BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar...

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang disebut dengan Hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni: a. Kebutuhan Fisiologis (physiologic Needs) Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki maslow. Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan yang lain. Manusia memiliki 8 macam kebutuhan, yaitu kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperature tubuh, dan kebutuhan seksual. b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs) Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis.Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing. c. Kebutuhan Rasa Cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging Needs) Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan, persahabatan dan mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta lingkungan sosial. 7

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar...

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

    1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

    Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang

    disebut dengan Hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima

    kategori kebutuhan dasar, yakni:

    a. Kebutuhan Fisiologis (physiologic Needs)

    Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki

    maslow. Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan

    yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan

    fisiologisnya dibandingkan kebutuhan yang lain. Manusia memiliki 8

    macam kebutuhan, yaitu kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,

    kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan

    eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktivitas,

    kebutuhan kesehatan temperature tubuh, dan kebutuhan seksual.

    b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs)

    Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah

    aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun

    psikologis.Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari

    udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa takut dan

    kecemasan, bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang

    baru atau asing.

    c. Kebutuhan Rasa Cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging

    Needs)

    Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang,

    perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain,

    kehangatan, persahabatan dan mendapat tempat atau diakui dalam

    keluarga, kelompok, serta lingkungan sosial.

    7

  • 8

    d. Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem Needs)

    Kebutuhan harga diri ini meliputi perasaan tidak bergantung pada

    orang lain, kompeten, penghargaan terhadapn diri sendiri dan orang

    lain.

    e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Needs for Self Actualization)

    Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik

    (mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan

    diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif

    dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya.

    (Mubarak, 2007)

    Konsep hierarki maslow ini menjelaskan bahwa manusia

    senantiasa berubah menurut kebutuhannya. Jika seseorang merasa

    kepuasan, ia akan menikmati kesehjateraan dan bebas untuk

    berkembang menuju potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses

    pemenuhan kebutuhan ini terganggu maka akan timbul kondisi

    patologis. Karenanya, dengan memahami konsep kebutuhan dasar

    manusia Maslow, akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk

    beralih ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar

    dibawahnya harus terpenuhi lebih dulu (Stevens P.J.M, dkk dalam

    Mubarak, 2007)

    2. Kebutuhan Aktivitas

    a. Pengertian kebutuhan Aktivitas

    Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak

    untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas

    seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya sistem persarafan, otot dan

    tulang, atau sendi (Tarwoto & Wartonah, 2010)

    Aktifitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian

    manusia. Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri

    dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi,

    makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi, 2009)

  • 9

    Sebuah pola aktivitas-latihan adalah rutinitas latihan,

    aktivitas, waktu luang, dan rekreasiyang dilakukan seseorang. Pola

    tersebut terdiri atas (a) aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) yang

    memerlukan pengeluaran energi seperti higiene, memasak,

    berbelanja, makan, bekerja, dan merawat rumah, dan (b) tipe,

    kualitas, dan kuantitas latihan, termasuk olahraga (Gordon, 2002)

    b. Sistem tubuh yang berperan dalam melakukan aktivitas

    Menurut Aziz Alimuh H. (2009) sistem tubuh yang berperan

    dalam melakukan aktivitas yaitu :

    1. Tulang

    Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi,

    yaitu fungsi mekanis untuk membentuk rangka dan tempat

    melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan

    mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan

    setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang

    dalam membentuk sel darah, dan fungsi perlindungan organ-

    organ dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih

    seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang

    vetebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang

    femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar

    pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian diujung

    tulang panjang dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis

    terdiri atas epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan

    metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang terpisah dan

    lebih elastis pada masa anak-anak serta akan menyatu pada

    masa dewasa.

    2. Otot dan tendon

    Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang

    memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan keinginan. Otot

    memliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan

    tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang melekat

    dengan sangat kuat pada tempat insersinya di tulang.

