BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar...
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang
disebut dengan Hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima
kategori kebutuhan dasar, yakni:
a. Kebutuhan Fisiologis (physiologic Needs)
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki
maslow. Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan
yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan
fisiologisnya dibandingkan kebutuhan yang lain. Manusia memiliki 8
macam kebutuhan, yaitu kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan
eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktivitas,
kebutuhan kesehatan temperature tubuh, dan kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs)
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah
aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun
psikologis.Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari
udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa takut dan
kecemasan, bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang
baru atau asing.
c. Kebutuhan Rasa Cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging
Needs)
Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang,
perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain,
kehangatan, persahabatan dan mendapat tempat atau diakui dalam
keluarga, kelompok, serta lingkungan sosial.
7
-
8
d. Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem Needs)
Kebutuhan harga diri ini meliputi perasaan tidak bergantung pada
orang lain, kompeten, penghargaan terhadapn diri sendiri dan orang
lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Needs for Self Actualization)
Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik
(mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan
diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif
dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya.
(Mubarak, 2007)
Konsep hierarki maslow ini menjelaskan bahwa manusia
senantiasa berubah menurut kebutuhannya. Jika seseorang merasa
kepuasan, ia akan menikmati kesehjateraan dan bebas untuk
berkembang menuju potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses
pemenuhan kebutuhan ini terganggu maka akan timbul kondisi
patologis. Karenanya, dengan memahami konsep kebutuhan dasar
manusia Maslow, akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk
beralih ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar
dibawahnya harus terpenuhi lebih dulu (Stevens P.J.M, dkk dalam
Mubarak, 2007)
2. Kebutuhan Aktivitas
a. Pengertian kebutuhan Aktivitas
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktivitas
seseorang dipengaruhi oleh adekuatnya sistem persarafan, otot dan
tulang, atau sendi (Tarwoto & Wartonah, 2010)
Aktifitas fisik (mekanik tubuh) merupakan irama sirkadian
manusia. Tiap individu mempunyai irama atau pola tersendiri
dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi,
makan, istirahat, dan lain-lain (Asmadi, 2009)
-
9
Sebuah pola aktivitas-latihan adalah rutinitas latihan,
aktivitas, waktu luang, dan rekreasiyang dilakukan seseorang. Pola
tersebut terdiri atas (a) aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL) yang
memerlukan pengeluaran energi seperti higiene, memasak,
berbelanja, makan, bekerja, dan merawat rumah, dan (b) tipe,
kualitas, dan kuantitas latihan, termasuk olahraga (Gordon, 2002)
b. Sistem tubuh yang berperan dalam melakukan aktivitas
Menurut Aziz Alimuh H. (2009) sistem tubuh yang berperan
dalam melakukan aktivitas yaitu :
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi,
yaitu fungsi mekanis untuk membentuk rangka dan tempat
melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat penyimpanan
mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan
setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang
dalam membentuk sel darah, dan fungsi perlindungan organ-
organ dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih
seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang
vetebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang
femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar
pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian diujung
tulang panjang dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis
terdiri atas epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan
metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang terpisah dan
lebih elastis pada masa anak-anak serta akan menyatu pada
masa dewasa.
2. Otot dan tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang
memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan keinginan. Otot
memliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan dengan
tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang melekat
dengan sangat kuat pada tempat insersinya di tulang.
-
10
Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak
dapat menggerakkan organ di tempat insersinya tendo yang
bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan
agar dapat berfungsi kembali.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang
dengan tulang. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga
stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
4. Sistem saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medula
spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf
pusat). Setiap sraf memiliki bagian somatis dan otonom.
Bagaian somatis memiliki sensorik dan motorik. Terjadinya
kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang
belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum,
sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan
terganggunya daerah yang diinervesi, dan kerusakan pada saraf
radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik
di daerah radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang
bertemu. Sendi membuat segmentasi dari kerangka tubuh dan
memungkinkan gerakan antarsegmen dan berbagai drajat
pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya
sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang
berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya
tertutup kapsul sendi dan berisi cairan sinovial. Selain itu,
terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi
lain seperti sindesmosis, sinkrodosis, dan simfisis.
-
11
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanika tubuh dan
aktivitas pergerakan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas pergerakan seseorang meliputi :
1) Tingkat perkembangan tubuh
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan
neuromuskular dan tubuh secara proposional, postur,
pergerakan dan refleks akan berfungsi secara optimal.
