BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Organisasi
Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup
berdampingan, membentuk kelompok dengan manusia yang lain. Salah satu alasan
mengapa manusia selalu berkelompok adalah karena kebutuhan manusia yang
semakin kompleks dari waktu ke waktu sehingga manusia membutuhkan kerjasama
dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kondisi seperti ini
menggambarkan kehidupan masyarakat yang bersifat organis, yang artinya bagian
yang satu dengan yang lain saling memenuhi atau melengkapi. Agar kondisi yang
diinginkan terus berjalan sesuai harapan, maka diperlukan pengorganisasian agar
masing-masing dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ini menunjukan bahwa
manusia memiliki sifat mengatur terhadap segala tindakannya (Suharsono, 2012:11).
Selama ini banyak praktek organisasi yang dalam upaya pencapaian
tujuannya lebih banyak didominasi oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu
saja. Padahal organisasi merupakan masalah yang kompleks dan multidispliner. Oleh
karena itu, organisasi dapat dipahami dari berbagai perspektif. Pengertian organisasi
pun berbeda-beda tergantung dari sudut pandang masing-masing displin ilmu
(ekonomi, bisnis, sosial, politik, dan lain-lain). Bagi seorang ekonom, organisasi
difokuskan pada bagaimana menyediakan barang dan jasa yang cukup bagi
masyarakat. Bagi praktisi bisnis yang sering berhadapan dengan situasi penuh
10
persaingan, maka organisasi ditempatkan sebagai wadah untuk mencapai tingkat
keuntungan yang memadai.
Ada beberapa pengertian tentang organisasi, menurut beberapa ahli
(Suharsono, 2012:13):
Menurut Ernest Dale organisasi adalah suatu proses perencanaan yang
meliputi penyusunan, pengembangan, dan pemeliharaan suatu struktur atau pola-pola
hubungan kerja dari orang-orang dalam suatu kelompok kerja.
Menurut Cyril Soffer, organisasi merupakan perserikatan orang-orang yang
masing-masing diberi peranan tertentu dalam suatu sosial kerja dan pembagian kerja
yang diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan diantara pemegang peranan dan
kemudian digabung dalam beberapa bentuk hasil.
Menurut Kast dan Rosenzweig, organisasi (perusahaan) adalah adanya orang-
orang yang usahanya harus dikordinasikan, tersusun dari sejumlah subsistem yang
saling berhubungan dan saling tergantung, bekerja bersama atas dasar pembagian
kerja, peran dan wewenang, serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Menurut Gibson, organisasi artinya mengejar tujuan dan sasaran yang dapat
dicapai secara efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara
bersama-sama.
Sedangkan menurut Edgar Schein, organisasi adalah koordinasi sejumlah
kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan
melalui pembagian tugas dan fungsi serta melalui serangkaian wewenang dan
tanggung jawab.
Masih banyak lagi definisi mengenai organisasi menurut para ahli, namun
tetap memiliki satu inti yaitu pencapaian tujan yang sesuai dengan harapan. Manusia
diwajibkan mengenal organisasi karena organisasi merupakan bagian dari kehidupan
11
manusia. Sebagai contoh misalnya seorang pelaku bisnis ternyata juga harus
berhubungan dengan berbagai organisasi atau instansi tertentu. Maka dari itu
seseorang perlu mempelajari organisasi agar dapat secara mandiri mendesain struktur
organisasinya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.
2.1.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.1.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Filho et al. (Gresi Sanje Dahan, 2012) tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) didefinisikan melalui hubungan etis dan transparansi dari
perusahaan dengan semua pemangku kepentingan yang memiliki hubungan serta
dengan penetapan tujuan perusahaan yang sesuai dengan pembangunan
berkelanjutan masyarakat, melestarikan lingkungan dan sumber daya budaya untuk
generasi mendatang, menghormati keragaman dan mempromosikan pengurangan
masalah sosial.
