BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum tentang Tindak ...eprints.umm.ac.id/39940/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan umum tentang Tindak ...eprints.umm.ac.id/39940/3/BAB II.pdf ·...
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum tentang Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak pidana
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam
Undang-undang melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan
dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan
mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia
mempunyai kesalahan, seseorang yang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan
pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang
tersebut.10
Tindak pidana merupakan hasil terjemahan dari kata strafbaarfeit.
Strafbaarfeit berasal dari bahasa belanda yang kemudian oleh banyak
pakar telah diberikan bermacam-macam pengertian atau definisi yang
berbeda-beda meskipun maksudnya mengandung makna yang sama.11
Strafbaar feir, terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feir. Dari tiga
istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feir itu, ternyata
straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar
10 Andi Hamzah. 2001. Bunga rampai hukum pidana dan acara pidana. Ghalia Indonesia
Jakarta. hlm 20.
11
Adami Chazawi. 2005. Pelajaran Hukum Pidana bagian 1, Stelsel pidana, tindak pidana,
teori-teori pemidanaan, dan batasan berlakunya hukum pidana. Jakarta. PT Raja Grafindo
Persada. hlm 69.
19
diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feir
diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.12
Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku diseluruh negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan-aturan untuk :
a. Menentukan mana perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.
b. Menetukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dilakukan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.13
Terkait dengan persoalan ini, Moeljatno juga menyatakan, bahwa dua
hal yang sangat penting dalam hukum pidana adalah syarat-syarat untuk
memungkinkan penjatuhan pidana dan pidana. Apabila yang pertama itu
diperinci lebih lanjut, maka dapat dikatakan, bahwa dalam hukum,
(maksudnya hukum pidana, pen) ada tiga pokok persoalan: pertama,
tentang perbuatan yang dilarang (koersif dari penulis), kedua, orang yang
melanggar larangan itu, dan ketiga, tentang pidana yang diancamkan
kepada si pelanggar itu.
Dengan demikian, terdapat tiga masalah pokok yang menjadi masalah
sentral dalam hukum pidana, yaitu masalah tindak pidana, kesalahan dan
pidana.
12 Ibid. hlm 69.
13
Tongat, SH., M.Hum. 2012. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia dalam perspektif
pembaharuan. Universiatas Muhammadiyah Malang Perss. hlm 13
20
Dalam hal ini, Tongat mengatakan penggunaan berbagai istilah
tersebut pada hakekatnya tidak menjadi persoalan, sepanjang
penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya dan dipahami maknanya,
karna dalam penulisan beliau berbagai istilah tersebut digunakan secara
bergantian bahkan dalam konteks yang lain juga digunakan istilah
kejahatan untuk menunjukan maksud yang sama.
2. Unsur-unsur tindak pidana
Sebelum mengetahui unsur-unsur tindak pidana perlu diberikan
penjelasan yang sangat memadai karena penjelasan ini dapat dikatakan sangat
perlu untuk mengetahui kapan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak
pidana atau tidak. Dengan demikian dapat diberikan suatu batasan terhadap
suatu perbuatan yang dapat disebut sebagai tindak pidana.
Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam
dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut, maka
untuk terjadinya perbuatan atau tindak pidana harus dipenuhi unsur:
a. Adanya perbuatan manusia
b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan
syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 (1) KUHP)
c. Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil dan
fungsinya yang negatif).14
Setelah mengetahui definisi mengenai tindak pidana maka di dalam
tindak pidana itu sendiri terdapat unsur-unsur tindak pidana yaitu unsur
obyektif dan subyektif yaitu:
14 Ibid. hlm 97
21
1. Unsur obyektif adalah unsure yang terdapat diluar pelaku (dader) yang
dapat berupa ;
a. Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun dalam arti tidak berbuat;
b. Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil;
c. Keadaan atau masalah-masalah tertentu dilarang dan diancam oleh
undang-undang.15
2. Unsur yang kedua merupakan unsur subektif. Unsur subyektif yaitu
unsur yang terdapat pada diri pelaku. Unsur subyektif berupa:
a. Hal yang dapat dipertanggungjawabkan seseorang terhadap
perbuatan yang telah dilakukan (kemampuan bertanggungjawab)
b. Kesalahan atau schuld berkaitan dengan masalah kemampuan
bertanggungjawab diatas, persoalannya kapan seseorang dikatakan
mampu bertanggungjawab. Seseorang dapat dikatakan bertanggung
jawab apabila pada diri orang itu memenuhi tiga syarat yaitu:16
1) Keadaan jiwa seseorang adalah sedemikian rupa, sehingga ia
dapat mengerti akan nilai perbuatannya dan karena juga mengerti
akan akibat perbuatannya itu.