2) Kesehatan fisik
Penyakit, cacat tubuh, dan imobilisasi akan mempengaruhi
pergerakan tubuh.
3) Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, dan
obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.
4) Emosi
Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas tubuh
seseorang. Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan
semangat, yang kemudian sering dimanifestasikan dengan
kurangnya aktivitas.
5) Kelemahan neuromuskular dan skeletal
Adanya postur abnormaln seperti skoliosis, lordosis, dan
kifosis dapat berpengaruh terhadap pergerakan.
6) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas
bila dibandingkan dengan petani atau buruh.
3. Mobilitas dan Imobilitas
Mobilitas dan Imobilitas Menurut Aziz Alimuh tahun (2009) adalah:
a. Mobilitas
1) Pengertian mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan
-
12
untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya.
2) Jenis mobilitas
a) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat
melakukan intraksi sosial dan menjalankan peran sehari-
hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu
bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstermitas bawah
karena kehilangan kontol motorik dan sensori. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan
kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi
dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan
kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomielitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
-
13
3) Faktor yang mempengaruhi mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor,
diantaranya:
a) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi
kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b) Proses penyakit/cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh.
Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ektermitas
bagian bawah.
c) Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga
dipengaruhi kebudayaa. Sebagai contoh, orang yang
memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu
dilarang untuk beraktivitas.
d) Tinggi energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar
seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,
dibutuhkan energi yang cukup.
e) Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada usia
yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau
kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan
usia.
-
14
b. Imobilitas
1) Pengertian imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi
yang menggangu pergerakan (aktivitas), misalnya pengalamn
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ektermitas, dan sebagainya.
2) Jenis mobilitas
a) Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak
secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gannguan
komplikasi pergerakan, seperti pada pasien pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di
daerah paralisi sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada
pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu
penyakit.
c) Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagi contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena
bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan
bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
d) Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial .
3) Perubahan sistem tubuh akibat imobilitas
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mempengaruhi
sistem tubuh, seperti perubahan pada metabolisme tubuh,
-
15
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam
kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan
sistem pernapasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan
sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi
(BAB & BAK), dan perubahan perilaku.
d. Penatalaksanaan gangguan mobilitas
Menurut Stanley dan beare (2007), penatalaksanaan gangguan
mobilitas yaitu pencegahaan primer
a. Pencegahan primer
Untuk imobilitas dan intoleransi aktivitas, pencegahan primer
merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, mobilitas
dan aktivitas bergantung pada fungsi system muskuloskletal,
kardiovaskuler, dan pulmonal. Salah satu terobosan dalam promosi
kesehatan adalah pengenalan dan penerimaan latihan sebagai
komponen integral dari kehidupan sehari-hari. Latiahan sangat
bermanfaat bai bagi lansia yang sehat maupun untuk mereka yang
mengalami masalah fisik secara teratur dapat menunda proses penuaan,
dan dihubungkan dengan perasaan sejahtera, memperpanjang usia dan
peningkatan fungsi kardiopulmonal. Aktivitas dan latihan yang
dianjurkan dapat meningkatkan tingkat energi, mempertahankan
mobilitas, dan meningkatkan kemampuan kardiovaskular dan
pulmonal.Walaupun latihan tidak akan mengubah rangkain proses
penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek mobilitas yang
merusak dan gaya hidup yang kurang gerak.
Lansia mengalami peningkatan status kesehatan yang signitifikan
dengan aktivitas fisik yang rendah sampai sedang dalam waktu
luangnya ketika aktivitas-aktivitas ini dipraktikan secara teratur dan
dengan durasi dan intesitas yang sesuai. Sebagai suatu hasil dari latihan,
sistem kardiopulmonal memperoleh fungsi secara keseluruhan, system
muskuloskletal menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar, kebiasaan
nutrisi meningkat, dan upaya-upaya mengendalikan berat badan dapat
-
16
ditingkatkan, program latihan juga dapat dihubungkan dengan
peningkatan mood atau tingkat ketegangan,ansietas, dan depresi.