Sementara itu tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan cara bagi
perusahaan untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat juga memberikan
kesempatan untuk menciptakan reputasi keunggulan kompetitif dan positif untuk
dunia bisnis (Smith 2007, Porter dan Kramer 2006).
Menurut Keith Davis (Suharsono, 2012:214) dijelaskan tanggung jawab
sosial perusahaan adalah pengakuan bahwa organisasi menimbulkan pengaruh
signifikan terhadap sistem sosial dan pengaruh ini harus dipertimbangkandan
diseimbangkan dengan tepat dalam semua tindakan organisasi.
Menurut The World Business Council for Sustainable Development (Yusuf
Wibisono, 2007:7) secara bebas maksudnya adalah komitmen para pelaku usaha
secara terus menerus bertindak etis, memberikan kontribusi untuk peningkatan
12
ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup para karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara luas.
Menurut CSR Forum (Wibisono, 2007) tanggung jawab sosial perusahaan
didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta
berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada
karyawan, komunitas dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan adalah
suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan
perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial atau
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu
bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak
tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk
desa atau fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat
banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder. Tanggung jawab sosial
perusahaan timbul sejak era dimana kesadaran akan pembangunan perusahaan jangka
panjang adalah lebih penting daripada sekedar keuntungan.
Sedangkan menurut World Bank (Suharsono, 2012:215) tanggung
jawab sosial perusahaan adalah komitmen para pelaku usaha untuk
memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan, baik untuk para karyawan, komunitas lokal maupun
masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dengan cara-
cara yang saling menguntungkan.
13
Dalam Yusuf Wibisono (2007:6) tanggung jawab sosial perusahaan adalah
operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan
perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi
kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Pengertian Corporate Social
Responsibility yang relatif lebih mudah dipahami dan dioperasionalkan adalah
dengan mengembangkan konsep Tripple Bottom Lines (profit, planet dan people)
yang digagas John Elkington (1998).
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah kepedulian perusahaan yang
menyisihkan sebagian keuntungannya bagi kepentingan pembangunan manusia dan
lingkungan secara berkelanjutan berdasarkan prosedur yang tepat dan profesional
(Suharto, 2008).
International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberi
kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan
karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk
meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun
pembangunan.
Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa
organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi
masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham
(shareholders) mereka.
Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi,
lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan
operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk
menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.
14
European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan
mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis
mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders)
berdasarkan prinsip kesukarelaan.
Corporate Social Responsibility Asia: Komitmen perusahaan untuk
beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan,
seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.
Vasin, Heyn & Company (Kotler, 2011: 12) merumuskan definisi tangung
jawab sosial perusahaan sebagai kesanggupan untuk berkelakuan dengan cara-cara
yang sesuai asas ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tetap mengindahkan
kepentingan langsung dari stakeholder.
Sedangkan Sukada, et. al. (2007) mendefinisikan tangung jawab sosial
perusahaan sebagai upaya sungguh-sungguh dari perusahaan untuk meminimumkan
dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya dalam ranah
ekonomi, sosial, dan lingkungan, terhadap seluruh pemangku kepentingannya, untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tanggung jawab sosial perusahaan bukan hanya sekedar kegiatan amal,
dimana mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar
sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap stakeholder.
Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan
beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham,
yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
15
2.1.2.2 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh United States-based Business for
Social Responsibility (BSR), banyak sekali keuntungan yang didapatkan oleh
perusahaan yang telah mempraktekkan tanggung jawab sosial perusahaan antara lain:
1. Meningkatkan Brand Image dan Reputasi Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan dapat membuat perusahaan menjadi lebih dikenal
oleh masyarakat sehingga reputasi perusahaan juga akan meningkat apabila
perusahaan melaksanakan progaram tersebut dengan sebaik – baiknya
2. Meningkatkan Penjualan dan Loyalitas Pelanggan
Apabila program tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan dengan baik oleh
perusahaan maka para pelanggan akan menjadi lebih loyal karena para pelanggan
tidak hanya mengetahui kualitas tetapi juga tujuan baik perusahaan.
