BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf ·...

37
17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan Hukum 1. Pengertian Tujuan Hukum Tujuan Hukum adalah melindungi hak dan kepentingan setiap individu sehingga tidak diganggu atau dicampuri oleh orang lain. Sehingga tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Adapun pendapat dari beberapa para ahli terkait pengertian tujuan hukum yaitu : a. Aristoteles Menyatakan bahwa Tujuan hukum sepenuhnya untuk mencapai keadilan. Artinya memberikan kepada setiap orang apa yang telah menjadi haknya. b. Jeremy Bentham Menyebutkan bahwa tujuan hukum untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum akan menjamin kebahagiaan bagi sebanyak- banyaknya orang. 1 1 Ahmad, Sifat, Fungsi, dan Tujuan Hukum,, https://www.yuksinau.id/, Diakses 25 November 2019.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan Hukum

1. Pengertian Tujuan Hukum

Tujuan Hukum adalah melindungi hak dan kepentingan setiap

individu sehingga tidak diganggu atau dicampuri oleh orang lain. Sehingga

tercipta kehidupan bermasyarakat yang harmonis.

Adapun pendapat dari beberapa para ahli terkait pengertian tujuan

hukum yaitu :

a. Aristoteles

Menyatakan bahwa Tujuan hukum sepenuhnya untuk mencapai

keadilan. Artinya memberikan kepada setiap orang apa yang telah

menjadi haknya.

b. Jeremy Bentham

Menyebutkan bahwa tujuan hukum untuk mencapai kemanfaatan.

Artinya hukum akan menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-

banyaknya orang.1

1 Ahmad, Sifat, Fungsi, dan Tujuan Hukum,, https://www.yuksinau.id/, Diakses 25 November

2019.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

18

2. Teori Tujuan Hukum

Dalam teori tujuan hukum adapun beberapa para ahli mengemukakan

teori tujuan hukum yaitu:

Menurut Gustav Radbruch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian,

dan kemanfaatan. Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan

yang paling utama dari pada kepastian hukum dan kemanfaatan. Secara

historis, pada awalnya menurut Gustav Radburch tujuan kepastian hukum

menempati peringkat yang paling atas diantara tujuan yang lain. Adapun

yang dimaksud dengan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan yaitu :

a. Keadilan

Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti tidak

berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar,

sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Dapat disimpulkan bahwa

pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan sikap dan

tindakan dalam hubungan antar manusia, keadilan berisi sebuah

tuntutan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan

kewajibannya, memperlakukan dengan tidak pandang bulu atau pilih

kasih melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak

dan kewajibannya.2

Keadilan dalam perspektif filsafat hukum meyakini bahwa alam

semesta diciptakan dengan prinsip keadilan, sehingga dikenal antara

2 Manullang E.fernando M, Menggapai Hukum Berkeadilan, buku kompas, Jakarta, 2007, hal.57.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

19

lain Stoisisme norma hukum alam primer yang bersifat umum

menyatakan: berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya

(unicuique suum tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem

laedere), Cicero juga menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak

ditentukan oleh pendapat manusia, tatapi alam.3 Sedangkan paradigma

Positivisme hukum keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya

saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini

sering mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur

kepastian hukum. Adagium yang selalu di dengungkan adalah suum

jus, summa injuria, summa lex. Summa crux, secara harfiah ungkapan

tersebut berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali

keadilan yang dapat menolongnya.4

b. Kepastian

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti. Hukum secara

hakiki harus pasti dan adil. Kepastian hukum merupakan pertanyaan

yang hanya bisa dijawab secara normatif bukan sosiologi. Kepastian

Hukum secara Normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara pasti dan Logis.5

Kepastian Hukum sebagai salah satu tujuan hukum dan dapat

dikatakan upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian

hukum adalah pelaksanaan dan penegakan hukum terhadap suatu

3 Ibid, hal. 102. 4 Ibid, hal. 108. 5 Cst Kansil, Kamus istilah Hukum, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2009, hal. 385.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

20

tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Adanya kepastian

hukum setiap orang dapat memperkirakan apa yang akan terjadi jika

melakukan tindakan hukum itu, kepastian sangat diperlukan untuk

mewujudkan keadilan. Kepastian salah satu ciri yang tidak dapat

dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum

tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat di

gunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang.6

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan (multi-tafsir) dan

logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain

sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas,

tepat, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat

dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Hukum

adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu

kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang

berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan

pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Kepastian hukum merupakan

ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk norma

hukum tertulis.7

Sedangkan menurut pendapat Apeldoorn, kepastian hukum

mempunyai dua segi, pertama mengenai soal dapat dibentuknya

6 Ibid, hal. 270. 7 A. Anugrahni, Memahami Kepastian (Dalam) Hukum, https://ngobrolinhukum.wordpress.com.

Diakses tanggal 18 november 2019.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

21

(bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal yang konkret. Artinya pihak-

pihak yang mencari Keadilan ingin mengetahui hukum dalam hal

yang khusus sebelum memulai perkara. Kedua, kepastian hukum

berarti keamanan hukum. Artinya perlindungan bagi para pihak

terhadap kesewenangan Hakim. Dalam paradigma positivisme

defenisi hukum harus melarang seluruh aturan yang mirip hukum,

tetapi tidak bersifat perintah dari otoritas yang berdaulat, kepastian

hukum harus selalu dijunjung tinggi apapun akibatnya dan tidak ada

alasan untuk tidak menjunjung hal tersebut karena dalam

paradigmanya, hukum positif adalah satu-satunya hukum.8

Hukum yang di tegakkan oleh instansi penegak hukum yang

diberikan tugas untuk itu harus menjamin “kepastian hukum” demi

tegaknya ketertiban dan keadilan dalam kehidupan masyarakat.

Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam

kehidupan masyarakat dan akan saling berbuat sesuka hati serta

bertindak main hakim sendiri. Keadaan seperti ini menjadikan

kehidupan berada dalam suasana “social disorganization atau

kekacauan sosial”.9

8 L.j Van Apeldoorn dalam Shidarta,Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir,

PT.Revika Aditama,Bandung,2006, hal.82-83. 9 M. Yahya harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHP Penyidikan dan

Penuntutan, Jakarta, Sinar Grfika, 2002, hal. 76.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

22

c. Kemanfaatan

Aliran Utilitarianisme mempunyai pandangan bahwa tujuan hukum

adalah memberikan kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya orang.

Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happines),

sehingga penilaian terhadap baik-buruk atau adil-tidaknya suatu

hukum bergantung kepada apakah hukum itu memberikan

kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Dengan demikian berarti

bahwa setiap penyusunan produk hukum (peraturan perundang-

undangan) seharusnya senantiasa memperhatikan tujuan hukum yaitu

untuk memberikan kebahagiaan sebanyak-banyaknya bagi

masyarakat.

Sedangkan menurut pendapat Jeremy Bentham, Bentham

membangun sebuah teori hukum komprehensif di atas landasan yang

sudah diletakkan, tentang asas manfaat. Bentham merupakan tokoh

radikal dan pejuang yang gigih untuk hukum yang dikodifikasikan,

dan untuk merombak hukum yang baginya merupakan sesuatu yang

kacau. Ia merupakan pencetus sekaligus pemimpin aliran

kemanfaatan. Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan

dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Bentham menyebutkan

bahwa “The aim of law is The Greatest Happines for the greatest

number” Dengan kata-kata Bentham sendiri, inti filsafat disimpulkan

sebagai berikut :

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

23

Alam telah menempatkan manusia di bawah kekuasaan,

kesenangan dan kesusahan. Karena kesenangan dan kesusahan itu

kita mempunyai gagasangagasan, semua pendapat dan semua

ketentuan dalam hidup kita dipengaruhinya. Siapa yang berniat untuk

membebaskan diri dari kekuasaan ini, tidak mengetahui apa yang ia

katakan. Tujuannya hanya untuk mencari kesenangan dan

menghindari kesusahan perasaan-perasaan yang selalu ada dan tak

tertahankan ini seharusnya menjadi pokok studi para moralis dan

pembuat undang-undang. Prinsip kegunaan menempatkan tiap sesuatu

di bawah kekuasaan dua hal ini.10

Dari pengutaraan penjelasan 3 teori tujuan hukum tersebut disini saya

lebih cenderung atau lebih mengutamakan kemanfaatan dalam penegakan

hukumnya dan mengorbankan rasa keadilan dan kepastian hukum. karena

kemanfaatan sendiri memberikan kebahagiaan kepada seluruh orang tanpa

melihat baik-buruk atau adil-tidaknya suatu hukum yang terpenting

berimbaskan kebahagiaan terhadap seluruh orang.

B. Tinjauan Umum Tentang Tersangka

1. Pengertian Tersangka

Tersangka dalam KUHAP dapat ditemukan pada BAB I tentang

Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa

tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

10Besar, Utilitarianisme dan Tujuan Perkembangan Hukum Multimedia di Indonesia,

https://business-law.binus.ac.id/. Diakses tanggal 18 November 2019.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

24

berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak

pidana. Dalam definisi tersebut, terdapat frasa “karena perbuatannya

atau keadaannya” seolah-olah makna kalimat tersebut menunjukkan

bahwa penyidik telah mengetahui perbuatan tersangka sebelumnya

terlebih dahulu padahal sebenarnya aspek ini yang akan diungkap

oleh penyidik. Secara teoritis, pengertian demikian hanya dapat

diungkapkan terhadap tersangka yang telah tertangkap tangan. Pengertian

tersangka tersebut akan lebih tepat bila mengacu pada ketentuan Pasal

27 ayat (1) Nederland van Strafvordering (Ned.Sv). Istilah dan pengertian

tersangka dalam Ned.Sv ditafsirkan secara lebih luas dan lugas yaitu yang

dipandang sebagai tersangka ialah orang karena fakta-fakta atau

keadaan-keadaan menunjukkan ia patut diduga bersalah melakukan

suatu tindak pidana.

“Lantas menurut UU No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana bukan hanya membahas tersangka saja

melainkan juga membahas terdakwa dan terpidana. Terdakwa menurut

Pasal 1 angka 15 KUHAP adalah “seorang tersangka yang dituntut,

diperiksa dan diadili di sidang pengadilan”. Selanjutnya agar bisa

ditetapkan sebagai terdakwa, haruslah ada cukup bukti sebagai dasar

alasan pemeriksaan di pengadilan. Artinya, orang yang sudah menyandang

predikat sebagai terdakwa telah diduga kuat melakukan tindak pidana.

Sedangkan seorang terdakwa yang telah diputus bersalah dan dijatuhi

hukuman oleh pengadilan statusnya berubah menjadi terpidana. Yang

dimana di dalam pasal 1 angka 32 KUHAP menyatakan bahwa terpidana

adalah ” seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap”. Mengapa demikian karena yang

bersangkutan telah dijatuhi sanksi pidana oleh putusan pengadilan yang

berkekuatan hukum tetap.”11

11 Kartini Laras Makmur, Ini Bedanya Terlapor, Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana,

https://www.hukumonline.com/. Diakses tanggal 26 November 2019.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

25

2. Klasifikasi Tersangka

Pada dasarnya status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh

penyidik, maka dari itu tersangka dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

sebagai berikut:

a. Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau dapat

dipastikan Untuk tersangka tipe I ini, maka pemeriksaan

dilakukan untuk memperoleh pengakuan tersangka serta

pembuktian yang menunjukkan kesalahan tersangka selengkap-

lengkapnya diperoleh dari fakta dan data yang dikemukakan di

depan sidang pengadilan.

b. Tersangka yang kesalahannya belum pasti Untuk tersangka tipe II

ini, maka pemeriksaan dilakukan secara hati-hati melalui metode

yang efektif untuk dapat menarik keyakinan kesalahan tersangka,

sehingga dapat dihindari kekeliruan dalam menetapkan salah atau

tidaknya seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.12

Adapun bagi sebagian orang, hukum sudah dianggap adil tapi

sebagian orang juga bilang kalau dianggap belum adil bahkan ada yang

harus merasa tertindas sehingga tersangka masih memiliki hak yang

harus dipenuhi atau dilindungi. Sehubungan dengan tujuan dari pada

Hukum Acara Pidana, dalam upaya mencari kebenaran materiil tersebut,

maka sesuai dengan “Asas Praduga Tak Bersalah” tersangka atau

terdakwa mempunyai hak yang harus dilindungi oleh undang-undang,

yaitu :

1) Hak segera mendapat pemeriksaan.