1) Manfaatdari hasil latihan adalah:
a) Kardivaskuler
(1) Peningkatan kapisitas ketahanan
(2) Penurunan denyut jantung
(3) Peningkatan transport oksigen
(4) Penurunan kolesterol
(5) Penurunan tekanan darah pada klien hipertensi
b) Respirasi
(1) Peningkatan kapisitas vital
c) Muskuloskletal
(1) Peningkatan kekuatan otot
(2) Peningkatan rentang gerak
(3) Peningkatan fleksibilitas
(4) Peningkatan remineralisasi
(5) Peningkatan keseimbangan
d) Endokrin
(1) Peningktan metabolisme glukosa
e) Psikologis
(1) peningkatan perasaan sejahtera
(2) peningkatan moral
f) Kognitif
(1) peningkatan metabolism glukosa dan berpikir
Tetapi manfaat utama dari latihan adalah memelihara dan
peningkatan fungsi fisik, mental, emosional, dan social, yang dapat
menghasilkan rasa kecukupan terhadap diri sendiri dan
kemandiriaan yang lebih baik.
2) Hambatan terhadap latihan
Berbagi hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam
latihan secara teratur. Prilaku gaya hidup tertentu, depresi,
gangguan tidur, dan kurangnya dukungan. Model peran yang
-
17
kurang gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan gegagalan
atau ketidakkesetujuan semuanya turut berperan terdap kegagalan
lansia untuk berpatisipasi dlam latiahn yang teratur.
3) Pengembangan program latiahan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan,
dan mengalami peningkatanprogram tersebut disusun untuk
memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu
kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi
santai, yang dapat memberikan efek latihan.
Sebelum seseorang lansia memulai program latihan,
dianjurkan untuk melakukan pengkajian sebelum latihan, yang
meliputi sediki riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh dokter atau praktisi keperawatan. Perhatian harus
diarahkan pada pengisian riwayat obat-obatan secara seksama dan
mengevaluasi defisit sensori neurologis, ketajaman penglihatan,
keseimbangan dan gaya berjalan.
4) Tes toleransi terhadap aktivitas
Tes toleransi terhadap aktivitas harus dilakukan sebelum seseorang
lansia telibat dalam latihan tingakat sedang sampai berat, tetapi tes
ini hanya sedikit memiliki kegunaan pada sebagai besar lansia yang
berusia lebih dari 75 tahun (A. Aziz 2012)
Tabel 2.1 Tingkat aktivitas
Tingkat aktifitas/
mobilitas
Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat atau peralatan.
Tingkat 2 Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain.
Tingkat 3 Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain dan
peralatan atau alat.
Tingkat 4 Semua tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan.
-
18
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
1 Riwayat Keperawatan
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
b) Mengeluh nyeri saat bergerak
c) Mengatakan enggan melakukan pergerakan
d) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun
c) Sendi kaku
d) Gerakan tidak terkoordinasi
e) Gerakan terbatas
f) Fisik lemah
2 Kondisi klinis yang terkait
1) Stroke
2) Cedera medula spinalis
3) Trauma
4) Fraktur
5) Osteoathritis
6) Ostemalasia
7) Keganasan
3 Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi
(bilateral), amati warna kulit, ukuran, kelembutan kulit, serta
pembengkakan.
2) Lakukan pengukuran passive range of motion pada sendi-sendi
synovial. Catat bila ada keterbatasan gerak sendi, krepitasi dan
bila terjadi nyeri saat digerakkan.
-
19
3) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral.
Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang dan ukur kekuatan
otot.
4) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4 Riwayat Psikososial
Penderita rheumatoid arthritis mungkin merasa khawatir mengalami
deformitas pada sendi-sendinya. Ia juga merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada fungsi tubuh dan perubahan pada
kegiatan sehari-hari. Lakukan pengkajian terhadap konsep diri pasien
terutama pada aspek citra tubuh dan harga diri pasien.
2) Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
b. Nyeri akut berhubungan dengan gejala penyakit dan inflamasi.
