BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres ...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres Kerja
1. Pengertian Stres Kerja
Stres menurut Kreitner dan Kinicki (2005) adalah suatu respon adaptif
yang dihubungkan oleh karakteritik individu dan atau proses psikologis
individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan eksternal,
situasi, atau kejadian yang menempatkan tuntutan psikoligis dan atau fisik
pada seseorang. Sedangkan menurut Sukadiyanto (2010), stres adalah suatu
tekanan atau perasaan yang menekan di dalam diri seseorang yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara harapan dengan kenyataan.
McGrath (Sukadiyanto, 2010) mengatakan bahwa stres akan muncul pada
seseorang apabila terdapat ketidakseimbangan atau kegagalan seseorang
dalam memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Stres menurut Siagian (2009) adalah suatu kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang.
Stres yang tidak dapat diatasi dengan baik akan berakibat pada
ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan
lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaannya maupun
lingkungan di luar pekerjaannya.
Munandar (2008) mengatakan bahwa stres kerja adalah hasil dari
kurang atau tidak adanya kecocokan antara seseorang (dalam kepribadian,
10
bakat, dan kecakapannya) dengan lingkungannya sehingga mengakibatkan
ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi berbagai tuntutan dalam
hidupnya. Menurut Handoko (2008) stres kerja merupakan suatu keadaan
yang tidak menyenangkan yang dialami seseorang ketika bekerja yang
disebabkan oleh suatu kondisi ketegangan yang dapat mempengaruhi
emosi, proses berpikir, dan kondisi fisik seseorang.
Menurut The National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH), stres kerja adalah respon fisik dan emosional yang berbahaya
yang terjadi ketika tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kemampuan,
sumber daya, atau kebutuhan pekerjanya. Robbins dan Judge (2008)
mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi dinamis individu dalam
menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang berhubungan dengan apa
yang diinginkannya yang hasilnya dianggap tidak pasti namun penting.
American Psychological Association (APA) mendefinisikan stres kerja
sebagai tekanan dan ketegangan yang dialami karyawan di tempat kerja
yang timbul dari faktor-faktor seperti jadwal kerja yang menuntut,
hubungan antar teman kerja, dan lainnya yang terkait dengan pekerjaannya.
Sedangkan stres kerja menurut De Bruin (2006) adalah keadaan yang tidak
nyaman dari tekanan psikologis yang dihasilkan dari penilaian bahwa
tuntutan yang dirasakan melebihi sumber daya individu untuk berhasil
memenuhi tuntutan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
stres kerja adalah kondisi yang dialami seseorang ketika bekerja yang tidak
11
menyenangkan yang disebabkan oleh adanya ketegangan yang
mempengaruhi baik psikologis maupun fisik seseorang.
2. Aspek-aspek Stres Kerja
Robbins dan Judge (2011) mengatakan bahwa aspek-aspek stres kerja
adalah sebagai berikut:
a) Aspek Fisiologis
Gejala awal yang akan ditimbulkan ketika seseorang
mengalami stres kerja biasanya ditandai oleh gejala fisiologis. Stres
dapat menyebabkan penyakit di dalam tubuh yang ditandai dengan
perubahan metabolisme tubuh seperti peningkatan tekanan darah,
sakit kepala, jantung berdebar, serta dapat menyebabkan penyakit
jantung.
b) Aspek Psikologis
Stres dapat menyebabkan ketegangan, kecemasan, mudah
marah, kebosanan, sikap suka menunda dan lainnya yang dapat
menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap berbagai hal terutama
dalam hal pekerjaan.
c) Aspek Perilaku
Stres yang berkaitan dengan perilaku adalah seperti perubahan
dalam produktivitas, meningkatnya absensi, dan tingkat keluarnya
karyawan dari perusahaan. Dampak lainnya adalah perubahan dalam
kebiasaan sehari-hari seperti gangguan makan, gangguan tidur, dan
juga peningkatan dalam konsumsi rokok maupun alkohol.