2) Hak untuk melakukan pembelaan.

3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas.

4) Hak mendapatkan juru bahasa.

5) Hak mendapatkan bantuan hukum.

6) Hak memilih sendiri penasihat hukum.

12 Djoko Prakoso. Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia

1987. hal. 16.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

26

7) Hak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma.

8) Hak menghubungi penasihat hukum.

9) Hak kunjungan oleh dokter pribadi.

10) Hak mendapatkan kunjungan keluarga dan sanak keluarga.

11) Hak berkirim surat dan menerima surat.

12) Hak menerima kunjungan kerohanian.

13) Hak diadili pada sidang terbuka untuk umum.

14) Hak mengajukan saksi.

15) Hak untuk tidak dibebani kewajiban pembuktian

16) Hak mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi.13

Tujuan utama adanya hak-hak tersangka/ terdakwa adalah untuk

mengakui dan menjamin terhadap harkat dan martabat manusia (human

dignity), baik selaku individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Pengakuan dan jaminan terhadap harkat dan martabat tersebut, merupakan

HAM baik bersifat nasional maupun bersifat universal atau internasional.

Pengakuan terhadap harkat dan martabat yang selanjutnya disebut HAM

tersebut, tidak terbatas dalam arti politik, ekonomi tetapi juga dalam arti

hukum umumnya, dan kehidupan hukum pidana khususnya (dalam proses

peradilan pidana),14 di samping itu hak-hak tersangka/terdakwa dapat juga

dikatakan memiliki tujuan untuk membatasi kekuasaan atau sebagai

rintangan (obstacle) bagi penegak hukum (law enforcement officials) yang

berbentuk represif dalam proses penegakan hukum dimana dilakukan

secara sewenang-wenang atau melawan hukum.15Asas Praduga Tak

Bersalah merupakan salah satu asas ketentuan pokok kekuasaan

kehakiman (UU No. 4 Tahun 2004) yang penjabarannya ada di dalam

13 Fahmi Hidayat, Perlindungan Hak-Hak Tersangka Korupsi Pada Tahap Penyidikan dan

Penuntutan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jurnal Poenale Vol 4, No.1,2016, Fakultas

Hukum, Universitas Lampung Bandar Lampung. 14 Kadri Husin dan Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Bandar Lampung:

Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 2012, hal. 174 15 Ibid., hal. 175.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

27

KUHAP bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, dituntut, dan

dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum

adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum yang tetap.16

Dengan demikian, tersangka merupakan seseorang yang menjalani

pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya seorang tersangka

harus dilakukan dalam proses peradilan yang jujur dengan mengedepankan

asas persamaan dihadapan hukum. Pada perbuatannya atau keadaannya,

yang berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak

pidana. Pengertian tersangka sering disalah artikan oleh kebanyakan

masyarakat, bahwa seolah-olah tersangka itu sudah pasti bersalah. Padahal

yang berhak menentukan bersalah atau tidaknya adalah pengadilan,

dengan adanya putusan dari pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap.

C. Tinjauan Umum Tentang Praperadilan

1. Pengertian Praperadilan

Secara harfiah pengertian Praperadilan dalam KUHAP memiliki arti

yang berbeda, Pra berarti sebelum, sedangkan peradilan berarti suatu

proses pemeriksaan di pengadilan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa Praperadilan adalah suatu proses pemeriksaan sebelum

pemeriksaan terhadap pokok perkara berlangsung di pengadilan. Pokok

16 Abdul Thalib, Teori dan Filsafat Hukum Modern Dalam Perspektif, Uir Press, Pekanbaru, 2005,

hal. 168.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

28

perkara dimaksud adalah suatu sangkaan/dakwaan tentang telah

terjadinya suatu tindak pidana, yang sedang dalam tahap penyidikan atau

penuntutan. Oleh karena itu Praperadilan hanya bersifat ikutan atau

asesoir dari perkara pokok tersebut sehingga putusannya pun bersifat

voluntair.

2. Tujuan Praperadilan

Setiap hal yang baru, tentu mempunyai suatu maksud dan tujuan atau

motivasi tertentu. Pasti ada yang hendak dituju dan dicapai. Tidak ada

sesuatu yang ingin diciptakan tanpa didorong oleh maksud dan tujuan.

Demikian pula halnya dengan perlembagaan praperadilan. Ada maksud

dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi.

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama mereka yang

terlibat di dalam perkara pidana, khususnya pada tahap

penyidikan dan penuntutan.

b. Alat kontrol terhadap penyidik atau penuntut umum terhadap

penyalahgunaan wewenang olehnya.17

Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum

merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi

tersangka, maka tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab

17 M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, 2012, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

29

menurut ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku (due process

of law).18

Tujuan dari praperadilan dapat diketahui dari penjelasan pasal 80

KUHAP yang menegaskan “bahwa tujuan dari pada Praperadilan adalah

untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana

pengawasan horizontal”. Esensi dari praperadilan, untuk mengawasi

tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum

terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan undang-undang, benar-benar proporsional dengan

ketentuan hukum, bukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan

hukum.19

Tujuan atau maksud dari praperadilan adalah meletakkan hak dan

kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. di

samping itu hak-hak tersangka/terdakwa dapat juga dikatakan memiliki

tujuan untuk membatasi kekuasaan atau sebagai rintangan (obstacle) bagi

penegak hukum (law enforcement officials) yang berbentuk represif

dalam proses penegakan hukum dimana dilakukan secara sewenang-

wenang atau melawan hukum.20

18Damang Averroes Al-Khawarizmi, Tujuan dan Wewenang Praperadilan,

https://www,negarahukum.com. Diakses 9 November 2019. 19 S. Tanusubroto, Peranan Praperadilan Dalam Hukum Acara Pidana, Bandung: Alumni,1983,

hal. 1. 20 Ibid., hal. 175.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

30

3. Wewenang Praperadilan

Terkait wewenang praperadilan dapat dilihat dari dasar hukum

praperadilan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (disingkat KUHAP), khususnya

Pasal 1 angka 10, Pasal 77 sampai dengan Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan

ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124. Adapun yang menjadi objek

praperadilan diatur dalam pasal 77 KUHAP menegaskan bahwa:

“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan

atau penghentian penuntutan;

b. Ganti rugi atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya

dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.”