3) Intervensi
Tabel 2.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1 Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan kekakuan
sendi.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama ...x24 jam
diharapkan gangguan
mobilitas fisik
teratasi dengan
tujuan :
1. Meningkatkan toleransi klien
untuk melakukan
aktivitas fisik
2. Mencegah terjadinya cidera
akibat jatuh
3. Meningkatkan kebugaran fisik
Kriteria hasil:
a. Klien mengungkapkan
bertambahnya
kekuatan dan daya
tahan ekstremitas
b. Klien mengatakan tidak mengalami
kesulitan dalam
beraktivitas c. Melakukan
1. Kaji faktor penyebab
a) Trauma (mis,
robekan
kartilago,
fraktur,
amputasi)
b) Prosedur
pembedahan
(mis, perbaikan
letak sendi,
reduksi fraktur,
bedah vaskuler)
c) Penyakit yang
melemahkan
(mis, diabetes,
kanker, artritis
reumatoid,
skeloris multipel,
stroke)
2. Kaji kekuatan otot pasien
3. Kaji skala nyeri
4. Tingkatkan mobilitas
ekstremitas :
a) Menginstruksikan
1. Untuk mengetahui faktor penyebab
terjadinya penyakit
2. Mengidentifikasi kekuatan yang dapat
memberikan
informasi mengenai
pemulihan
3. Untuk menurunkan rasa nyeri serta
kekakuan di pagi hari 4. Untuk membantu
mempertahankan
integritas fungsi
sendi
5. Pemanasan atau peregangan yang
dilakukan perlahan
sebelum memulai
nya latihan
penguatan dan daya
tahan tubuh
membantu mempersiapkan otot
untuk menghadapi
kerja yang lebih
keras secara berharap
6. Membantu klien
-
20
langkah-langkah
pengaman untuk
kemungkinan
cidera
d. Menjelaskan rasional intervensi
klien untuk
melakukan latihan
ROM aktif pada
ekstremitas yang
sehat sedikitnya tiga
kali sehari
b) Lakukan ROM pasif pada ekstremitas
yang sakit
c) Upayakan memasukan latihan
ROM kejadwal
kesehatan klien
d) Berikan kompres hangat untuk
meredakan rasa nyeri
5. Lakukan mobilisasi progresif :
a) Bantu pasien bangkit ke posisi
duduk secara
perlahan b) Berikan
kesempatan
pasien
menggantungka
n tungkainya
disisi tempat
tidur selama
beberapa menit
sebelum berdiri
c) Anjurkan latihan ambulasi dengan melakukan
jalan-jalan yang
sering dan
singkat
6. Anjurkan penggunaan esktremitas yang sakit
7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
8. Memberikan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi
untuk memahami
penyakit
(Sumber: Smeltzer& Bare 2002)
Tabel 2.8 Nyeri akut berhubungan dengan gejala penyakit dan inflamasi.
NO Diagnosa
Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
2 Nyeri
berhubungan
dengan gejala
penyakit dan
inflamasi.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan Gangguan
Rasa Nyaman nyeri
teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Mampu mengontrol
1. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan
kenyaman:
a) Kompres panas atau dingin
b) Masase, perubahan posisi, istirahat
c) Kasur busa, bantal
1. Rasa nyeri dapat responsif terdapat
intervensi buakn
obat-obatan, seperti
perlindungan sendi,
latihan fisik, teknik
relaksasi dan
bentuk-bentuk terapi
-
21
nyaeri( tahu
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan
teknik non
farmakologi untuk
mengurangi nyeri)
2. Mampu mengenali nyeri(intensitas,
frekuensi, tanda nyeri)
3. Menyatakan rasa nyamans etelah
nyeri berkurang.
penyangga, bidai
d) Teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan
perhatian (Teknik
Distraksi seperti:
Mendengar musik,
menonton tv)
2. Berikan prepatan anti inflamasi, analgesik dan
antirematik kerja-lambat seperti yang dianjurkan
3. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk
memenuhi kebutuhan
pasien terdapat
penatalaksanaan nyeri.
4. Dorong pasien untuk mengutarakan
perasaannya tentang rasa
nyeri serta sifat kronik
penyakitnya.
5. Jelaskan patofisiologi nyeri reumatik dan
penyakit reumatik, dan
membantu pasien untuk
menyadari bahwa rasa
nyeri sering membawanya
kepada metode terapi yang
belum terbukti
manfaatnya.
6. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang
yang membawa pasien untuk memakai metode
terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
7. Lakukan penilaian terhadap perubahan
subjektif pada rasa nyeri.
suhu.
2. Nyeri pada penyakit reumatik responsif
terhadap pemberian
obat satu macam saj
atau kombinasi.
3. Pengalaman nyeri sebelumnya dan
strategi
penatalaksanaan dapat berdeda
dengan yang
dibutuhkan untuk
nyeri persisten.
4. Penggungkapan dengan kata-kata
merupakan tahap
yang penting dalam
koping.
5. Pengetahuan tentang nyeri terapi yang
tepat dapat membantu pasien
untuk menghidari
bentuk-bentuk
terapiyang tidak
aman dan tidak
efektif.
