan model-model dalam penganalisisan situasi pengambilan
keputusan.
13. Disediakannya akses untuk berbagai sumber data, format dan tipe, mulai dari
sistem informasi geografis (GIS) sampai sistem berorientasi objek.
14. Dapat dilakukan sebagai alat standalone yang digunakan oleh seorang
pengambil keputusan pada satu lokasi atau didistribusikan di satu organisasi
keseluruhan dan di beberapa organisasi sepanjang rantai persediaan.
Gambar 2.1 Karakteristik dan Kapabilitas SPK (Novian, 2010)
2.3.3 Komponen-Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Menurut Turban (2005), Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari empat
subsistem, yaitu :
1. Manajemen Data, meliputi basis data yang berisi data-data yang relevan
dengan keadaan dan dikelola oleh perangkat lunak yang disebut Database
Management System (DBMS).
2. Manajemen Model berupa sebauh paket perangkat lunak yang berisi model-
model finansial, statistik, management science, atau model kuantitatif yang
menyediakan kemampuan analisa dan perangkat lunak manajemen yang
sesuai.
3. Susbsistem Dialog atau komunikasi, merupakan subsistem yang dipakai oleh
user untuk berkomunikasi dan memberi perintah (menyediakan user interface).
4. Manajemen Knowledge yang mendukung subsistem lain atau berlaku sebagai
komponen yang berdiri sendiri.
Gambar 2.2 Model Konseptual Sistem Pendukung Keputusan (Novian, 2010)
2.4 Metode Preference Ranking Organization for Enrichment Evaluation
(PROMETHEE)
Promethee adalah suatu metode penentuan urutan (prioritas) dalam analisis
multikriteria. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan , dan kestabilan.
Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah
penggunaan nilai dalam hubungan outranking (Brans, 1998). Ini adalah metode
peringkat yang cukup sederhana dalam konsep dan aplikasi dibandingkan dengan
metode lain untuk analisis multikriteria (Goumas, 1998).
Prinsip yang digunakan adalah penetapan prioritas alternatif yang telah
ditetapkan berdasarkan pertimbangan (∀i | fi(.) → R [real world], dengan kaidah
dasar :
Max{f1(x),f2(x),f3(x),...,fj(x),...,fk(x)|x ∈ R}
Dimana K adalah sejumlah kumpulan alternatif, dan fi (i = 1, 2, ..., K)
merupakan nilai/ukuran relatif kriteria untuk masing-masing alternatif. Dalam
aplikasinya sejumlah kriteria telah ditetapkan untuk menjelaskan K yang
merupakan penilaian dari R (real world).
Promethee termasuk dalam keluarga dari metode outranking yang
dikembangkan oleh B. Roy, dan meliputi dua fase:
- Membangun hubungan outranking dari K
- Eksploitasi dari hubungan ini memberikan jawaban optimasi kriteria dalam
paradigma permasalahan multikriteria.
Dalam fase pertama, nilai hubungan outranking berdasarkan pertimbangan
dominasi masing-masing kriteria. Indeks preferensi ditentukan dan nilai
outranking secara grafis disajikan berdasarkan preferensi dari pembuat keputusan.
Data dasar untuk evaluasi dengan metode Promethee disajikan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Data Dasar Analisis Promethee (Siregar, 2011)
2.4.1 Nilai Hubungan Outranking dalam Promethee
2.4.1.1 Dominasi Kriteria
Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu kriteria :
f: K→R
dan tujuan berupa prosedur optimasi.
Untuk setiap alternatif a ∈ K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif
tersebut untuk suatu kriteria. Pada saat dua alternatif di bandingkan, a, b ∈ K,
harus dapat ditentukan perbandingan preferensinya.
Penyampaian intesitas (P) dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b
sedemikian rupa sehingga :
- P (a,b) = 0, berarti tidak ada (indefferent) antara a dan b, atau tidak ada
preferensi dari a lebih baik dari b.
- P (a,b) ~ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b.
- P (a,b) ~ 1, berarti kuat preferensi dari a lebih baik dari b.
- P (a,b) = 1 , berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b.
Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi
yang berbeda antara dua evaluasi, sehingga :
P (a,b) = P (f(a)-f(b)).
Untuk semua kriteria, suatu alternatif akan dipertimbangkan memiliki nilai
kriteria yang lebih baik ditentukan oleh nilai f dan akumulasi dari nilai ini
menentukan nilai preferensi atas masing-masing alternatif yang akan dipilih.