Untuk mengetahui ruang lingkup Praperadilan, Yahya Harahap juga

mengemukakan secara rinci wewenang yang diberikan oleh undang-

undang kepada praperadilan dapat dirinci sebagai berikut :

1. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa berupa

penangkapan dan penahanan.

Praperadilan berwenang untuk memeriksa dan memutus “… sah

tidaknya ‘penangkapan’ dan ‘penahanan’, jadi seorang tersangka yang

dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

31

dapat meminta kepada pra-peradilan untuk memeriksa sah atau

tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya”.21

2. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau

penghentian penuntutan.

Baik penyidik maupun penuntut umum berwenang untuk

menghentikan penyidikan atau penuntutan. Alasan penghentian

penyidikan dan penuntutan tersebut sebab :

“…Hasil pemeriksaan penyidikan atau penuntutan tidak cukup

bukti untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan. Atau

apa yang disangkakan kepada tersangka bukan merupakan

kejahatan atau pelanggaran tindak pidana. Sebab itu tidak

mungkin untuk meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan.

Mungkin juga penghentian penyidikan atau penuntutan dilakukan

penyidik atau penuntut umum atas alasan nebis in idem, karena

ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan

tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili, dan putusan

sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bisa juga penghentian

dilakukan penyidik atau penuntut umum, disebabkan dalam

perkara yang disangkakan kepada tersangka terdapat unsur

kadaluwarsa untuk menuntut….”22

Guna menghindari penyalahgunaan wewenang dalam

penghentian penyidikan atau penuntutan, maka undang-undang

memberi hak kepada penuntut umum atau pihak ketiga yang

berkepentingan untuk mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan

tentang sah tidaknya penghentian penyidikan tersebut. Sebaliknya,

penyidik atau pihak ketiga juga dapat mengajukan pemeriksaan

21 Andi Sofyan dan Abd. Aziz, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Prenadamedia Group,

Jakarta, 2014, hal. 188. 22 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Cet. XII, Sinar Grafika, Jakarta, 2010,

hal. 5.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

32

praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penuntutan kepada

praperadilan.23

3. Berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi.

Tuntutan ganti rugi diatur di dalam Pasal 95 KUHAP. Tuntutan

ganti kerugian dapat diajukan oleh keluarga atau penasihat hukum

tersangka kepada praperadilan dengan alasan “karena penangkapan

atau penahanan yang tidak sah; atau oleh karena penggeledahan atau

penyitaan yang bertentangan dengan ketentuang hukum dan undang-

undang; karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti

ditangkap, ditahan, dan diperiksa.”24

4. Memeriksa permintaan rehabilitasi.

Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan

rehabilitasi yang diajukan oleh tersangka, keluarganya, atau penasihat

hukumnya “…atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum

yang ditentukan undang-undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan

mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya

diajukan ke sidang pengadilan”.25

5. Praperadilan terhadap tindakan penyitaan.

Memeriksa tindakan penyitaan yaitu hanya berkenaan dengan

penyitaan yang dilakukan terhadap barang pihak ketiga dan juga

23 Ibid., hal. 6. 24 Ibid. 25 Andi Sofyan dan Abd. Aziz., Op.cit., hal. 209.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

33

barang ini tidak termasuk alat bukti atau barang bukti. Pihak yang

berhak mengajukan ketidakabsahan penyitaan pada praperadilan

adalah pemilik barang tersebut.26

Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua

Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera (Pasal 78 ayat [2]

KUHAP). Adapun prosedur pengajuan praperadilan diatur dalam Bab I

Pasal 1 angka 10 dan Bab X bagian kesatu Pasal 77 sampai dengan Pasal

83. Tata cara mengajukan Praperadilan oleh Pemohon (korban salah

tangkap/penahanan dll) memang tidak secara tegas dan rinci diatur dalam

KUHAP. Hanya saja praktik peradilan selama KUHAP berlaku meniru

dari prosedur tata cara dalam hal seseorang mengajukan perkara perdata

dalam bentuk gugatan/perlawanan. Acara praperadilan sebagaimana

dimaksudkan tersebut diatas, dilaksanakan berdasarkan prosedur

sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) KUHAP berikut:

a. Hakim harus menetapkan hari sidang dalam waktu 3 (tiga) hari

setelah diterimannya permintaan praperadilan;

b. Dalam melakukan pemeriksaan, hakim harus mendengar

keterangan dari para pihak baik dari pemohon, termohon

maupun dari pejabat yang berwenang;

c. Persidangan dilaksanakan secara cepat, dan paling lambat 7

(tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusan;

d. Jika dalam jangka waktu tersebut pemeriksaan belum selesai,

maka permintaan praperadilan menjadi gugur, apabila perkara

tersebut sudah diperiksa di pengadilan;

e. Terhadap putusan praperadilan yang dilakukan pada tingkat

penyidik, tidak menutup kemungkinan pengajuan permintaan

pemeriksaan lagi pada tingkat pemeriksa oleh penuntut umum.

f. Dalam menjatuhkan putusannya, maka hakim harus

mencantumkan secara tegas yang memuat dasar putusan dan

26 Ibid., hal. 189.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

34

alasan / pertimbangan putusan, serta konsekuensi dari disahkan

atau tidak disahkannya alasan praperadilan (ayat 3).27

Menurut Pasal 79 KUHAP, yang berhak memohonkan permintaan

praperadilan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan/penahanan

kepada Pengadilan Negeri adalah :

a. Tersangka.

b. Keluarga dari tersangka.

c. Kuasanya.