  • 10

    Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak

    dapat menggerakkan organ di tempat insersinya tendo yang

    bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan

    agar dapat berfungsi kembali.

    3. Ligamen

    Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang

    dengan tulang. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga

    stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan

    ketidakstabilan.

    4. Sistem saraf

    Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medula

    spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf

    pusat). Setiap sraf memiliki bagian somatis dan otonom.

    Bagaian somatis memiliki sensorik dan motorik. Terjadinya

    kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang

    belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum,

    sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan

    terganggunya daerah yang diinervesi, dan kerusakan pada saraf

    radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik

    di daerah radial tangan.

    5. Sendi

    Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang

    bertemu. Sendi membuat segmentasi dari kerangka tubuh dan

    memungkinkan gerakan antarsegmen dan berbagai drajat

    pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya

    sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang

    berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya

    tertutup kapsul sendi dan berisi cairan sinovial. Selain itu,

    terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi

    lain seperti sindesmosis, sinkrodosis, dan simfisis.

  • 11

    c. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanika tubuh dan

    aktivitas pergerakan

    Menurut Tarwoto & Wartonah (2010) faktor-faktor yang

    mempengaruhi aktivitas pergerakan seseorang meliputi :

    1) Tingkat perkembangan tubuh

    Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan

    neuromuskular dan tubuh secara proposional, postur,

    pergerakan dan refleks akan berfungsi secara optimal.

    2) Kesehatan fisik

    Penyakit, cacat tubuh, dan imobilisasi akan mempengaruhi

    pergerakan tubuh.

    3) Keadaan nutrisi

    Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, dan

    obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.

    4) Emosi

    Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas tubuh

    seseorang. Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan

    semangat, yang kemudian sering dimanifestasikan dengan

    kurangnya aktivitas.

    5) Kelemahan neuromuskular dan skeletal

    Adanya postur abnormaln seperti skoliosis, lordosis, dan

    kifosis dapat berpengaruh terhadap pergerakan.

    6) Pekerjaan

    Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas

    bila dibandingkan dengan petani atau buruh.

    3. Mobilitas dan Imobilitas

    Mobilitas dan Imobilitas Menurut Aziz Alimuh tahun (2009) adalah:

    a. Mobilitas

    1) Pengertian mobilitas

    Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu

    untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan

  • 12

    untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan

    kesehatannya.

    2) Jenis mobilitas

    a) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang

    untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat

    melakukan intraksi sosial dan menjalankan peran sehari-

    hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik

    volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh

    area tubuh seseorang.

    b) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang

    untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu

    bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan

    saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini

    dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang

    dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat

    mengalami mobilitas sebagian pada ekstermitas bawah

    karena kehilangan kontol motorik dan sensori. Mobilitas

    sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

    1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan

    kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan

    yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat

    disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem

    muskuloskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi

    dan tulang.

    2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan

    kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan

    yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh

    rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya

    terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena

    cedera tulang belakang, poliomielitis karena

    terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

  • 13

    3) Faktor yang mempengaruhi mobilitas

    Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor,

    diantaranya:

    a) Gaya hidup

    Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi

    kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup

    berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.

    b) Proses penyakit/cedera

    Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan

    mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh.

    Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan

    mengalami keterbatasan pergerakan dalam ektermitas

    bagian bawah.

    c) Kebudayaan

    Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga

    dipengaruhi kebudayaa. Sebagai contoh, orang yang

    memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan

    mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami

    gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu

    dilarang untuk beraktivitas.

    d) Tinggi energi

    Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar

    seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,

    dibutuhkan energi yang cukup.

    e) Usia dan status perkembangan

    Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada usia

    yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau

    kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan

    usia.

  • 14

    b. Imobilitas

    1) Pengertian imobilitas

    Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana

    seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi

    yang menggangu pergerakan (aktivitas), misalnya pengalamn

    trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada

    ektermitas, dan sebagainya.

