BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Jamurrepository.poltekkes-tjk.ac.id/62/5/6. BAB...

14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Jamur Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel, sedangkan sel tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual, seksual, atau keduanya (Sutanto, 2008). Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain. Kemudian dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai makanannya. Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan pada benda dan makanan, sehingga menimbulkan kerugian dan diperlukan biaya yang besar untuk mencegah kerusakan tersebut. Dengan cara yang sama, jamur dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan hewan sehingga dapat menimbulkan penyakit (Sutanto, 2008) Pada umumunya jamur tumbuh dengan baik ditempat yang lembab. Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas. Jamur yang menimbulkan penyakit pada manusia, biasanya hidup pada zat organik atau ditanah yang mengandung zat organik seperti humus, tinja binatang (unggas, kelelawar) (Sutanto, 2008).

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Jamurrepository.poltekkes-tjk.ac.id/62/5/6. BAB...

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Jamur

    Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan

    tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang

    bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri dari selulosa

    atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan

    dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel, sedangkan sel

    tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang

    mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang

    biak secara aseksual, seksual, atau keduanya (Sutanto, 2008).

    Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai

    klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses

    fotosintesis seperti tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik

    yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain. Kemudian

    dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan dicerna menjadi

    zat anorganik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai makanannya. Sifat

    inilah yang menyebabkan kerusakan pada benda dan makanan, sehingga

    menimbulkan kerugian dan diperlukan biaya yang besar untuk mencegah

    kerusakan tersebut. Dengan cara yang sama, jamur dapat masuk ke dalam

    tubuh manusia dan hewan sehingga dapat menimbulkan penyakit (Sutanto,

    2008)

    Pada umumunya jamur tumbuh dengan baik ditempat yang lembab. Jamur

    juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat

    ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang

    panas. Jamur yang menimbulkan penyakit pada manusia, biasanya hidup pada

    zat organik atau ditanah yang mengandung zat organik seperti humus, tinja

    binatang (unggas, kelelawar) (Sutanto, 2008).

  • a. Morfologi Kapang

    Kapang terdiri atas sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa.

    Hifa tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak

    bersekat dan disebut hifa senositik (coenocytic). Anyaman hifa, baik yang

    multiselular atau senositik, disebut miselium. Kapang membentuk koloni yang

    menyerupai kapas atau padat (Sutanto, 2008).

    Sumber: https://microbiologyinfo.com

    Gambar 2.1 Kapang Aspergillus flavus secara makroskopis.

    b. Reproduksi Jamur

    Menurut Sutanto (2008), reproduksi jamur dibagi menjadi 2 cara, yaitu:

    1) Seksual

    Yang termasuk golongan spora seksual adalah zigospora, oospora, askospora

    dan basidiospora.

    2) Aseksual

    Yang termasuk golongan spora aseksual adalah blastospora, artrospora,

    klamidospora, aleuriospora, sporangiospora dan konidia.

    c. Jenis Kapang

    Menurut Makfoeld (1993) , beberapa jenis kapang antara lain:

    1) Aspergillus

    Spesies dari genus Aspergillus dapat tumbuh pada semua substrat. Fungi

    ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian, roti, dan bahan pangan

    lainnya. Pertumbuhannya akan terhambat bila bahan dalam keadaan kering.

    Beberapa spesies dapat menyebabkan karsinogenik, mutagenik, hepatoksin,

    neurotoksin, dan penyakit paru-paru. Aspergillus bersifat saprofit sebagaimana

    banyak ditemukan pada bahan pangan.

  • Sumber : Makfoeld, 1993

    Gambar 2.2 Aspergillus sp.

    2) Penicillium

    Penicillium mempunyai hubungan erat bersama dengan Aspergillus sp,

    karena Aspergillus sp sering diikuti keberadaan Penicillium. Konidiofor

    bercabang satu atau lebih, tumbuh pada ujung tandan dari hifa yang paralel,

    merupakan sterigmata. Pangkal dari sterigmata sering disebut metulla.

