BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Asma Bronkhialrepository.ump.ac.id/5945/3/Yuniati BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Asma Bronkhialrepository.ump.ac.id/5945/3/Yuniati BAB...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Asma Bronkhial
a. Pengertian Asma Bronkhial
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-
engah dan berarti serangan nafas pendek (Price, 2005). Nelson
mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas
fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan
(Nelson, 2006).
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan
sesak napas dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap
orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas
di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas
sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas
membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran
udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
12
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis dari
saluran pernapasan dengan banyak elemen sel dan selular yang
memegang peran. Inflamasi kronik yang terjadi dihubungkan dengan
hiperresponsif dari saluran pernapasan yang menyebabkan terjadinya
episode wheezing yang rekuren, sesak napas, dada seperti terikat, dan
batuk terutama pada malam hari atau pada pagi hari. Episode ini
biasanya dihubungkan dengan adanya obstruksi dari aliran udara
pernapasan pada paru yang biasanya reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan (Eric, 2010).
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan)
kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik
berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada
terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif
(hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu
aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian (Kepmenkes, 2009).
Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat
penyempitan saluran napas yang sifatnya reversibel (penyempitan
dapat hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernapasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2009).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
13
b. Epidemiologi Asma Bronkhial
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita
bergejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita
asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun (Sundaru,
2006). Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya
mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah
ditangani. Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut,
biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang musiman.
Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan mengganggu
kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke
hari.
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi.
Di Australia prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar
12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun 1992 (Richman (1997).
Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-
8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan
Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan
4,8% (Naning, 2011).
Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP
di beberapa tempat di Indonesia, antara lain: di Palembang, dimana
prevalensi asma sebesar 7,4%; di Jakarta prevalensi asma sebesar
5,7% dan di Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum dapat
disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
14
bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa
SLTP, namun tampak terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi
asma sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia
sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang
dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi asma pada
anak (Hadibroto, 2005).
c. Etiologi Asma Bronkhial
Sampai saat ini etiologi dari asma bronkhial belum diketahui.
Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati
adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik),
gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik) (Mangunnegoro, 2006).
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor
autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai
tingkat pada berbagai individu (Sundaru, 2006). Aktivitas
bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem
saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut
reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan
refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang
kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal
vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi
peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang
dilibatkan pada terbukanya jalan nafas.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
15
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi
setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah,
tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering
ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma
yang timbul lambat), disebut intrinsik.
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam
hubungannya dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita
menopause, dan asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa
anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat-
sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada
anak dengan penyakit kronis lainnya.
d. Patofisiologi Asma Bronkhial
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah
faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi
respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur
imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh
antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi),
terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang
dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE
abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi.
Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada
permukaan sel mast pada interstitial paru, yang berhubungan erat
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
16
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut
meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang
melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi
mengeluarkan berbagai mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil
dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada
dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi
saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen.
Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator
sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos
bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan
alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang
sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel
mast dan antigen presenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci
dalam patogenesis asma (Iris, 2008).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan
sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin
juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast
dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
17
memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
meningkatkan rekasi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan rekasi asma dapat
terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi,
inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaaan tersebut
reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal
mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid
sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin gene-Related
Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi
lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hipereaktivitas bronkus
merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut
dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter
objektif beratnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan
untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan
uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik (Iris, 2008).
Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan
eksaserbasi asma oleh karena inflamasi saluran napas yang atau
bronkhospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang dapat memicu
serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu dengan
individu lainnya. Mekanisme terbatasan aliran udara yang bersifat
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
18
akut ini bervariasi sesuai dengan rangsangan alergen akan memicu
terjadinya bronkhokontriksi akibat dari pelepasan dari mediator,
termasuk di antaranya histamin, prostaglandin, leukotrin sehingga
akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara yang
bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran
pernapasan pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap
bermacam-macam jenis rangsangan. Pada kasus asma akut
mekanisme yang menyebabkan bronkho kontriksi terdiri dari
kombinasi antara pelepasan mediator sel inflamasi dan rangsangan
yang bersifat lokal atau refleks saraf pusat. Akibatnya keterbatasan
aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding
saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan
permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap
penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran
pernapasan. Penyempitan saluran pernapasan yang bersifat progresif
yang disebabkan oleh inflamasi saluran pernapasan dan atau
peningkatan tonus otot polos bronkhioler merupakan gejala serangan
asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran,
hiperinflasi pulkecil moner dan ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi (V/Q). Apabila tidak dilakukan koreksi terhadap obstruksi
saluran pernapasan ini, akan terjadi gagal napas yang merupakan
konsekuensi. insufisiensi pertukaran gas dan kelelahan otot-otot
pernapasan.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
19
Interaksi kardiopulmoner dan sistem kerja paru sehubungan
dengan obstruksi saluran napas. Obstruksi aliran udara merupakan
gangguan fisiologis terpenting pada asma akut. Gangguan ini akan
menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat
dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak expiratory
flow rate (PEFR) dan FEV1 (Forced expiration volume). Ketika
terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif cukup berat
akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil utnuk
mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer
maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya hiperinflasi dapat
dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan
volume cadangan. Fenomena itu dapat pula terlihat pada foto toraks,
yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan
diafragma yang mendatar. Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan
dengan peningkatan aktivitas otot pernapasan, mungkin sangat
berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiperinflasi paru akan
meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru
(Bambang; 2009).
e. Tanda dan Gejala Asma Bronkhial
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan
dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
20
mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan
gejala:
1) Sesak napas/sulit pernapas
2) Sesak dada
3) Mengi/napas berbunyi (wheezing)
4) Batuk (lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa
Tidak semua orang akan mengalami gejala tersebut. Beberapa
orang dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang
lainnya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gejala asma
seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak
dengan pemicu asma (Azis, 2009).