6. Dampak nyeri pada kehidupan individu
sering menimbulkan
kesalah pahaman
tentang nyeri dan teknik-teknik
penanganannya.
7. Penjelasan seseorang mengenai nyeri yang
dirasakan merupaka
indikastor yang lebih
dapat diandalkan
ketimbang hasil
pengukuran yang
objektif, seperti
perubahan tanda-
tanda vital, gerakan tubuh dan ekspresi
wajah.
(Sumber:Smeltzer & Bare 2002:1794).
-
22
4) Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat. Hal-hal yang perlu di perhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilakukan ssuai rencana setelah dilakukan
validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal,
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efesien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan didokumentasi
keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Rohman dan Walid,
2016).
5) Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien,
pencapaian tujuan serta ketepatan pencapaian intervensi.
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Definisi Rheumatoid Arthritis (RA)
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang
menyebabkan peradangan kronis pada sendi. Penyakit autoimun
adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang
oleh sistem imunnya sendiri yang keliru (Aletaha et al., 2010).
2. Faktor Resiko Artritis Reumatoid
Menurut priyanto ( 2009 ) beberapa faktor resiko yang diketahui
berhubungan dengan Artritis reumatoid ataupun pegal linu, antara lain:
a. Usia diatas 40 tahun dan prevalensi pada wanita lebih tinggi
b. Genetik
c. Kegemukan dan penyakit metabolik
d. Cedera sendi yang berulang
e. Kepadatan tulang berkurang ( osteoporosis )
f. Beban sendi yang terlalu berat ( olah raga atau kerja tertantu )
g. Kelainan pertumbuhan ( kelainan sel sel yang membentuk tulang
rawan, seperti kolagen dan proteglikan ).
-
23
3. Etiologi
Penyebab artritis reumathoid belum diketahui secara pasti
walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Faktor
genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk menderita reumatik
dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun
demikian karena pembenaran hormon estrogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini
belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan
penyebab penyakit ini.
Sejaktahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab
reumatik. Dugaan faktor infeksi timbul karena umumnya omset penyakit
ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran
inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan
isolasi suatu organisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan
kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau
endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya arhtritis
reumtoid. Agensi nfeksius yang diduga merupakan penyebab reumatik
antara lain bakteri, mikoplasma atau virus.
Hipotesis terbaru tentang penyebabp enyakit ini adalah adanya faktor
genetik yang akan menjurus pada penyakit setelah terjangkit beberapa
penyakit virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr. Heat Shock Protein
(HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60-90 kDa) yang
dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stres. Walaupun
telah diketahui terdapat hubungan antara Heat Shock Protein dan sel T
pada pasien reumatik namun mekanisme hubungan ini belum diketahui
dengan jelas (Aspiani, 2014).
-
24
4. Manifestasi Klinis Artritis Reumatoid
Rasa nyeri pada persendian berupa pembengkakan, panas, eritema
dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk
rheumatoid arthritis. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada
pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Pola karakteristik dari
persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan,
pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut,
bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular(Smeltzer & Bare, 2002)
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli atritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu
serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris tetapi kadang-
kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut atritis rheumatoid mono-
artikular. (chairuddin, 2003)
Terdapat dua stadium atritis rheumatoid yaitu :
1. Stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedikit demam dan
anemia. Gejala lokal yang berupa pembengkakan, nyeri dan
gangguan gerak pada sendi matakarpoflangael
Pemeriksaan fisik : tenosinofitas pada daerah ekstensor
pergelangan tangan dan fleksor jari-jari, pada sendi besar
(misalnya sendi lutut) gejala peradangan lokal berupa
pembengkakan nyeri serta tanda-tanda efusi sendi
2. Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen,
selanjutnya timbul/ketidakstabilan sendi akibat rupture
tendo/ligament yang menyebabkan deformitas rheumatoid
yang khas berupa devisiasi unilar jari-jari, deviasi
radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.