3. Mengurangi Biaya Operasional
Dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan tidak perlu lagi
mengeluarkan anggaran untuk biaya promosi, karena produk atau perusahaan pasti
akan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan demikian biaya operasional
perusahaan akan menurun.
4. Meningkatkan Kinerja Keuangan
Dengan adanya tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan laba perusahaan akan
lebih meningkat karena penjualan juga akan meningkat. Dengan demikian kinerja
keuangan dari perusahaan tersebut secara otomatis akan meningkat pula.
16
2.1.2.3 Peranan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan dalam beberapa dekade terakhir telah
banyak dilakukan oleh perusahaan. Khususnya perusahaan besar yang mementingkan
keberlangsungan secara jangka panjang perusahaannya. Bentuk kegiatan tanggung
jawab sosial perusahaan bermacam-macam seperti membentuk community
development, charity event, atau kegiatan lainnya yang bersifat sosial. Menurut
Wibisono (2007) peranan tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut:
1. Brand Differentiation
Yaitu pemberian citra yang khas serta baik agar dapat meningkatkan customer
loyalty dan bersaing secara sehat dalam pasar yang kompetitif.
2. Human Resources
Program tanggung jawab sosial perusahaan dapat membantu dalam proses perekrutan
karyawan baru. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan
pengalaman tinggi untuk lebih krirtis bertanya apa saja program tanggung jawab
sosial yang dijalankan. Sedangkan untuk pegawai lama, dapat meningkatkan
reputasi, persepsi, dan dedikasi dalam bekerja.
3. Licence to Operate
Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan dapat mendorong
pemerintah dan publik memberi izin bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar
operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat secara luas.
4. Risk Management
Manajemen risiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan, reputasi yang telah
dibangun selama bertahun-tahun dapat runtuh dalam sekejap hanya karena adanya
KKN, kecelakaan kerja, dan pengerusakan lingkungan. Maka dari itu perlu
ditanamkannya “do the right thing”.
17
2.1.2.4 Model Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut Suharto (2006: 7-8) sedikitnya ada empat model atau pola tanggung
jawab sosial perusahaan yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia,
yaitu:
1. Keterlibatan Langsung
Perusahaan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan secara langsung
dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan
biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate
secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public
relation.
2. Melalui Yayasan atau Organisasi Sosial Perusahaan
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah naungan perusahaan atau
groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di
perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya perusahaan menyediakan dana
awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan
yayasan.
3. Bermitra dengan Pihak Lain
Perusahaan menyelenggarakan tanggung jawab sosial perusahaan melalui kerjasama
dengan lembaga sosial atau organisasi non-pemerintah, instansi pemerintah,
universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
melaksanakan kegiatan sosialnya.
18
4. Mendukung atau Bergabung Dalam Suatu Konsorsium
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial
yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya,
pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah
pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh
perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro-aktif mencari mitra
kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian mengembangkan
program yang disepakati bersama.
2.1.2.5 Dimensi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Dari berbagai definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang ada, Alexander
Dahlsrud dalam “How Corporate Social Responsibility is Defined” (2008)
menjelaskan dan menyimpulkan bahwa definisi tanggung jawab sosial perusahaan itu
secara konsisten mengandung 5 dimensi, yaitu:
1. Dimensi Lingkungan yang merujuk ke lingkungan hidup dan mengandung kata-
kata seperti “lingkungan yang lebih bersih”, “pengelolaan lingkungan”,
“environmental stewardship”, “kepedulian lingkungan dalam pengelolaan operasi
bisnis”, dan lain-lain.
2. Dimensi Sosial yaitu hubungan antara bisnis dan masyarakat dan tercermin
melalui frase-frase seperti “berkontribusi terhadap masyarakat yang lebih baik”,
“mengintegrasi kepentingan sosial dalam operasi bisnis”, “memperhatikan dampak
terhadap masyarakat”, dan lain-lain.