12
Aspek stres kerja menurut Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999),
meliputi:
a) Aspek fisiologis
Aspek Fisiologis adalah bahwa stres kerja sering berhubungan
dengan gejala fisiologis. Stres kerja dapat mengubah metabolisme
tubuh, menaikkan detak jantung, mengubah cara bernafas,
menyebabkan sakit kepala, dan serangan jantung. Beberapa yang
teridentifikasi sebagai gejala fisiologis adalah meningkatnya detak
jantung, tekanan darah, dan resiko potensial terkena gangguan
kardiovaskuler, mudah mengalami kelelahan fisik, sakit kepala,
ketegangan otot, gangguan pernapasan, gangguan tidur, dan telapak
tangan sering berkeringat.
b) Aspek Psikologis
Stres kerja dan gangguan psikologis memiliki hubungan yang
erat dalam kondisi kerja. Gejala yang terjadi pada aspek psikologis
akibat dari stres kerja adalah kecemasan, mudah marah, mudah
gelisah, depresi, sering mengalami kebosanan, tidak puas terhadap
pekerjaannya, menurunnya fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi,
kehilangan kreativitas, tidak bergairah untuk bekerja, merasa tidak
berdaya, merasa gagal, mudah lupa, dan rasa kepercayaan diri yang
menurun.
13
c) Aspek Tingkah Laku (Behavioral)
Pada aspek ini stres kerja pada karyawan terlihat melalui
tingkah laku mereka. Gejala perilaku pada aspek tingkah laku adalah
seringnya menunda pekerjaan, tingginya absensi, menurunnya
performansi dan produktivitas, nafsu makan meningkat/berkurang,
dan meunurnnya intensitas hubungan dengan orang lain.
Menurut De Bruin (2006) aspek-aspek stres kerja adalah:
a) Aspek Gangguan Motivasi
Gangguan motivasi terlihat dari adanya keinginan untuk
bekerja di tempat lain. Seseorang yang mengalami gangguan motivasi
akan merasa tidak bersemangat untuk menjalani hari-harinya di
tempat bekerja. Seorang fotografer diharuskan untuk memulai
pekerjaan di pagi hari bahkan seringkali dimulai sejak sebelum adzan
Subuh berkumandang. Diawali sejak proses pendokumentasian make
up di pagi hari hingga proses resepsi di malam hari, menjadikan
tenaga menjadi berkurang sehingga dapat menyebabkan kelelahan dan
berkurangnya semangat. Jika penurunan semangat yang dirasakan
fotografer terjadi secara terus-menerus, maka dapat memungkinkan
terjadinya keinginan untuk bekerja di tempat lain yang memiliki jam
kerja yang tidak terlalu tinggi.
b) Aspek Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif terlihat dari adanya gangguan konsentrasi
dan atensi. Seseorang yang mengalami gangguan kognitif akan
14
mengalami sulit berkonsentrasi sehingga dapat membuatnya tidak
fokus terhadap apa yang harus dikerjakannya sehingga dapat
menjadikan hasil pekerjaannya tidak sesuai yang diharapkan.
Pekerjaan dari seorang fotografer akan selalu bertambah seiring
dengan terus bertambahnya klien. Pekerjaan yang menumpuk akan
menjadikan sulitnya berkonsentrasi terhadap satu project sehingga
project-project lainnya terbengkalai. Selain itu, hal-hal seperti tidak
terdokumentasikannya sebuah bagian prosesi acara akan menjadi hal
yang fatal apabila seorang fotografer tidak berkonsentrasi dalam
bekerja.
c) Aspek Gangguan Afektif
Gangguan Afektif terlihat dari adanya kecenderungan untuk
khawatir mengenai pekerjaan. Seseorang yang mengalami gangguan
ini akan menjadi tidak tenang karena memikirkan pekerjaan-
pekerjaannya yang menumpuk atau belum selesai dikerjakan. Jadwal
seorang fotografer yang padat, menjadikannya memiliki perasaan
tidak tenang jika belum menyelesaikan pekerjaan yang lainnya.