Menurut Darwan Prinst menyatakan:

Yang dimaksud dengan kuasanya adalah orang yang mendapat

kuasa dari tersangka atau keluarganya untuk mengajukan

permintaan praperadilan itu, kuasa disini biasanya tersangka

berikan kepada salah satu penegak hukum antara lain: Advokat,

Lembaga Bantuan Hukum, maupun Konsultan hukum. lalu

permohonan praperadilan disampaikan kepada Ketua Pengadilan

Negeri dengan menyebutkan alasannya.28

Sedangkan yang berhak mengajukan permintaan praperadilan tentang

sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan, menurut Pasal 80 KUHAP adalah:

1) Penyidik

2) Penuntut Umum

3) Pihak ketiga yang berkepentingan

27 Lihat Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 28 Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta. Djambatan,2002. hal. 198.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

35

D. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam

Praperadilan

1. Pengertian Hakim

Secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22

Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim agung dan hakim

pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah

Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana

dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Sedangkan secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo,

S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ

pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah

diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu

ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis

(mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak

atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan

asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.29

2. Tugas dan Wewenang Hakim

Pada dasarnya hakim dapat diartikan sebagai orang yang bertugas

untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang

berbuat salah dan membenarkan orang yang benar. Dan, didalam

menjalankan tugasnya, ia tidak hanya bertanggung jawab kepada pihak-

29 Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika

Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 1992. hal 11.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

36

pihak yang berpekara saja, dan menjadi tumpuan harapan pencari keadilan,

tetapi juga mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bukankah dalam tiap - tiap amar putusan hakim selalu didahului kalimat:

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.30

Begitu pentingnya profesi hakim, sampai-sampai ruang lingkup

tugasnya harus dibuatkan undang-undang. Tengok saja, dalam UU No. 14

Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

yang kemudian diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 dan disesuaikan

lagi melalui UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.

Kemudian, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), UU Komisi Yudisial, dan peraturan perundangan lainnya.31

Bahkan, dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat

aturan hukum, seperti hal nya pada pasal 158 KUHAP yang

mengisyaratkan: Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan

pernyataan disidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya

terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas

mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat

(3) KUHAP). Tak hanya itu saja, hakim harus memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan

30 Ibid. 31 Ibid.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

37

berpengalaman di bidang hukum, demikian bunyi pasal 32 UU No.

4/2004.32

Selanjutnya dalam perkara praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal

yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang

panitera yang dimana tertera dalam Pasal 78 ayat (2) KUHAP. Tugas

hakim dalam perkara praperadilan sendiri lebih banyak menitikberatkan

proses pemeriksaan pada penyidikan dan penuntutan perkara pidana dan

menetapkan rehabilitasi dan ganti kerugian atas upaya paksa yang tidak

sah. Kemudian juga bertambah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

(MK) 21/PUU-IV/2014 yang menyebutkan dalam hal menguji sah atau

tidaknya penetapan tersangka seseorang.

Yang kemudian dijadikan acuan untuk menilai apakah tindakan aparat

penegak hukum dalam tahap penyidikan dan penuntutan sah atau tidak

menurut formil hukumnya. Sehingga hakim Praperadilan sendiri hanya

dibatasi dengan adanya aturan tersebut agar tidak terjadi sewenang-

wenang para penegak hukum.

Adapun isi putusan praperadilan adalah:

a. Memuat dengan jelas dasar dan alasan putusan hakim;

b. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum

pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera

membebaskan tersangka;

c. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian

penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan

terhadap tersangka wajib dilanjutkan;

32 Ibid.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

38

d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah

besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan

dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah

sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan

dicantumkan rehabilitasinya;

e. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang

tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan

bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka

atau dari siapa benda itu disita.33

E. Tinjauan Umum Tentang Korupsi

1. Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio” atau “Corruptus”, dalam

bahasa Prancis dan Inggris disebut “Corruption”, dalam bahasa Belanda

disebut “Corruptie”. Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan,

keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,

penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau

menfitnah.34 Korupsi adalah suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan

dapat merugikan suatu bangsa. Akan tetapi menurut buku yang menjadi

reverensi bagi penulis pengertian korupsi sendiri yang juga dikutip dari

kamus besar bahasa indonesia pengertian korupsi sebagai berikut :

”penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dan

sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain.’

33 Lihat Pasal 82 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana. 34 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia,

Malang, 2005, hal.1.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

39

2. Macam-macam Korupsi

Vito Tanzi sebagaimana dikutip oleh Chaeruddin menyebutkan bahwa

ada tujuh macam atau jenis korupsi yaitu :

a. Korupsi transaktif yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan

diantara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua

belah pihak.

b. Korupsi ekstortif yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan

pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat

atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi.

c. Korupsi investif yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang

merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan

dimasa datang.

d. Korupsi nepotisik yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan

khusus baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian

proyek-proyek bagi keluarga dekat.

e. Korupsi otogenik yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat

mendapat keuntungankarena memiliki pengetahuan sebagai orang

dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik

yang seharusnya dirahasiakan.

f. Korupsi supportif yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang

menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan

g. Korupsi defensif yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka

mempertahankan diri dari pemerasan.35

3. Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Menurut rumusan Pasal 2 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 21

sampai dengan Pasal 24 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka pelaku tindak pidana

korupsi adalah setiap orang yang berarti orang perseorangan atau

korporasi.

Bila diperhatikan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang

No. 31 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001, tindak

Pidana Korupsi dapat dibagi ke dalam dua segi, yaitu aktif dan pasif.

35 Chaerudin, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, PT. Refika

Aditama, Bandung, 2008, hal.2.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

40

Dari segi aktif maksudnya pelaku tindak pidana korupsi tersebut

langsung melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain

atau korporasi dengan melakukan penyalahgunaan kewenangan,

kesempatan atau sarana. Sedangkan tindak pidana korupsi yang bersifat

pasif yaitu yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak

berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan

kewajibannya. 36

F. Tinjauan Umum Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

1. Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Menurut Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah Lembaga KPK ini

tidak terpengaruh oleh kekuasaan manapun untuk menjalankan tugas dan

kewajibannya sehingga bersifat independen.37 Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK diberi

amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan

berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat

independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari

kekuasaan manapun.

