BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
1. Gambaran Umum TBC Paru
a. Definisi
Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar
menyerang paru dan dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini
berbetuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu terhadap asam pada
pewarnaan disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman
TBC Paru cepat mati apabila terkena senar matahari langsung tetapi
dapat hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. 3)
b. Gejala dan tanda TBC Paru
Departemen kesehatan menyebutkan gejala dan tanda penyakit TBC
Paru BTA Positif adalah : a) gejala umum : nyeri dada, batuk lebih dari
tiga minggu atau lebih. b) gejala lain : nyeri dada, batuk dahak atau
bercampur darah, keringat malam, demam lebih dari sebulan, sesak
nafas, nafsu makan menurun dan berat badan menurun. 3)
c. Cara Penularan
Sumber penularan penyakit TBC Paru dikerenakan oleh kuman
yang berterbangan di udara dan ada juga yang jatuh pada lantai
sehingga dapat terhirup oleh setiap orang, baik kuman atau basil TBC
Paru akan bersarang dan berkembang biak serta akan menggerogoti
paru-paru.
Tidak semua orang yang dimasuki basil TBC Paru pasti sakit
TBC Paru karena badannya kuat dan daya tahan tubuhnya kuat orang
mungkin terhindar dari sakit TBC Paru. Daya tahan tubuh yang kuat
jika gizi makanan yang cukup, bergerak badan dan istirahat yang
cukup atau sejak bayi semua anak harus diberi Imunisasi BCG yang
berfungsi untuk mencegah tertular TB Paru. 5)
8
d. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada penderita berstadium lanjut antara lain : 6)
1) Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersambungnya jalan nafas.
2) Kolaps dari lobus akibat kontraksi bronkiat.
3) Bronkiestasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan) jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktiti
pada paru.
4) Penyebaran infeksi organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya.
5) Insifiensi kardio pulmoner (Cardio pulminery insuffiency) 5)
e. Diagnosis
Bahwa seseorang ditetapkan sebagai penderita TBC Paru
apabila melakukan serangkaian pemeriksaan sebagai berikut :
1) Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling dapat
diandalkan (paling murah) dan harus diupayakan tiga buah
spesimen untuk pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan 3x dengan
sesaat, pagi, sesaat (SPS) paling baik dipastikan dengan hasil
positif berikutnya. 1)
2) Pemeriksaan semua pasien dengan kronis khususnya perokok atau
batuk lebih dari 4 minggu, mereka yang turun berat badannya,
nyeri dada dan lainnya yang mengakibatkan TBC Paru.
3) Foto Rontgen, pemeriksaan rontgen diperlukan bila pasien yang
memiliki masalah-masalah yang sulit terutama pada tersangka
TBC Paru yang positif HIV. Hal ini tidak dilakukan untuk kasus
secara massal di negara-negara dengan prevalensi tinggi.
4) Tes tuberculin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam menegakkan
diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan penyakit lain.
Seperti infeksi HIV atau TBC Paru yang sangat parah dapat
menghasilkan tes yang lemah meskipun pasien dewasa atau anak
9
berpenyakit TB Paru aktif. Tes pada anak dapat berubah karena
BCG. 7)
f. Klasifikasi penyakit
Pada penyakit TBC Paru dapat diklasifikasikan yaitu TBC Paru
dan TB ekstra paru. TBC Paru merupakan batuk yang paling sering
dijumpai dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB Paru yang
mudah tertular. TBC Ekstra Paru merupakan bentuk penyakit TBC
Paru yang menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura,
kelenjar limfe persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan
saraf pusat. 8)
2. Program Pemberantasan TBC Paru
a. Tujuan Program Tujuan jangka panjang : memutuskan rantai penularan sehingga penyakit TBC Paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonsia. Tujuan jangka pendek : a) tercapainya kesembuhan minimal 85 % penderita baru BTA positif ditemukan, b) tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap hingga mencapai 70 % dari semua penderita TBC Paru, c) tercapainya resistensi obat tuberkulosis di masyarakat, d) menanggulangi penderita akibat penyakit TBC Paru. 8)
b. Kebijakan Operasional 1) Penanggulangan TBC Paru di Indonesia dilaksanakan dengan
desentralisasi sesuai dengan kebijakan Deartemen Kesehatan. 2) Penanggulangan TBC Paru dilaksanakan oleh seluruh unit
pelayanan kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit, Pemerintah dan swasta, BP4 serta praktik dokter swasta, politeknik umum, politeknik perusahaan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu.