2) Keadaan jiwa seseorang itu sedemikian rupa, sehingga ia dapat
menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia lakukan.
3) Seseorang itu harus sadar perbuatan maa yang tidak dilarang oleh
undang-undang.17
3. Jenis-jenis Tindak Pidana
Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP kita terbagi atas
kejahatan dan pelanggaran. Pembagian dalam dua jenis ini, tidak
15 P.A.F Lamintang dan Djisman Samosir, 1981, Delik-delik Khusus kejahatan yang ditujukan
Terdapat Hak Milik, Tarsito, Bandung, hlm. 25 dalam Tongat, 2002, Hukum Pidana Materiil,
Umm Press, Malang, hlm 4.
16
Ibid.
17
Ibid.
22
ditentukan dengan nyata-nyata dalam suatu pasal KUHP tetapi sudah
dianggap demikian adanya, dan ternyata antara lain dari pasal 4, 5, 39, 45
dan 53 buku I. Buku II melulu tentang kejahatan dan Buku III tentang
Pelanggaran.18
a. Tindak Pidana Umum
Tindak pidana umum ini adalah suatu perbuatan pidana yang
pengaruhnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) yang terdiri dari :
1) Kejahatan
Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar dan bertentangan
dengan apa yang ditentukan dalam kaedah. Dengan kata lain, yaitu
perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaedah
hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah yang ditetapkan
dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Berdasarkan definisi di atas, pada dasarnya kejahatan adalah suatu
bentuk perbuatan dan tingkah laku yang melanggar hukum dan
undang-undang lain serta melanggar norma sosial sehingga
masyarakat menentangnya.19
2) Pelanggaran
KUHP mengatur tentang pelanggaran dari pasal 489-569 Bab I,
pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru
dapat di ketahui setelah ada wet yang mentang demikian.20
Jonkers membedakan kejahatan dan pelanggaran, pembunuhan,
pencurian penganiayaan, dan peristiwa-peristiwa semacam itu
merupakan kejahatan (rechtsdelicten) karena terpisah dari aturan pidana
18 Prof. Moeljatno, S.H. 2006. Asas-asas hukum pidana. Penerbit : RINEKA CIPTA. Jakarta.
hlm 78
19
M. Ali Zaidan. 2016. Kebijakan kriminal. Sinar Grafik. Jakarta. hlm 56
20
Ibid. hlm 57
23
yang tegas, dirasakan sebagai perbuatan yang tidak adil. Sedangkan,
peristiwa seperti : bersepeda di atas di atas jalan yang dilarang,
berkendara tampa lampu atau kejurusan yang dilarang merupakan
kejahatan undang-undang/pelanggaran (wetsdelicten), karena oleh
undang-undang diancam dengan pidana.
b. Tindak pidana Khusus
Tindak pidana khusus adalah suatu perbuatan pidana yang diatur di
luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana dasar pemberlakuan pidana
khusus adalah KUHP diluar dalam pasal 103 yaitu : ketentuan Bab I
sampai dengan Bab IV buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan
yang oleh ketentuan perundang-undang lainnya diancam dengan pidana
kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.
Tindak pidana khusus maksudnya ditinjau dari peraturan yang menurut
undang-undang bersifat khusus baik jenis pidnanya, penyelesaiannya,
sanksinya bahkan huku acaranya sebagai diatur secara khusus dalam
undang-undang tersebut dan secara umum tetap berpedoman pada Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah
merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10
KUHP yaitu:
a. Pidana pokok :
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara;
3. Pidana kurungan;
4. Pidana denda;
24
b. Pidana tabahan :
1. Pidana pencabutan hak-hak tertentu
2. Pidana perampasan
3. Pidana pengumuman keputusan hakim.21
Stelse pidana Indonesia berdasarkan KUHP mengelompokan jenis-
jenis pidana ke dalam pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun
perbedaaan antara jenis-jenis pidana pokok dengan jenis pidana
tambahan sebagai berikut :
1. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan
(imperatife), sedangkan penjatuhan pidana tambahan bersifat
fakultatif.
2. Penjatuhan pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan
jenis pidana tambahan (berdiri sendiri), tetapi menjatuhkan jenis
pidana tambahan tidak boleh tanpa dengan menjatuhkan jenis pidana
pokok.
3. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, bila telah mempunyai kekuatan
hukum tetap (in kracht van gewijsde zaak) diperlukan suatu tindakan
pelaksaan (executive).22
4.
A.4 Pertanggung Jawaban Pidana
Pengertian pertanggungjawaban menurut kamus bahasa Indonesia
adalah perbuatan, pertanggungjawaban, suatu yang bertanggung jawabkan.
Pengertian pidana menurut bahasa Indonesia adalah kejahatan tentang
pembunuhan, perampokan, korupsi dan sebagainya. Kemudian, pengertian
pertanggungjawaban pidana menurut kamus bahasa indonesia adalah suatu
perbuatan yang wajib dipertanggungjawabkan oleh pelaku pidana.23
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas
culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa
21 Muhammad Andri Fauzan Kubis. 2013. Pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku
tindak pidana penistaan agama melalui jejaring sosial dikaitkan dengan undang-undang No 11
Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Jurnal. Dapartemen hukum pidana. hlm 35
22
Ibid. hlm 36
23
Kamus besar bahasa Indonesia. 1999. hlm 122
25
asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan
berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian.
Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana
berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup
kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability)
dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan
(error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) atau kesesatan
mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan
pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut
dipersalahkan kepadanya.24
Selanjutnya dalam hukum pidana tidak semua orang yang telah
melakukan tindak pidana dapat dipidana, pada hal terkait dengan alasan
pembenar dan pemaaf. Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat
dipidananya seseorang dikarenakan keadaan orang tersebut secara hukum
dimaafkan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 44, 48 dan 49 ayat (1) KUHP.
Selain hal diatas, juga alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya
seseorang yang telah melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-
undang yang mengatur bahwa perbuatan tersebut sebenarnya. Hal ini dapat
dilihat dalam pasal 48, 49 ayat (1), 50 dan 51 KUHP.
Pasal 44 KUHP :
a. Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu
karena penyakit, tidak dipidana.
24 barda Nawawi Arief. 2001. Masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan
kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. hlm 23
26
b. Jika ternyata perbuatanya itu tidak dapat dipertanggungkan kepada
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena
penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu
dimasukan kerumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai
percobaan.
c. Ketentuan dalam ayat (2) berlaku hanya bagi Mahkama Agung,
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
Pasal 48 :
Barangsiapa melakukan perbuatan kerena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana.
Pasal 49 ayat (1) KUHP :
a. Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan atau harta
benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman
serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
b. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan
oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancama
serangan itu, tidak boleh dipidana.
Pasal 50 KUHP :
Barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undang-undang, tidak boleh dipidana.
Pasal 51 KUHP :
a. Barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
b. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana,
kecuali yang diperintah diberi wewenang dan pelaksaannya termasuk
dalam lingkungan pekerjaannya.
B. Jenis-jenis Obat berbahaya
Kesehatan adalah hak setiap warga negara, di Indonesia sendiri negara
menjamin setiap warga negaranya untuk mendapatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang layak sebagaimana didalam pasal 34 ayat (3) Undang-undang
Dasar Tahun 1945 yang berbunyi : “Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak”.25
Yang dimaksud dengan obat-obat berbahaya adalah berbagai macam
jenis obat yang diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.
25 Rio Irnanda. Jurnal. 2015. Kebijakan formulasi terhadap pengguna pil Doubel L
(Triheksifenidil HCL) dalam rangka upaya pencegahan pengguna pil Doubel L. hlm 3
27
Karena daya kerjanya obat-obat tersebut sangatlah keras, sehingga
penggunaannya pun harus melalui resep dokter. Obat-obat dimaksud jika
disalahgunakan akan berpengaruh dan merusak psikis maupun fisik dari si
pemakai dan mengakibatkan ketergantungan sebagai mana narkotika lainnya.
Sedangkan zat-zat berbahaya mempunyai pengertian zat-zat yang tidak
termasuk golongan narkotika maupun obat-obat berbahaya tetapi mempunyai
pengaruh dan efek merusak fisik dan psikis seseorang jika disalahgunakan
sebagaimana penggunaan narkotik maupun obat-obatan berbahaya lainnya.