Dalam melaksanakan tugasnya, Lembaga KPK berpedoman pada 5

asas, yang mencakup keterbukaan, kepentingan umum, proporsionalitas,

akuntabilitas, dan kepastian hukum. Pimpinan komisi pemberantasan

korupsi atau biasa disingkat KPK ini, terdiri dari lima orang yang

merangkap sebagai anggota yang semuanya merupakan pejabat negara.

36 Elsa Rosiana Devi Munianggara, Korupsi, http://elsa-rosiana-fisip13.web.unair.ac.id/. Diakses 9

November 2019. 37 Sekilas KPK, https://www.kpk.go.id/. Diakses tanggal 27 November 2019.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

41

Pimpinan tersebut terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah,

sehingga pada sistem pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat

terhadap kinerja komisi pemberantasan korupsi dalam melakukan

penyelidikan, penyidikan serta penuntutan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi tetap melekat pada komisi pemberantasan korupsi.

2. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan

Korupsi

Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu sebagai berikut :

a) Melakukan koordinasi dengan institusi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi;

b) Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi. instansi yang berwenang adalah

termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan

dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara

Negara, Inspektorat pada Departemen atau Lembaga Pemerintah

NonDepartemen;

c) Melakukan penyelidikan, Penyidikan, dan penuntutan terhadap

tindak pidana korupsi;

d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;

dan

e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan

negara. 38

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) berwenang :

1) Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak

pidana korupsi;

2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan

tindak pidana korupsi;

3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana

korupsi kepada instansi yang terkait;

38 Lihat Pasal 6 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

42

4) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi

yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

dan;

5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak

pidana korupsi.39

Sebagaimana yang diamanatkan dalam Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) berkewajiban :

1) Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang

menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai

terjadinya tindak pidana korupsi;

2) Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau;

3) memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan

dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya;

4) Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden

Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

dan Badan Pemeriksa Keuangan;

5) Menegakkan sumpah jabatan dan ;

6) Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya

berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.40

Sedangkan berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Polri”),

Kepolisian bertugas menyelidik dan menyidik semua tindak pidana sesuai

hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya. Kewenangan penyidik Polri diatur sebagai berikut :

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a) menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana;

b) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka;

d) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f) mengambil sidik jari dan memotret seorang;

39 Tugas dan Fungsi KPK, https://www.kpk.go.id/. Diakses tanggal 27 November 2019. 40 Lihat Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

43

g) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

h) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;

i) mengadakan penghentian penyidikan;

j) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.41

Dengan demikian, baik Polri maupun KPK, berdasarkan Pasal 14 ayat

(1) huruf g UU Polri serta Pasal 6 huruf c UU KPK, keduanya memang

memiliki kewenangan untuk menyidik tindak pidana korupsi. Namun,

KPK memiliki kewenangan tambahan yaitu dapat mengambil alih perkara

korupsi walaupun sedang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan (Pasal

8 ayat (2) UU KPK). Akan tetapi, pengambil alihan perkara korupsi

tersebut harus dengan alasan yang diatur dalam Pasal 9 UU KPK. Selain

itu juga kewenangan untuk mengambil alih perkara korupsi, ada hal lain

yang menjadi kewenangan KPK yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 11

UU KPK dan Pasal 50 UU KPK. 42

Apalagi dipertegas dalam pasal 11 huruf c UU KPK menyebutkan

bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara

paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Jadi Polri dan KPK mempunyai wewenang dalam perkara tindak

pidana korupsi dan juga didalam UU KPK sendiri menyatakan fungsi

supervisi yang melekat di lembaga KPK. Sedangkan didalam UU Polri

sendiri tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan kewenangan supervisi.

Sehingga UU KPK lebih kuat ketimbang UU Polri. Dengan begitu itu jika

suatu tindak pidana korupsi terjadi maka Polri dapat segera memberikan

perkara itu kepada KPK.

41 Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 42 Ilman Hadi, S.H. Kewenangan Penyidikan KPK dan Polri, www.hukumonline.com/. Diakses

tanggal 27 November 2019.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

44

Menurut Ramelan, pada makalah seminar dalam rangka Dies Natalis

Universitas Sebelas Maret ke 28 yang berjudul “Penegakan Hukum Tindak

Pidana Korupsi dan Upaya Kejaksaan Memenuhi Ekspetasi Publik”

menjelaskan tentang perbedaan kewenangan antara Kepolisian dan KPK

dalam menyidik Tindak Pidana Korupsi, maka terdapat tabel, yakni

sebagai berikut:

Tabel 1.

Perbedaan Kewenangan Antara Penyidik Kepolisian Dan Komisi

Pemberantasan Korupsi Dalam Menyidik Tindak Pidana Korupsi

No. Penyidik Kepolisian Penyidik Komisi

Pemberantasan Korupsi

1. Pengaturan Tentang Penyidikan

Diatur Secara Tegas Dalam UU No. 8

Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana dan UU No. 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

Pengaturan tentang

penyidikan diatur secara

tegas dalam UU No. 8

Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, UU

No. 31 Tahun 1999 jo UU

No. 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

dan UU No. 30 Tahun

2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi;

2. Kewenangan dalam menyidik Tindak

Pidana Korupsi merupakan salah satu

kewenangan penyidikan yang dimiliki

Kepolisian;

Kewenangan dalam

menyidik Tindak Pidana

Korupsi merupakan tugas

dan wewenang KPK yang

menjadi konsentrasi KPK;

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

45

3. Batasan kewenangan Kepolisian

dalam menyidik Tindak Pidana

Korupsi adalah, sebagaimana diatur

dalam pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31

Tahun 1999 sebagaimana yang telah

diubah dengan UU No. 20 Tahun

2001 tentang perubahan atas UU No.

31 Tahun 1999 tentang

pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

Batasan kewenangan

KPK dalam menyidik

Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diatur

dalam pasal 11 UU No.

30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi ;

4. Kewenangan penyidikkan yang

dimiliki oleh Kepolisian terbatas vide

pasal 7 UU No. 8 Tahun 1981.