2.4.1.2 Rekomendasi Fungsi Preferensi Untuk Keperluan Aplikasi
Dalam Promethee disajikan enam bentuk fungsi preferensi kriteria. Enam
preferensi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Biasa (Usual Criterion)
H d = 0 jika d ≤ 0 1 jika d > 0
Dimana:
H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
Pada kasus ini, tidak ada beda (sama penting) antara a dan b jika dan hanya jika f
(a) = f (b); apabila kriteria pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda,
pembuat keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternatif memiliki nilai
yang lebih baik.
Gambar 2.4 Kriteria Biasa (Brans, 1998)
b. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)
H d = 0 jika d ≤ q 1 jika d > q
Dimana:
H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
q = harus merupakan nilai tetap
Dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai
H(d) dari masing-masing alternatif untuk kriteria tertentu tidak melebihi nilai q,
dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing- masing alternatif melebihi nilai q
maka terjadi bentuk preferensi mutlak. Jika pembuat keputusan menggunakan
kriteria kuasi, maka harus menentukan nilai q, dimana nilai ini dapat menjelaskan
pengaruh yang signifikan dari suatu kriteria.
Gambar 2.5 Kriteria Quasi (Brans, 1998)
c. Kriteria Dengan Preferensi Linier
H d = 0 jika d ≤ 0
!! jika 0 ≤ d ≤ p1 jika d > p
Dimana:
H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
p = nilai kecenderungan atas
Kriteria preferensi linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki
nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pembuat keputusan meningkat
secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan dengan nilai p,
maka terjadi preferensi mutlak. Pada saat pembuat keputusan mengidentifikasi
beberapa kriteria untuk tipe ini, harus ditentukan nilai dari kecenderungan atas
(nilai p). Dalam hal ini, nilai d diatas p telah dipertimbangkan akan memberikan
preferensi mutlak dari suatu alternatif.
Gambar 2.6 Kriteria dengan Preferensi Linier (Brans, 1998)
d. Kriteria Level (Level Criterion)
H d =0 jika d ≤ q0,5 jika q < d ≤ p1 jika d > p
Dimana:
H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
p = nilai kecenderungan atas
q = harus merupakan nilai yang tetap
Dalam kasus ini, kecenderungan tidak berbeda q dan kecenderungan preferensi p
adalah ditentukan secara simultan. Jika d berada diantara nilai q dan p, hal ini
berarti situasi preferensi yang lemah (H(d) = 0,5).
Gambar 2.7 Kriteria Level (Brans, 1998)
e. Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda
H d =0 jika d ≤ q
!!!!!! jika q < d ≤ p1 jika d > p
Dimana:
H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
p = nilai kecenderungan atas
q = harus merupakan nilai yang tetap
Pada kasus ini, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi
secara linier dari tidak berbeda hingga preferensi mutlak dalam area antara dua
kecenderungan q dan p.
Gambar 2.8 Kriteria dengan Preferensi Linier dan Area yang Tidak Berbeda
(Brans, 1998)
f. Kriteria Gaussian (Gaussian Criterion)
H d = 0 jika d ≤ 0
1− 𝑒 −𝑑!
2𝜎! jika d > 0
Dimana:
H(d) = fungsi selisih kriteria antar alternatif
d = selisih nilai kriteria { d = f(a) - f(b) }
Fungsi ini bersyarat apabila telah ditentukan nilai, dimana dapat dibuat
berdasarkan distribusi normal dalam statistik.
Gambar 2.9 Kriteria Gaussian (Brans, 1998)
2.4.1.3 Indeks Preferensi Multikriteria
Tujuan pembuat keputusan adalah menetapkan fungsi preferensi Pi dan πi
untuk semua kriteria fi ( i = 1, ..., k) dari masalah optimasi kriteria majemuk.
Bobot (weight) πi merupakan ukuran relatif dari kepentingan kriteria fi; jika semua
kriteria memiliki nilai kepentingan yang sama dalam pengambilan keputusan
maka semua nilai bobot adalah sama.
Indeks preferensi multi kriteria ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari
fungsi preferensi Pi.
𝜑(a, b) = 𝜋! 𝑃!(𝑎,!
!!!
