BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/69/4/BAB...

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku Asmadi (2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow tedapat dalam kebutuhan fisiologis, karena oksigen (O 2 ) sangat berperan dalam vital bagi kehidupan manusia kebutuhan oksigen (O 2 ) dalam tubuh harus terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian kebutuhan dasar tersebut mencakup : a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukan gas b. Kebutuhan cairan dan elektrolit c. Kebutuhan makanan d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi e. Kebutuhan istirahat dan tidur f. Kebutuhan aktivitas g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh h. Kebutuhan seksual 2. Definisi Oksigen Menurut (Sulistyo Andarmoyo, 2012) oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O 2 ) ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalamproses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme selmembentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang merupakan 6

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/69/4/BAB...

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

    1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)

    Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku Asmadi

    (2009) lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia

    Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow tedapat dalam

    kebutuhan fisiologis, karena oksigen (O2) sangat berperan dalam vital bagi

    kehidupan manusia kebutuhan oksigen (O2) dalam tubuh harus terpenuhi,

    apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi

    kerusakan pada jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung lama akan

    terjadi kematian kebutuhan dasar tersebut mencakup :

    a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukan gas

    b. Kebutuhan cairan dan elektrolit

    c. Kebutuhan makanan

    d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi

    e. Kebutuhan istirahat dan tidur

    f. Kebutuhan aktivitas

    g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh

    h. Kebutuhan seksual

    2. Definisi Oksigen

    Menurut (Sulistyo Andarmoyo, 2012) oksigen merupakan kebutuhan dasar

    manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan

    metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ

    dan sel tubuh. Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke

    dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen adalah salah satu komponen gas

    dan unsur vital dalamproses metabolisme untuk mempertahankan

    kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigen akan digunakan dalam

    metabolisme selmembentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang merupakan

    6

  • 7

    sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal. Terapi oksigen

    merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi.

    Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang

    adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi

    stress pada miokardium (Potter & Perry,2006).

    3. Fisiologi sistem pernapasan

    Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

    mengandung oksigen ke dalam tubuh (insprasi) serta mengeluarkan udara

    yang mengandung karbon dioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi).

    Proses pernapasan tersebut terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas

    dan transportasi gas.

    a. Ventilasi

    Ventilasi adalah proses perpindahan gas-gas ke dalam dan keluar paru-

    paru. Ventilasi memerlukan kerjasama antara otot dan elastisitas dari paru-

    paru serta toraks, begitu juga dengan persarafannya. Otot inspirasi pernapasan

    utama adalah diagfragma.

    b. Difusi

    Difusi adalah suatu proses pertukaran gas-gas respirasi dalam alveoli dan

    kapiler-kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditranfer dari paru ke darah,

    sedangkan karbon dioksida ditranfer dari darah ke alveoli dan dikeluarkan.

    Pada tingkat jaringan, oksigen ditranfer dari darah ke jaringan, sadangkan

    karbon dioksida ditranfer dari jaringan ke darah untuk kembali ke alveoli dan

    dikeluarkan.

    c. Transportasi gas

    Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari

    jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Muttaqin, 2012).

  • 8

    4. Faktor yang mempengaruhi oksigenasi

    Faktor yang mempengaruhi oksigenasi dari sistem pernapasan terdiri dari

    faktor fisioogis, usia, gaya hidup, olah raga, penyalahgunaan substansi,

    lingkungan, dan stress.

    a. Fisiologi

    Proses lain yang mempengaruhi oksigenasi klien meliputi kelainan yang

    mempengaruhi kapasitas kandungan oksigen darah, seperti anemia,

    peningkatan kebutuhan metabolisme tubuh, seperti kehamilan atau demam

    dan infeksi, serta kelainan yang mempengaruhi pergerakan dinding dada atau

    sistem saraf pusat.

    b. Usia

    Perubahan yang terjadi karena penuaan yang mempengaruhi sistem

    pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem mengalami gangguan

    akibat perubahan seperti infeksi, stress, fisik atau emosional, pembedahan,

    anestesi atau prosedur lain. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya adalah

    terjadinya penurunan kekuatan otot dan daya tahan, jumlah pertukaran udara

    menurun, dinding dadadan jalan napas menjadi lebih kaku dan kurang elastis,

    serta membrane mukosa menjadi lebih kering.

    c. Gaya hidup

    Olah raga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan kedalaman

    penapasan oleh karena itu juga dapat meningkatkan suplai O2di dalam tubuh.

    sebaliknya, orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi alveolar dan

    pola napas dalam seperti yang dimiliki oleh orang yang memiliki aktvitas

    teratur dan mereka tidak mampu berespon secara efektif terhadap sterssor

    pernapasan.

    d. Olah raga

    Olah raga meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan

    oksigen. Frekuensi dan kedalaman repirasi meningkat, menyebabkan individu

    untuk menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida

    yang berlebihan.

  • 9

    e. Penyalahgunaan substansi

    Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain yang berlebihan mengganggu

    oksigenasi jaringan dalam dua cara. Penggunaan alkohol dan obat-obatan

    tertentu menekan pusat pernapasan, menurunkan frekuensi, dan kedalaman

    pernapasan serta jumlah oksigen yang dihirup. Penyalahgunaan substansi

    baik dengan merokok atau inhalasi, seperti kokain atau inhalasi uap dari cat

    atau kaleng lem, menyebabkan trauma langsung ke jaringan paru yang

    menyebabkan kerusakan paru yang permanen.

    f. Faktor lingkungan

    Lingkungan yang mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih

    tinggi pada daerah berkabut dan daerah urban dibandingkan daerah rural.