19
3. Dimensi Ekonomis yang menerangkan aspek sosio-ekonomis atau finansial bisnis
yang diterangkan dengan kata-kata seperti “turut menyumbang pembangunan
ekonomi”, “mempertahankan keuntungan”, “operasi bisnis”, dan lain-lain.
4. Dimensi Pemangku Kepentingan (stakeholder) yang tentunya menjelaskan
hubungan bisnis dengan pemangku kepentingannya dan dijelaskan dengan kata-kata
seperti “interaksi dengan pemangku kepentingan perusahaan”, “hubungan
perusahaan dengan karyawan, pemasok, konsumen dan komunitas”, “perlakukan
terhadap pemangku kepentingan perusahaan”, dan lain-lain.
5. Dimensi Kesukarelaan (voluntary) sehubungan dengan hal-hal yang tidak diatur
oleh hukum atau peraturan yang tercermin melalui frase-frase seperti “berdasarkan
nilai-nilai etika”, “melebihi kewajiban hukum (beyond regulations)”, “ voluntary”,
dan lain-lain.
2.1.2.6 Kategori Perusahaan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial, perusahaan bisa
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Meskipun cenderung menyederhanakan
realitas, tipologi ini menggambarkan kemampuan dan komitmen perusahaan dalam
menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengkategorian dapat memotivasi
perusahaan dalam mengembangkan program tanggung jawab sosial perusahaan, dan
dapat pula dijadikan cermin dan garis pedoman untuk menentukan model tanggung
jawab sosial perusahaan yang tepat (Suharto, 2007). Dengan menggunakan dua
pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki
kategori reformis dan progresif. Tentu saja dalam kenyataannya, kategori ini bisa
saja saling bertautan.
20
1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran tanggung
jawab sosial perusahaan:
• Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran tanggung
jawab sosial perusahaan yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk
kategori ini.
• Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun
anggaran tanggung jawab sosial perusahaannya rendah. Perusahaan yang termasuk
kategori ini adalah perusahaan besar, namun pelit.
• Perusahaan Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran
tanggung jawab sosial perusahaannya relatif tinggi. Perusahaan pada kategori ini
disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
• Perusahaan Reformis. Perusahaan ini memiliki profit dan anggaran tanggung jawab
sosial perusahaan yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang tanggung jawab
sosial perusahaan bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.
21
2. Berdasarkan tujuan tanggung jawab sosial perusahaan, apakah untuk promosi atau
pemberdayaan masyarakat:
• Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan
tanpa tujuan jelas, bukan untuk promosi, bukan pula untuk pemberdayaan, sekadar
melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan tanggung
jawab sosial perusahaan sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan.
• Perusahaan Impresif. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih diutamakan untuk
promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan
”tebar pesona” daripada ”tebar karya”.
• Perusahaan Agresif. Tanggung jawab sosial perusahaan lebih ditujukan untuk
pemberdayaan daripada promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya
nyata daripada tebar pesona.
• Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan
untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan tanggung jawab
sosial perusahaan dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-
sama lain bagi kemajuan perusahaan.
22
2.1.3 Komitmen Karyawan
2.1.3.1 Pengertian Komitmen Karyawan
Komitmen karyawan adalah loyalitas individu kepada organisasi. Individu
dengan komitmen organisasi yang tinggi teridentifikasi kuat dengan organisasi dan
secara bangga mempertimbangkan diri mereka sebagai anggota organisasi
(Schermerhorn et al. 2012: 63).
Komitmen menurut Jaw dan Liu (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011)
tidak hanya konsep hubungan manusia tetapi juga melibatkan menghasilkan energi
manusia dan mengarahkan pikiran manusia menjadi aktif. Tanpa komitmen,
pelaksanaan ide-ide baru dan inisiatif akan dimusyawarahkan. Sistem sumber daya
manusia dapat memfasilitasi pengembangan atau kompetensi organisasi melalui
memunculkan komitmen karyawan terhadap perusahaan.