f. Klasifikasi Asma Bronkhial
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara
lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala
malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta
obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,
kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu
pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu
penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru
dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang
sangat penting dalam penatalaksanaannya. Klasifikasi asma menurut
Hartantyo (2007) yaitu:
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
21
1) Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan
karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
2) Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi
dan kondisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu,
polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Pedoman pelayanan medik dalam konsensus nasional membagi
asma anak menjadi tiga tingkatan berdasarkan kriteria dalam tabel 2.1
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Pembagian Derajat Klinis Asma Pada Anak
Parameter klinis
kebutuhan obat dan
faal paru
Asma episodik
jarang
(asma ringan)
Asma episodik
sering
(asma sedang)
Asma persisten
(asma berat)
Frekuensi Serangan < dari 1x/bulan > dari 1x/bulan Sering
Lama Serangan Beberapa hari Seminggu atau
lebih
Sering
Intensitas Serangan Ringan Sedang Berat
Diantara Serangan Tanpa gejala Ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan Aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan Fisik
Luar Serangan
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah
normal
Obat Pengendali Tidak perlu Perlu non steroid Perlu steroid
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
22
Parameter klinis
kebutuhan obat dan
faal paru
Asma episodik
jarang
(asma ringan)
Asma episodik
sering
(asma sedang)
Asma persisten
(asma berat)
Faal Paru diluar
Serangan
PEF/PEVI>80% PEF/PEVI 60-80% PEV/FEVI 80%
e) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
a) Gejala lebih dari sekali seminggu
b) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
d) FEV 1 atau PEV > 80%
e) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
a) Gejala setiap hari
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
23
b) Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
d) FEV 1 tau PEV 60% 80%
e) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
a) Gejala setiap hari
b) Serangan terus menerus
c) Gejala pada malam hari setiap hari
d) Terjadi pembatasan aktivitas fisik
e) FEV 1 atau PEF = 60%
f) PEF atau FEV variabilitas > 30%
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat
diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:
1) Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi.
2) Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada
saat inspirasi.
3) Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis
dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
24
4) Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat
serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat
mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian
(GINA, 2006).
g. Diagnosis Asma Bronkhial
Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-
tanda klinik dan pemeriksaan tambahan (Ramailah, 2006).
1) Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang,
mengi, sesak dada, kesulitan bernafas.
2) Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan
saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer)
berupa kimia, infeksi dan alergen.
3) Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping
hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi,
hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain
sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak.
4) Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian
metakolin atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat
membantu menegakkan diagnosis asma.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
25
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun.
Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan fungsi paru
sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak
flow meter atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain
dapat melalui provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan
(exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis.
Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu
diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui
keberhasilan tata laksana asma, selain itu dapat juga menggunakan
lembar catatan harian sebagai alternatif (Dahlan, 2008).
h. Penatalaksanaan Asma Bronkhial
1) Anamnese
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di
seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis
yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta
gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu
ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat
episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di
dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang
baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan
pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik (Kepmenkes, 2008; Mangunnegoro, 2006).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
26
2) Pemerikaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai
didapatkannya kelainan. Perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan
penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering ditemukan
adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan
mengi diluar serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat
berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), biasanya pasien
dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Pada sebagian
penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada
pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,
edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka
sebagai kompensasi penderita bernapas pada volume paru yang
lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu
meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis
berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan,
mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun
demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan
yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya
sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas (Iris, 2010; Mangunnegoro, 2006).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
27
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma
dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
(Kepmenkes, 2008).
a) Inspeksi
(1) Pasien terlihat gelisah,
(2) Sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga,
retraksi epigastrium, retraksi suprasternal)
(3) Sianosis
b) Palpasi
(1) Biasanya tidak ditemukan kelainan
(2) Pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
c) Perkusi
Biasanya tidak ditemukan kelainan
d) Auskultasi
(1) Ekspirasi memanjang
(2) Mengi
(3) Suara lendir
3) Pemeriksaan penunjang
a) Faal paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala
dan persepsi mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak
selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga
dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
28
untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan
parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru
digunakan untuk menilai (Iris, 2008). Banyak parameter dan
metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah
pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
b) Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan
manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan
penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan
kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat,
diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan
acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio
VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi (Iris,
2008).
c) Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan
spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan
alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat
murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin
tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
29
puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter
relatif mudah digunakan/ dipahami baik oleh dokter maupun
penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari
untuk memantau kondisi asmanya.
Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa
membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas (Iris,
2008). Cara pemeriksaan variabiliti APE harian. Diukur pagi
hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat
diperoleh melalui 2 cara :
a) Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/
perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan
nilai APE malam hari sebelumnya sesudah
bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator
dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator
menunjukkan persentase rata-rata nilai APE harian. Nilai >
20% dipertimbangkan sebagai asma.
APE malam APE pagi
Variabiliti harian = x 100 %
(APE malam + APE pagi)
b) Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai
terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama
pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari
nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
30
4) Pemeriksaan lain untuk Diagnosis
a) Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis
asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal
sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus . Pemeriksaan uji
provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi
spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan
diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu
berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat
terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai
gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK,
bronkiektasis dan fibrosis kistik (Iris, 2008).
b) Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi
melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik
serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk
mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor
risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol
lingkungan dalam penatalaksanaan. Uji kulit adalah cara
utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan
cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat
menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
31
konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan
hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan.
Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit
tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism,
dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan
lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai
dalam diagnosis alergi/ atopi (Iris, 2008).
5) Senam Asma
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk
olahraga yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot
pernapasan khususnya, selain manfaaat lain pada olahraga
umumnya. Manfaat senam asma telah diteliti baik manfaat
subyektif (kuesioner) maupun obyektif (faal paru); didapatkan
manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara
teratur dalam waktu 3-6 bulan, terutama manfaat subjektif dan
peningkatan VO2max (Mangunnegoro, 2006).
Senam asma adalah senam yang diciptakan khusus untuk
penderita asma yang gerakan-gerakannya disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan penderita berdasarkan berat atau
ringannya penyakit asma. Senam asma dimulai sejak tahun 1980an
(Supriyantoro, 2004).
a) Tujuan Senam Asma
Tujuan senam asma menurut Supriyantoro (2006) adalah :
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
32
(1) Meningkatkan kemampuan otot yang berkaitan dengan
mekanisme pernapasan.