    Penicillium dikatakan tidak mempunyai vesikel dan konidiofor tunggal,

    sehingga bagian yang fungsinya mirip konidiofor dengan cabang-cabangnya

    disebut penisilius (sapu).

    Sumber : Makfoeld, 1993

    Gambar 2.3 Penicillium.

  • 3) Cladosporium

    Cladosporium merupakan fungi saprofit, dapat ditemukan pada bahan

    pangan, pakaian, karet, tanah, jerami, dan tanaman. Fungi ini berukuran kecil,

    koloni berwarna hijau atau hijau kecoklatan dengan permukaan halus. Konidia

    lonjong dan bercabang. Spora terbentuk langsung pada bagian ujung

    konidiofor. Spesies yang sering dijumpai adalah Cladosporium herbarum.

    Sumber: Makfoeld, 1993

    Gambar 2.4 Cladosporium.

    4) Alternaria

    Alternaria berwarna hijau gelap atau hijau kecoklat-coklatan, pada kultur

    media cepat tumbuh, miselium berwarna hijau atau coklat, miselium bersepta

    besar, konidiofor berwarna coklat kehijau-hijauan. Spesies yang banyak

    ditemukan adalah Alternaria tenuis yang tumbuh pada biji-bijian dan

    merupakan fungi tanah.

    Sumber: Makfoeld, 1993

    Gambar 2.5 Alternaria.

  • 5) Helminthosporium

    Helminthosporium termasuk dalam kelas Ascomycetes dan famili

    Dematiaceae, merupakan fungi parasit pada serealia, menghasilkan mikotoksin

    sitokalasin A, B, dan F. Konidia bersel banyak, berbentuk bulat memanjang.

    Sumber: Makfoeld, 1993

    Gambar 2.6 Helminthosporium.

    6) Fusarium

    Fusarium menghasilkan dua macam konidia, yaitu makrokonidia bentuk

    panjang melengkung di kedua ujung seperti bulan sabit dan mikrokonidia yang

    kecil bulat atau pendek lurus. Fusarium merupakan fungi yang banyak

    dijumpai pada bahan pakan maupun pangan.

    Sumber: Makfoeld, 1993

    Gambar 2.7 Fusarium.

    7) Trichoderma

    Trichoderma memiliki konidia bercabang pada ujung konidiofor berwarna

    hijau. Fungi ini terdapat di tanah memiliki ciri-ciri membentuk amoniak.

    Beberapa spesies yang banyak ditemukan adalah Trichoderma viride.

  • Sumber: Makfoeld, 1993

    Gambar 2.8 Trichoderma.

    d. Fisiologi Kapang

    Kapang diketahui tidak berklorofil, sehingga tidak mampu mensintesis

    makanan dengan sendirinya, untuk melangsungkan kehidupannya diperlukan

    bahan makanan yang telah tersedia. Kapang akan mengambil makanan dari

    organisme lain, yaitu kapang yang bersifat parasit, atau memanfaatkan sisa-sisa

    bahan dari alam maupun organisme, yaitu kapang yang bersifat saprofit.

    Sebagian besar kapang dapat hidup pada suhu 0-35ºC, sesuai dengan

    spesiesnya. Kapang mampu tumbuh pada substrat dengan osmosis tinggi,

    misalnya pada ikan asin, manisan buah atau sirup (Makfoeld, 1993).

    Kapang diketahui lebih tahan dalam keadaan lingkungan yang tidak

    menguntungkan daripada mikroorganisme lain. Pada konsentrasi gula yang

    tinggi dalam substrat yang menghambat bakteri misalnya, ternyata beberapa

    jenis kapang masih mampu tumbuh, demikian pula pada keadaan yang asam

    kapang akan lebih tahan daripada lainnya. Suhu optimum pertumbuhan kapang

    parasit lebih tinggi (30-37ºC) daripada jenis yang saprofit (22-30ºC). Beberapa

    kapang diketahui ada yang mampu tumbuh pada suhu mendekati 0ºC, sehingga

    mampu merusak bahan pangan dalam pendinginan (Makfoeld, 1993).