Menurut Bentuk Sediaan Obat :
1. Bentuk padat Contohnya Serbuk, Tablet, Pil, Kapsul, Supositoria.
2. Bentuk setengah Padat contohnya sale, krim, pasta, cerata, gel, salep mata
3. Bentuk cair/larutan contohnya potio, sirop, eliksir, obat tetes, dan lotio.
4. bentuk gas contohnya inhalasi/spray/aerosol.26
Menanggapi persoalan penyalahgunaan obat berbahaya yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, Kepala badan pengawas obat dan makanan mengeluarkan
peraturan Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan obat-obat tertentu
yang sering disalahgunakan. Sebagaimana di jelaskan dalam pasal 1 ayat (1)
Peraturan kepala Badan pengawas obat dan makanan Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan yaitu :
“Obat-obat tertentu yang sering disalahgunakan, yang selanjutnya disebut
dengan obat-obat tertentu adalah obat yang bekerja di sistem susunan syaraf
pusat selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis
terapi dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas
26 Adhe Irmha. Pengertian obat dan sediaan. : http://adheeirmha.blogspot.co.id/2012/09/.
Diunduh tanggal 18 Juni 2017.
28
mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol,
Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau haloperidol”.
Adapun beberapa jenis obat yang dimaksudkan dalam Peraturan tersebut akan
dijelaskan dibawah ini, antara lain :
1. Tramadol
Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau
mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik
lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri,
mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri),
menimbukan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau
mengubah persepsi modalitas nyeri. Pada dasarnya obat analgesik dapat
digolongkan ke dalam analgentik golongan narkotik dan analgesik non-
narkotik.27
Tramadol adalah analgesik sintetik yang bekerja sentral dengan daya
ikat lemah terhadap reseptor opioid (opioid lemah). Merupakan suatu
analog sintetik 4-pheny piperedine dari kodein yang bekerja sebagai
analgesik murni untuk nyeri yang sedang sampai berat.28
Dalam skripsi
Wahyu Rinaningsih yang berjudul Xerostomia akibat penggunaan
Tramadol, yaitu Tramadol merupakan analgetik golongan opiod yang
sering digunakan untuk mengatasi nyeri paska bedah. Tramadol bekerja
dengan menghambat reutake norepinefrin dan serotonin di presinaps. Efek
samping yang sering dijumpai antara lain mual dan muntah.
27 Imai Indra. Farmakologi Tramadol. Jurnal kedokteran Syiah kuala volume 13 no 1 April
2013. hlm 50
28
Ronny ajartha. 2007. Efek pemberian Tramadol intramuskular terhadap nyeri persalinan
pada primigravida. Tesis. hlm 23
29
Mual adalah perasaan subjektifitas sensasi untuk muntah. Muntah
adalah refleks pengeluaran bahan-bahan dari lambung melewati esophagus
sampai mulut.29
Tramadol bekerja dengan dua macam mekanisme yang saling
memperkuat yaitu :
a. Berikatan dengan reseptor opioid yang ada di spinal dan otak sehingga
menghambat transmisi sinyal nyeri dari perifer ke otak.
b. Meningkatkan aktifitas saraf mengahambat monoaminergik yang
berjalan dari otak ke spinal sehingga terjadi transmisi sinyal nyeri.30
Dosis tramadol hendaknya dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan
respon masing-masing pasien dengan 50 sampai 100 mg 4 kali sehari
biasanya untuk memberikan penghilangan rasa nyeri yang memadai. Total
dosis harian sebanyak 4000 mg biasanya cukup. Suntikan intravena harus
diberikan secara perlahan-lahan guna mengurangi potensi kejadian yang
merugikan, terutama rasa mual. Berdasarkan data farmakokinetik, perlu
hati-hati pada pasien dengan disfungsi ginjal atau hepatik karena potensi
tertundanya eliminasi dan akumulasi obat yang ada. Pada sejumalah pasien
ini, interval dosis harus diperpanjang. Tramadol dapat digunakan pada
anak-anak dengan dosis sebesar 1 hingga 2 mg/kgBB.
2. Trihekifenidil
Triheksifenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral
lebih kuat daripada perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi
29 Wahyu Rinaningsih. 2007. Xerostomia akibat penggunaan Tramadol. Skripsi medan. hlm
21
30
Ibid. hlm 24
30
penyakit parkinson. Senyawa ini bekerja dengan menghambat pelepasan
asetil kolin endogen dan eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf
pusat akan merangsang pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis
toksik.
Ada dua pendapat tentang penggunaan THP, yaitu tidak diberikan
secara rutin dan diberikan rutin untuk profilaksis sebelum timbul EPS.