(2) Meningkatkan kapasitas serta efisiensi dalam proses
pernapasan (respirasi).
(3) Mencegah, mengurangi kelainan bentuk/sikap postur tubuh.
(4) Meningkatkan kebugaran jasmani/kemampuan fisik
(physical fitness).
(5) Meningkatkan kepercayaan diri bahwa penderita asma
mampu melakukan aktivitas yang sama seperti orang sehat
lainnya, sehingga mencapai nilai produktivitas kerja yang
tinggi atau bahkan berprestasi.
Sedangkan manfaat senam asma adalah :
(1) Melatih cara bernapas yang benar.
(2) Melenturkan dan memperkuat otot pernapasan.
(3) Melatih ekspektorasi yang efektif.
(4) Meningkatkan sirkulasi.
b) Waktu Pelaksanaan Senam Asma
Latihan senam asma dilaksanakan pada :
(1) Frekuensi latihan 3 5 kali seminggu
(2) Lama latihan 30 45 menit. Bila kondisi fisik belum
memungkinkan dapat dimulai secara bertahap sesuai
kemampuan. Latihan dapat dilakukan juga 1 kali seminggu
dengan durasi latihan 60 menit.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
33
(3) Intensitas dimulai dari intensitas rendah. Target zone 60
65% dari denyut nadi maksimal (DNM) (Supriyantoro,
2004).
c) Persiapan Senam Asma
Persiapan sebelum mengikuti senam asma khususnya bagi
penderita asma adalah:
(1) Melakukan pemeriksaan ke dokter khususnya untuk
mengetahui derajat (berat/ringan) penyakit asmanya,
mengetahui ada/tidaknya penyakit lain yang menyertai
(misalnya penyakit jantung)
(2) Latihan sebaiknya dilakukan pada suhu yang agak panas
dan lembab, bukan pada suhu dingin atau kering.
(3) Harus selalu membawa obat bronchodilator (khususnya
dalam bentuk inhaler).
(4) Bagi penderita asma tipe exercise Induced Asthma harus
memperhatikan beberapa hal yaitu : intensitas latihan
jangan terlalu melelahkan (misalnya setiap 6 menit latihan
diselingi istirahat kurang lebih 1menit kemudian latihan
lagi), sebelum senam gunakan obat bronchodilator inhaler
(Supriyantoro, 2004).
d) Tahapan Senam Asma
Tahapan senam asma selalu diawali dan diakhiri dengan berdoa,
adapun tahapan senam asma adalah :
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
34
(1) Pemanasan dan Peregangan
Gerakan pemanasan dan peregangan ditujukan untuk
mempersiapkan otot sendi, jantung dan paru-paru, sehingga
tubuh dalam keadaan siap untuk melakukan latihan.
Gerakan pemanasan dan peregangan pada prinsipnya
melibatkan seluruh persendian dan dimulai dari bagian atas
ke arah bawah.
(2) Gerakan inti A
Pada setiap gerakan inti A selalu diikuti dengan menarik
nafas (inspirasi) dan mengeluarkan nafas (ekspirasi),
dimana pada pernapasan yang ideal/normal perbandingan
waktu inspirasi dan ekspirasi 1 : 2, oleh karena itu pada
gerakan ini dirancang menjadi 4 hitungan yaitu : hitungan 1
inspirasi/ tarik nafas, hitungan 2 tahan nafas, hitungan 3 dan
4 hembuskan nafas (ekspirasi). Agar gerakan dan
pernapasan dapat terkontrol dengan baik dan teratur, maka
irama musik pada tahap ini menggunakan ketukan 50 60
kali/menit. Total waktu gerakan dan pernapasan ini tidak
lebih dari 8 menit, karena jika lebih dapat memicu
timbulnya sesak nafas.
(3) Gerakan inti B
Pada gerakan inti B ditujukan pada seluruh tubuh tetapi
tetap juga melibatkan otot pernapasan pada setiap
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
35
gerakannya. Maksud gerakan pada tahap ini adalah,
melicinkan gerak sendi diseluruh tubuh sehingga mampu
melakukan aktifitas maksimal, melibatkan kontraksi otot
yang teratur dengan irama yang ritmis sehingga otot-otot
akan menjadi relaks, sebagai latihan pra aerobic karena
gerakan-gerakan yang teratur dan cukup lama, sehingga
dapat menambah kemampuan daya tahan tubuh. Musik
yang dipakai mengiringi lebih cepat dengan ketukan 80-90
kali/menit.
(4) Aerobik
Latihan aerobic merupakan tahap latihan yang umumnya
hanya dapat diikuti penderita asma ringan dan orang sehat.
Di sini para peserta dicoba untuk melakukan aktifitas yang
lebih keras dan kontinyu untuk melatih percaya diri bahwa
mereka boleh atau mampu melakukan aktifitas tertentu.
Pada gerakan ini pelatih harus jeli memperhatikan peserta
yang mungkin terlalu lelah dan tidak bosan-bosan untuk
selalu menganjurkan kepada pasien agar tidak memaksakan
mengikuti gerakan, tetapi semampunya saja, ukur dan
kenali diri sendiri. Pada aerobic ini musik yang dipakai
untuk mengiringi lebih cepat yaitu dengan ketukan 100
120 kali/menit.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
36
(5) Pendinginan
Pada tahap pendinginan baban latihan secara berangsur
kembali diturunkan sehingga denyut nadi dan frekuensi
pernapasan menjadi normal, setelah mengalami peningkatan
pada saat latihan.
(6) Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan untuk menilai efek dari senam
asma terhadap fungsi paru dapat dilakukan pemeriksaan
fisik dan spirometri setiap 3 6 bulan. Pemeriksaan Peak
Flow Rate (PFR) dengan alat mini Peak Flowmeter pada
saat sebelum dan sesudah latihan (Supriyantoro, 2004).
2. Faktor yang Menyebabkan Kekambuhan Pasien Asma Bronkhial
a. Genetik
Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari
berbagai penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma
memberikan bakat/ kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip
yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif
(gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan
atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka
dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip
perantara yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti
bronkus, alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak khusus
untuk asma.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
37
Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa
kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma,
antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1, reseptor agonis
beta2, GSTP1; dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan asma
dan atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1,
ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan
sebagainya (Eric, 2010).
