BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Patient Safetyrepository.ump.ac.id/5725/3/Aditya Budi...

16
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Patient Safety a. Pengertian Patient Safety Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006). Patient safety (keselamatan pasien) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Patient safety merupakan assessment resiko, identifikasi yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisa insiden. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Patient Safetyrepository.ump.ac.id/5725/3/Aditya Budi...

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Patient Safety

a. Pengertian Patient Safety

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut

meliputi: assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem

tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan

oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006).

Patient safety (keselamatan pasien) adalah suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Patient safety

merupakan assessment resiko, identifikasi yang berhubungan dengan

resiko pasien, pelaporan dan analisa insiden. Kemampuan belajar dari

insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya

cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

14

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan

(Permenkes RI No 1691, 2011).

Sasaran keselamatan pasien diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011

tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, BAB IV pasal 8. Dalam

pelaksanaannya, Keselamatan Pasien di Rumah Sakit mengacu pada

enam sasaran (Six Goals Patient Safety) yaitu :

1) Ketepatan identifikasi pasien

2) Meningkatkan komunikasi efektif

3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

5) Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6) Pengurangan pasien resiko jatuh

b. Tujuan Patient Safety

Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit

diantaranya adalah :

1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat

3) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

4) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan.

WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007),

menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

15

sakit yang disusun oleh lebih dari 100 negara dengan mengidentifikasi

dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh Rumah

Sakit se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamatan

rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan

solusi keselamatan pasien tersebut adalah:

1) Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike,

Sound-Alike Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang

membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang

paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini

merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan

ribu obat yang ada saat ini di pasaran, maka sangat signifikan

potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek

atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada

penggunaan protokol untuk pengurangan resiko dan memastikan

terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak

lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.

2) Pastikan Identifikasi Pasien.

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk

mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada

kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan, pelaksanaan

prosedur yang keliru orang dan sebagainya. Rekomendasi

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

16

ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien,

termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam

metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem

layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini;

serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien

dengan nama yang sama. Identifikasi untuk pasien rawat inap yaitu:

a) Perawat memeriksa kesesuaian identitas dan kondisi pasien

dengan data identitas di Rekam Medis.

b) Pemasangan gelang identitas pada pasien. Isi data pada gelang

adalah nama pasien, nomer Rekam Medis, dan tanggal lahir

pasien.

c) Pemberian gelang tambahan untuk pasien riwayat alergi.

d) Pemberian gelang tambahan untuk pasien resiko jatuh.

e) Papan identitas bertuliskan nama ruangan, tanggal masuk, dan

nama dokter penanggung jawab pasien.

f) Papan identitas ditulis dan diletakkan di bed/ruang bilik pasien.

g) Perawat memisahkan obat antar pasien dengan memberikan

nama label kotak obat dan alamat rumah pasien.

h) Seluruh petugas medis dan paramedis harus menanyakan

identitas pasien dengan melihat gelang identitas pasien sebelum

melakukan tindakan medis pemberian tranfusi darah/produk

darah, pengambilan sampel darah, ataupun pemberian obat.

i) Sebelum pasien pulang dilakukan pengecekan gelang identitas

pasien dan dilakukan pelepasan gelang.

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

17

3) Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah

terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam

serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya

kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial

dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi

ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk

penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang

bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk

bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah

terima; melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah

terima.

4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat

dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau

pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan

miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak

benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-

kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-

bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk

mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan

proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang

akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan

adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

18

prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan

sisi yang akan dibedah.

5) Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media

kontras memiliki profil resiko, cairan elektrolit pekat yang

digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.

Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit

ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung

tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.

Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat

transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi

adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat

(medications error) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya

adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat

dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut

sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan

daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan

bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar

tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan

ditransfer atau dilepaskan.

7) Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube).

Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus

didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

19

KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera

atas pasien melalui penyambungan selang dan spuit yang salah,

serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.

Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas

medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian

medikasi serta pemberian makan (misalnya selang yang benar, dan

bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya

menggunakan sambungan dan selang yang benar).

8) Gunakan alat injeksi sekali pakai

Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran

HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse)

dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai

ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para

petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang

prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan

keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan

praktek jarum suntik sekali pakai yang aman.

9) Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan

infeksi nosokomial

Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta

orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah

sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang

primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

20

mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-

rubs, yang disediakan pada titik-titik pelayanan, tersedianya sumber

air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan

tangan yang benar, mengingatkan penggunaan tangan bersih di

tempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan

tangan melalui pemantauan/observasi dan teknik yang lain.

2. Budaya Kerja

a. Pengertian Budaya Kerja

Definisi budaya kerja erat kaitanya dengan budaya itu sendiri.,

Menurut Burnett (dalam Ndraha 2006), budaya mempunyai pengertian

teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni,

moral, hukum, adat istiadat dan berbagai kemampuan dan kebiasaan

lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut

Sathe (dalam Ndraha 2006), budaya adalah seperangkat asumsi

penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.

Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh

pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan

kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok

masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi

perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud

sebagai kerja atau bekerja. Melaksanakan budaya kerja mempunyai

arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku

sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih

tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan (Triguna, 2005).

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

21

Wolseley dan Camplbell dalam Triguna (2005) menyatakan

bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan

mempunyai sikap:

1) Menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, dan terbuka bagi

gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk

mencari kebenaran;

2) Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan

keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang

kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan;

3) Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan

kebiasaan sosialnya;

4) Mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian-

keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dalam

bidangnya;

5) Memahami dan menghargai lingkungannya;

6) Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga,

masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab.

b. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang

lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang

dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja

yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota

dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan

kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

22

demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja

akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi

mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya

perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan

pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan

keahliannya sesuai bidangnya masing-masing (Kreitner dan Kinicki,

2003).

Budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu

berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan

kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik

yang menyangkut masalah organisasi. Cakupan makna setiap nilai

budaya kerja tersebut, antara lain Kreitner dan Kinicki, 2003):

1) Disiplin, yaitu perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan

norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin

meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan,

prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan

sebagainya.

2) Keterbukaan, yaitu kesiapan untuk memberi dan menerima

informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk

kepentingan perusahaan.

3) Saling menghargai, yaitu perilaku yang menunjukkan penghargaan

terhadap individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama

mitra kerja.

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

23

c. Manfaat Budaya Kerja

Menurut Pascale dan Athos dalam Tika (2006) fungsi utama

budaya organisasi adalah sebagai berikut:

1) Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun

kelompok lain.

Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki

oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi

atau kelompok lain.

2) Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi.

Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan.

Mereka bangga sebagai seorang karyawan suatu organisasi atau

perusahaan. Para karyawan mempunyai rasa memiliki, partisipasi,

dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.

3) Mempromosikan stabilitas sistem sosial.

Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif,

mendukung dan konflik serta perubahan diatur secara efektif.

4) Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap

serta perilaku karyawan.

Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur,

diperkenalkannya tim dan diberi kuasanya karyawan oleh

organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang

kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama.

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

24

5) Sebagai integrator.

Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya

sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini dialami oleh adanya

perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub

budaya baru.

6) Membentuk perilaku bagi para karyawan

Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat

memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.

7) Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah organisasi

pokok organisasi.

Masalah utamanya yang sering dihadapi organisasi adalah masalah

adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi

internal.

8) Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.

Fungsi organisasi atau perusahaan adalah sebagai acuan untuk

menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, menentukan

positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.

9) Sebagai alat komunikasi.

Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara

atasan dan bawahan atau sebaliknya serta antara anggota

organisasi.

10) Sebagai penghambat berinovasi.

Budaya organisasi dapat juga sebagai penghambat dalam

berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

25

mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan

eksternal dan integrasi internal

d. Unsur-unsur Budaya Kerja

Menurut Paramita dalam Ndraha (2006), budaya kerja dapat

dibagi menjadi :

1) Sikap terhadap pekerjaan

Kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain

seperti bersantai atau semata-mata memperoleh kepuasan dari

kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan

sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya. Sikap terhadap

pekerjaan dipengaruhi oleh:

a) Pengetahuan dan informasi kerja.

b) Kesadaran akan kepentingan.

2) Perilaku waktu bekerja

Seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati,

teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan

kewajibannya dan bersahabat seperti suka membantu sesama

karyawan atau sebaliknya.

3. Hubungan Budaya Kerja dengan Ketepatan Identifikasi Pasien

Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman

kesalahan dan keselamatan pasien. keselamatan pasien tergantung kepada

filosofi dan nilai yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan.

jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

26

segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa

yang menerima laporan) (Depkes RI, 2006).

Terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan

karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (blaming)

merupakan fenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis

dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas (Depkes RI, 2006).

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

27

Budaya Kerja

B. Kerangka Teori

Kerangka teori hubungan budaya kerja perawat dengan ketepatan

identifikasi pasien disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Diadopsi dari Paramita dalam Ndraha (2006) dan Depkes,

(2006)

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Patient Safety

1. Sikap terhadap

pekerjaan

2. Perilaku waktu

bekerja

Budaya Kerja

Ketepatan Identifikasi

Pasien

1. Ketepatan identifikasi

pasien

2. Meningkatkan

komunikasi efektif

3. Peningkatan keamanan

obat yang perlu

diwaspadai

4. Kepastian tepat lokasi,

tepat prosedur, tepat

pasien operasi

5. Pengurangan resiko

infeksi terkait pelayanan

kesehatan

6. Pengurangan pasien

resiko jatuh

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

28

D. Hipotesis

Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu:

Ho : Tidak ada hubungan budaya kerja perawat dengan ketepatan identifikasi

pasien di Rumah Sakit Islam Purwokerto.

Ha : Ada hubungan budaya kerja perawat dengan ketepatan identifikasi pasien

di Rumah Sakit Islam Purwokerto

Hubungan Budaya Kerja..., Aditya Budi Susana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015