    e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kapang

    Menurut Syarief dkk (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi

    pertumbuhan kapang adalah:

  • 1) Kebutuhan Zat Gizi

    Kapang membutuhkan makanan sebagai sumber energi dan berbagi unsur

    kimia untuk pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon,

    nitrogen, hydrogen, oksigen, sulfur, posfor, magnesium, zat besi dan sejumlah

    kecil logam lainnya (Zn, Mn, Cu, Mo dan Co). Karbon dan sumber energi

    untuk kebutuhan kapang dapat diperoleh dari karbohidrat sederhana seperti

    glukosa. Selain glukosa, seringkali digunakan juga maltosa dan fruktosa

    sebagai sumber karbon untuk kapang. Sedangkan galaktosa, laktosa dan

    manosa hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil. Polisakarida yang dapat

    menjadi sumber karbon dan energi untuk kapang terutama yaitu pati, selulosa

    dan lignin. Kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan kapang dapat diperoleh

    dari sumber-sumber organik, seperti NH4 dan NO3 atau sumber organik seperti

    asam-asam amino dan protein. Molekul-molekul yang kompleks zat-zat

    organik seperti polisakarida, lemak dan protein harus dipecahkan dahulu

    menjadi unit-unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut dapat digunakan.

    2) Suhu

    Suhu optimum untuk pertumbuhan kapang umumnya sekitar 22º-30ºC.

    Disamping itu dikenal juga kapang termotoleran yang mampu tumbuh pada

    suhu sekitar 50ºC dengan suhu minimum perkembangbiakan dibawah 20ºC

    (contoh Aspergillus niger). Pada kelompok termofilik dikenal juga kapang

    mikrotermofilik yang membutuhkan suhu optimum 25-35ºC dan suhu

    maksimum untuk pertumbuhan antara 40-48ºC seperti Byssochlamys nivea dan

    Thielavia sepedonium. Selain itu terdapat juga kelompok kapang termofilik

    psikrotoleran yang dapat berkembang pada suhu rendah hingga suhu tinggi

    akan tetapi suhu optimumnya sekitar 48ºC contoh Absidia ramose dan

    Aspergillus fumigatus. Sebagian kapang penyimpanan berkembang pesat pada

    suhu 20º-40ºC.

    3) Aktivitas Air

    Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan kapang adalah 0,80.

    Larutan gula dan garam yang pekat dapat menyebabkan tekanan osmotik pada

    sel jasad renik. Air dari dalam sel keluar sehingga sel kekurangan air dan

    akibatnya jasad renik mati. Akan tetapi ada beberapa jenis mikroorganisme

  • yang dapat menyesuaikan dengan tekanan osmotik yang tinggi, bahkan

    beberapa diantaranya menyukai tekanan osmotik tersebut. Jasad renik pertama

    disebut osmotoleran sedangkan yang kedua yaitu yang menginginkan tekanan

    osmotik tinggi dikenal dengan kapang osmofilik. Jasad renik yang tahan dalam

    lingkungan berkadar garam cukup tinggi disebut halofilik, seperti kapang

    Aspergillus halophilicus.

    4) Derajat Keasaman Lingkungan

    Sebagian besar kapang berkembang pada pH 0-8,5. Nilai pH diluar 2-10

    umumnya bersifat merusak, pH optimum pertumbuhan kapang yaitu 3,8-5,6.

    Kondisi pH bahan pangan dapat juga digunakan sebagai pembatasan bagi

    perkembangan kapang. Berdasarkan nilai pH (juga aw dan suhu) dapat diduga

    jenis mikroorganisme yang ada pada bahan pangan tertentu.