    Selain itu, tempat kerja klien dapat meningkatkan risiko penyakitparu.

    Polutan lingkungan kerja meliputi asbes, bedak, debu serta serat yang

    beterbangan.

    g. Stress

    Stress yang terus berlanjut atau ansietas yang berat meningkatkan laju

    metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Respons tubuh terhadap ansietas

    dan stress lain adalah dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman

    pernapasan. Sebagian individu mampu beradaptasi, tetapi sebagian lagi

    biasanya mereka yang dengan penyakit kronis atau penyakit yang megancam

    hidup tidak dapat menoleransi kebutuhan oksigen.

    5. Tipe kekuragan oksigen dalam tubuh

    Jika oksigen dalam tubuh berkurang, maka ada beberapa istilah yang

    dipakai sbagai manifestasi kekurangaan oksigen tubuh, yaitu hipoksemia,

    hipoksia, dan gagal napas. Status oksigenasi tubuh dapat diketahui dengan

    melakukan pemeriksaan anaisa gas darah (AGD) dan oksimetri (Tarwoto &

    wartonah, 2015).

    a. Hipoksemia

    Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi

    oksigen dalam darah arteri atau saturasi oksigen dibawah normal.keadaan ini

  • 10

    di sebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt) atau berada

    pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipokmesia, tubuh akan

    melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan

    stroke volume, vasodilitas pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan

    gejala hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi 35 x/menit, nadi cepat

    dan dangkal, serta sianosis.

    b. Hipoksia

    Hipoksia merupakan keadaan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya

    pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang di

    inspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.

    Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Tanda-

    tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuaan

    konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, serta

    sesak napas.

    c. Gagal napas

    Gagal napas merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh

    memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi

    secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran karbon dioksida dan

    oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan CO2dan penurun

    O2dalam darah secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh

    gangguan sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan

    neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemhan otot

    pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

    d. Perubahan pola napas

    Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar 18-

    22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.

    Pernapasan normal disebut eupnea. Menurut (Tarwoto & Wartonah, 2015)

    Perubahan pola napas dapat berupa:

    1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien asma.

    2) Apnea, yaitu tidak bernapas atau berhenti napas.

  • 11

    3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih

    dari 24 x/menit.

    4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan

    frekuensi kurang dari 16 x/menit.

    5) Kussmaul, yaitu pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama,

    sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada penyakit

    uremia.

    6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian

    berangsur-angsur dangkal dan di ikuti periode apnea yang berulang secara

    teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantung dan penyakit

    ginjal.

    7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan

    periode tidak teratur, misalnya pada penyakit meningitis.

    8) Orthopnea, merupakan kesulita bernapas kecuali dalam posisi duduk atau

    berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami

    kongestif paru (Aziz Hidayat, 2009).

    9) Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan

    pergerakan dinding paru yang berlawanan arah darikeadaan normal (Aziz

    Hidayat, 2009).

    10) Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan

    pada saluran pernapasan. Pola ini ditemukan pada kasus spasme trackea

    atau obstruksi laring (Aziz Hidayat, 2009)

    6. Perubahan fungsi pernapasan

    a. Hiperventilasi

    Hiperventilasi merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2

    dalam paru-paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat

    disebabkan oleh kecemasan, infeksi atau sepsis, keracunan obat-obatan serta

    ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus

    paru atau syok.

  • 12

    b. Hipoventilasi

    Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk

    memenuhi penggunaan O2tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan

    cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelaktasis (kolaps paru). Tanda dan

    gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan

    kesadadaran, desoreintasi, kardiakdistrima, ketikseimbangan elektrolit,

    kejang, dan arrest.

    7. Terapi pemenuhan kebutuhan oksigen

    Terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari udara atmosfer

    (Tarwoto & Wartonah, 200). Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimakan

    oksigenasi jaringan dan mencegah asidosi respiratorik, mencegah hipoksia,

    menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung.

    Indikasi terapi oksigen diberikan pada:

    a. Perubahan frekuensi atau pola napas.

    b. Perubahan atau gangguan pertukaran gas/ penurunan gas.

    c. Hipoksemia.

    d. Menurunnya kerja napas.

    e. Menurunnya kerja miokard dan trauma berat.

    Menurut Tarwoto & Wartnah (2010) Pemberian oksigen atau terapi oksigen

    dapat dilakukan deng metode berikut ini :

    1) Sistem aliran rendah

    Pemberian oksigen dengan sistem ini ditujukan pada pasien yang

    membuttuhkan oksigen tetapi masih mampu bernapas dengan normal. Sistem

    ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.

    Pemberian oksigen dengan aliran rendah sebagai berikut:

    a) Nasal kanula,di berikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit dengan

    konsetrasi oksigen 24-44%.

    b) Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau selang-

    seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%.

  • 13

    c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Sungkup ini memiliki

    kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi.

    Pada saat pasien inspirasi, oksigen masuk daris sungkup melalui lubang

    antara sungkup dan kantong reservior, ditambah oksigen dari udara kamar

    yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8-12

    liter/menit, dengan konsentrasi 60-80%.

    d) Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing. Sungkupini mempunyai

    2 katup; satu katup terbuka saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi,

    dan satu katup yang fungsiya mencegah udara kamar masuk pada saat

    inspirasi dan akan membuka saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan

    aliran 10-12 literj/menit, dengan konsentrasi oksigen 80-100%.