Komitmen karyawan adalah sejauh mana individu mengidentifikasi dan
terlibat dengan organisasinya sehingga dan atau tidak mau meninggalkannya.
Konsep dari komitmen karyawan adalah peduli dengan sejauh mana orang yang
terlibat dengan organisasi mereka dan tertarik dengan apa yang ada di dalam diri
mereka (Jerald Greenberg 2003: 160)
Sedangkan Walton (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011) berpendapat
komitmen sebagai strategi khusus untuk sumber daya manusia yang efek positif akan
dirasakan. Tingginya komitmen karyawan adalah sebuah pendekatan untuk
mengelola karyawan, yang menekankan pada kebutuhan untuk mengembangkan
komitmen organisasi antara karyawan didasarkan pada asumsi bahwa hal itu akan
mengarah pada hasil positif seperti rendahnya absensi, motivasi yang lebih baik dan
menghasilkan kinerja yang unggul. Selain itu, studi terbaru menunjukkan bahwa
komitmen karyawan yang tinggi dapat bekerja dengan baik secara sinergis dan
23
mencerminkan strategi komitmen umum. Meskipun strategi komitmen dapat
dikaitkan dengan semua perusahaan praktik sumber daya manusia, rekrutmen,
seleksi, evaluasi kinerja, menurut Scholl (2003), juga dapat digunakan untuk
mengembangkan hubungan psikologis antara perusahaan dan karyawan sebagai
sarana untuk mencapai tujuan.
Dalam Pearson (Robbins, Coulter, 2010:405) komitmen karyawan adalah
kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan
dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal yaitu :
1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama
organisasi.
3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi
2.1.3.2. Jenis-Jenis Komitmen Karyawan
Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (Jerald Greenberg Robert A. Baron
2004: 161) terbagi atas tiga komponen, yaitu:
a. Komponen Afektif
Berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu
organisasi. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena
keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
b. Komponen Normatif
Merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus diberikan kepada
organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman
sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai.
24
Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk
memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.
c. Komponen Kelanjutan (continuance)
Berarti komponen yang berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan
dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut
disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi. Pegawai yang
memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang
berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai yang ingin menjadi
anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan
organisasi. Sebaliknya pegawai yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan
menghindari kerugian financial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya
melakukan usaha yang tidak maksimal.
Dalam hal ini tampak melalui kesediaan dalam bekerja melebihi apa yang
diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut
memperhatikan nasib organisasi. Keinginan juga termasuk kehendak untuk tetap
berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya
sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan
organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi
terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawai dan ada loyalitas serta
afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku yang berusaha ke
arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam
jangka waktu lama.
25
2.1.3.3 Dimensi Komitmen Karyawan
Kaswara dan Santoso (2008) mengemukakan tiga indikator komitmen yang
digunakan dalam pendekatan untuk menentukan komitmen karyawan kepada
organisasi, yaitu :
a. Dimensi Continuance Commitment
Kecenderungan individu untuk tetap menjaga komitmen karyawan pada organisasi
karena tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan di luar itu. Individu dengan
Continuance Commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena
alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan
kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Individu dengan
Continuance Commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi
dibandingkan yang rendah.
b. Dimensi Affective Commitment
Komitmen dimana individu memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bekerja pada
organisasi karna ada kesamaan atau kesepakatan antara nilai-nilai personal individu
dan organisasi. Komitmen afektif didasarkan pada Goal Congruence Orientation,
dimana didalamnya terdapat suatu keterikatan secara psikologis antara individu dan
organisasinya sehingga mempengaruhi perilaku individu terhadap tugas yang
diterimanya. Individu dengan Affective Commitment yang tinggi memiliki emosional
yang erat terhadap organisasi, yang berarti bahwa individu tersebut akan memiliki
motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi
dibandingkan individu dengan Affective Commitment yang lebih rendah.