    5) Kondisi Lingkungan Atmosfir

    Komposisi atmosfir dan tekanan oksigen mempengaruhi kehidupan

    kapang. Hal ini penting dalam mengembangkan berbagai system penyimpanan

    dan pengemasan. Banyak kapang yang dapat menyebabkan kerusakan pada

    penyimpanan bahan pangan masih bertahan pada kondisi oksigen sekitar 0,1-

    0,2% atau pada kondisi karbondioksida 80%. Bahkan kapang

    Monascus bisporus yang bersifat serofilik (aw 0,65 pada manisan kering)

    sangat toleran pada kadar oksigen yang sangat rendah dengan 95% CO2.

    2. Mikotoksin

    Mikotoksin dapat didefinisikan sebagai senyawa organik beracun yang

    berasal dari sumber hayati berupa hasil metabolisme sekunder dari kapang.

    Pengaruh mikotoksin pada manusia dan hewan berbeda-beda. Beberapa

    diantaranya dapat menyebabkan terjadinya kanker, sedangkan jenis lain dapat

    bersifat teratogenik karena menyebabkan kelainan pada fetus (janin), ada juga

    yang imunosupresif dan nephratoksik (Syarief, 2003).

    3. Aflatoksin

    Aflatoksin dikenal sebagai mikotoksin yang paling potensial sebagai

    karsinogen . dari sekian banyak mikotoksin, aflatoksin merupakan salah satu

    yang terpenting di Indonesia. Kondisi iklim tropis sangat sesuai dengan

    pertumbuhan kapang khususnya Aspergillus flavus atau Aspergillus parasiticus

  • yaitu kedua jenis kapang yang dapat memproduksi berbagai jenis aflatoksin.

    Aflatoksin dapat mengakibatkan kerusakan hati, organ tubuh yang sangat

    penting dan juga berperan dalam detoksifikasi aflatoksin itu sendiri. Hasil

    penelitian Pang et al., (1974) terhadap 71 penderita kanker hati di Jakarta,

    terungkap bahwa sekitar 94% dari penderita ditemukan berasal dari bahan

    pangan yang dikonsumsi sehari-hari oleh penderita. Berbagai hasil penelitian

    mengenai efek biologik aflatoksin memperlihatkan bahwa aflatoksin

    mempunyai kemampuan untuk menginduksi kanker pada hati ikan, burung,

    dan mamalia. Dibandingkan dengan bahan-bahan kimia yang dapat

    menimbulkan kanker hati, maka aflatoksin merupakan bahan yang paling

    berbahaya. Pada individu yang kekurangan gizi, daya induksi kanker hati dari

    aflatoksin menjadi makin besar (Syarief, 2003).

    Menurut Syarief, dkk (2003) penghilangan aflatoksin dapat dilakukan dengan

    cara sebagai berikut:

    a. Perlakuan Fisik

    1) Pengaruh Radiasi

    Aflatoksin peka terhadap sinar ultraviolet, dan modifikasinya bersifat

    kurang beracun dibandingkan dengan bahan aslinya. Tingkat perusakan

    aflatoksin dengan sinar ultraviolet ini tergantung pada konsentrasi aflatoksin,

    lamanya penyinaran, dan sifat pelarut.

    2) Pengaruh Panas

    Aflatoksin bersifat tahan panas, pada suhu 60º dan 80ºC jumlah aflatoksin

    yang rusak tidak berarti, dan hanya sedikit yang rusak pada suhu 100ºC. Laju

    perusakan afltoksin dengan cara pemanasan dapat dipercepat dengan penaikan

    kadar air bahan waktu pemanasan dan suhu.

    3) Ekstraksi Aflatoksin

    Rayner dan Dollear dalam Betina (1989) mencoba menghilangkan

    aflatoksin dari kacang tanah dan biji kapas secara ekstraksi. Ternyata

    pengekstrak yang hanya berupa isopropanol kurang efektif dan campuran yang

    terbaik adalah isopropanol 80% dalam air. Hasil percobaan juga menunjukkan

    bahwa pada suhu yang lebih tinggi ekstraksi akan lebih efektif.