    2) Jenis mobilitas

    a) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak

    secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gannguan

    komplikasi pergerakan, seperti pada pasien pasien dengan

    hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di

    daerah paralisi sehingga tidak dapat mengubah posisi

    tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

    b) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika

    seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada

    pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu

    penyakit.

    c) Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang

    mengalami pembatasan secara emosional karena adanya

    perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

    Sebagi contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena

    bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan

    bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling

    dicintai.

    d) Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami

    hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan

    penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya

    dalam kehidupan sosial .

    3) Perubahan sistem tubuh akibat imobilitas

    Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mempengaruhi

    sistem tubuh, seperti perubahan pada metabolisme tubuh,

  • 15

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam

    kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan

    sistem pernapasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan

    sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi

    (BAB & BAK), dan perubahan perilaku.

    d. Penatalaksanaan gangguan mobilitas

    Menurut Stanley dan beare (2007), penatalaksanaan gangguan

    mobilitas yaitu pencegahaan primer

    a. Pencegahan primer

    Untuk imobilitas dan intoleransi aktivitas, pencegahan primer

    merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, mobilitas

    dan aktivitas bergantung pada fungsi system muskuloskletal,

    kardiovaskuler, dan pulmonal. Salah satu terobosan dalam promosi

    kesehatan adalah pengenalan dan penerimaan latihan sebagai

    komponen integral dari kehidupan sehari-hari. Latiahan sangat

    bermanfaat bai bagi lansia yang sehat maupun untuk mereka yang

    mengalami masalah fisik secara teratur dapat menunda proses penuaan,

    dan dihubungkan dengan perasaan sejahtera, memperpanjang usia dan

    peningkatan fungsi kardiopulmonal. Aktivitas dan latihan yang

    dianjurkan dapat meningkatkan tingkat energi, mempertahankan

    mobilitas, dan meningkatkan kemampuan kardiovaskular dan

    pulmonal.Walaupun latihan tidak akan mengubah rangkain proses

    penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek mobilitas yang

    merusak dan gaya hidup yang kurang gerak.

    Lansia mengalami peningkatan status kesehatan yang signitifikan

    dengan aktivitas fisik yang rendah sampai sedang dalam waktu

    luangnya ketika aktivitas-aktivitas ini dipraktikan secara teratur dan

    dengan durasi dan intesitas yang sesuai. Sebagai suatu hasil dari latihan,

    sistem kardiopulmonal memperoleh fungsi secara keseluruhan, system

    muskuloskletal menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar, kebiasaan

    nutrisi meningkat, dan upaya-upaya mengendalikan berat badan dapat

  • 16

    ditingkatkan, program latihan juga dapat dihubungkan dengan

    peningkatan mood atau tingkat ketegangan,ansietas, dan depresi.

    1) Manfaatdari hasil latihan adalah:

    a) Kardivaskuler

    (1) Peningkatan kapisitas ketahanan

    (2) Penurunan denyut jantung

    (3) Peningkatan transport oksigen

    (4) Penurunan kolesterol

    (5) Penurunan tekanan darah pada klien hipertensi

    b) Respirasi

    (1) Peningkatan kapisitas vital

    c) Muskuloskletal

    (1) Peningkatan kekuatan otot

    (2) Peningkatan rentang gerak

    (3) Peningkatan fleksibilitas

    (4) Peningkatan remineralisasi

    (5) Peningkatan keseimbangan

    d) Endokrin

    (1) Peningktan metabolisme glukosa

    e) Psikologis

    (1) peningkatan perasaan sejahtera

    (2) peningkatan moral

    f) Kognitif

    (1) peningkatan metabolism glukosa dan berpikir

    Tetapi manfaat utama dari latihan adalah memelihara dan

    peningkatan fungsi fisik, mental, emosional, dan social, yang dapat

    menghasilkan rasa kecukupan terhadap diri sendiri dan

    kemandiriaan yang lebih baik.