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma
adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma
disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk
mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua
yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko
bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma
tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi
pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar
dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding
dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan
asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi
bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich
menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan
yang bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
38
b. Umur
Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak (7-
10%), yaitu umur 5 14 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, angka
kejadian asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5% (Asthma and Allergy
Foundation of America, 2010). Menurut studi yang dilakukan oleh
Australian Institute of Health and Welfare (2007), kejadian asma pada
kelompok umur 18 34 tahun adalah 14% sedangkan >65 tahun
menurun menjadi 8,8%. Di Jakarta, sebuah studi pada RSUP
Persahabatan menyimpulkan rerata angka kejadian asma adalah umur
46 tahun (Pratama dkk, 2009).
c. Obesitas
Asma lebih sering terjadi pada individu dengan obesitas (BMI
>30 kg / m2) dan pada individu dengan obesitas lebih sulit dikontrol.
Asma pada pasien dengan obesitas memiliki fungsi paru yang lebih
rendah dan morbiditas biasanya lebih meningkat pada pasien dengan
obesitas daripada pasien asma dengan berat badan normal.
penggunaan glukokortikosteroid sistemik dan gaya hidup yang kurang
aktivitas dapat mengakibatkan obesitas pada pasien asma berat, tapi
lebih banyak obesitas menyebabkan terjadinya asma. Bagaimana
obesitas menyebabkan terjadinya asma masih belum jelas, tetapi hal
ini terjadi mungkin karena kombinasi dari beberapa faktor.
Telah diteliti bahwa obesitas dapat mempengaruhi fungsi dari
jalan napas dan efeknya mempengaruhi mekanisme dari paru itu
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
39
sendiri, berkembangnya pro-inflammatory state, ditambah dengan
genetik, dan pengaruh dari hormon atau neurogenik. Sehingga pada
pasien obesitas terjadi penurunan volume ekspirasi, perubahan pola
pernapasan ini dapat menyebabkan perubahan dari elastisitas dan
fungsi dari otot polos saluran pernapasan. Dilepaskannya sitokin dan
mediator inflamasi melalui adiposit seperti interleukin-6, (TNF)- ,
eotaxin, dan leptin, kombinasi dengan adipokines anti inflamasi level
rendah pada individu obesitas dapat menyebabkan status inflamasi
walaupun masih tidak diketahui bagaimana mekanisme sehingga
mempengaruhi saluran napas (Eric, 2010 & Mangunnegoro, 2006).
d. Sex (jenis kelamin)
Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko asma pada
anak-anak. Terutama pada usia 14 tahun, prevalensi asma hampir dua
kali lebih besar pada remaja laki dan perempuan. Ketika anak
beranjak dewasa perbedaan prevalensi antara keduanya semakin tajam
dimana pada dewasa lebih banyak terjadi pada wanita. Alasan faktor
risiko ini tidak sepenuhnya dapat dimengerti, namun ukuran paru pada
laki-laki lebih kecil daripada perempuan pada saat kelahiran tetapi
menjadi lebih besar pada saat dewasa (Eric, 2010).
Menurut GINA (2009) dan NHLBI (2007), jenis kelamin laki-
laki merupakan sebuah faktor resiko terjadinya asma pada anak-anak.
Akan tetapi, pada masa pubertas, rasio prevalensi bergeser dan
menjadi lebih sering terjadi pada perempuan (NHLBI, 2007). Pada
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
40
manusia dewasa tidak didapati perbedaan angka kejadian asma di
antara kedua jenis kelamin (Maryono, 2009).
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada
kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan
oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-laki usia
2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan
sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih
sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding
anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun
kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini
(Amu, 2006).
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan
semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan
mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung
membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya hipotesis dari
observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter
saluran udara laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun,
mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada
masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan.
Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi
pada laki-laki mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma
pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
41
mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih
tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma
pada perempuan.
e. Alergen
Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma
yang paling penting. Alergen alergen ini dapat berupa kutu debu,
kecoak, binatang, dan polen/tepung sari. Kutu debu umumnya
ditemukan pada lantai rumah, karpet dan tempat tidur yang kotor.
Kecoak telah dibuktikan menyebabkan sensitisasi alergi, terutama
pada rumah di perkotaan (NHLBI, 2007). Menurut Ownby dkk (2002)
dalam GINA (2009), paparan terhadap binatang, khususnya bulu
anjing dan kucing dapat meningkatkan sensitisasi alergi asma.
Konsentrasi polen di udara bervariasi pada setiap daerah dan biasanya
dibawa oleh angin dalam bentuk partikel partikel besar
Baik alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur,
kecoa, serpihan kulit binatang, seperti anjing, kucing, dan lain-lain)
dan luar rumah (serbuk sari, spora jamur) dapat menyebabkan
eksaserbasi asma, namun peranan khususnya dalam perkembangan
asma masih belum sepenuhnya dapat dijelaskan (Iris, 2008).
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen
misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas
seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe
I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm,
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
42
terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung
debu (Vita, 2005). Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok
kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga
dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama (Danusaputro,
2007).
f. Infeksi
Ketika dalam kandungan, beberapa virus dihubungkan dengan
permulaan fenotip asmatik. Respiratory syncytial virus (RSV) dan
parainfluenza virus memproduksi pola gejala termasuk bronkiolitis
yang berhubungan dengan asma pada masa kanak-kanak. Beberapa
studi prospektif pada anak dengan RSV menunjukkan bahwa 40 %
akan berlanjut menjadi wheezing atau memiliki asma pada masa anak-
anak nantinya. Namun pada penelitian lainnya mengatakan beberapa
infeksi saluran pernapasan di kehidupan sebelumnya, termasuk
campak dan RSV, mungkin dapat melindungi diri dari perkembangan
terjadinya asma. Data yang ada tidak memberikan konklusi yang jelas.