Dampak penggunaan THP berpengaruh dalam penatalaksanaan pasien
ganguan mental yang menggunakan antipsikotik, karena THP dapat
meningkatkan depresi psikotik dan inersia mental yang sering dikaitkan
dengan penyakit parkinson sehingga diperlukan suatu pedoman dalam
penggunaan triheksifenidil.31
Adapun Dosis dari obat Triheksinidil ialah, antara lain :
a. Parkinson idiopatik: Dosis awal 1 mg (hari pertama), kemudian
ditingkatkan menjadi 2 mg, 2-3 x sehari selama 3-5 hari atau sampai
tercapai dosis terapi;
b. Pasca ensefalitis: 12-15 mg/hari;
c. Parkinson karena obat (gangguan ekstrapiramidal): Dosis harian total 5-
15mg/hr, pada awal terapi dianjurkan 1 mg/dosis.
d. Pasien > 65 tahun perlu dosis lebih kecil.32
31 Anggie Rahayu dan Noor Cahaya. GALENIKA Journal of Pharmacy Vol. 2 (2) : 124 - 131
ISSN : 2442-8744 October 2016. Studi restospektif penggunaan Trihexyfenidil pada pasien
skizofrenia rawat inap yang mendapat terapi antipskotik di rumah sakit jiwa sambang lihum. hlm
2
32
Fatimah Radhi. 2012. Triheksifenidil/Trihexyphenidyl (THP). Alamat situs :
http://publichealthnote.blogspot.co.id
31
Peringatan dan Perhatian obat jenis ini ialah Penyakit jantung, hati dan
ginjal, hipertensi, glaukoma, pria dewasa dengan kemungkinan hipetrofi
prostat.
Efek samping perifer yang umum adalah mulut kering, kurang
berkeringat, penurunan sekresi bronkhial, pandangan kabur, kesulitan
buang air kecil, konstipasi, dan takikardia. Efek samping sentral dari
antikolinergik termasuk sulit berkonsentrasi, perhatian, dan memori. Efek
samping ini harus dibedakan dari gejala yang disebabkan oleh psikotik.
Gangguan psikiatri dapat disebabkan pemakaian sembarangan (sampai
dosis berlebihan) berlanjut menjadi Euphoria.33
3. Klorpromazin
Chlorpromazine adalah obat yang termasuk golongan antipsikotik
fenotiazina yang bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak. Obat
ini dapat digunakan untuk menangani berbagai gangguan mental, seperti
skizofrenia dan gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang
membahayakan pasien atau orang lain, Kecemasan dan kegelisahan yang
parah, serta autisme pada anak-anak. Selain masalah mental,
chlorpromazine juga digunakan untuk menangani mual dan muntah yang
dialami oleh pengidap penyakit serius, serta meredakan cegukan yang
tidak kunjung berhenti. Manfaat dari obat Klorpromazin sendiri ialah,
antara lain :
33 I Gusti Ayu Vivi Swayami. Jurnal Kedokteran. Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Aspek biologi Triheksifinidil di bidang psikiatri. hlm 91
32
a. Menangani skizofrenia dan gangguan psikosis lain yang sejenis,
kecemasan dan kegelisahan yang parah untuk jangka pendek, perilaku
agresif yang berbahaya, serta autisme pada anak-anak.
b. Mengatasi mual dan muntah pada penyakit yang serius.
c. Meredakan cegukan yang tak kunjung sembuh.
Dosis penggunaan chlorpromazine yang dibutuhkan tiap pasien bisa
berbeda-beda. Penentuannya berdasarkan pada jenis kondisi yang
ditangani, usia pasien, respons tubuh pasien terhadap obat.
4. Amitriptilin
Amitriptyline adalah obat yang digunakan untuk mengobati depresi.
Obat yang masuk ke dalam kelompok antidepresan trisiklik ini berfungsi
meningkatkan kadar zat kimia tertentu di dalam otak, sehingga gejala
depresi berangsur menurun. Selain untuk mengatasi gangguan depresi
pada pasien, ternyata amitriptyline juga memiliki manfaat lain yakni,
untuk meredakan nyeri saraf serta mencegah penyakit migrain.34
Untuk membeli obat ini membutuhkan resep dokter, penting untuk
ketahui, bahwa obat amitriptyline tidak boleh dikonsumsi oleh anak kecil,
obat ini hanya untuk orang dewasa dan tentunya digunakan sesuai dosis
yang telah diberikan oleh dokter. Untuk bentuk obatnya sendiri ada yang
tablet serta ada yang cairan minum.35
Cara obat bekerja bisa berubah karena adanya interaksi obat, bahkan
resiko efek samping yang bersifat serius pun dapat meningkat, karena itu
harus ekstra hati-hati. Jika dokter hendak meresepkan obat amitriptyline,
maka harus memberitahu dokter jika saat itu sedang mengkonsumsi obat-
34 Nadya Triputri. 2016. Khasiat, Efek Samping dan List Obat yang berinteraksi fatal. Alamat
: http://bidhuan.id/edukasi/obat/4219. Diunduh tanggal 17 Oktoberr 2017. hlm 1
35
Ibid. hlm 1
33
obatan yang lain atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mencegah interaksi
obat yang bisa fatal akibatnya bagi tubuh. Tanpa mendapatkan persetujuan
dokter, tidak boleh mulai menggunakan amitriptyline, juga berhenti,
apalagi mengubah dosis obat, sangat-sangat dilarang.