    2) Sistem aliran tinggi

    Penggunaan teknik ini dijadikan konsentrasi oksigen lebih stabil dan tidak

    dipegaruhi tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen

    lebih cepat. Misalnya melalui sungkup muka dengan ventury. Tujuan utama

    inhalasi dengan aliran tinggi ini adalah untuk mengoreksi hipoksia dan

    asidema. Hipoksemia, hiperkapnia, dan hipotensi. Hal tersebutmenyebabkan

    perlunya koreksi dengan segera untuk menghindari kerusakan otak

    irreversibleatau kematian.

    a) Fisioterapi dada

    Fisioterapi dada merupakan suatu tindakan keperawatan yang

    dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating

    padapasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan

    dengan tujuan meningkatkan efesiensi pola pernapasan dan membersihkan

    jalan napas.

    b) Napas dalam

    Napas dalam merupakan bentuk latihan napas yang terdiri atas

    pernapasan abdominal (diagfragma) dan purse lips breathing.

  • 14

    c) Latihan batuk efektif

    Latihan betuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak

    memiliki kemapuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk

    membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda asing

    di jalan napas (Tarwoto & wartonah, 2010).

    d) Penghisapan lendir (suction)

    Penghisapan lendir merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan

    pada pasien yang tidak mampu megeluarkan sekret atau lendir sendiri.

    Tindakan ini bertujuan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi

    kebutuhan oksigenasi.

    B. Tinjauan Asuhan Keperawatan Gangguan Oksigenasi

    1. Pengkajian

    Asuhan keperawatan pada PPOK yaitu:

    a. Anamnesis

    Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada

    sistem pernapasan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat.

    Menurut Mutaqqin (2012) terdiri dari:

    1) Identitas

    Berisi biografi klien mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan

    (terutama yang berhubungan dengan tempat kerja), dan tempat tinggal.

    Keadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah

    klien tinggal sendiri atau dengan orang lain (berguna ketika perawat

    melakukan perencanaan pulang-discharge planning).

    2) Keluhan utama

    Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji pengetahuan klien

    tentang kondisi saat ini dan menentukan prioritas intervensi. Keluhan

    yang biasa terjadi pada PPOK antara lain:

    a) Batuk kronis : terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali terjadi

    sepanjang hari (tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk malam hari)

  • 15

    b) Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning, hijau

    atau kekuningan bila terjadi infeksi

    c) Bronkitis akut : terjadi secara berulang

    d) Sesak napas (dispnea): bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi setiap

    hari, memburuk jika berolah raga, dan memburuk jika terkena infeksi

    pernapasan

    e) Riwayat paparan terhadap faktok risiko : merokok, partikel dan senyawa

    kimia, asap dapur (Ikawati, 2016).

    3) Riwayat penyakit sekarang

    Pada riwayat penyakit sekarang berisi tentang perjalanan penyakit

    yang dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.

    4) Riwayat kesehatan masalalu

    Pengkajian riwayat dahulu ini menanyakan tentang penyakit yang

    pernah dialami klien sebelumnya. Misal, apakah klien pernah dirawat

    sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang

    berat,apakah mempunyai keluhan yang sama, adakah pengobatan yang

    pernah dijalani dan riwayat alergi karena beberapa obat yang diminum oleh

    klien sebelumnya. Serta menanyakan tentang riwayat merokok (usia ketika

    mulai merokok, rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari, usia ketika

    melepas kebiasaan merokok).

    5) Riwayat kesehatan keluarga

    Riwayat kesehatan keluarga bertempat tinggal atau bekerja di area

    dengan polusi udara berat, adanya riwayat alergi pada keluarga, adanya

    riwaya asma pada saat anak-anak.

    6) Riwayat pekerjaan dan gaya hidup

    Mengkaji situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial,

    kebiasaan dalam pola hidup misalnya minum alkohol, atau obat tertentu.

    Kebiasaan merokok seperti sudah berapa lama merokok, berapa batang per

    hari, dan jenis rokok yang dihisap.

  • 16

    7) Pengkajian pola sistem

    a) Pola menajemen kesehatan

    Mengkaji adanya peningkatan aktivitas fisik yang berlebih, terpapar

    dengan polusi udara, serta infeksi saluran pernapasan dan perlu juga

    mengkaji tentang obat-obatan yang biasa dikomsumsi pasien.

    b) Pola nutrisi metabolik

    Hal yang paling umum terjadi yaitu anoreksia, penurunan berat badan dan

    kelemahan fisik.

    c) Pola eliminasi

    Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada

    kebiasaan BAB dan BAK pasien.

    d) Pola aktivitas sehari-hari

    Mengkaji aktivitas sehari-hari pasien mulai dari sebelum dan saat pasien

    sakit.

    e) Pola istirahat-tidur

    Mengkaji kebiasaan tidur pasien/masalah ganguan tidur.

    f) Pola persepsi kognitif

    Mengkaji adanya kelainan pola persepsi kognitif. Stressor akan

    memungkinkan dyspnea.

    g) Pola konsepsi diri dan persepsi diri

    Mengkaji persepsi pasien tentang penyakitnya.

    h) Pola hubungan-peran

    Gejala PPOK sangat membatasi pasien untuk menjalankan perannya

    sehari-hari.

    i) Pola reproduksi seksual

    Mengkaji adanya masalah seksualitas yang dialami pasien.

    b. Pemeriksaan fisik

    1) Inspeksi

    Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan

    frekuensi pernapasan, serta pengunaan otot bantu napas. Pada saat

  • 17

    inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest

    akibat udara yang tertangkap, penipisan masa otot, bernapas dengan bibir

    yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap

    lanjut, dispnea terjadi padasaat beraktivitas bahkan pada aktivitas

    kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk

    produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan

    adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

    2) Palpasi

    Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

    Normalnya taktil fremitus akan terasa pada individu yang sehat dan akan

    meningkat pada kondisi konsolidasi. Selain itu, palpasi juga dilakukan

    untuk mengkaji temperatur kulit, pengembangan dada, adanya nyeri tekan,

    abnormalitas massa dan kelenjar, denyut nadi, sirkulasi perifer, dll.