  • b. Perlakuan Kimia

    Perlakuan untuk menghilangkan daya racun aflatoksin dengan perlakuan

    kimia diantaranya adalah perlakuan dengan asam, perlakuan basah dan

    pengaruh oksidator.

    c. Perlakuan Biologi

    Van Veen et al., (1972) serta Muhilal et al., (1972) dalam Darmaputra

    (2000) mengemukakan bahwa Neurospora sp dan Rhizopus sp yaitu kapang

    yang dipakai untuk membuat oncom dan tempe dapat menurunkan kadar

    aflatoksin berturut-turut 50 dan 70%.

    4. Cabai (Capsicum sp)

    Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran yang terpenting di

    Indonesia. Cabai yang dibudidayakan secara luas berasal dari spesies Capsicum

    annuum L (cabai besar dan cabai keriting) dan Capsicum frustescens L (cabai

    rawit) (SNI 4480:2016).

    Cabai besar (Capsicum annuum) atau lombok besar memiliki banyak

    varietas. Di Indonesia dikenal beberapa jenis varietas antara lain cabai merah

    (C. annuum var.longum) , cabai bulat (C. annuum var. grossum) , cabai hijau

    (C. annuum var. annuum), dan C. annuum var. minimum atau C. annuum var.

    glabriuusculum (Setiadi, 2006).

    Disebut cabai merah atau lombok merah (C. annuum var. longum) karena

    buahnya besar berwarna merah.

    Menurut Setiadi, 2006 cabai merah terdiri dari beberapa jenis, diantaranya

    ialah sebagai berikut:

    1) Cabai keriting

    Cabai ini berukuran lebih kecil dari cabai merah biasa, tetapi rasanya lebih

    pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang agak berkelok-kelok

    dengan permukaan buah tidak rata, sehingga memberikan kesan “keriting”.

    Mungkin dari bentuk fisik inilah sehingga cabai ini disebut dengan cabai

    keriting.

    2) Cabai tit atau tit super

    Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara 30-70 cm.

    Tanaman ini mampu menumbuhkan 8-10 cabang yang berarti mampu

  • membentuk banyak kuncup. Oleh karena dapat berbunga serentak maka

    pemeliharaannya menjadi lebih mudah dan pemanenannya dapat serentak.

    3) Cabai hot beauty

    Di kalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai taiwan.

    Memang cabai ini merupakan cabai hibrida yang diintroduksi dari Taiwan.

    Ukuran buahnya besar, panjang, dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa

    kurang pedas dibandingkan cabai keriting.

    4) Cabai merah lainnya

    Ada beberapa jenis cabai merah lain yang ada di Indonesia, beberapa

    diantaranya adalah cabai semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai long

    chili.

    a. Klasifikasi Cabai

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledoneae

    Ordo : Solanales

    Famili : Solanaceae

    Genus : Capsicum

    Spesies : Capsicum annum L (Wardana, 2014)

    Sumber: https://www.worldofchillies.com

    Gambar 2.9 Cabai merah (Capsicum annum L).

    b. Manfaat Cabai

    Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A,C), damar, zat

    warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, dan lutein. Selain

    itu juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan

  • niasin. Zat aktif kapsaisin terlalu banyak akan mengakibatkan rasa terbakar di

    mulut dan keluarnya air mata. Selain kapsaisin, cabai juga mengandung

    kapsisidin khasiatnya untuk memperlancar sekresi asam lambung dan

    mencegah infeksi sistem pencernaan. Unsur lain dalam cabai adalah kapsikol

    yang dimanfaatkan untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas dan

    gatal-gatal (Wardana, 2014).