    2) Hambatan terhadap latihan

    Berbagi hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam

    latihan secara teratur. Prilaku gaya hidup tertentu, depresi,

    gangguan tidur, dan kurangnya dukungan. Model peran yang

  • 17

    kurang gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan gegagalan

    atau ketidakkesetujuan semuanya turut berperan terdap kegagalan

    lansia untuk berpatisipasi dlam latiahn yang teratur.

    3) Pengembangan program latiahan

    Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan,

    dan mengalami peningkatanprogram tersebut disusun untuk

    memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu

    kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi

    santai, yang dapat memberikan efek latihan.

    Sebelum seseorang lansia memulai program latihan,

    dianjurkan untuk melakukan pengkajian sebelum latihan, yang

    meliputi sediki riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang

    dilakukan oleh dokter atau praktisi keperawatan. Perhatian harus

    diarahkan pada pengisian riwayat obat-obatan secara seksama dan

    mengevaluasi defisit sensori neurologis, ketajaman penglihatan,

    keseimbangan dan gaya berjalan.

    4) Tes toleransi terhadap aktivitas

    Tes toleransi terhadap aktivitas harus dilakukan sebelum seseorang

    lansia telibat dalam latihan tingakat sedang sampai berat, tetapi tes

    ini hanya sedikit memiliki kegunaan pada sebagai besar lansia yang

    berusia lebih dari 75 tahun (A. Aziz 2012)

    Tabel 2.1 Tingkat aktivitas

    Tingkat aktifitas/

    mobilitas

    Kategori

    Tingkat 0 Mampu merawat sendiri secara penuh.

    Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat atau peralatan.

    Tingkat 2 Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain.

    Tingkat 3 Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain dan

    peralatan atau alat.

    Tingkat 4 Semua tergantung dan tidak dapat melakukan atau

    berpartisipasi dalam perawatan.

  • 18

    B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

    1) Pengkajian

    1 Riwayat Keperawatan

    1) Subjektif

    a) Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas

    b) Mengeluh nyeri saat bergerak

    c) Mengatakan enggan melakukan pergerakan

    d) Merasa cemas saat bergerak

    2) Objektif

    a) Kekuatan otot menurun

    b) Rentang gerak (ROM) menurun

    c) Sendi kaku

    d) Gerakan tidak terkoordinasi

    e) Gerakan terbatas

    f) Fisik lemah

    2 Kondisi klinis yang terkait

    1) Stroke

    2) Cedera medula spinalis

    3) Trauma

    4) Fraktur

    5) Osteoathritis

    6) Ostemalasia

    7) Keganasan

    3 Pemeriksaan Fisik

    1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi

    (bilateral), amati warna kulit, ukuran, kelembutan kulit, serta

    pembengkakan.

    2) Lakukan pengukuran passive range of motion pada sendi-sendi

    synovial. Catat bila ada keterbatasan gerak sendi, krepitasi dan

    bila terjadi nyeri saat digerakkan.

  • 19

    3) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral.

    Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang dan ukur kekuatan

    otot.

    4) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya

    5) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

    4 Riwayat Psikososial

    Penderita rheumatoid arthritis mungkin merasa khawatir mengalami

    deformitas pada sendi-sendinya. Ia juga merasakan adanya

    kelemahan-kelemahan pada fungsi tubuh dan perubahan pada

    kegiatan sehari-hari. Lakukan pengkajian terhadap konsep diri pasien

    terutama pada aspek citra tubuh dan harga diri pasien.

    2) Diagnosis Keperawatan

    a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

    b. Nyeri akut berhubungan dengan gejala penyakit dan inflamasi.

    3) Intervensi

    Tabel 2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.

    No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

    1 Gangguan

    mobilitas fisik

    berhubungan

    dengan kekakuan

    sendi.