    3) Perkusi

    Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor. Normalnya,

    dada menghasilkan bunyi resonan.

    4) Auskultasi

    Pada klien PPOK sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan

    wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

    5) Pemeriksaan diagnostik

    Menurut muttaqin (2012) terdiri dari :

    a) Pengukuran fungsi paru

    (1) Kapasitas inspirasi menurun

    (2) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma.

    (3) FEV3 selalu menurun derajat obstruksi progresif penyakit paru

    kronis.

    b) Analisa gas darah

    Pada pasien PPOK, PaO2menurun, PCO2meningkat, sering

    menurun pada asma. Nilai pH normal, asidosis, alkalosis, respiratorik

    ringan sekunder.

  • 18

    c) Pemeriksaan labolatorium

    Dilakukan dengan pengambilan darah vena, pemeriksaan yang

    dilakukan meliputi pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematoktit (Ht), dan

    eritrosit. Pada pasien PPOK hemoglobin dan hematokrit meningkat

    pada polisitemia sekunder, jumlah darah, eosinofil dan total IgE

    meningkat, sedangkan SaO2oksigen menurun.

    d) Pemeriksaan spuntum

    Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman

    patogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia dan

    hemophylus influenza.

    e) Pemeriksaan radiologi thoraks foto

    Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan

    bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma

    dengan letak yang rendah dan mendatar, ruang udara retrosternal (foto

    lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan menyempit.

    f) Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

    Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise

    jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke

    kanan, gelombang P tinggi pada hantaran II, III, dan VF. Voltase QRS

    rendah. Di V1rasio R/S lebih dari 1 dan di V6+ V1rasio R/S kurang dari

    satu.

    2. Diagnosis keperawatan

    Diagnosis keperawatan pada gangguan kebutuhan oksigenasi menurut

    Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016) adalah :

    a. Bersihan jalan napas tidak efektif

    b. Gangguan pertukaran gas .

    c. Pola napas tidak efektif

    d. Resiko aspirasi

    e. Gangguan penyapihan ventilator

    f. Gangguan ventilasi spontan

  • 19

    Diagnosa Keperawatan menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016) yang akan di jelaskan pada tabel 2.1 dibawah ini :

    Dx Definisi Penyebab/faktor risiko Gejala dan Tanda Kondisi klinis terkait

    Mayor Minor

    a. Ketidakmampuan

    membersihkan sekret

    atau obstruksi jalan

    napas untuk

    mempertahankan jalan

    napas tetap paten.

    Fisiologis :

    1. Spasme jalan napas 2. Hipersekresi jalan napas 3. Disfungsi neuromuskuler 4. Benda asing dalam jalan napas 5. Adanya jalan napas buatan 6. Sekresi yang tertahan 7. Hiperplasia dinding jalan napas 8. Proses infeksi 9. Respon alergi

    10. Efek agen farmakologis (misalnya anastesi)

    Situasional:

    a. Merokok aktif dan pasif b. Terpanjan polutan

    Subjektif : -

    Objektif :

    Batuk tidak efektif, tidak

    mampu batuk, spuntum

    berlebih, mengi

    (wheezing), ronkhi kering,

    mekonium di jalan napas

    (pada neontus).

    Subjektif : Dispnea, sulit

    bicara dan ortopnea.

    Objektif :

    Gelisah, sianosis, bunyi

    napas menurun, frekuensi

    napas menurun, frekuensi

    napas berubah, pola napas

    berubah.

    Gullian barre syndrom,

    sklerosis multiple,

    myasthenia gravis,

    prosedur diagnostik

    (misal bronkoskopi,

    transesophageal

    echocardiography),

    depresi sistem saraf pusat,

    cedera kepala, stroke,

    kuadriplegia,sindrom

    aspirasi mekonium,

    infeksi saluran napas.

    b. Kelebihan atau

    kekurangan oksigenasi

    dan atau eliminasi

    karbondioksida pada

    membran alveolus-

    kapiler.

    Penyebab :

    1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

    2. Perubahan membran alveolus-kapiler

    Subjektif : Dispnea

    Objektif : PCO2 meningkat/menurun,

    takikardi, pH arteri

    meningkat/menurun, bunyi

    napas tambahan.

    Subjektif :

    Pusing, penglihatan kabur.

    Objektif :Sianosis,

    diaforesis, gelisah, napas

    cuping hidung, pola napas

    abnormal (cepat/lambat,

    regular/ireguler,

    dalam/dangkal), warna kulit

    abnormal (misal pucat dan

    kebiruan), kesadaran

    menurun.