Ketika sedang berada dalam project shooting, maka project editing
yang belum selesai akan menjadikan perasaan khawatir muncul. Jika
satu pekerjaan belum selesai, sedangkan pekerjaan lainnya sudah
menunggu untuk diselesaikan, maka akan menimbulkan perasaan
cemas dan tidak tenang.
15
Berdasarkan aspek-aspek stres kerja yang telah dipaparkan para ahli
di atas, aspek stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek
menurut De Bruin (2006) yang dirasakan lebih sesuai untuk mengukur stres
kerja yang dialami oleh fotografer.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Menurut Robbins dan Judge (2008) terdapat 3 faktor yang menjadi
penyebab terjadinya stres kerja, yaitu:
a) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu:
1) Ketidakpastian Ekonomi
Seseorang yang mengalami keadaaan perekonomian yang
menurun akan menjadi semakin cemas terhadp kesejahteraan
dirinya.
2) Ketidakpastian Politik
Keadaan politik yang tidak menentu akan mengakibatkan
muculnya stres dalam diri seseorang.
3) Ketidakpastian Teknologi
Kemajuan teknologi dapat membantu kinerja karyawan,
namun penggunaan teknologi yang kurang atau tidak optimal
dapat menghambat keterampilan dan pengalaman karyawan.
16
b) Faktor Organisasi
Terdapat 3 faktor yang dapat menimbulkan stres kerja dalam
sebuah organisasi, yaitu:
1) Tuntutan Tugas
Tuntutan tugas mencakup desain pekerjaan karyawan
seperti otonomi, keberagaman tugas, dan tingkat otomatisasi,
kemudian kondisi kerja, dan tata letak fisik. Semakin banyak
tugas seorang karyawan saling tergantung dengan tugas
karyawan lainnya, semakin berpotensi menimbulkan stres
kerja. Kondisi fisik seperti suhu, kebisingan, atau kondisi kerja
yang berbahaya dan tidak diinginkan juga dapat menimbulkan
kecemasan sehingga dapat menimbulkan stres. Tuntutan tugas
dipengaruhi oleh beberapa variabel:
a) Ketersediaan sistem informasi
b) Kelancaran pekerjaan
c) Wewenang untuk melaksanakan pekerjaan
d) Peralatan yang digunakan dalam menunjang pekerjaan
e) Banyaknya pekerjaan yang harus dilaksanakan
2) Tuntutan Peran
Tuntutan peran adalah tutntutan yang diberikan kepada
seorang karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. Seorang
karyawan harus memahami peran dan tugasnya di dalam
sebuah perusahaan. Jika seorang karyawan tidak mengetahui
17
apa yang menjadi peran dan tanggungjawabnya di dalam
perusahaan, karyawan tersebut akan mengalami kebingungan
dan ketidakjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan.
Variabel tuntutan peran terdiri dari:
a) Kesiapan karyawan dalam melaksanakan tugas yang telah
diberikan
b) Perbedaan tugas yang diberikan antara karyawan dengan
jenjang tertentu
c) Keterbatasan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan
d) Beban pekerjaan yang berat
3) Tuntutan Pribadi
Tuntutan pribadi adalah stres kerja yang berkaitan dengan
tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya. Kurangnya
dukungan sosial dari karyawan lainnya dan terjalinnya
hubungan yang buruk antar karyawan dapat menjadi salah satu
penyebab stres terutama pada karyawan yang memiliki
kebutuhan social yang tinggi. Variabel tuntutan pribadi terdiri
dari:
a) Hubungan dengan supervisor
b) Hubungan dengan karyawan lainnya
c) Hubungan dengan keluarga
d) Pengawasan yang dilakukan supervisor
e) Keahlian supervisor dalam mengawasi pekerjaan
18
4) Struktur Organisasi
Aturan kerja yang tidak jelas ataupun berlebihan serta
tidak adanya partisipasi dalam pengamblian keputusan dapat
menyebabkan terjadinya stres kerja.