5. Haloperidol
Haloperidol adalah obat dengan fungsi untuk mengobati gangguan
mental/mood (misalnya skizofrenia, gangguan skizoafektif). Obat ini
membantu berpikir lebih jernih, lebih tidak gugup, berpartisipasi setiap
hari dalam hidup. Obat ini juga dapat mencegah ide bunuh diri pada orang
yang ingin melukai diri, mengurangi agresi dan keinginan untuk melukai
orang lain serta obat ini dapat mengurangi pikiran negatif dan halusinasi.36
Haloperidol dapat juga digunakan untuk mengobati pergerakan tak
terkontrol dan kata-kata atau suara semburan berkaitan dengan gangguan
Tourette. Haloperidol juga dapat digunakan untuk masalah perilaku berat
pada anak hiperaktif saat terapi atau obat lain tidak bekerja. Haloperidol
adalah obat kejiwaan (tipe antipsikotik) yang bekerja dengan menjaga
keseimbangan substansi kimia otak tertentu (neurotransmiter). Sedangkan
untuk efek samping dari obat ini adalah berupa: pusing, mengantuk, sulit
buang air kecil, masalah tidur, sakit kepala, cemas, dan nyeri di tempat
suntikan dapat terjadi. Jika efek ini menetap atau memburuk, dianjurkan
untuk mendatangi dokter atau apoteker.
36 Lika Aprilia Samiadi. 2016. Haloperidol obat apa. Alamat https://hellosehat.com. hlm 1
34
Beberapa gejala overdosinya, antara lain ialah pergerakan anggota tubuh
tidak biasa, lambat atau tak terkontrol, otot kaku atau lemah, napas lambat,
mengantuk, penurunan kesadaran.
C. Pengertian peredaran obat berbahaya
Selalu menjadi sehat dan tetap sehat adalah keinginan setiap orang. Tetapi
tidak selamanya keinginan itu sesuai dengan kenyataannya. Aktifitas yang
tinggi seiring dengan gaya hidup yang cenderung menyukai hal yang instan,
misalnya mengkonsumsi makanan siap saji yang memicu turunnya kesehatan.
Bila sudah dalam kondisi yang tidak sehat tidak ada pilihan lain selain
melakukan pengobatan. Sayangnya berbagai jenis obat tidak selamanya tidak
semua obat dipergunakan sebagaimana mestinya.37
1. Pengertian Peredaran
Peredaran adalah gerakan berkeliling, peralihan (pergantian) dari
keadaan yang satu ke keadaan yang lain yang berulang-ulang seakan-akan
merupakan suatu lingkaran.38
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peredaran adalah gerakan
(perjalanan dan sebagainya) berkeliling (berputar); keadaan beredar:
peredaran bumi dan bulan.39
Peredaran yang dimaksud adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
37 Teguh Wibowo, 100 Ramuan Herbal Warisan Leluhur, (Jogjakarta: Ozura, 2012). hlm 5
38
Moeljatno, 1984, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, hlm 54.
39
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1999. hlm 130
35
baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindah
tanganan.40
Kejahatan yang terjadi di negara indonesia semakin hari semakin
bertambah jenisnya, mulai dari pengeksporan Narkoba sampai
pengeksporan obat berbahya jenis baru yang pembeliannya harus melalui
resep dokter antara lain Tramadol dan lain sebagainya yang diperuntukan
untuk penyakit tertentu. Dalam hal ini yang dapat dipertanggung jawabkan
secara hukum adalah pengedar. Secara sempit dapat dikatakan bahwa
pengedar Narkotika atau Psikotropika dan obat daftar G adalah orang yang
melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika atau
Psikotropika dan obat daftar G.
2. Pengertian Obat berbahaya
Membahas mengenai obat-obatan perlu memahami terlebih dahulu
hakekat mengenai obat itu sendiri. Pengertian obat secara umum dapat
dijelaskan sebagai suatu bahan atau campuran bahan yang digunakan
untuk menentukan diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan dan
menyembuhkan suatu penyakit pada tubuh manusia, hewan atau
tumbuhan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) berbahaya adalah
mendatangkan kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian dan
sebagainya).