    Penyakit paru obstruktif

    kronis (PPOK), gagal

    jantung kongestif, asma,

    pneumonia, tuberkulosi

    paru, penyakit membran

    hialin, asfiksia, persistent

    pulmonary hypertension

    of newborn (PPHN),

    prematuritas, infeksi

    saluran napas

    19

  • 20

    c. Inspirasi dan/atau

    ekspirasi yang tidak

    memberikan ventilasi

    adekuat.

    Penyebab :

    1. Depresi pusat pernapasan

    2. Hambatan upaya napas (misal

    nyeri saat bernapas, kelemahan

    otot pernapasan

    3. Deformitas dinding dada

    4. Deformitas tulang dada

    5. Gangguan neuromuskular

    6.Gangguan neurologis (misal

    elektroensefalogram [EEG]

    positif, cedera kepala, gangguan

    kejang)

    7. Imaturitas neurologis

    8. Penurunan energi

    9. Obesitas

    10. Posisi tubuh yang

    menghambat ekspansi paru

    11. Sindrom hipoventiasi

    12. Kerusakan inervasi diafragma

    (kerusakan saraf C5 ke atas)

    13. Cedera pada medula spinalis

    14. Efek agen farmakologis

    15. Kecemasan

    Subjektif : Dispnea.

    Objektif : Penggunaan

    otot bantu pernapasan, fase

    ekspirasi memanjang, pola

    napas abnormal (misal

    takipnea, bradipnea,

    hiperventilasi, kussmaul,

    cheyne-stokes).

    Subjektif : Ortopnea

    Objektif : Pernapasan

    pursed-lip,

    pernapasancuping hidung,

    diameter thoraks anterior-

    posterior meningkat,

    ventilasi semenit menurun,

    kapasitas vital menurun,

    tekanan ekspirasi menurun,

    tekanan inspirasi menurun,

    ekskursi dada berubah.

    Depresi sistem saraf,

    cedera kepala,trauma

    thoraks, gullian barre

    syndrom, multiple

    sclerosis, myasthenia

    gravis, stroke,

    kuadriplegia, intoksikasi

    alkohol.

    d. Berisiko mengalami

    masuknya sekresi

    gastrointestinal, sekresi

    orofaring, benda cair

    atau padat ke dalam

    saluran trakeobronkhial

    akibat disfungsi

    mekanisme protektif

    saluran napas.

    Faktor risiko

    1. Penurunan tingkat kesadaran 2. Penurunan refleks muntah

    dan/atau batuk

    3. Gangguan menelan 4. Disfagia 5. Kerusakan mobilitas fisik 6. Peningkatan residu lambung 7. Peningkatan tekanan

    intragastrik

    Cedera kepala, stroke,

    cedera medula spinalis,

    keracunan obat alkohol,

    pembesaran uterus,

    sklerosis multipel dan

    prematuritas.

    20

  • 21

    8. Penurunan motilitas gastrointestinal

    9. Perlambatan pengososongan lambung

    10. Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan dan

    bernapas

    e. Ketidakmampuan

    beradaptasi dengan

    pengurangan bantuan

    ventilator mekanik yang

    dapat menghambat dan

    memperlama proses

    penyapihan.

    Fisiologis

    1. Hipersekresi jalan naps 2. Ketidakcukupan energi 3. Hambatan upaya napas (misal

    nyeri saat bernapas,

    kelemahan otot pernapasan,

    efek sedasi)

    Psikologis

    1. Kecemasan 2. Perasaan tidak berdaya 3. Kurang terpapar informasi

    tentang proses penyapihan

    4. Penurunan motivasi 5. Situasional 6. Ketidakadekuatan dukungan

    sosial

    7. Ketidaktepatan kecepatan proses penyapihan

    8. Riwayat kegagalan berulang dalam upaya penyapihan

    9. Riwayat ketergantungan ventilator >4 hari

    Subjektif : -

    Objektif : Frekuensi napas

    meningkat, pengunaan otot

    bantu napas, napas

    mengap-mengap (gasping),

    upaya napas dan bantuan

    tidak sinkron, napas

    dangkal, agitas, dan nilai

    darah arteri abnormal.

    Subjektif : Lelah,fokus

    meningkat pada pernapasan,

    dan gelisah.

    Objektif : Auskultasi suara

    inspeksi menurun, warna

    kulit abnormal (misal pucat

    dan sianosis), napas

    paradoks abdominal dan

    diaforesis.

    cedera kepala, gagal

    napas, transplatasi jantung

    dan displasia

    bronkopulmonal.

    F.

    Penurunan cadangan

    Faktor risiko

    Subjektif : Dispnea

    Subjektif : -

    Penyakit paru obstruktif

    21

  • 22

    energi

    yangmengakibatkan

    individu tidak mampu

    bernapas secara adekuat.

    1. Gangguan metabolisme

    2. Kelelahan otot pernapasan

    Objektif : Pengunaan otot

    bantu napas meningkat,

    volue tidal menurun, PCO2 meningkat, PCO2 menurun,

    SaO2 menurun

    Objektif : Gelisah dan

    takikardia

    kronis (PPOK), asma,

    cedera kepala, gagal

    napas, bedah jantung dan

    infeksi saluran napas.