26
c. Dimensi Normative Commitment
Komitmen normatif adalah komitmen yang menunjukkan perasaan individu yang
berkewajiban untuk tetap bekerja pada organisasinya, dan juga menunjukan adanya
kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Individu dengan normative
commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya
suatu kewajiban atau tugas. Perasaan seperti itu akan memotivasi individu untuk
bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi oraganisasi.
Perusahaan mengharapkan dengan adanya normative commitment, karyawan
memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti hasil
kinerja, tingkat kehadiran kerja, dan organization citizenship.
Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan
menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan
seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia
harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk
hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatasasan
seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajat
komitmen karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika
komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi. Namun
dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada
komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik
dan ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat
meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan,
pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik
yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah
27
keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di
berbagai aspek organisasi.
2.1.4 Kinerja Organisasi
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Organisasi
Menurut Stooner dan Freeman (Imran Ali et al. 2010) kinerja organisasi
adalah ukuran seberapa efisien dan efektif seorang manajer yang menunjukan
seberapa baik ia menentukan dan mencapai tujuan yang tepat. Serta menunjukan
seberapa baik organisasi melakukan pekerjaan mereka. Berdasarkan pernyataan di
atas dapat disimpulkan bahwa kinerja tersebut memerlukan pengukuran dan
pengevaluasian untuk menentukan sejauh mana keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuan tertentu. Ada dua aspek yang digunakan untuk mengukur kinerja
tersebut yaitu, aspek efisiensi dan efektivitas.
Di sisi lain, kinerja organisasi mengacu pada kemampuan suatu perusahaan
untuk mencapai tujuan seperti keuntungan yang tinggi, kualitas produk, pangsa pasar
yang besar, hasil keuangan yang baik, dan kelangsungan hidup pada waktu yang
telah ditentukan dengan menggunakan strategi yang relevan untuk tindakan (Koontz
dan Donnell, 1993). Kinerja organisasi juga dapat digunakan untuk melihat
bagaimana suatu perusahaan melakukan dalam hal tingkat keuntungan, pangsa pasar
dan kualitas produk dalam kaitannya dengan lainnya perusahaan dalam industri yang
sama. Akibatnya, itu adalah cerminan dari produktivitas anggota suatu perusahaan
diukur dari segi pendapatan, laba, pertumbuhan, pengembangan dan perluasan
organisasi (Obiwuru Timothy C. 2011).
28
Richard et al. (2009) dalam Korir Jacqueline (2012) mencatat bahwa kinerja
organisasi harus berhubungan dengan faktor-faktor seperti profitabilitas, pengiriman
peningkatan layanan, kepuasan pelanggan, pertumbuhan pangsa pasar, dan
peningkatan produktivitas dan penjualan. Oleh karena itu kinerja organisasi
dipengaruhi oleh banyaknya individu, kelompok, tugas, teknologi, struktural,
manajerial dan faktor lingkungan.
Sedangkan menurut SK menteri keuangan RI No. 740.KMK.00/1989, kinerja
adalah prestasi yang dicapai oleh BUMN dalam satu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan BUMN. Maka kinerja perusahaan merupakan
sejauh mana keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan tertentu dalam
periode tertentu.
Secara etimologis kinerja merupakan terjemahan dari performance berasal
dari bahasa Inggris. Kinerja merupakan suatu hasil dari kegiatan atau aktifitas dan
apakah kegiatan yang dilakukan secara intensif membawa tanggung jawab yang
efektif dan efisien. Sebuah perusahaan peduli dengan kinerja organisasi dengan cara
mengakumulasi hasil dari semua kegiatan kerja organisasi dengan
mempertimbangkan apa saja faktor yang mempengaruhi kinerja. Perusahaan
biasanya menginginkan organisasinya bekerja secara grup atau berkelompok untuk
mencapai tingkat tertinggi dalam kinerjanya (Robbins, Coulter 2010: 520).