3) Peningkatan mutu pelayanan, penanggulanga obat rasional dan
kombinasi obat sesuai dengan strategi DOTS.
10
4) Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap
intensif minimal 80 %, angka kesembuhan sediaan dahak yang
benar (kesalahan 5 %).
5) Pemeriksaan uji silang (croos check) secara rutin oleh Balai
Laboratorium Kesehatan (BLK) atau laboratorium rujukan yang
ditunjuk untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu.
6) Penanggulangan TBC Paru nasional diberikan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) pada penderita secara cuma-cuma dan
jaminan ketersediaan.
7) Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi program
untuk mempertahankan kualitas program terkait, sektor pemerintah
dan swasta. 9)
c. Strategi
Strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO2, yaitu :
1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk
dukungan dana.
2) Diagnosis TBC Paru dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis.
3) Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu
terjamin.
5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC Paru. 2)
3. Pengobatan Penyakit TBC Paru
a. Tata Laksana Pengobatan TBC Paru Pengobatan diberikan dalam dua tahap yaitu : 9 1) Tahap Intensif (awal dimana pasien mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah kekebalan atau resistensi terhadap semua OAT (Obat Anti Tuberkulosis), terutama Rifampisin. Bila tahap ini diberikan secara tepat pasien menular
11
menjadi tidak menular dalam waktu dua minggu. Sebagian besar TBC Paru BTA Positif (+) menjadi BTA Negatif (-) pada akhir pengobatan ini. 9)
2) Tahap lanjutan, pasien mendapat obat dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat yang lebih sedikit untuk mencegah kekambuhan.
Tujuan dari pengobatan pasien TBC Paru adalah penyembuhan
pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan
resiko penularan. 1)
Menyambuhkan pasien dengan gangguan seminimxal mungkin
dalam hidupnya, mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi
yang terkait, mencegah kekambuhannya penyakit, mencegah kuman
menjadi resisten dan melindungi keluarga dan masyarakat penderita
terhadap infeksi. 10)
Jenis obat yang digunakan dalam pemberantasan TBC Paru
antara lain :
1) Isoniasid (H) dikenal dengan INH, bersifat bakteriasid dapat
membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama
pengobatan.
2) Rifampisin (R), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman semi
dormant (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh INH.
3) Pirazinamid, (Z), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman
yang berada dalam sel suasana asam.
4) Streptomycine (S), bersifat bakteriasid
5) Etambutol (E), bersifat bakteriotatik. 10)
b. Program Obat Anti Tuberkulosis 9)
Di Indoensia diterapkan panduan OAT sesuai rekomendasi
WHO (World Health Organization) adan IUAT-LD (International
Union Againts Tuberculosis and Lung Disease) dengan jangka waktu 6
(enam) bulan yaitu :
1) Kategori I (2HRZA / 4H3R3)
12
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H). Rifampisin (R),
Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2HRZL). Kemudian diteruskan denan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Panduan OAT katagori I diberikan untuk :
a. Pasien baru TBC Paru BTA Positif (+)
b. Pasien baru TBC Paru BTA Negatif (-), Rontgen Positif (+)
yang sakit berat.
c. Penyakit paru eksta berat
2) Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif selama 3 bulan, terdiri dari dua bulan HRZE
dan suntikan Steptomisin (S), setiap hari di Puskesmas.
Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan 3 kali dalam seminggu. 9)
3) Kategori III (2HR2/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari 2HR yang diberikan setiap hari
selama 2 bulan diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri HR
selama 4 bulan diberikxan 3 kali seminggu 9).
OAT kategori ini diberikan untuk :
a) Pasien batuk TBC Paru BTA Negatif (-) dan rongent positif
(+) sakit ringan.
b) Pasien ekstra paru ringan, yaitu : Pasien Tuberkulosis kelenjar
limfe (limfadenitis), pleuritis eksudtiva unilateral,
Tuberkulosis kulit, Tuberkulosis tulang (kecuali tulang
belakang, Tuberkulosis sendi dan kelenjar adrenal) 9).
4) OAT SISIPAN (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori I atau penderita BTA positif pengobatan
13
ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA
positif, diberikan obat sisipan (HRZE selama 1 bulan.
4. Pengendalian Penderita dan Penentuan Keberhasilan Pengobatan
Paket TBC Paru
Pengendalian pengobatan penderita dilaksanakan pada saat
kunjungan penderita ke uni pelayanan kesehatan atau pemberian
pengobatan paket TBC Paru dengan strategi DOTS dapat memberikan
angka kesembuhan yang tinggi atau dengan kunjungan ke rumah penderita
yang dilakukan oleh petugas kesehatan maupun petugas pengawas
menelan obat (PMO). Penentu status penderita atau keberhasilan dan
ketebalan ditentukan pada akhir masa pengobatan. 11)
Keberhasilan pengobatan Tuberkulosis dinilai berdasarkan : uji
bakteriologi, radiologi dan klinik. Uji bakteriologi pada akhir pengobatan
TBC Paru BTA Positif menjadi negatif dan hasil rontgen ulang menjadi
baik atau tidak ada masalah dengan paru-parunya. 11)
5. Faktor yang Berhubungan dengan keberhasilan Pengobatan Paket
TBC Paru
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor pendorong yang dapat
menentukan perilaku seseorang dalam keberhasilan pengobatan
penyakitnya, umur yang semakin tua akan mempunyai pengalaman
yang cukup untuk memandang suatu masalah dari berbagai sudut
pandang, begitu pula dengan pengobatan. Seseorang semakin tua
umurnya akan lebih taat dalam melakukan pengobatan sesuai petunjuk
petugas kesehatan karena mereka mempunyai keinginan yang kuat
untuk sembuh 3 Biasanya TBC Paru lebih banyak menyerang pada usia
yang tua karena adanya proses penurunan sistem kekebalan dalam
tubuh. 11)
14
b. Jenis Kelamin
Terdapat perbedaan tingkat kesadaran berobat antara wanita
dengan pria. Pada umumnya wanita lebih memiliki kesadaran yang
baik untuk berobat dari pada pria. 11)
c. Pendidikan
Pengetahuan kesehatan adalah proses perubahan pada diri
seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan
individu, dan masyarakat, sehingga dapat diberikan pada seseorang
atau orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan
atau proses pengembangan yang berubah secara dinamis, yang
didalamnya seseorang menerima atau menilai informasi, sikap maupun
praktek baru, yang berhubungan dengan hidup sehat. 11)
d. Pekerjaan
Pada umumnya, penderita yang terserang tuberculosis adalah
golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Kebutuhan primer sehari-
hari lebih penting dari pada pemeliharaan kesehatan. Kemiskinan dan
jauhnya jangkauan pelayanan kesehatan dapat menyebabkan penderita
tidak mampu membiayai transportasi kepelayanan kesehatan dan ini
menjadi kendala dalam melakukan pengobatan, sehingga dapat
mempengaruhi keteraturan berobat 11)
e. Efek Samping Obat
Pemberian obat-obatan dalam jangka waktu yang lama dapat
menimbulkan efek samping yang kadang-kadang sangat mengganggu,
sehingga pada beberapa kasus perlu diberhentikan pemberiannya.
Sedangkan keadaan lain yang dapat meningkatkan gejala samping
adalam apabila bersamaan, menderita penyakit hepatitis dan atau
menjadi peminum alkohol.