    3. Intervensi

    Rencana tindakan Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan kebutuhan oksigenasi dalam buku Standar Intervensi Keperawatan

    Indonesia (2018) dijelaskan dalam tabel 2.2 dibawah ini :

    Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendukung

    Bersihan jalan napas tidak efektif

    Tujuan :

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan

    diharapkan pasien menunjukkan jalan napas

    yang bersih ditandai dengan kriteria hasil

    sebagai berikut :

    Status pernapasan : kepatenan jalan napas

    - tidak ada sekret Pertukaran gas

    - pasien mampu mengeluarkan sekret Ventilasi

    RR dalam batas normal

    Latihan batuk efektif

    Observasi :

    - Identifikasi kemampuan batuk - Monitor adanya retensi sputum - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas - Monitor input dan output cairan (misal jumlah

    dan karakteristik)

    Terapeutik :

    - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Pasang perlak dan bengkok - Buang sekret pada tempat sputum

    Edukasi :

    - Jelaskan tujuandan prosedur batuk efektif - Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung

    selm 4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian

    keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu

    - Dukungan kepatuhan program pengobatan - Edukasi fisioterapi dada - Edukasi pengukuran respirasi - Fisioterapi dada - Konsultasi via telpon - Manajemen asma - Manajemen alergi - Manajemen anafiklasis - Manajemen isolasi - Manajemen ventilasi mekanik - Manajemen jalan napas buatan - Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat interpleura - Pemberian obat intradermal - Pemberian obat nasal - Pencegahan aspirasi

    22

  • 23

    (dibulatkan) selama 8 detik

    - Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

    - Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3

    Kolaborasi :

    - Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

    Manajemen jalan napas

    Observasi :

    - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

    - Monitor bunyi napas tambahan (misal gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

    - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik

    - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift (jaw-thrust jika curiga

    trauma servikal)

    - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15

    detik

    - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

    - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

    - Berikan oksigen, jika perlu Edukasi

    - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

    - Ajarkan teknik batuk efektit Kolaborasi

    - Pengaturan posisi - Penghisapan jalan napas - Penyapihan ventilasi mekanik - Perawatan trakheostomi - Skrining tuberkulosis - Stabilitasasi jalan napas - Terapi oksigen

    23

  • 24

    - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

    Pemantauan respirasi

    Observasi

    - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

    - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

    stokes, biot, ataksik)

    - Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi oksigen - Monitor nilai AGD

    Terapeutik

    - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    - Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi

    - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

    Gangguan pertukaran gas

    Tujuan :

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan

    diharapkan pasien dapat mempertahankan

    pertukaran gas yang adekuat ditandai dengan

    kriteria hasil :

    Status pernapasan

    -Klien mampu mengeluarkan sekret

    Ventilasi

    RR dalam batas normal

    Pemantauan respirasi

    Observasi

    - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

    - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

    stokes, biot, ataksik)

    - Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

    - Dukungan berhenti merokok - Dukungan ventilasi - Edukasi berhenti merokok - Edukasi pengukuran respirasi - Edukasi fisioterapi dada - Fisioterapi dada - Observersi jalan napas buatan - Konsultasi via telpon - Manajemen ventilasi mekanik - Pencegahan aspirasi - Pemberian obat

    24

  • 25

    - Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi oksigen - Monitor nilai AGD

    Terapeutik

    - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    - Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi

    - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

    Terapi oksigen

    Observasi

    - Monitor kecepatan aliran oksigen - Monitor posisi alat terapi oksigen - Monitor aliran oksigen secara periodik dan

    pastikan fraksi yang diberikan cukup

    - Monitor efektifitas terapi oksigen (misal oksimetri, analisa gas darah), jika perlu

    - Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan

    - Monitor tanda-tanda hipoventilasi - Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan

    atelektasis

    - Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen

    - Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

    Terapeutik

    - Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu

    - Pertahankan kepatenan jalan napas - Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen - Berikan oksigen tambahan, jika perlu - Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi

    - Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat interpleura - Pemberian obat intradermal - Pemberian obat intramuskular

    - Pemberian obat intravena.

    25

  • 26

    - Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien

    Edukasi

    - Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah

    Kolaborasi

    - Kolaborasi penentuan dosis oksigen

    - Kolaborasi pengguanaan oksigen saat aktivitas

    dan/atau tidur.

    Pola napas tidak efektif

    Tujuan :

    Setelah dilakuka tindakan keperawatan

    diharapkan pola napas klien teratur ditandai

    dengan kriteria hasil sebagai berikut :

    Status pernapasan : Kepatenan jalan napas

    - Irama napas irreguler Ventilasi

    - RR dalam batas normal Tanda tanda vital

    - TTV dalam batas normal

    Manajemen jalan napas

    Observasi :

    - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

    - Monitor bunyi napas tambahan (misal gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

    - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik

    - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift (jaw-thrust jika curiga

    trauma servikal)

    - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15

    detik

    - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

    - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

    - Berikan oksigen, jika perlu Edukasi

    - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

    - Dukungan emosional - Dukungan kepatuhan program pengobatan - Dukungan ventilasi - Edukasi pengukuran respirasi - Konsultasi via telpon - Manajemen energi - Manajemen jalan napas buatan - Manajemen Medikasi - Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat interpleura - Pemberian obat intradermal - Pemberian obat intravena - Pemberian obat oral - Pencegahan aspirasi - Pengaturan posisi

    - Perawatan selang dada.