Kinerja organisasi dapat dilihat sebagai konsep multi-dimensi yang terdiri
dari lebih dari sekedar kinerja keuangan. Kinerja organisasi digambarkan sebagai
sejauh mana organisasi ini mampu memenuhi kebutuhan stakeholder dan kebutuhan
sendiri untuk bertahan hidup menggambarkan orientasi pasar sebagai penjelasan
pemasaran kinerja perbedaan antara perusahaan. Orientasi pasar meningkatkan
29
kinerja perusahaan dengan menyediakan diferensiasi dan keuntungan biaya (Basheer
Abbas Al-alak et al 2011).
Bernardin dan Russel (Muhammad, (2008:14) memberikan definisi kinerja
organisasi sebagai catatan tentang hasil akhir atas suatu kegiatan atau tugas yang
diselenggarakan pada kurun waktu tertentu.
Terkait dengan ruang lingkupnya, kinerja juga memiliki dua perspektif yaitu
kinerja individu dan kinerja organisasi. Asumsinya adalah kinerja organisasi
merupakan akumulasi dari kinerja individu. Moeljono (2003:66) menegaskan
kinerja organisasi sangat ditentukan oleh kinerja individu.
Samsudin (2005:159) mendefinisikan kinerja sebagai “tingkat pelaksanaan
tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan
kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan organisasi atau perusahaan”.
Rivai (2004:14) mengemukakan kinerja adalah hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama.
Senada dengan pendapat tersebut Tangkilisan (2007:178) mendefinisikan
kinerja organisasi sebagai suatu keadaan yang berkaitan dengan keberhasilan
organisasi dalam menjalankan misi yang dimilikinya.
30
2.1.4.2 Dimensi Kinerja Organisasi
Untuk menilai kinerja organisasi diperlukan indikator-indikator yang jelas
dan terarah. Indikator berfungsi sebagai ketetapan dan arahan atas indakan apa yang
harus dilakukan supaya kinerja berjalan efektif dan efisien. Kinerja organisasi yang
baik merupakan tujuan dari setiap organisasi atau perusahaan. Menurut Wirawan
(2009) dimensi-dimensi yang terdapat dalam kinerja organisasi antara lain :
• Faktor internal karyawan, yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang
merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang.
Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta bawaan dari lahir dan
faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat,
sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor-faktor yang
diperoleh misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja dan
motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan
lingkungan eksternal, faktor internal karyawan ini juga menentukan kinerja mereka.
• Faktor lingkungan internal organisasi, yaitu dalam melaksanakan tugasnya,
karyawan memerlukan dukungan organisasi tempat mereka bekerja. Dukungan
tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan. Gaya
kepemimpinan suatu organisasi juga merupakan faktor lingkungan dalam internal
suatu organisasi.
• Faktor lingkungan eksternal organisasi. Faktor-faktor lingkungan eksternal
organisasi adalah keadaan, kejadian atau situasi yang terjadi di lingkungan organisasi
yang mempengaruhi kinerja organisasi. Misalnya keadaan ekonomi suatu negara,
budaya masyarakat dan hal lainnya.
31
2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi
Dalam Ismael Younis Abu-Jarad (2010) model kinerja organisasi difokuskan
pada faktor organisasi seperti sumber daya manusia kebijakan, budaya organisasi,
dan gaya iklim dan kepemimpinan organisasi. Studi lain oleh Chien (2004)
menemukan bahwa ada lima faktor utama yang menentukan kinerja organisasi, yaitu:
1. Gaya kepemimpinan dan lingkungan
2. Budaya organisasi
3. Desain pekerjaan
4. Model motif, dan
5. Kebijakan sumber daya manusia.
Menurut Muljani (2002) salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja
karyawan adalah kompensasi. Menurutnya perusahaan merupakan tempat dimana
karyawan dapat memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah kompensasi yang
merupakan imbalan yang diberikan perusahaan pada karyawan atas jasa yang
diberikan. Dengan dipenuhinya kebutuhan tersebut, karyawan akan termotivasi
sehingga kinerja. Kinerja organisasi yang baik merupakan tujuan dari setiap
perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi dapat digambarkan
sebagai berikut:
32
Gambar 2.3
Sumber: Muljani, 2002.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi adalah:
1. Lingkungan Eksternal, dimensi kunci yang dapat mempengaruhi
lingkungan adalah lingkungan eksternal yang terdiri dari lingkungan administratif,
aturan, kebijakan, budaya sosial, ekonomi, dan teknologi.