    Setelah diberikan

    asuhan keperawatan

    selama ...x24 jam

    diharapkan gangguan

    mobilitas fisik

    teratasi dengan

    tujuan :

    1. Meningkatkan toleransi klien

    untuk melakukan

    aktivitas fisik

    2. Mencegah terjadinya cidera

    akibat jatuh

    3. Meningkatkan kebugaran fisik

    Kriteria hasil:

    a. Klien mengungkapkan

    bertambahnya

    kekuatan dan daya

    tahan ekstremitas

    b. Klien mengatakan tidak mengalami

    kesulitan dalam

    beraktivitas c. Melakukan

    1. Kaji faktor penyebab

    a) Trauma (mis,

    robekan

    kartilago,

    fraktur,

    amputasi)

    b) Prosedur

    pembedahan

    (mis, perbaikan

    letak sendi,

    reduksi fraktur,

    bedah vaskuler)

    c) Penyakit yang

    melemahkan

    (mis, diabetes,

    kanker, artritis

    reumatoid,

    skeloris multipel,

    stroke)

    2. Kaji kekuatan otot pasien

    3. Kaji skala nyeri

    4. Tingkatkan mobilitas

    ekstremitas :

    a) Menginstruksikan

    1. Untuk mengetahui faktor penyebab

    terjadinya penyakit

    2. Mengidentifikasi kekuatan yang dapat

    memberikan

    informasi mengenai

    pemulihan

    3. Untuk menurunkan rasa nyeri serta

    kekakuan di pagi hari 4. Untuk membantu

    mempertahankan

    integritas fungsi

    sendi

    5. Pemanasan atau peregangan yang

    dilakukan perlahan

    sebelum memulai

    nya latihan

    penguatan dan daya

    tahan tubuh

    membantu mempersiapkan otot

    untuk menghadapi

    kerja yang lebih

    keras secara berharap

    6. Membantu klien

  • 20

    langkah-langkah

    pengaman untuk

    kemungkinan

    cidera

    d. Menjelaskan rasional intervensi

    klien untuk

    melakukan latihan

    ROM aktif pada

    ekstremitas yang

    sehat sedikitnya tiga

    kali sehari

    b) Lakukan ROM pasif pada ekstremitas

    yang sakit

    c) Upayakan memasukan latihan

    ROM kejadwal

    kesehatan klien

    d) Berikan kompres hangat untuk

    meredakan rasa nyeri

    5. Lakukan mobilisasi progresif :

    a) Bantu pasien bangkit ke posisi

    duduk secara

    perlahan b) Berikan

    kesempatan

    pasien

    menggantungka

    n tungkainya

    disisi tempat

    tidur selama

    beberapa menit

    sebelum berdiri

    c) Anjurkan latihan ambulasi dengan melakukan

    jalan-jalan yang

    sering dan

    singkat

    6. Anjurkan penggunaan esktremitas yang sakit

    7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan

    8. Memberikan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi

    untuk memahami

    penyakit

    (Sumber: Smeltzer& Bare 2002)

    Tabel 2.8 Nyeri akut berhubungan dengan gejala penyakit dan inflamasi.

    NO Diagnosa

    Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

    2 Nyeri

    berhubungan

    dengan gejala

    penyakit dan

    inflamasi.

    Setelah diberikan

    asuhan keperawatan

    selama 3x24 jam

    diharapkan Gangguan

    Rasa Nyaman nyeri

    teratasi dengan kriteria

    hasil:

    1. Mampu mengontrol

    1. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan

    kenyaman:

    a) Kompres panas atau dingin

    b) Masase, perubahan posisi, istirahat

    c) Kasur busa, bantal

    1. Rasa nyeri dapat responsif terdapat

    intervensi buakn

    obat-obatan, seperti

    perlindungan sendi,

    latihan fisik, teknik

    relaksasi dan

    bentuk-bentuk terapi

  • 21

    nyaeri( tahu

    penyebab nyeri,

    mampu

    menggunakan

    teknik non

    farmakologi untuk

    mengurangi nyeri)