-
25
5. Patofisiologi
Rheumatoid arthritis akibat reaksi autoimun dalam jaringan
sinovial yang melibatkan proses fagositosis. Dalam prosesnya, dihasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut selanjutnya akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial
dan akhirnya terjadi pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan
tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan merasakan nyeri akibat serabut otot mengalami perubahan
degeneratif dengan menghilangnya kemampuan elastisitaspada otot dan
kekuatan kontraksi otot. (Smeltzer & Bare, 2002)
6. Pathway
Synovial menebal pennus Kurangnya informasi tentang
penyakit
Nodul Infiltrasi dalam os.
subcondria Defisiensi pengetahuan
Ansietas
Deformitas sendi Hambatan nutrisi pada
kartilago artikularis Kartilago nekrosis
Gangguan body image Kerusakan kartilago dan
tulang
Erosi kartilago
Tendon dan ligament
melemah
Adhesi pada permukaan
sendi
Ankilosis fibrosa
Hilangnya kekuatan otot
Mudah luksasi dan
subluksasi
Kekuatan sendi
Hambatan mobilitas fisik
Resiko cidera
Keterbatasan gerakan sendi
Deficit perawatan diri
Ankilosis tulang
Reaksi factor R denga
antibody, faktor metabolic,
infeksi dengan
kecenderungan virus
Kekakuan sendi
Reaksi peradangan
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri
-
26
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Faktor Reumatoid, Fiksasi lateks, Reaksi-reaksi aglutinai
b. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h)
mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
c. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
d. Sel Darah Putih: meningkatpada waktu timbul proses inflamasi.
e. Haemoglobin : umumnya menunjukkan anemia sedang.
f. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebagai penyebab RA.
g. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
padajaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik
yang terjadi secara bersamaan.
h. Scan radionuklida : identifikasi peradangan synovial
i. Biopsy membrane synovial : menunjukan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
8. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis RA ditegakkan, pendekatan pertama yang harus
dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik
antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan
yang merawatnya
a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksaan
yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin
ketaatan pasien.
b. OASIS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat
inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
1) Aspirin : pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4
x 1 g/hari, kemudian dinaikan 0,3-0,6 g/minggu sampai terjadi
perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
2) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
-
27
c. DMARD (disease-moddifying antirheumatic drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat atritis
rheumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan
kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan
proses rheumatoid akan berkurang. Jenis-jenis yang digunakan
adalah:
1) Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari,
hidrosiklorokuin 400 mg/hari.
2) Sulfasalazine dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan
dalam dosis 1x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu,
sampai mencapai dosis 4- 500 mg. setelh remisi tercapai, dosis
dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka
panjang.
3) D-penisilamin, digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari,
kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300
mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari.
4) Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya
tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro
sodium tiomalat (AST) diberikan intramuscular, dimulai dengn
doosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian
dosis kedua 20 mg, dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan
sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan,
dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan
remisi tercapi.
5) Obat imunosupresif atau imunoregulator; metotreksat sangat
mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek. Dosis
dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 buan tidak
menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang
melebihi 20 mg/ minggu.
6) Kortikosteroid hanya dipakai untuk komplikasi berat dan
mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki
efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti
-
28
prednisone 5-7,5 mg satu kali sehari). Dapat diberikan suntikan
kortikosteroid intraartikular jika terhadap peradangan yang berat.
Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
d. Riwayat penyakit alamiah
Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi
penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode
RA dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak
lain sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini sepanjang
hidupnya dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang
singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita RA
yang progresif yang disertai dengan peurunan kapasitas fungsional
yang mennetap pada setiap eksasrbasi. Sampai saat ini beum berhasil
dijumpai obat yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic
therapy.
e. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat
kemampuan pasien RA dengan tujuan :
1) Mencegah rasa nyeri
2) Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
3) Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
4) Mencegah terjadinya deformitas
5) Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
6) Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada
orang lain
Rehabilitasi dilaksanakan dengan mengistirahatkan sendi yang
terlibat latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis
seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri
dengan arus listrik.
9. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi.
b. Nyeri berhubungan dengan gejala penyakit dan inflamasi.
-
29
10. Discharge Planning
a. Olahraga teratur, istirahat cukup dan ketahui penyebab dan tanda
gejala penyakit
b. Kompres hangat dapat mengatasi kekakuan kompres dingin dapat
membantu meredakan nyeri.
c. Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bird an
minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jeroan,
kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagua, dan
kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.
d. Mengonsumsi makanan seperti tahu untuk mengganti daging,
memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan
mengurangi inflamasi, juga asam lemak tertentu seperti minyak ikan
aalmon, minyak jaitun.
e. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang
terdapat dalam darah sehingga tidak bertimbun disendi
f. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan pertahankan BB yang
normal.