5) Kepemimpinan Organisasi
Gaya kepemimpinan atasan yang kurang baik seperti gaya
kepemimpinan yang otoriter dapat menyebabkan terjadinya
stres kerja.
c) Faktor Individu
1) Keluarga
Hubungan antar anggota keluarga yang tidak harmonis
seperti hubungan dengan suami / istri maupun
ketidakharmonisan hubungan dengan anak dapat menimbulkan
stres kerja.
2) Ekonomi
Rendahnya tingkat perekonomian seseorang dan atau
ketidakmampuan seseorang dalam mengelola keuangannya
dapat menjadi penyebab terjadinya stres kerja.
3) Kepribadian
Stres juga dapat terjadi akibat dari bagaimana kepribadian
seseorang menanggapi dan menerima perubahan ataupun
tuntutan dari pekerjaannya.
19
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) faktor yang menyebabkan stres
kerja adalah:
a) Tingkat Individual.
Tingkat individual adalah gejala yang berhubungan langsung
dengan tugas-tugas kerja karyawan, seperti:
1) Tuntutan Pekerjaan
Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan ataupun
tingginya standar prestasi yang harus dicapai oleh karyawan
sehingga karyawan merasa kurang memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
2) Konflik Peran
Terjadi ketika sebuah peran memiliki sejumlah tuntutan
yang bertentangan dengan peran lainnya yang memiliki
tuntutan yang berbeda pula.
3) Pengendalian lingkungan yang dirasakan atas suatu peristiwa
yang muncul dalam lingkungan kerja. Karyawan akan
merasakan tingkat stres yang lebih rendah apabila mereka
percaya bahwa mereka mampu mengendalikan stresor yang
mempengaruhi kehidupan mereka.
4) Hubungan dengan Supervisor
Hubungan yang baik dengan supervisor dapat membuat
individu merasa tidak nyaman saat berada di lingkungan kerja
dan akhirnya dapat menimbulkan stres.
20
5) Kelebihan beban, kekurangan beban, dan kerja yang monoton
Beban kerja yang berlebih dapat membuat karyawan
merasa tidak dapat menyelesaikannya, maupun beban kerja
yang terlalu sedikit sehingga waktu kerja karyawan terbuang
percuma, serta pekerjaan yang monoton dapat membuat
karyawan bosan dengan pekerjaannya.
b) Tingkat Kelompok
1) Tingkat Manajerial
Para manajer dapat menciptakan stres pada karyawan
seperti menunjukkan perilaku yang tidak konsisten, gagal
memberikan dukungan, menunjukkan ketidakpedulian,
kurangnya memberikan arahan dalam tugas yang diberikan,
menciptakan suatu lingkungan dengan prodiuktivitas yang
tinggi, dan lebih memfokuskan kepada kesalahan-kesalahan
karyawan tanpa melihat kinerja yang baik.
2) Kurangnya Kekompakan
Kekompakan suatu kelompok sangatlah diperlukan.
Kekompakan akan menimbulkan semangat kerja untuk
mencapai hasil yang optimal karena antar karyawan akan saling
mendukung.
21
3) Konflik Dalam Kelompok
Konflik dalam kelompok terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan dan keinginan masing-masing individu dalam
kelompok.
c) Tingkat Operasional
Tingkat operasional terdiri dari dari kebudayaan, struktur,
teknologi, pengenalan perubahan dalam kondisi kerja. Sebuah
lingkungan kerja dengan tekanan pekerjaan tinggi dan permintaan
pekerjaan yang terus menerus dapat meningkatkan stres.
d) Ekstraorganisasional
Ektraorganisasional terdiri dari keluarga, ekonomi, waktu yang
berubah, serta polusi suara, panas, kepadatan, dan udara. Seperti
misalnya konflik yang berkaitan dengan penyeimbangan antara
kehidupan pekerja dan keluarga merupakan salah satu stresor. Stres
yang dibawa ke kehidupan keluarga dapat mempengaruhi kinerja
seorang karyawan. Stres yang lebih tinggi terjadi pada orang-orang
dengan status ekonomi yang lebih rendah.
Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi stres kerja menurut para
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja dapat terjadi karena beban kerja
yang terlalu tinggi, tekanan atau desakan waktu, sistem pengawasan yang kurang
baik, hubungan yang kurang baik dengan orang lain dalam lingkup pekerjaannya,
serta adanya konflik antar pribadi maupun antar kelompok.
22
B. Beban Kerja
1. Pengertian Beban Kerja
Menurut Munandar (2008) beban kerja adalah suatu keadaan dari
pekerjaan dengan beberapa rincian tugasnya yang harus diselesaikan oleh
karyawan dalam waktu tertentu. Selanjutnya beban kerja dikategorikan
menjadi dua, yaitu beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja
kuantitatif adalah beban kerja yang ditimbulkan akibat pekerjaan yag
diberikan terlalu banyak atau pun terlalu sedikit. Sedangkan beban kerja
kualitatif adalah beban kerja yang terjadi ketika karyawan tidak mampu
untuk melakukan pekerjaannya ataupun tidak menggunakan kemampuan
dan keterampilannya untuk melakukan pekerjaannya tersebut.
Beban kerja menurut Meshakti dalam Tarwaka (2015) adalah suatu
perbedaan anatar kapasitas dan kemampuan karyawan dengan tuntutan
pekerjaan yang harus dihadapi. Kemampuan kerja setiap manusia bersifat
mental dan fisik sehingga setiap individu memiliki tingkat pembebanan
yang berbeda-beda. Jika kemampuan seorang karyawan lebih tinggi dari
pekerjaan yang diberikan, maka akan timbul perasaan bosan, sedangkan
jika kemampuan karyawan lebih rendah dari pekerjaan yang diberikan,
maka akan tibul rasa lelah yang berlebih. Wickens (2002) mendefinisikan
beban kerja sebagai kombinasi antara keberadaan sumber daya dari sistem
operasi, tuntutan kerjaan, dan kemampuan kerja. Sedangkan menurut
Spector dan Jex (1998), beban kerja adalah volume atau jumlah pekerjaan
yang dimiliki dari seorang karyawan.
23
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa beban kerja merupakan volume atau jumlah pekerjaan yang dimiliki
oleh seorang karyawan.
2. Aspek-aspek Beban Kerja
Menurut Tarwaka (2015) pengukuran kerja dapat dilakukan melalui
pengukuran kerja secara subjektif, salah satunya dengan menggunakan
teknik beban kerja subjektif. Dalam metode SWAT (Subjective Workload
Assesment Technique), performansi kerja manusia terdiri dari 3 ukuran
beban kerja yang dihubungkan dengan performansi, yaitu:
a) Beban Waktu
Beban Waktu menunjukkan jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam melakukan pekerjaan, yang meliputi; jarangnya waktu
senggang, bertumpuknya kegiatan yang berdekatan, dan target kerja
yang tinggi dalam waktu yang singkat.
b) Beban Usaha Mental
Beban usaha mental menunjukkan banyaknya usaha mental
yang dilakukan dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang meliputi
kompleksitas pekerjaan, konsentrasi tinggi, pekerjaan-pekerjaan yang
sulit diprediksi, dan pekerjaan yang membutuhkan perhatian yang
cukup.
24
c) Beban Tekanan Psikologis
Beban tekanan psikologis dapat terjadi akibat konflik, tingkat
resiko pekerjaan, kebingungan, frustasi, perasaan tidak aman dan
terganggu.