    2. Mampu mengenali nyeri(intensitas,

    frekuensi, tanda nyeri)

    3. Menyatakan rasa nyamans etelah

    nyeri berkurang.

    penyangga, bidai

    d) Teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan

    perhatian (Teknik

    Distraksi seperti:

    Mendengar musik,

    menonton tv)

    2. Berikan prepatan anti inflamasi, analgesik dan

    antirematik kerja-lambat seperti yang dianjurkan

    3. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk

    memenuhi kebutuhan

    pasien terdapat

    penatalaksanaan nyeri.

    4. Dorong pasien untuk mengutarakan

    perasaannya tentang rasa

    nyeri serta sifat kronik

    penyakitnya.

    5. Jelaskan patofisiologi nyeri reumatik dan

    penyakit reumatik, dan

    membantu pasien untuk

    menyadari bahwa rasa

    nyeri sering membawanya

    kepada metode terapi yang

    belum terbukti

    manfaatnya.

    6. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang

    yang membawa pasien untuk memakai metode

    terapi yang belum terbukti

    manfaatnya.

    7. Lakukan penilaian terhadap perubahan

    subjektif pada rasa nyeri.

    suhu.

    2. Nyeri pada penyakit reumatik responsif

    terhadap pemberian

    obat satu macam saj

    atau kombinasi.

    3. Pengalaman nyeri sebelumnya dan

    strategi

    penatalaksanaan dapat berdeda

    dengan yang

    dibutuhkan untuk

    nyeri persisten.

    4. Penggungkapan dengan kata-kata

    merupakan tahap

    yang penting dalam

    koping.

    5. Pengetahuan tentang nyeri terapi yang

    tepat dapat membantu pasien

    untuk menghidari

    bentuk-bentuk

    terapiyang tidak

    aman dan tidak

    efektif.

    6. Dampak nyeri pada kehidupan individu

    sering menimbulkan

    kesalah pahaman

    tentang nyeri dan teknik-teknik

    penanganannya.

    7. Penjelasan seseorang mengenai nyeri yang

    dirasakan merupaka

    indikastor yang lebih

    dapat diandalkan

    ketimbang hasil

    pengukuran yang

    objektif, seperti

    perubahan tanda-

    tanda vital, gerakan tubuh dan ekspresi

    wajah.

    (Sumber:Smeltzer & Bare 2002:1794).

  • 22

    4) Implementasi

    Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan

    oleh perawat. Hal-hal yang perlu di perhatikan ketika melakukan

    implementasi adalah intervensi dilakukan ssuai rencana setelah dilakukan

    validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal,

    intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efesien pada situasi yang

    tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan didokumentasi

    keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Rohman dan Walid,

    2016).

    5) Evaluasi

    Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan

    keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,

    kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien,

    pencapaian tujuan serta ketepatan pencapaian intervensi.

    C. Tinjauan Konsep Penyakit

    1. Definisi Rheumatoid Arthritis (RA)

    Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang

    menyebabkan peradangan kronis pada sendi. Penyakit autoimun

    adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang

    oleh sistem imunnya sendiri yang keliru (Aletaha et al., 2010).

    2. Faktor Resiko Artritis Reumatoid

    Menurut priyanto ( 2009 ) beberapa faktor resiko yang diketahui

    berhubungan dengan Artritis reumatoid ataupun pegal linu, antara lain:

    a. Usia diatas 40 tahun dan prevalensi pada wanita lebih tinggi

    b. Genetik

    c. Kegemukan dan penyakit metabolik

    d. Cedera sendi yang berulang

    e. Kepadatan tulang berkurang ( osteoporosis )

    f. Beban sendi yang terlalu berat ( olah raga atau kerja tertantu )

    g. Kelainan pertumbuhan ( kelainan sel sel yang membentuk tulang

    rawan, seperti kolagen dan proteglikan ).