40 Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 138
36
Obat-obat berbahaya adalah berbagai macam jenis obat yang di
produksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan. Karena daya
kerjanya obat-obat tersebut sangatlah keras, sehingga penggunaannya
harus melalui resep dokter. Obat-obat tersebut jika disalahgunakan akan
berpengaruh dan merusak psikis maupun fisik dari si pemakai dan
mengakibatkan ketergantungan sebagaimana narkotika lainnya.
D. Pengaturan Obat berbahaya dalam Peraturan Perundang-undangan
Obat keras (Dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu
obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter,
memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di
dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah antibiotik
(tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta obat-obatan yang mengandung
hormon (obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain).41
Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila digunakan sembarangan bisa
berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan
mematikan.42
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang
memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya
kesehatan.
41
Ridwan M. 2013. Obat Keras. Alamat : http://id.wikipedia.org/wiki/Farmasi. Diunduh
tanggal 17 Tahun 2017. hlm 1
42
Ibid. hlm 1
37
Dalam pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan menyatakan bahwa :
“Setiap orang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam pasal 98 ayat (2) dan (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (Satu miliyar rupiah)”
Dalam pasal 98 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan menjelaskan bahwa “Setiap orang yang tidak memiliki
keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah,
mempromosikan dan mengedarkan obat dan bahan obat berkhasiat obat”.
Dari beberapa uraian pasal tersebut diatas sudah dijelaskan mengenai
sanksi pidana untuk tersangka pengedar sediaan farmasi yang tidak
memiliki izin untuk mengadakan dan menyimpan obat golongan G.
Peredaran obat Tramadol sebagai sediaan farmasi yang beredar di
masyarakat harus mendapatkan perhatian yang mendalam dari pemerintah,
mengingat dalam Undang-undang Nomor 36 Tahan 2009 Tentang Kesehatan
sendiri hanya mengatur mengenai sanksi bagi pengedar yang tanpa memiliki
kemampuan dalam bidang pengobatan maupun tidak memiliki izin edar, tetapi
bagaimana sanksi bagi pengguna, pembeli obat-obat tersebut terutama obat
Tramadol ini merupakan obat yang sangat berbahaya jika tidak diawasi.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Dalam ketentuan umum pasal 1 ayat (1) peraturan pemerintah Nomor
72 Tahun 1998 menyatakan bahwa :
38
“Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.”
Sedangkan dalam pasal 1 ayat (4) menjelaskan tentang peredaran,
yang dimaksud dengan “peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan, atau pemindah
tanganan”.
Dalam ketentuan pidana 74 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan menyatakan
bahwa :
“Barangsiapa dengan sengaja memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan
farmasi berupa obat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) dan (2) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,-
(Tiga ratus juta rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam pasal 80 ayat (4)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan”
Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 1998 Tentang Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
menyatakan bahwa :
“Barangsiapa dengan sengaja :
a. Memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak
memenuhi persyaranan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
dan ayat (2) butir d
b. Mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan tanpa izin edar
sebagaimana dimaksud dala pasal 9
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) Tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000,-(seratus empat puluh juta
rupiah) sesuai dengan ketentuan pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan”
39
Selanjutnya dalam ketentuan lain Pasal 80 Peraturan pemerintah Nomor 72
Tahun 1998 Tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
menyatakan bahwa :
“Upaya pengamanan sediaan farmasi yang berupa obat keras, sepanjang
belum diatur dalam peraturan pelaksana Ordonansi obat keras, dilakukan
berdasarkan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan pemerintah ini”.
E. Efektifitas Hukum
Teori efektivitas hukum dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski dan
Soerjono Soekanto. Bronislaw Malinowski menyajikan teori efektivitas
pengendalian sosial atau hukum. Bronislaw Malinowski menyajikan teori
efektivitas hukum dengan menganalisis tiga masalah yang meliputi:
1. Dalam masyarakat modern, tata tertib kemasyarakatan dijaga antara lain
oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat memaksa, yaitu hukum,
untuk melaksanakannya hukum didukung oleh suatu sistem alat-alat
kekuasaan (kepolisian, pengadilan dan sebagainya) yang diorganisasi oleh
suatu negara.
2. Dalam masyarakat primitif alat-alat kekuasaan serupa itu kadang- kadang
tidak ada.