Beban kerja menurut Spector dan Jex (1998) dibagi menjadi dua
aspek, yaitu:
a) Volume
Volume pekerjaan adalah kuantitas atau jumlah pekerjaan yang
dimiliki atau harus diselesaikan oleh seorang karyawan. Banyaknya
pekerjaan yang menumpuk dari berbagai klien, serta kompleksitas
tuntutan klien, seperti banyaknya hal yang diminta klien yang harus
ada di dalam foto dan revisi akan menjadikan beban pekerjaan
fotografer bertambah.
b) Kecepatan
Kecepatan adalah tingkat kecepatan yang dimiliki karyawan
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Seorang fotografer dituntut untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Setiap minggunya,
seorang fotografer dituntut untuk menyerahkan hasil foto klien baru
yang sudah diedit untuk kemudian diupload di media sosial seperti di
Instagram. Foto tersebut adalah foto yang diambil pada event hari
Sabtu dan Minggu yang kemudian akan diupload pada hari Senin
setelahnya. Jika foto tersebut belum lolos dari proses pengecekan
supervisor, maka foto tersebut harus diedit hingga lolos dari proses
25
pengecekan pada hari Senin tersebut. Selain itu, terdapat beberapa
project urgent yang harus diselesaikan sesegera mungkin, misalnya
seperti prosesi akad yang sudah harus selesai diedit untuk kemudian
ditayangkan hanya beberapa jam setelahnya yang disebut dengan
proses Same Day Edit.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa aspek-aspek beban kerja adalah beban waktu, beban usaha mental,
dan beben tekanan psikologis.
C. Hubungan Antara Beban Kerja dan Stres Kerja
Profesi fotografer merupakan suatu profesi yang membutuhkan waktu yang
banyak dari keseluruhan acara klien dari awal hingga akhir yang mengakibatkan
tidak adanya waktu untuk bersantai karena akan selalu bertambah klien-klien yang
baru. De Bruin (2006) mengartikan stres kerja sebagai keadaan yang tidak
nyaman dari tekanan psikologis yang dihasilkan dari penilaian bahwa tuntutan
yang dirasakan melebihi sumber daya individu untuk berhasil memenuhi tuntutan.
Sedangkan menurut Spector dan Jex (1998) beban kerja adalah volume pekerjaan
yang dimiliki oleh seorang karyawan. Pekerjaan yang menumpuk terus-menerus
dapat membuat seorang karyawan stres.
De Bruin menjelaskan bahwa stres kerja dapat diidentifikasikan menjadi 3
aspek. Aspek tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana beban kerja
mempengaruhi stres kerja. Aspek pertama yaitu motivasi. Karyawan yang
mengalami stres kerja akan mengalami keinginan untuk berhenti dari
26
pekerjaannya dan berpindah ke pekerjaan lainnya. Banyaknya pekerjaan yang
menumpuk dan tidak kunjung selesai akan membuat seorang karyawan tertekan
dan tidak bersemangat sehingga merasa bahwa pekerjaan lain atau bekerja di
perusahaan lainnya akan menjadi solusi.
Aspek berikutnya adalah kognitif, karyawan yang memiliki banyak
pekerjaan yang menumpuk dan memiliki banyak tenggat deadline akan
menjadikannya sulit untuk berkonsentrasi yang dapat mengakibatkan
pekerjaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Aspek afektif terlihat dari karyawan yang akan merasa tidak tenang dan
cemas apabila banyaknya pekerjaan yang belum terselesaikan namun kemudian
sudah banyak pekerjaan yang berdatangan lagi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh
dari beban kerja terhadap stres kerja adalah sangat efektif terlebih lagi pada
karyawan yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap berbagai macam
pekerjaan.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori yang sudah dikemukakan, maka hipotesis yang
diajukan dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif yang signifikan antara
beban kerja dan stres kerja. Semakin tinggi beban kerja maka akan semakin tinggi
tingkat stres kerja, sebaliknya semakin rendah beban kerja maka akan semakin
rendah tingkat stres kerja.