Infeksi parasit tidak melindungi dari asma pada umumnya, tetapi
infeksi dari cacing tambang dapat mengurangi risiko asma pada
kehidupan selanjutnya (Iris, 2008).
g. Bahan di Lingkungan Kerja
Lebih dari 300 substansi telah dihubungkan dengan asma
akibat kerja. Yang diartikan sebagai asma yang disebabkan oleh
paparan dari agen yang ada dilingkungan kerja. Substansi ini termasuk
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
43
molekul kecil dengan reaktivitas tinggi seperti isocyanate, iritan yang
dapat menyebabkan respon dari saluran napas, imunogen seperti
garam platinum, dan tumbuhan dan produk biologi hewan yang
menstimulasi di produksinya IgE. Pekerjaan dengan tingkat risiko
tinggi untuk terjadi asma termasuk pertanian dan agrikultur, mengecat
(termasuk cat semprot), bersih-bersih, dan pabrik plastik. Kebanyakan
asma akibat kerja memiliki periode laten dari bulan hingga tahunan
setelah onset terpapar (Eric, 2010).
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar
biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic
coumpounds (VOC), combustion products (CO1, NO2, SO2) yang
biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan
VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih kosmetik,
Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer
(solvent) seperti thinner.
Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan,
insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat
mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan
bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping
menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi
peradangan paru.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
44
h. Asap Rokok.
Asap rokok dihubungkan dengan peningkatan penurunan
fungsi paru pada individu dengan asma, meningkatkan derajat
keparahan asma, kurang responsif terhadap pengobatan inhalasi dan
glukokortikoid sistemik dan mengurangi terkontrolnya gejala asma.
Terpapar dengan asap rokok baik prenatal maupun setelah melahirkan
meningkatkan perkembangan terjadinya asma pada usia dini. Namun
bukti dapat meningkatkan penyakit alergi masih belum jelas.
Beberapa studi menjelaskan bahwa ibu yang merokok pada saat
kehamilan dapat mempengaruhi perkembangan paru. Bayi dengan ibu
perokok memiliki faktor risiko 4 kali lebih besar untuk berkembang
memiliki penyakit dengan gejala wheezing pada tahun pertama
kehidupan. Terpapar dengan asap rokok (perokok pasif)
meningkatkan risiko penyakit saluran pernapasan pada bayi dan usia
dini (Anthony, 2008).
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah
yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel
berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam
tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida,
karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein (Soeparman,
2006).
Anak-anak secara bermakna terpapar asap rokok. Sisi aliran
asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap yang
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
45
dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas.
Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala
penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya
risiko asma dan serangan asma (Venable, 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya
asma meningkat pada anak yang terpapar sebagai perokok pasif
dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41- 5,74) Merokok dapat menaikkan
risiko berkembangnya asma karena pekerjaan pada pekerja yang
terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja. Namun hanya
sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor risiko
berkembangnya asma secara umum.
i. Makanan
Bayi dengan susu formula dari susu sapi atau protein kedelai
memiliki insiden lebih tinggi terkena penyakit dengan wheezing
daripada bayi dengan ASI. Peningkatan konsumsi makanan pengawet
dan mengurangi anti oksidan (dalam bentuk buah dan sayur),
meningkatkan n-6 polyunsaturated asam lemak (margarine dan
minyak sayur), dan mengurangi asam lemak n-3 polyunsaturated
(minyak ikan) memiliki kontribusi meningkatnya penyakit atopi dan
asma (Anthony, 2008).
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi,
ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry,
mangga, durian berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
46
industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet
(metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu
asma. Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat
alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang
terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah
kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak
terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian
membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada
2% - 5% anak dengan asma (Ramailah, 2006).
Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan
tertentu dan perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi
yang sensitif terhadap makanan tertentu akan mudah menderita asma
kemudian, anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis karena
alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. Alergi
makanan lebih kuat hubungannya dengan penyakit alergi secara
umum dibanding asma.
j. Exercise-Induced Asthma (Olahraga)
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas atau olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga
yang berat. Lari cepat paing mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktivitas tersebut (Iris, 2008).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
47
k. Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, kemarau, bunga
(serbuk sari berterbangan) (Iris, 2008).
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin,
tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah,
epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan
dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik.
Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh
air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk
asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum
terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin.
Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di saluran
pernafasan.
B. Analisis Survival
1. Pengertian Analisis Survival
Survival berasal dari kata to survive yang berarti ketahanan /
kelangsungan hidup. Sedangkan analisis survival disebut juga analisis
kelangsungan hidup atau analisis kesintasan (Murti, 1997). Secara umum
analisis survival adalah kumpulan dari prosedur statistic untuk
menganalisis data dimana variabel outcome yang diteliti adalah waktu
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
48
(time) sampai suatu kejadian (event) muncul (Kleinbaum, 1997). Variabel
Outcome time sampai terjadi event
Start follow up Event
Yang dimaksud dengan time adalah tahun, bulan, minggu atau hari
mulai dari awal suatu pengamatan kejadian sampai kejadian itu muncul.
Yang dimaksud dengan event adalah kematian, insiden penyakit,
kekambuhan, kesembuhan, kembali bekerja atau kejadian lain yang dipilih
sesuai dengan kepentingan peneliti.
Dalam analisis survival, variabel waktu sebagai survival time, karena
variabel ini menunjukkan waktu dari seseorang untuk survived dalam
periode waktu tertentu. Kita juga secara tipikal merujuk variabel event
sebagai failure/ kegagalan, karena hal mengenai event biasanya adalah
kematian, insiden penyakit, atau hal negatif pada individual. Akan tetapi
bisa juga suatu kasus positif, misalnya penelitian tentang lamanya waktu
kembali bekerja setelah operasi bedah elektif (Kleinbaum, 1997).
Analisis survival adalah suatu metode yang berhubungan dengan
waktu, mulai dari time origin atau start point sampai dengan terjadinya
suatu kejadian khusus atau end point. Dengan kata lain, analisis survival
memerlukan data yang merupakan waktu survival dari suatu individu.