Kewenangan penyidikan

yang di miliki oleh KPK

sangatlah besar vide pasal

12 UU No. 30 Tahun

Sumber Data: Diolah dari KUHAP dan UU No.30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi.43

Pada dasarnya Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi memiliki persamaan

dan juga perbedaan, persamaannya yakni, sama-sama memiliki

kewenangan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,

hal ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan perbedaan diantara kedua instansi tersebut, terletak pada

jangkauan kewenangan dalam melakukan penyidikan tindak pidana

korupsi, apabila Kepolisian memiliki kewenangan yang sangat terbatas,

sedangkan KPK memiliki kewenangan yang jauh lebih luas dan luar biasa.

Adapun hal yang memperjelas tentang perbedaan kewenangan antara

Kepolisian dan KPK dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

43 Ramelan, Penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Kejaksaan Memenuhi Ekspetasi

Publik, Makalah seminar dalam rangka Dies Natalis Universitas Sebelas Maret ke 28, Surakarta,

2004.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

46

korupsi, yakni: Pertama, pengaturan mengenai kewenangan kepolisian

yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 2 Tahun 2002,

sedangkan kewenangan KPK diatur dalam UU No. 30 Tahun 2002. Kedua,

batasan kewenangan Kepolisian diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU No.

31 Tahun 1999, sedangkan batasan kewenangan KPK diatur dalam pasal

11 UU No. 30 Tahun 2002. Ketga, kewenangan Kepolisian sangat terbatas,

hal ini tercantum dalam pasal 7 UU No. 8 Tahun 1981, sedangkan KPK

memiliki kewenangan yang lebih luas dan luar biasa sebagaimana diatur

dalam pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002, selain itu KPK memiliki

kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, tindakan pencegahan

dan monitoring terhadap instansi yang terkait dengan pemberantasan

tindak pidana korupsi. Serta didalam mengimplementasikan kewenangan

baik yang dimiliki oleh Kepolisian maupun KPK tidak terjadi tumpang

tindih, hal ini dikarenakan KPK tidak memonopoli tugas dan wewenang

Kepolisian terkait dengan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.

Tumpang tindih kewenangan sebenarnya dapat diantisipasi dengan

kewenangan yang dimiliki oleh KPK yakni koordinasi dan supervisi,

kemudian hal ini diperkuat dengan ditandatanganinya Surat Keputusan

Bersama antara Kepolisian dengan KPK. Akan tetapi dalam pelaksanaan

kewenangan koordinasi dam supervisi serta surat keputusan bersama antar

kedua institusi tersebut tidak sejalan dan bertentangan dengan pasal 50 UU

No. 30 Tahun 2002, hal ini dikarenakan pihak Kepolisian dalam

melakukan koordinasi dengan KPK terkait dengan perkara korupsi yang

sedang ditangani hanya sebatas pada pengiriman SPDP, kemudian tidak

adanya keselarasan daripada prosedur dan mekanisme dalam melakukan

koordinasi dan supervisi antara Kepolisian dengan KPK. Tanpa disadari

hal ini menjadi potensi yang mengarah pada terjadinya tumpang tindih

kewenangan antara Kepolisian dengan KPK dalam melakukan penyidikan

tindak pidana korupsi.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

47

G. Tinjauan Umum Tentang Korporasi

1. Pengertian Korporasi

Secara etimologi tentang kata korporasi (Belanda: corporatie, Inggris:

corporation, Jerman: korporation) berasal dari kata “corporatio” dalam

bahasa Latin. Seperti halnya dengan kata-kata lain yang berakhir dengan

“tio”, maka corporatio sebagai kata benda (substantivum), berasal dari

kata kerja corporare, yang banyak dipakai orang pada zaman Abad

Pertengahan atau sesudah itu. Corporare sendiri berasal dari kata

“corpus” (Indonesia: badan), yang berarti memberikan badan atau

membadankan. Dengan demikian, corporatio itu berarti hasil dari

pekerjaan membadankan, dengan lain perkataan badan yang dijadikan

orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan

terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.44

Oleh karena itu, dari definisi diatas dapat diartikan bahwa “kematian”

badan hukum ditentukan oleh hukum mengingat badan hukum itu

merupakan ciptaan hukum. Dalam artian sebuah korporasi dapat

dikatakan mempunyai sebuah “nyawa”, dimana korporasi menjadi

sesuatu yang dapat hidup ataupun mati oleh suatu putusan hukum.

Sedangkan secara terminologi, korporasi adalah kumpulan orang dan

atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun

bukan badan hukum.45

Menurut Utrecht/Moh. Soleh Djindang tentang korporasi :

“Ialah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak

bersama-sama sebagai suatu subjek hukum tersendiri suatu

personifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang beranggota, tetapi

mempunyai hak dan kewajiban sendiri terpisah dari hak kewajiban

anggota masing-masing.”46

44 Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta, Penerbit

Kencana Prenada Media Group, 2010, hal. 23. 45 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. 46 Muladi dan Dwidja Priyatno, Op. cit., hal. 25.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

48

A. Z. Abidin menyatakan bahwa korporasi dipandang sebagai realitas

sekumpulan manusia yang diberikan hak sebagai unit hukum, yang

diberikan pribadi hukum, untuk tujuan tertentu.47

Sedangkan Rudi Prasetyo menyatakan :

“Kata korporasi sebutan yang lazim digunakan di kalangan pakar

hukum pidana untuk menyebut apa yang biasa dalam bidang hukum

lain, khususnya bidang hukum perdata, sebagai badan hukum, atau

yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai rechtpersoon, atau dalam

bahasa Inggris disebut legal entities atau corporation.”48

Selanjutnya pengertian korporasi sebagai subjek hukum pidana,

menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi memberikan kualifikasi sebagai berikut menurut

Pasal 20 ayat (2): “Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi

apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik

berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain,

bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun

bersama-sama”.49

47 Ibid, hal. 25. 48 Ibid, hal. 210. 49 A.Z. Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hal. 54.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

49

2. Tujuan Pertanggungjawaban Korporasi

Korporasi sebagai subjek hukum, menjalankan kegiatannya sesuai

dengan prinsip ekonomi yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya, dan

mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturan hukum di bidang

ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan keadilan sosial. Pertanggungjawaban pidana korporasi

pertama kali diterapkan oleh negara-negara common law, dikarenakan

sejarah revolusi industri yang terjadi dahulunya. Pengakuan

pertanggungjawaban pidana korporasi di pengadilan Inggris mulai pada

tahun 1842, saat korporasi gagal di denda karena gagal menjalankan

tugasnya menurut peraturan perundang-undangan.50

Tujuan dari pemidanaan kejahatan korporasi adalah lebih kepada agar

adanya perbaikan dan ganti rugi, berbeda dengan pemidanaan kejahatan

lain yang konvensional yang bertujuan untuk menangkap dan

menghukum.51

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, Sistem pertanggungjawaban pidana

korporasi ada empat :

1. Pengurus korporasi yang melakukan tindak pidana, pengurus yang

bertanggungjawab.