𝑏):∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐴
𝜑(a, b) merupakan intensitas preferensi pembuat keputusan yang menyatakan
bahwa alternatif a lebih baik dari alternatif b dengan pertimbangan secara
simultan dari keseluruh kriteria. Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara nilai 0
dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut :
- 𝜑(a, b) = 0 menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif a > alternatif
b berdasarkan semua kriteria.
- 𝜑(a, b) = 1 menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif a > alternatif b
berdasarkan semua kriteria.
Indeks preferensi ditentukan berdasarkan nilai hubungan outranking pada
sejumlah kriteria dari masing-masing alternatif. Hubungan ini dapat disajikan
sebagai grafik nilai outranking, node-nodenya merupakan alternatif berdasarkan
penilaian kriteria tertentu.
2.4.2 Promethee Ranking
Perhitungan arah preferensi dipertimbangkan berdasarkan nilai indeks :
a. Leaving flow
ϕ!(𝑎) =1
𝑛 − 1 𝜑!∈!
(𝑎, 𝑥)
b. Entering flow
ϕ!(𝑎) =1
𝑛 − 1 𝜑!∈!
(𝑥,𝑎)
c. Net flow ϕ(a) = ϕ!(𝑎)− 𝜙!(𝑎)
Keterangan:
1. 𝜑(𝑎, x) = menunjukkan preferensi bahwa alternatif lebih baik dari alternatif x.
2. 𝜑(x,𝑎) = menunjukkan preferensi bahwa alternatif x lebih baik dari alternatif
3. Φ!(𝑎) = Leaving flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada
proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial.
4. Φ!(𝑎) = Entering flow, digunakan untuk menentukan urutan prioritas pada
proses Promethee I yang menggunakan urutan parsial.
5. Φ(𝑎) = Net flow, digunakan untuk menghasilkan keputusan akhir penentuan
Urutan dalam menyelesaikan masalah sehingga menghasilkan urutan lengkap.
Metode Promethee digunakan dalam penelitian ini dikarenakan menurut
Trianti (2008), metode ini cukup baik dalam memperhitungakan karakteristik dari
data. Dalam beberapa metode pengambilan keputusan multikriteria yang lain,
misal Analytical Hierarchy Process dan Analytical Network Process, perhitungan
data pada akhirnya dianggap linear karena semua pembobotan hanya melalui
normalisasi. Padahal kenyataannya tidak semua data memiliki karakterisitik.
Tingkat performansi data bisa berbentuk kurva tertentu. terkadang juga suata data
tidak selamanya bersifat higher better atau smaller better, namun lebih ke optimal
is better (bukan yang makin besar atau kecil yang terbaik). Dalam kedua hal ini,
metode promethee menyediakan banyak fungsi yang dapat mengakomodasi
berbagai karakteristik data.
2.5 Penelitian Sebelumnya
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Siregar (2011), dimana
penelitian tersebut bertujuan merancang sebuah aplikasi sistem pendukung
keputusan yang dapat membantu didalam pemberian kredit sepeda motor dengan
menggunakan metode Promethee (Preference Ranking Organization for
Enrichment Evaluation). Dari penelitian ini ditemukan bahwa pembobotan
kriteria yang digunakan pada akhirnya akan menghasilkan urutan prioritas dari
pemohon kredit sehingga dapat menjadi pertimbangan dan alat bantu bagi
perusahaan dalam memberikan kredit.
Penelitan yang sama juga pernah dilakukan oleh Kaharap (2008), penelitian
tersebut bertujuan untuk merancang sebuah aplikasi sistem pendukung keputusan
yang dapat menentukan peserta Jamkesmas dengan menggunakan metode AHP
(Analytic Hierarchy Process). Dari penelitian ini ditemukan bahwa metode AHP
mampu menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi, dengan cara
menguraikan kriteria dan alternatif menjadi sebuah hirarki sehingga dapat
digunakan dalam mengembangkan sebuah sistem pendukung keputusan.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang pernah
dilakukan oleh Kaharap (2008) yang menggunakan AHP sebagai metodenya.
Sedangkan di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Promethee
sehingga diharapkan hasil akhir dari penelitian ini dapat dijadikan perbandingan
dari penelitian sebelumnya dan dapat memberikan alternatif pilihan bagi
pengambil keputusan dalam penentuan peserta Jamkesmas.