Dalam bidang kesehatan data ini diperoleh dari suatu pengamatan terhadap
sekelompok atau beberapa kelompok individu dan dalam hal ini adalah
pasien, yang diamati dan dicatat waktu terjadinya kegagalan dari setiap
individu (Collet, 1994). Kegagalan yang dimaksudkan antara lain adalah
Time
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
49
kematian karena penyakit tertentu, keadaan sakit yang terulang kembali
setelah pengobatan atau munculnya penyakit baru. Apabila kegagalan
yang diamati adalah terjadinya kematian pada pasien maka waktu survival
yang dicatat antara lain sebagai berikut :
a. Selisih waktu mulai dilakukannya pengamatan sampai terjadinya
kematian dan data tersebut termasuk data tidak terpotong (uncensored
data).
b. Jika waktu kematiannya tidak diketahui, maka memakai selisih waktu
mulai dilakukannya pengamatan sampai waktu terakhir penelitian dan
data tersebut termasuk data terpotong (censored data).
Menurut Cox dan Oakes (1984), terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan waktu survival secara tepat, yaitu sebagai
berikut :
a. Waktu awal tidak ambigu yang berarti tidak ada dua pengertian atau
lebih.
b. Definisi terjadinya kegagalan secara keseluruhan harus jelas.
c. Skala waktu sebagai satuan pengukuran harus jelas.
Pada analisis survival, ada problem yang terjadi pada waktu
pengamatan, bahwa kita tidak mengetahui time yang kita ukur secara pasti
(sensor) (Kleinbaum, 1997). Hal ini terjadi karena :
a. Orang yang kita amati tidak mengalami event
b. Orang yang kita amati hilang dalam pengamatan (lost to follow up)
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
50
c. Orang yang kita amati meninggal yang terjadi bukan karena event
(withdrawn)
0 2 4 6 8 10 12 Time > 0
A ------------------x 5
B ---------------------------------- 12
C -------------withdrawn 3,5
D ---------------------------------------- 8
E ----------------- Lost 6
F -----------x 3,5
Study end
Contoh :
6 orang diamati lamanya waktu penyembuhan luka operasi bedah dengan
ditandai tumbuhnya granulasi pada luka operasi.
a. Pasien diamati sejak awal penelitian dan granulasi tumbuh pada minggu
ke-5. Berarti survive time adalah 5 dan bukan sensor.
b. Pasien diamati sejak awal penelitian dan granulasi tidak tumbuh sampai
selesai pengamatan. Berarti survive time adalah 12 dan merupakan
sensor.
c. Pasien masuk dalam penelitian pada minggu ke-2 dan 3, ternyata pasien
meninggal pada minggu ke-6 karena serangan jantung. Berarti survive
time adalah 3,5 dan merupakan sensor
d. Pasien masuk dalam penelitian pada minggu ke-4, granulasi tidak
tumbuh sampai selesai pengamatan. Berarti survive time adalah 8 dan
merupakan sensor.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
51
e. Pasien masuk dalam penelitian pada minggu ke-3, akan tetapi pasien ini
pulang paksa tidak selesai sampai akhir masa pengamatan. Berarti
survive time adalah 6 dan merupakan sensor.
f. Pasien masuk dalam penelitian pada minggu ke-8, dan granulasi
tumbuh pada minggu ke-11,5. Berarti survive time adalah 3,5 dan bukan
sensor.
Dari data survival time untuk 6 orang pada grafik diatas dapat
disimpulkan bahwa terdapat 4 sensor (B,C,D dan E) dan 2 event (A dan F)
dalam bagan adalah sebagai berikut ;
Tabel 2.2. Bagan Sensor
Orang Survival time Failure(1), Sensor(0)
A 5 1
B 12 0
C 3,5 0
D 8 0
E 6 0
F 3,5 1
Ada beberapa teori yang pernah membahas tentang survival analysis
atau Proportional hazard model yaitu diantaranya adalah Kaplan-meier
dan Cox Pada mulanya permodelan dari teori ini digunakan pada cabang
ilmu kedokteran, dimana mereka menganalisis kematian atau harapan
hidup seseorang. Untuk itu penulis memakai pendekatan model cox
proportional hazard model yang dapat menjelaskan pengaruh faktor
independen dalam suatu kejadian, dengan begitu akan didapat analisis
yang lebih dalam tentang suatu kejadian dengan menggunakan metode cox
proportional hazard model mengenai faktor-faktor apa yang berpengaruh.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
52
Tujuan utama dari analisis survival adalah sebagai berikut:
a. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi survivor
atau hazard dari data survival, misalnya kanker, mati, post operasi dan
lain-lain.
b. Membandingkan fungsi survivor dan fungsi hazard pada dua atau lebih
kelompok.
c. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory dengan survival
time/waktu ketahanan misalnya dengan menggunakan Cox
proportional hazard (Kleinbaum, 1997).
d. Untuk memodelkan dan menganalisis data time to even yaitu data yang
memiliki batas waktu usia dari suatu kejadian atau event. Kejadian itu
disebut dengan failure. Beberapa contoh antara lain: waktu sampai
komponen elektronik rusak, waktu kematian, waktu untuk mempelajari
suatu keahlian.
Dalam contoh diatas terlihat bahwa mungkin saja suatu failure time
tak teramati baik karena rancangan percobaannya ataupun karena random
censoring. Misalnya ternyata pasien masih hidup sampai akhir dari suatu
percobaan klinis. Survival analisis adalah suatu istilah modern yang
diberikan terhadap sekumpulan prosedur statistik yang mengakomodasi
time to event censored data.
2. Notasi dan Terminologi
a. Notasi
T = survival time/waktu ketahanan dari variabel random (Te0)
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
53
t = nilai spesifik untuk T
= variabel dikotomi (status) = (0-1) variabel, untuk status failure (1)
atau sensor (0)
b. Terminologi
S(t) = survivor function (fungsi survivor), merupakan probabilitas
seseorang untuk sukses setelah unit waktu yang ditentukan
membentuk kurva
1) Fungsi Survivor
Fungsi survivor S(t) adalah probabilitas seseorang untuk
survived atau bertahan hidup lebih lama atau sama dengan waktu t,
S(t) = P (individu) e t
S(t) = P (T e t)
S(t) = Jumlah individu yang survived pada waktu e t
Jumlah individu pada data set
Fungsi survivor merupakan hal pokok dalam analisis survival,
karena terdapat probabilitas survival untuk berbagai nilai t yang
merupakan informasi penting dari data survival.