2. Motivasi Organisasi, hal yang memotivasi organisasi adalah sejarah, misi,
budaya, insentif atau imbalan.
3. Kapasitas Organisasi, terdiri dari:
1. Strategi kepemimpinan
2. Sumber daya manusia
3. Manajemen keuangan
4. Proses organisasi
5. Program manajemen
33
6. Infrastruktur
7. Rantai institutisional
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Imran Ali, Kashif Ur Rehman,
Syed Irshad Ali, Jamil Yousaf, dan Maria Zia dalam African Journal of Business
Management Volume 4, tahun 2010 dengan judul “Corporate Social Responsibility
Influences, Employee Commitment and Organizational Performance” menjelaskan
bahwa berasal dari data primer yang diambil dari 371 profesional yang bekerja di
berbagai sektor Pakistan. Dalam studi ini, menunjukan secara positif antara tindakan
tanggung jawab sosial perusahaan dengan komitmen karyawan yaitu sebesar 0.90
sedangkan kinerja organisasi dan komitmen organisasi karyawan memiliki pengaruh
sebesar 0.67. Menggambarkan bahwa pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan
karena berimplikasi terhadap komitmen karyawan. Sehingga dapat menghasilkan
kinerja organisasi yang baik.
2.3 Kerangka Pemikiran
Tanggung jawab sosial perusahaan menjadi hal yang mulai diperhatikan
dalam beberapa tahun terakhir ini. Disebabkan karena perusahaan sudah mulai sadar
dengan pentingnya tindakan tanggung jawab sosial perusahaan akan keberlanjutan
secara jangka panjang perusahaannya. Meskipun yang ditimbulkan tidak berupa
jangka pendek di keuangan namun, tanggung jawab sosial perusahaan akan secara
tidak langsung dan berjangka panjang serta memberikan efek yang positif bagi
lingkungan dan masyarakat. Adanya tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya
34
berefek pada lingkungan eksternal tetapi pada stakeholder dan shareholder
perusahaan. Peningkatan terhadap kepercayaan kepada perusahaan yang diberikan
oleh stakeholder membuat komitmen karyawan sendiri tercipta pada karyawan.
Komitmen yang tinggi pada karyawan akan menunjukan seberapa besar tingkat
keberhasilan kinerja organisasi. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.4
Sumber Gambar: Penulis
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
(X1)
KINERJA ORGANISASI (Y)
KOMITMEN KARYAWAN
(X2)
35
2.4. Hipotesis
Menurut Vardiansyah (2008) hipotesis atau hipotesa adalah jawaban
sementara dari masalah yang sifatnya masih praduga karena masih harus dibuktikan
hipotesis tersebut benar atau tidak. Hipotesis dikatakan sementara karena masih
didasarkan pada teori-teori yang ada, belum diuji berdasarkan fakta melalui
pengumpulan data.
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Untuk T-1:
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan
dengan kinerja organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.
Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan
kinerja organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.
b. Untuk T-2:
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara komitmen karyawan dengan kinerja
organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.
Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara komitmen karyawan dengan kinerja
organisasi pada PT Indonesia Power Unit Bisnis Pemeliharaan.
c. Untuk T-3:
Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan
komitmen karyawan dengan kinerja organisasi secara simultan pada PT Indonesia
Power Unit Bisnis Pemeliharaan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan
komitmen karyawan dengan kinerja organisasi secara simultan pada PT Indonesia
Power Unit Bisnis Pemeliharaan.