Adanya efek samping dari OAT sangat jarang ditemukan,
kalaupun ada biasanya sangat ringan dan tidak perlu menghentikan
pengobatan, efek samping OAT dibagi dalam 2 kelompok yaitu :
15
a) Tidak ada efek samping.
b) Ada efek samping : Efek samping ringan/minor, yaitu efek
samping yang dapat menyebabkan sedikit rasa tidak enak secara
relatif / mual, pengobatan symptomatic atau obat sederhana dan
Efek samping berat/mayor, yaitu efek samping yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan (pusing, muntah, pingsan),
apabila ini terjadi biasanya pemakaian obat dihentikan.
Petugas kesehatan hendaknya memberikan penyuluhan tentang
efek samping OAT dan pencegahan kepada penderita TB Paru pada
awal pengobatan dan saat pengambilan obat. 2)
f. Cara Minum Obat
Cara minum obat TBC Paru yang benar akan mempengaruhi
keberhasilan pengobatan paket TBC Paru.
Obat TBC Paru dibe rikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis
dalam jumlah cukup, dosis tepat selama 6 – 8 bulan dan minum obat
setiap hari tidak boleh putus. Supaya kuman (termasuk kuman
persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan
ditelan sebagai dosis tanggal, sebaiknya pada saat perut kosong.
Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan
jangka waktu pengobatan), kuman TBC Paru akan menjadi kuman
kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan
obat. Pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO). 12)
g. Kedisiplinan Minum Obat
Kedisiplinan minum obat diukur sesuai dengan petunjuk
pelaksanakan yang telah diterapkan yaitu dengan pengobatan lengkap
sampai dalam jangka waktu pengobatan sampai 100 % (68 kali).
Kedisiplinan pengobatan apabila kurang dari 90 % maka akan
mempengaruhi penyembuhan. OAT harus diminum teratur sesuai
dengan jadwal, terutama pada fase pengobatan awal guna menghindari
16
terjadinya kegagalan pengobatan serta terjadinya kekambuhan. Ketidak
disiplinan dalam pengobatan yaitu apabila seorang penderita lalai
dalam melakukan pengobatan sedemikian rupa sehingga dapat
mengakibatkan terhalangnya proses kesembuhan. 13)
B. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan diatas dapat disusun kerangka teori
sebagai berikut :
S
Faktor Karakteristik penderita TBC Paru : a. Umur b. Jenis Kelamin c. Pendidikan d. Status Pekerjaan e. Efek Samping Obatumb
Ke
FasiKesa. Pb. Kc. J
p
Tingkat keberhasilan
Cara minum obatTBC Paru
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
er : 1
disipinan Minum Obat Paket TBC Paru
litas Pelayanan ehatan : etugas etersediaan obat
arak dengan rumah enderita
pengobatan Paket TBC Paru
17
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah :
E
Ked
D. Hipote
1. Ada
Paru
2. Ada
TBC
3. Ada
Paru
4. Ada
pak
5. Ada
pak
6. Ada
pak
7. Ada
pen
Variabel Bebas
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Status Pekerjaan
fek Samping Obat
Cara Minum Obat
Tipen
isiplinan Minum Obat
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Pene
sis
hubungan antara umur dengan keberhasilan
.
hubungan antara jenis kelamin dengan keber
Paru.
hubungan pendidikan dengan keberhasilan
.
hubungan antara status pekerjaan dengan
et TBC Paru.
hubungan antara efek samping obat dengan
et TBC Paru.
hubungan antara cara minum obat dengan
et TBC Paru.
hubungan antara kedisiplinan minum ob
gobatan paket TBC Paru.
Variabel Tarikat
ngkat keberhasilan gobatan Paket TBC
Paru
litian
pengobatan paket TBC
hasilan pengobatan paket
pengobatan paket TBC
keberhasilan pengobatan
keberhasilan pengobatan
keberhasilan pengobatan
at dengan keberhasilan
18