  • 23

    3. Etiologi

    Penyebab artritis reumathoid belum diketahui secara pasti

    walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Faktor

    genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam

    timbulnya penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk menderita reumatik

    dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil

    menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai

    salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun

    demikian karena pembenaran hormon estrogen eksternal tidak pernah

    menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini

    belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan

    penyebab penyakit ini.

    Sejaktahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab

    reumatik. Dugaan faktor infeksi timbul karena umumnya omset penyakit

    ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran

    inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan

    isolasi suatu organisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan

    kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau

    endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya arhtritis

    reumtoid. Agensi nfeksius yang diduga merupakan penyebab reumatik

    antara lain bakteri, mikoplasma atau virus.

    Hipotesis terbaru tentang penyebabp enyakit ini adalah adanya faktor

    genetik yang akan menjurus pada penyakit setelah terjangkit beberapa

    penyakit virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr. Heat Shock Protein

    (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60-90 kDa) yang

    dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stres. Walaupun

    telah diketahui terdapat hubungan antara Heat Shock Protein dan sel T

    pada pasien reumatik namun mekanisme hubungan ini belum diketahui

    dengan jelas (Aspiani, 2014).

  • 24

    4. Manifestasi Klinis Artritis Reumatoid

    Rasa nyeri pada persendian berupa pembengkakan, panas, eritema

    dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk

    rheumatoid arthritis. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada

    pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Pola karakteristik dari

    persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan,

    pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut,

    bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan

    temporomandibular(Smeltzer & Bare, 2002)

    Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli atritis

    rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,

    pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu

    serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris tetapi kadang-

    kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut atritis rheumatoid mono-

    artikular. (chairuddin, 2003)

    Terdapat dua stadium atritis rheumatoid yaitu :

    1. Stadium awal

    Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan

    anemia. Gejala lokal yang berupa pembengkakan, nyeri dan

    gangguan gerak pada sendi matakarpoflangael

    Pemeriksaan fisik : tenosinofitas pada daerah ekstensor

    pergelangan tangan dan fleksor jari-jari, pada sendi besar

    (misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa

    pembengkakan nyeri serta tanda-tanda efusi sendi

    2. Stadium lanjut

    Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen,

    selanjutnya timbul/ketidakstabilan sendi akibat rupture

    tendo/ligament yang menyebabkan deformitas rheumatoid

    yang khas berupa devisiasi unilar jari-jari, deviasi

    radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.

  • 25

    5. Patofisiologi

    Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan

    sinovial yang melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan

    enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan

    memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial

    dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan

    tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah

    menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.

    Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan

    degeneratif dengan menghilangnya kemampuan elastisitaspada otot dan

    kekuatan kontraksi otot. (Smeltzer & Bare, 2002)

    6. Pathway

    Synovial menebal pennus Kurangnya informasi tentang

    penyakit

    Nodul Infiltrasi dalam os.

    subcondria Defisiensi pengetahuan

    Ansietas

    Deformitas sendi Hambatan nutrisi pada

    kartilago artikularis Kartilago nekrosis

    Gangguan body image Kerusakan kartilago dan

    tulang

    Erosi kartilago

    Tendon dan ligament

    melemah

    Adhesi pada permukaan

    sendi

    Ankilosis fibrosa

    Hilangnya kekuatan otot

    Mudah luksasi dan

    subluksasi

    Kekuatan sendi

    Hambatan mobilitas fisik

    Resiko cidera

    Keterbatasan gerakan sendi

    Deficit perawatan diri

    Ankilosis tulang

    Reaksi factor R denga

    antibody, faktor metabolic,

    infeksi dengan

    kecenderungan virus

    Kekakuan sendi

    Reaksi peradangan

    Hambatan mobilitas fisik

    Nyeri

  • 26

    7. Pemeriksaan Penunjang

    a. Faktor Reumatoid, Fiksasi lateks, Reaksi-reaksi aglutinai

    b. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h)

    mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.

    c. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.

    d. Sel Darah Putih: meningkatpada waktu timbul proses inflamasi.

    e. Haemoglobin : umumnya menunjukkan anemia sedang.

    f. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun

    sebagai penyebab RA.

    g. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan

    padajaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang,

    memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik

    yang terjadi secara bersamaan.

    h. Scan radionuklida : identifikasi peradangan synovial

    i. Biopsy membrane synovial : menunjukan perubahan inflamasi dan

    perkembangan panas.