Secara teori, t berkisar dari 0 sampai tak terhingga, fungsi
survivor dapat digambarkan dalam grafik/kurva halus, dimana t
adalah baris dan S(t) adalah kolom. Terjadi penurunan dari S(t)=1
pada t=0 sampai S(t)=0 pada t=. Yaitu probabilitas hidup adalah=1
pada waktu=0, dan probabilitas hidup pada waktu tak terhingga=0.
Namun dalam kenyataannya biasanya grafik dalam step function,
tidak dengan kurva halus, karena waktu studi tidak pernah sampai
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
54
waktu tak terhingga, ada kemungkinan setiap orang dalam studi
tidak muncul kejadian yang diinginkan, sehingga estimasi S(0)=1
fungsi survivor yang dilambangkan dengan S pada grafik tidak selalu
menjadi 0 pada akhir studi.
S(t) S()=0
0 t
Pada kenyataannya grafik yang terbentuk membentuk step
function dan tidak akan menuju pada keadaan 0.
S(t) juga dikenal sebagai Cummulative survival rate. Untuk
menggambarkan arah survival (survival curve), fungsi survival
digunakan untuk mencari median (50 persentil) dan persentil lainnya
dari waktu survival. Jadi nilai yang diambil dari suatu distribusi,
bukan mean akan tetapi median. Hal ini dikarenakan waktu/time
dalam analisis survival aka nada nilai-nilai ekstrim, terlalu pendek
atau terlalu lama (Kleinbaum, 1997).
Variabel random mempunyai distribusi probabilitas yang
disebut probability density function f(t) atau fungsi kumulatif
fungsi distribusi dari T adalah :
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
55
F(t) = P (T < t ) yaitu probabilitas seseorang untuk survived
kurang dari waktu t, sehingga
S(t) = P (T e t) = 1 F (t)
Fungsi survivor digunakan untuk merepresentasikan
probabilitas individu untuk survived dari waktu awal sampai
beberapa waktu tertentu.
2) Fungsi Hazard
H(t) = hazard function (fungsi hazard), merupakan probabilitas
seseorang gagal setelah unit waktu yang ditentukan, seperti
kebalikan dari fungsi S(t) (Kleinbaum, 1997).
Suatu fungsi hazard yang tinggi menandakan probabilitas
kematian yang tinggi Fungsi Hazard merupakan probabilitas
seseorang gagal setelah unit waktu yang ditentukan, seperti
kebalikan dari fungsi survival S(t), Fungsi hazard h(t) dari suatu
waktu survival T menunjukkan conditional failure rate
Formula hazard dapat diartikan probabilitas kondisional yaitu
probabilitas terjadinya suatu kejadian pada interval waktu antara t
dan t dimana waktu survival T adalah lebih besar atau sama dengan
t. Jadi berbeda dengan fungsi survival, dimana fokusnya adalahnot
falling pada fungsi hazard fokusnya adalah falling pada
munculnya suatu kejadian. Dengan demikian jika S(t) lebih tinggi
untuk waktu t maka h(t) akan lebih rendah dan sebalik
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
56
Contoh dari bentuk kurva hazard :
a) Eksponsial, contoh pada orang sehat, pasien tetap sehat selama
periode penelitian.
b) Increasing Weibull, contoh pasien leukemia yang tidak sembuh
dengan pengobatan dan akhirnya meninggal pada periode waktu
tertentu.
c) Decreasing Weibull, contoh pasien dalam penyembuhan pasca
operasi ketika outcomenya adalah kemungkinan meninggal pada
pasien psca bedah, maka pada awal kemungkinan tersebut tinggi,
setelah penyembuhan kemungkinan tersebut menurun pada
periode waktu tertentu.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
57
d) Log normal, contoh seperti itu pada penderita Tuberkulosis, pada
awal pengobatan, sebelum 6 bulan kemungkinan meninggal
meningkat, tapi bila telah selesai pengobatan kemungkinan
meninggalnya menurun. Kegunaan fungsi hazard adalah :
(1) Memberikan gambaran tentang keadaan failure rate
(2) Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik
(3) Membuat model matematik untuk survival analisis biasanya
ditulis dalam bentuk fungsi hazard (Kleinbaum, 1997)
C. Metode Analisis Survival
Metode analisis survival yang sering digunakan adalah :
1. Metode tabel kehidupan (life table) /akturial (cutler ederer)
Metode ini menggunakan cara dengan menentukan interval waktu
yang dikehendaki. Pemilihan interval ini dilakukan dengan
memperhitungkan karakteristik penyakit atau efek yang akan dipelajari
(Sastroasmoro, 2002). Pada metode ini dibuat interval arbitrer, dengan
menganggap peluang terjadinya efek selama masa interval tersebut
dianggap konstan. Keadaan ini dianggap sebanding dengan pengukuran
dengann skala kategorikal. Syarat dan asumsi yang harus dipenuhi pada
metode ini adalah (Sastroasmoro, 2002) :
a. Saat awal pengamatan harus jelas. Bergantung dari jenis penyakit yang
diteliti, saat mulai pengamatan dapat berupa mulai timbulnya keluhan,
saat diagnosis atau mulainya terapi.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
58
b. Efek yang diteliti harus jelas, harus berskala nominal dikotom
(dianggap sebanding dengan pengukuran dengan skala kategorikal) dan
harus tidak bersifat multiple (setiap subyek hanya dapat mengalami
efek 1 kali. Bila efek terjadi berulang kali maka efek pertamalah yang
dihitung
c. Kejadian lost to follow up harus independen terhadap efek
d. Risiko untuk terjadi efek tidak bergantung terhadap pada tahun kalender
dan resiko untuk terjadi efek pada interval waktu yang dipilih dianggap
sama
e. Pasien yang tersensor dianggap mengalami efek
Asumsi yang berlaku pada metode ini adalah subyek yang hilang
terjadi pada pertengahan interval dan probabilitas untuk bertahan hidup
pada periode tidak tergantung pada probabilitas bertahan hidup pada
periode lainnya.