    26

  • 27

    - Ajarkan teknik batuk efektit Kolaborasi

    - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

    Pemantauan respirasi

    Observasi

    - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

    - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

    stokes, biot, ataksik)

    - Monitor kemampuan batuk efektif - Monitor adanya produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan napas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru - Auskultasi bunyi napas - Monitor saturasi oksigen - Monitor nilai AGD

    Terapeutik

    - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    - Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi

    - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

    - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

    Risiko aspirasi

    Tujuan :

    Setelah dilakukan tindakan keperawatan

    diharapkan pasien tidak menunjukkan risiko

    aspirasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :

    - Irama dan frekuensi pernapasan normal

    - Jalan napas paten, mudah bernapas, dan

    tidak ada suara napas abnormal

    Manajemen jalan napas

    Observasi :

    - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

    - Monitor bunyi napas tambahan (misal gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

    - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik

    - Dukungan perawatan diri, makan/minum - Insersi selang nasogastrik - Manajemen jalan napas buatan - Manajemen kejang - Manajemen muntah - Manajemen sedasi - Manajemen ventilasi mekanik - Pemantauan respirasi 2

    7

  • 28

    - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin lift (jaw-thrust jika curiga

    trauma servikal)

    - Atur posisi semi-fowler atau fowler - Berikan minum hangat - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15

    detik

    - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

    - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

    - Berikan oksigen, jika perlu Edukasi

    - Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

    - Ajarkan teknik batuk efektit Kolaborasi

    - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

    Pencegahan Aspitrasi

    - Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemampuan menelan

    - Monitor status pernapasan - Monitor bunyi napas, terutama setelah makan

    dan minum

    - Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral

    - Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi asupan oral

    Terapeutik

    - Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum memberi asupan oral

    - Pemberian makanan - Pemberian makanan enternal - Pemberian obat - Pemberian obat inhalasi - Pemberian obat interpleura - Pemberian obat intravena - Pengaturan posisi - Penghisapan jalan napas - Perawatan pasca anestesi - Perawatan selang gastrointestinal - Resusitasi neonatus

    - Terapi menelan

    28

  • 29

    - Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) pada pasien tidak sadar

    - Pertahankan kepatenan jalan napas (misal teknik head tilt chin lift, jaw thrust, in line)

    - Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (EET)

    - Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi sekret meningkat

    - Sediakan suction di ruangan - Hindari memberi makan melalui selang

    gastrointestinal, jika residu banyak

    - Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak

    - Berikan obat oral dalam bentuk cair Edukasi

    - anjurkan makan secara berlahan - ajarkan strategi mencegah aspirasi

    - ajarkan teknk mengunyah atau menelan, jika

    perlu

    29

  • 30

    4. Implementasi

    Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang

    dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana

    keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi

    diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung

    dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter, 2010). Tujuan dari

    implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah

    ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

    pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan

    keperawatan dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk

    berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap

    implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan

    keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008).

    Jenis jenis tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah :

    a. Secara mandiri (Independent)

    Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien

    dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya

    stressor.

    b. Saling ketergantugan (Interdependent)

    Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan tim

    kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi dan lain-lain.

    c. Rujukan/ketergantungan (Dependent)

    Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya diantaranya

    dokter, psikiatri, ahli gizi dan lainnya.

    5. Evaluasi

    Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini sangat

    penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien.

    Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan apakah hasil yang diharapkan

    telah terpenuhi bukan untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah

    dilakukan. Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat

  • 31

    untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi dan pelayanan telah berhasil

    (Potter & Perry, 2009).

    C. Konsep PPOK

    1. Definisi PPOK

    Penyakit pernapasan obstruksi kronis (PPOK) adalah penyakit yang

    ditandai oleh keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak

    sepenuhnya dapat dipulihkan. PPOK meliputi empisema, bronkitis kronis

    atau kombinasi dari keduanya. Empisema digambarkan sebagai kondisi

    patologis pembesaran abnormal rongga udara di bagian distal bronkiolus dan

    kerusakan dinding alveoli, sedangkan bronkitis kronis merupakan kelainan

    saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan

    dalam setahun, sekurang-kurangnya duatahun berturut-turut (Smeltzer &

    Bare, 2006).

    Emfisema merupakan perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan

    pelebaran dinding alveolus, ductus alveolar, dan destruksi dinding alveolar,

    sedangkan asma bronchial adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

    tanggapan reaksi yang meningkat dari trachea dan bronchus terhadap

    berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas

    yang disebabkan oleh penyempitan menyeluruh dari saluran pernapasan

    (Muttaqin, 2012).

    2. Etiologi PPOK

    Menurut (Zullies Ikawati, 2016) ada beberapa faktor risiko utama

    berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi faktor paparan

    lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain

    adalah :

    a. Merokok

    Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30

    kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan

    merupakan penyebab dari 85-90% kasus PPOK. Kurang lebih 15-20%

    perokok akan mengalami PPOK.

  • 32

    b. Pekerjaan

    Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik

    yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun dan debu

    gandum, dan asbes, mempunyai risiko yanglebih besar daripada yang bekerja

    di tempat selain yang disebutkan di atas.

    c. Polusi udara

    Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk

    gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah

    seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun polusi dari dalam

    rumah misalnya asap dapur.

    d. Infeksi

    Kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan secara kronis merupakan suatu

    pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas, terlepas dari paparan rokok.

    Adanya kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi yang

    dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi

    eksaserbasi, dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini

    meningkatkan risiko kejadian PPOK.

    Sedangkan faktor risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah :

    1) Usia

    Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK. Pada

    pasien yang di diagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar

    dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi a1-antitripsin. Namun

    kejadian ini hanya dialami

  • 33

    3) Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi

    Adanya gangguan fungsi pru-paru merupakan faktor risiko terjadinya

    PPOK, misalnya defisiensi immunoglobulinatau infeksi pada masa kanak-

    kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan gangguan fungsi paru-

    paru mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan dengan waktu

    daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih berisiko terhadap

    berkembangnya PPOK.