    8. Penatalaksanaan

    Setelah diagnosis RA ditegakkan, pendekatan pertama yang harus

    dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik

    antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan

    yang merawatnya

    a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksaan

    yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin

    ketaatan pasien.

    b. OASIS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat

    inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:

    1) Aspirin : pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4

    x 1 g/hari, kemudian dinaikan 0,3-0,6 g/minggu sampai terjadi

    perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.

    2) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.

  • 27

    c. DMARD (disease-moddifying antirheumatic drugs) digunakan untuk

    melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat atritis

    rheumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan

    kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan

    proses rheumatoid akan berkurang. Jenis-jenis yang digunakan

    adalah:

    1) Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari,

    hidrosiklorokuin 400 mg/hari.

    2) Sulfasalazine dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan

    dalam dosis 1x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu,

    sampai mencapai dosis 4- 500 mg. setelh remisi tercapai, dosis

    dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka

    panjang.

    3) D-penisilamin, digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari,

    kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300

    mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari.

    4) Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya

    tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro

    sodium tiomalat (AST) diberikan intramuscular, dimulai dengn

    doosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian

    dosis kedua 20 mg, dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan

    sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan,

    dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan

    remisi tercapi.

    5) Obat imunosupresif atau imunoregulator; metotreksat sangat

    mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek. Dosis

    dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 buan tidak

    menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang

    melebihi 20 mg/ minggu.

    6) Kortikosteroid hanya dipakai untuk komplikasi berat dan

    mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki

    efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti

  • 28

    prednisone 5-7,5 mg satu kali sehari). Dapat diberikan suntikan

    kortikosteroid intraartikular jika terhadap peradangan yang berat.

    Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.

    d. Riwayat penyakit alamiah

    Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi

    penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode

    RA dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak

    lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini sepanjang

    hidupnya dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang

    singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita RA

    yang progresif yang disertai dengan peurunan kapasitas fungsional

    yang mennetap pada setiap eksasrbasi. Sampai saat ini beum berhasil

    dijumpai obat yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic

    therapy.

    e. Rehabilitasi

    Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat

    kemampuan pasien RA dengan tujuan :

    1) Mencegah rasa nyeri

    2) Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi

    3) Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot

    4) Mencegah terjadinya deformitas

    5) Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri

    6) Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada

    orang lain

    Rehabilitasi dilaksanakan dengan mengistirahatkan sendi yang

    terlibat latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis

    seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri

    dengan arus listrik.

    9. Diagnosa keperawatan

    a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.

    b. Nyeri berhubungan dengan gejala penyakit dan inflamasi.

  • 29

    10. Discharge Planning

    a. Olahraga teratur, istirahat cukup dan ketahui penyebab dan tanda

    gejala penyakit

    b. Kompres hangat dapat mengatasi kekakuan kompres dingin dapat

    membantu meredakan nyeri.

    c. Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bird an

    minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jeroan,

    kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagua, dan

    kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat

    dipersendian.

    d. Mengonsumsi makanan seperti tahu untuk mengganti daging,

    memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan

    mengurangi inflamasi, juga asam lemak tertentu seperti minyak ikan

    aalmon, minyak jaitun.

    e. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang

    terdapat dalam darah sehingga tidak bertimbun disendi

    f. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan pertahankan BB yang

    normal.