    Tabel 2.1 Kandungan gizi cabai merah besar per 100 gram bahan

    Kandungan gizi Cabai merah segar Cabai merah kering

    Kadar air (%) 90,9 10

    Kalori (kal) 31 311

    Protein (g) 1 15,9

    Lemak (g) 0,3 6,2

    Karbohidrat (g) 7,3 61,8

    Kalsium (mg) 29 160

    Fosfor (mg) 24 370

    Besi (mg) 0,5 2,3

    Vitamin A (SI) 470 576

    Vitamin C (mg) 18 50

    Vitamin B1 (mg) 0,05 0,4

    Berat yang dapat dimakan /

    BBD (%)

    85 85

    Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1992

    c. Penanaman Cabai

    Penanaman cabai dilakukan pada sore hari untuk menghindari sengatan

    sinar matahari. Jika ditanam pada pagi atau siang hari bibit akan layu, yang

    dapat mengakibatkan kematian (Swastika, 2017).

    d. Pemanenan dan Pascapanen Cabai

    Pemanenan dan penanganan pascapanen merupakan tahap akhir dari

    budidaya cabai. Keberhasilan panen dan penanganan pascapanen juga tidak

    terlepas dari awal budidaya, seperti penanaman dan pemeliharaan hingga

    akhirnya tiba saat dipanen. Pemanenan cabai perlu dilakukan dengan tepat

    waktu, teknik, ketelitian, dan kesabaran. Pemanenan yang terlalu cepat akan

    menghasilkan kualitas cabai yang kurang maksimal. Demikian juga jika

    terlambat, kualitas cabai akan menurun disebabkan oleh busuk dan gampang

    rusak. Setelah pemanenan berakhir, tanaman cabai yang berada di lahan

    penanaman dicabut dan dibakar. Tujuannya untuk menghindari penyebaran

    virus agar tidak menyebar ke tanaman lain yang berada disekitar lahan cabai

    (Wardana, 2014).

  • e. Produk Olahan Cabai

    Salah satu produk olahan cabai yang cukup potensial dikembangkan

    adalah cabai giling. Cabai giling merupakan salah satu bentuk cabai olahan

    yang digiling menggunakan mesin giling dengan penambahan bahan-bahan

    seperti air dan garam, yang banyak dijual di pasar dan banyak digunakan ibu

    rumah tangga maupun pedagang makanan olahan karena praktis (Sari, 2017).

    Sumber: Dokumentasi pribadi

    Gambar 2.10 Cabai merah giling.

    f. Pencemaran Cabai Giling Oleh Kapang

    Iklim di Indonesia yang tropis memudahkan bahan pangan untuk terserang

    fungi terutama kapang yang merupakan jasad renik multi seluler. Kapang dapat

    tumbuh dengan baik pada bahan pangan jika faktor lingkungan seperti, sumber

    organik, suhu, kadar air (aw) dan oksigen di sekitarnya mendukung. Yang

    termasuk sumber organik yaitu karbohidrat, protein, dan lemak yang harus

    dipecah dahulu menjadi unit-unit yang lebih sederhana sebelum zat tersebut

    digunakan. Sedangkan kadar air (aw) untuk pertumbuhan fungi yaitu minimum

    0,80. Kapang trdapat pada udara bebas, sehingga pertumbuhannya lebih cepat

    (Syarief, 2003).

    Kerusakan bahan pangan salah satunya cabai merah giling, oleh kapang

    dapat menyebabkan tidak layak konsumsi akibat penurunan mutu karena

    makanan tersebut mengandung racun. Penurunan mutu bahan meliputi nilai

    gizi, bau, warna, rasa, dan adanya pertumbuhan kapang sebelum bahan baku

    dipanen, saat dipanen, maupun pascapanen serta melalui cara pengolahan

    bahan pangan (Syarief, 2003).

  • 5. Keamanan Pangan

    Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

    mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran, yaitu cemaran biologis,

    kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan

    kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan

    budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pangan olahan yang

    diproduksi harus sesuai dengan cara pembuatan pangan olahan yang baik untuk

    menjamin mutu dan keamanannya. Selain itu pangan harus layak dikonsumsi

    yaitu tidak busuk, tidak menjijikan dan bermutu baik, serta bebas dari cemaran

    (BPOM, 2015).

    B. Kerangka Konsep

    Cabai merah giling yang dijual di Pasar

    Tugu dan Pasar Pasir Gintung Kota

    Bandar Lampung

    Angka kapang pada cabai merah giling yang dijual di Pasar Tugu dan

    Pasar Pasir Gintung Kota Bandar

    Lampung