2. Korporasi yang melakukan tindak pidana , pengurus yang

bertanggungjawab.

3. Korporasi yang melakukan tindak pidana, korporasi yang

bertanggungjawab.

4. Pengurus dan korporasi yang melakukan tindak pidana, maka

keduanya yang harus bertanggung jawab. 50 Alvi Syahrin, Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, PT. Softmedia, Jakarta, 2009, hal.

23. 51 Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi, https://bismar.wordpress.com/2009/12/23/kejahatan-

korporasi/. diakses tanggal 27 November 2019.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

50

Penentuan kesalahan korporasi tersebut dapat dikaitkan dengan tahap

kedua pengakuan korporasi sebagai subjek hukum pidana yaitu korporasi

melakukan tindak pidana tapi tanggungjawab pidana dibebankan kepada

pengurus.52

Bahkan lahirnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13

Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Peraturan ini menetapkan syarat sebuah korporasi dapat dijerat dengan

tindak pidana, yaitu korporasi mendapatkan keuntungan dari sebuah tindak

pidana, membiarkan terjadinya tindak pidana, dan tidak mencegah

terjadinya tindak pidana. Pidana pokok untuk korporasi yang terbukti

bersalah adalah denda dan jika tidak dibayar pengurusnya dapat dikenai

hukuman kurungan hingga dua bulan.53

Dengan demikian, tahap pertanggungjawaban korporasi tetap dapat

mempunyai kesalahan secara langsung dengan melakukan tindak pidana

yang dimintai pertanggujawaban yaitu para pengurus korporasi..

H. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim Praperadilan

1. Pengertian Putusan Hakim Praperadilan

Putusan Hakim adalah putusan akhir dari suatu pemeriksaan

persidangan di pengadilan dalam suatu perkara. Putusan akhir dalam

suatu sengketa yang diputuskan oleh hakim yang memeriksa dalam

52Muhammad Ahsan Thamrin, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi,

http://muhammadahsanthamrin.blogspot.com/. Diakses tanggal 27 November 2019. 53 Menjerat Korupsi Korporasi, https://antikorupsi.org/. Diakses tanggal 27 November 2019.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

51

persidangan umumnya mengandung sanksi berupa hukuman terhadap

pihak-pihak yang dikalahkan. Sanksi hukuman ini dapat dipaksakan

kepada pihak yang melanggar hak berupa pemenuhan prestasi dan atau

pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah dirugikan atau yang

dimenangkan.

Selanjutnya dalam perkara Praperadilan ini hakim yang duduk dalam

pemeriksaan sidang praperadilan adalah hakim tunggal. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 78 ayat (2) KUHAP. Akan tetapi dalam KUHAP

sendiri tidak menjelaskan lebih lanjut kenapa praperadilan dipimpin oleh

hakim tunggal. Namun hal ini berkaitan dengan prinsip pemeriksaan

dengan acara cepat yang mengharuskan pemeriksaan praperadilan selesai

dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari dan bentuk

putusan praperadilan yang sederhana. Maka dari itu bisa diwujudkan jika

diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal.54

2. Jenis-Jenis Putusan Dalam Perkara Praperadilan

Bertitik tolak pada prinsip acara pemeriksaan cepat, bentuk putusan

peradilan juga menyesuaikan dengan sifat proses acara cepat. Maka dari

itu bentuk putusan praperadilan cukup sederhana tanpa mengurangi isi

pertimbangan yang jelas berdasarkan hukum dan undang-undang.55

54 Lihat Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana. 55 M. Yahya Harahap II, Op.Cit., hal. 17.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

52

Surat putusan praperadilan disatukan dengan berita acara (berdasarkan

Pasal 82 Ayat (1) huruf c KUHAP) dan bentuk putusan berupa penetapan

(berdasarkan Pasal 82 Ayat (3) huruf a dan Pasal 96 Ayat (1) KUHAP).

Terkait dengan isi putusan atau penetapan praperadilan diatur dalam Pasal

82 Ayat (2) dan Ayat (3).

Disamping penetapan praperadilan memuat alasan dasar pertimbangan

hukum, juga harus memuat amar. Amar penetapan praperadilan dapat

berisi:

1. Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan

3. Diterima atau ditolaknya permintaan ganti kerugian

4. Perintah pembebasan dari tahanan

5. Perintah melanjutkan penyidikan atau penuntutan

6. Besarnya ganti kerugian

7. Berisi pernyataan pemulihan nama baik tersangka

8. Memerintahkan segera mengembalikan sitaan.56

3. Akibat Hukum Putusan

Putusan hakim bersifat memaksa (dwingend), artinya jika ada pihak

yang tidak mematuhinya hakim dapat memerintahkan pihak yang

bersangkutan supaya mematuhinya dengan kesadaran sendiri. Putusan

hakim menimbulkan akibat hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.

Akibat hukum ialah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk

memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur

oleh hukum. Tindakan ini dinamakan tindakan hukum. Jadi dengan kata

56 Andi Sofyan dan Abd. Aziz, Op.Cit., hal. 194.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tujuan ...eprints.umm.ac.id/62284/3/BAB II.pdf · Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14, yang menentukan bahwa tersangka adalah seorang

53

lain, akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan hukum. Akibat

hukum dapat berwujud:

Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum.

Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum

antara dua atau lebih subyek hukum, dimana hak dan kewajiban

pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak

yang lain.

Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan

hukum.57

57 R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 90.