    3. Tanda dan gejala PPOK

    Menurut (Zullies Ikawati, 2016) diagnosa di tegakkan berdasarkan adanya

    gejala-gejala meliputi batuk kronis, produksi spuntum, dispnea, dan riwayat

    paparan suatu faktor risiko. Indikator kunci untuk mempertimbangkan

    diagnosis PPOK adalah sebagai berikut :

    a. Batuk kronis : terjadi berselang atau setiap hari, dan sering kali terjadi

    sepanjang hari (tidak seperti asmayang terdapat gejala batuk pada malam

    hari).

    b. Produksi sputum secara kronis : semua pola produksi spuntum dapat

    mengindikasikan adanya PPOK.

    c. Bronkitis akut : terjadi secaraberulang

    d. Sesak napas (dispnea) : bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi setiap

    hari, memburuk jika berolah raga, dan memburuk jika terkena infeksi

    pernapasan.

    e. Riwayat paparan terhadap faktor risko : merokok, partikel dan senyawa

    kimia, asap dapur.

    Adapun gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :

    1) Smoker’s cough : biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin,

    kemudian berkembang menjadi sepanjang tahun.

    2) Spuntum : biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning, hijau

    atau kekuningan bila terjadi infeksi.

    3) Dispnea : terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernapasan.

    4) Lelah, lesu

  • 34

    5) Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah, terengah-engah).

    Pada gejala berat, dapat terjadi :

    a) Sianosis : terjadi kegagalan respirasi

    b) Gagal jantung dan edema perifer

    c) Plethoric complexion : yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang

    memerah yang disebabkan polycythemia(erythrocytosis, jumlah erythrosit

    yang meningkat), hal ini merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas

    pegangkutan oksigen yang berlebih.

    4. Patofisiologi

    Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam

    bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis terjadi penumpukan lendir

    da sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada

    efmfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi

    aibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan overekstensi ruang udara

    dalam paru. Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan embatasi jumlah

    udara yang mengalir kedalam paru-paru.

    Protokol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski

    patofisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan

    spesifik. PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan

    interiksi genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan paparan dari

    tempat kerja (terhadap batu bara, kapas dan padi-padian) merupakan faktor

    yang risiko penting yang menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya terjadi

    dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK merpakan kelainan dengan

    kemajuan lambat yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk

    menunjukkan awitan (onset) gejala klinisya seperti kerusakan fungsi paru.

    PPOK sering terjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi

    insedennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia (Muttaqin, 2012).

  • 35

  • 36

    5. Penatalaksanaan terapi

    Tujuan terapi PPOK stabil adalah memperbaiki keadaan obstruksi kronik,

    mengatasi dan mencegah eksaserbasi akut, menurunkan kecepatan

    perkembangan penyakit, meningkatkan keadaan fisik dan psikologis pasien

    sehingga pasien dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari, menurunkan

    jumlah hari tinggal dirumah sakit dan menurunkan angka kematian.

    Sedangkan tujuan terapi pada eksaserbasi akut adalah untuk memelihara

    fungsi pernapasan dan memperpanjan survival.

    a. Terapi non-farmakologis

    Termasuk dalam terapi non-farmakologis adalah menghentikan rokok,

    rehabilitasi, aktivitas fisik, hygiene paru, dan vaksinasi.

    1) Perhentian merokok

    Merokok merupakan tahap pertama yang penting dapat

    memperlambat atau memburuknya tes fungsi paru-paru, menurunkan

    gejala, dan meningkatnya kualitasnya hidup pasien. Selain itu, perlu

    menghindari polusi udara.

    2) Rehabilitasi

    Secara komprehensif termasuk fisioterapi, latihan pernapasan,

    latihan relaksasi, perkusi dada dan drainase postural, mengoptimalkan

    perawatan medis, mendukung secara psikososial, dan memberikan

    edukasi kesehatan. Perlu diberikan hidrasi secukupnya (minum air cukup

    8-10 gelas sehari), dan nutrisi yang tepat, yaitu diet akan kaya protein

    dan mencegah makanan berat menjelang tidur.

    3) Aktifitas fisik

    Terapi berupa aktivitas fisik yang sesuai sangat perlu dilakukan

    dengan suatu program latihan khusus dengan suatu program latihan

    khusus untuk menderita PPOK.

    4) Hygiene paru

    Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekresi paru,

    meningkatkan kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan

    dengan nebulizer, fisioterapi dada, dan postural drainase.

  • 37

    5) Vaksinasi

    Vaksinasi disarankan bagi mereka yang memiliki faktor risiko

    tinggi terhadap infeksi pneumococcus maupun viral. Namun untuk

    vaksinasi ini disesuaikan dengan kebijakan RS setempat maupun

    ketersediaannya (Zullies Ikawati, 2016).

    b. Terapi farmakologis

    Penggunaan obat ditujukan untuk mengurangi gejala, mengurangi

    frekuensi dan keparahan serangan, memperbaiki status kesehatan dan

    meningkatkan kemampun aktivitas fisik.

    Obat-obatan yang digunakan :

    a) Bronkodilator

    b) Antikolinergik

    c) Kombinasi antikolinergik dan simpatomimetik

    d) Metilksatin

    e) Golongan metilksatin

    f) Kortkosteroid

    g) Antibiotik

    h) Terapi oksigen jangka panjang (long term) cara pemberian dengan nasal

    kanula hidung yang menyalurkan 24-28% oksigen (1-2 liter/menit).