2. Metode Kaplan Meier
Metode ini merupakan jenis teknik analisis survival yang sering
digunakan. Produk ini sering disebut product limit method. Berbeda
dengan metode akturial, pada cara Kaplan Meier tidak dibuat interval
tertentu, efek dihitung tepat pada saat ia terjadi. Lama pengamatan masing-
masing subyek disusun dari yang terpendek ssampai yang terpanjang,
dengan catatan yang tersensor diikutsertakan dihitung (Sastroasmoro,
2002). Hal ini dianggap sebanding dengan pengukuran berkala numerik.
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
59
Metode ini digunakan dengan jumlah subyek yang sedikit. Metode
ini juga dapat memberikan proporsi ketahanan hidup yang pasti karena
menggunakan waktu ketahanan hidup secara tepat karena efek tidak
dikelompokkan dalam interval, melainkan diperhitungkan sesuai saat
terjadinya efek pada tiap subyek (Tabachnick, 2001).
3. Regresi Cox (Cox Proportional Hazard)
Jika ingin ada variabel kovariat yang ingin dikontrol atau bila
menggunakan beberapa variabel explanatory dalam menjelaskan hubungan
survival time maka kita menggunakan regresi cox.
Regresi cox dapat digunakan untuk yang membuat model
menggambarkan hubungan antara survival time sebagai dependen variabel
dengan satu set variabel independen (kontinyu/ kategorik). Regresi cox
menggunakan hazard function sebagai dasar untuk memperkirakan
Relative Risk untuk gagal.
Fungsi hazard h(t) adalah sebuah rate yang merupakan estimasi
potensi untuk mati pada 1 unit waktu pada saat tertentu, dengan catatan
bahwa kasus tersebut masih hidup ketika menginjak interval waktu
tersebut. Karena fungsi hazard bukan suatu probability (0-1), maka ia
dapat mempunyai nilai 0 hingga. Tujuan penggunaan regresi cox adalah
untuk: Mengestimasi hazard ratio, menguji hipotesa dan melihat confident
interval dari hazard ratio.
Hazard ratio (HR) adalahrasio dua hazard pada x=1 dan x=0
merupakan exp (b), Artinya ingin diketahui berapa besarnya rasio untuk
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
60
hazard failure pada x terpapar disbanding tak terpapar. Interpretasi
HR~seperti RR atau OR.
Model Regresi Cox
h(t,x) = ho(t).e-(b1x1+b2x2+..bixi)
Dimana :
X = kovariat
b = koefisien regresi
ho(t) = baseline hazard function ketika x=0
Cox Proporsional hazard model sangat popular digunakan karena :
a. Dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui ho(t) atau
baseline hazard function
b. Dapat mengestimasi ho(t),h(t,x) dan fungsi survivor meskipun ho(t)
tidak spesifik
c. Cox model robust sehingga hasil dari cox model hamper sama dengan
hasil model parametric
Formula model cox menyatakan bahwa hazard pada waktu t adalah
merupakan hasil dari 2 kuantitas. Pada bagian pertama disebut dengan
baseline hazard function sedangkan pada kuantitas kedua disebut dengan
eksponensial yang dinyatakan dengan e hingga jumlah linier dari bixi
dimana jumlah tersebut adalah menerangkan variabel x.
Hal penting pada formula tersebut adalah perhatian terhadap asumsi
proporsional hazard,yaitu baseline hazard adalah fungsi dari t dimana
ekspresi eksponensial meliputi x tetapi tidak melibatkan tx disini disebut
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
61
dengan time independen x(x tidak tergantung waktu), bila hal ini terjadi
maka x disebut time dependen variables, model ini disebut dengan
extended cox model.
Asumsi pada model Cox Proporstional Hazard adalah hazard rasio
yang membandingkan du kategori dari predictor adalah konstan pada
setiap waktu atau tidak tergantung waktu. Apabila asumsi tidak terpenuhi
maka model yang digunakan disarankan regresi cox dengan time
dependent covariat atau extended cox model. Secara umum ada 3
pendekatan untuk mengkaji asumsi proportional membuat plot Log Minus
hazard, yaitu ;
a. Pendekatan grafik, caranya dengan Log (LML) dari fungsi ketahanan
hidup. Pada plot ini untuk setiap strata harus parallel/sejajar. Cara ini
hanya dapat digunakan untuk variabel kategorik. Untuk variabel
kontinyu harus diubah menjadi kategorik (2 atau 3 kelompok)
b. Menggunakan variabel time dependent dalam extended cox model,
caranya adalah membuat interaksi antar variabel bebas dengan waktu
ketahanan hidup kemudian lihat nilai signifikannya.
c. Menggunakan goodness of fit test. Untuk menguji dengan cara ini
menggunakan computer khusus.
d. Ketiga cara ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, untuk itu
sebaiknya peneliti menggunakan minimal 2 cara untuk menguji asumsi
proporsional (Kleinbaum, 1970).
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
62
D. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka teori
Sumber : Global Initiative for Asthma (GINA, 2006), Gershwin, M Eric dkk.
(2006)
Tidak Tertangani
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan asma:
A. Faktor Presipitasi: 1. Genetik 2. Umur 3. Obesitas 4. Jenis kelamin
B. Faktor Predisposisi 1. Alergen 2. Infeksi 3. Bahan dilingkungan kerja 4. Asap rokok 5. Makanan 6. Olahraga 7. Perubahan cuaca
Tertangani
Penanganan
Sembuh Kekambuhan
Gangguan Sistem Pernafasan
PPOK Bronchopnemonia Asma TBC
T. Medis:
a. Nebulizer b. Bronchodilator
T. Keperawatan:
a. Edukasi b. Ajarkan latihan
otot pernafasan
c. Ajarkan batuk efektif
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
http://www.ginasthma.org/
63
E. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
: variabel yang diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
D. HIPOTESIS
Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian, maka hipotesis dapat benar
atau salah, bisa diterima bisa ditolak (Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Ha : Adanya pengaruh antara faktor umur, riwayat keluarga dan alergi
terhadap kekambuhan asma bronkhial.
Ha1 : Variabel umur menjadi faktor dominan terhadap kekambuhan asma
bronkhial.
Kejadian
Kekambuhan Asma
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian asma:
1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Alergi 4. Riwayat Keluarga (genetik)
Analisis Kekambuhan pada..., Yuniati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014