3. Dengan demikian apakah dalam masyarakat primitif tidak ada hukum.43
Bronislaw Malinowski menganalisis efektivitas hukum dalam masyarakat.
Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu masyarakat modern dan
masyarakat primitif. Masyarakat modern merupakan masyarakat yang
perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang industri
dan pemakaian teknologi canggih. Dalam masyarakat modern, hukum yang
dibuat dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang itu ditegakkan oleh
43 Koentjaraningrat dalam H. Halim HS, Erlies Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori
Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 305
40
kepolisian, pengadilan dan sebagainya, sedang masyarakat primitif merupakan
masyarakat yang mempunyai sistem ekonomi yang sederhana dan dalam
masyarakat primitif tidak mengenal alat-alat kekuasaan.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektif adalah taraf sejauh mana
suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika
terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai
sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga
menjadi perilaku hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum,
pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun
juga dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang
mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu
saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu
ketentuan atau aturan hukum.44
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif
atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri (Undang-undang).
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.45
Kelima (5) faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena
merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
44 Soerjono Soekanto, 1988. Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, (Bandung : CV.
Ramadja Karya), hlm 80.
45
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), hlm 8.
41
efektivitas penegakan hukum. Pada elemen pertama, yang menentukan dapat
berfungsinya hukum tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung
dari aturan hukum itu sendiri.
Teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut
relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita yaitu bahwa
faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya
terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan
penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang
sering diabaikan.46
Sehubungan dengan sarana dan prasarana, Soerjono
Soekanto memprediksi patokan efektivitas elemen-elemen tertentu dari
prasarana. Prasarana tersebut harus secara jelas memang menjadi bagian yang
memberikan kontribusi untuk kelancaran tugas-tugas aparat di tempat atau
lokasi kerjanya. Adapun elemen-elemen tersebut sebagai berikut :
1. Prasarana yang telah ada apakah telah terpelihara dengan baik.
2. Prasarana yang belum ada perlu diadakan dengan memperhitungkan angka
waktu pengadaannya.
3. Prasarana yang kurang perlu segera dilengkapi.
4. Prasarana yang rusak perlu segera diperbaiki.
5. Prasarana yang macet perlu segera dilancarkan fungsinya.
6. Prasarana yang mengalami kemunduran fungsi perlu ditingkatkan lagi fungsinya.47
Ada beberapa elemen pengukur efektivitas yang tergantung dari kondisi
masyarakat, yaitu:
1. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi aturan walaupun peraturan
yang baik.
2. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan walaupun peraturan
sangat baik dan aparat sudah sangat berwibawa.
3. Faktor penyebab masyarakat tidak mematuhi peraturan baik, petugas atau
aparat berwibawa serta fasilitas mencukupi.
46 Romli Atmasasmita, 2001. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan
Hukum, (Bandung : Mandar Maju), hlm 55
47
Loc. Cip.
42
Elemen tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa disiplin dan
kepatuhan masyarakat tergantung dari motivasi yang secara internal muncul.
Internalisasi faktor ini ada pada tiap individu yang menjadi elemen terkecil dari
komunitas sosial. Oleh karena itu pendekatan paling tepat dalam hubungan
disiplin ini adalah melalui motivasi yang ditanamkan secara individual. Dalam
hal ini, derajat kepatuhan hukum masyarakat menjadi salah satu parameter
tentang efektif atau tidaknya hukum itu diberlakukan sedangkan kepatuhan
masyarakat tersebut dapat dimotivasi oleh berbagai penyebab, baik yang
ditimbulkan oleh kondisi internal maupun eksternal.
Kondisi internal muncul karena ada dorongan tertentu baik yang bersifat
positif maupun negatif. Dorongan positif dapat muncul karena adanya
rangsangan yang positif yang menyebabkan seseorang tergerak untuk
melakukan sesuatu yang bersifat positif. Dorongan yang bersifat negative
dapat muncul karena adanya rangsangan yang sifatnya negative seperti
perlakuan tidak adil dan sebagainya. Dorongan yang sifatnya eksternal karena
adanya semacam tekanan dari luar yang mengharuskan atau bersifat memaksa
agar warga masyarakat tunduk kepada hukum. Pada takaran umum, keharusan
warga masyarakat untuk tunduk dan menaati hukum disebabkan karena
adanya sanksi atau punishment yang menimbulkan rasa takut atau tidak
nyaman sehingga lebih memilih taat hukum daripada melakukan pelanggaran.
Motivasi ini biasanya bersifat sementara atau hanya temporer.