BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia)eprints.umm.ac.id/62538/3/BAB II.pdf · Depkes RI...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia)eprints.umm.ac.id/62538/3/BAB II.pdf · Depkes RI...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi Lanjut Usia
Lansia merupakan tahapan akhir dalam siklus hidup manusia, yang
tidak bisa dihindari dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap
ini seseorang mengalami beberapa perubahan, baik perubahan mental
maupun fisik (Agus, 2015). Perubahan yang normal dalam proses
penuaan seperti penampilan fisik, berupa rambut yang memutih, kerutan
pada wajah, dan gangguan panca indera, serta merunnya daya tahan
tubuh. Proses tua merupakan hilangnya kemampuan jaringan secara
perlahan dalam melakukan peran untuk memenuhi kebutuhan hidup
(Priyoto, 2014).
Pemahaman lain dari menua yaitu sesuatu yang akan dihadapi oleh
seseorang baik dinamis maupun kompleks yang didapatkan dari
perubahan-perubahan sel, fisiologis, dan psikologis. Perubahan
mendasar yang terjadi pada lansia yaitu perubahan fisik. Contoh dari
perubahan fisik yang terjadi ialah pada sistem muskuloskletal
mengalami penurunan masa otot, kekauan dan jaringan penghubung hal
tersebut mengakibatkan penurunan kekuatan otot
11
terutama otot ekstermitas bawah yang mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan, sehingga tubuh menjadi lambat bergerak, berkurangnya
kecepatan berjalan, kaki tidak mampu menapak secara kuat, kurangnya
kesigapan apabila terjatuh atau terpeleset (Sheylla, 2015).
2. Klasifikasi Lanjut Usia
Depkes RI (dalam dewi 2014), mengklasifikasikan lansia menjadi 5
kategori yaitu :
a. Pralansia (prasenilis), lansia dengan usia antara 45-59 tahun.
b. Lansia, lansia dengan usia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, lansia berusia 70 tahun atau lebih, 60 tahun
atau lebih yang mempunyai masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang mempunyai keahlian dalam melakukan
suatu pekerjaan atau aktivitas lain.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang bergantung dengan orang lain.
Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO, yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu lansia yang berusia 45-59
tahun,
b. Usia lanjut (elderly) berusia antara 60-74 tahun,
c. Usia tua (old) berusia 75-90 tahun, dan
d. Usia sangat tua (very old) yaitu seseorang dengan usia lebih dari 90
tahun.
Kesimpulannya seseorang lansia adalah seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih (Hartini, 2018).
12
3. Teori-teori Proses Penuaan
Teori yang berhubungan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikologis, teori sosial dan teori spiritual (Abdul, 2016), sebagai
berikut :
a. Teori biologi
Dalam teori biologi dimana sel dalam tubuh akan mengalami
kemunduran. Teori biologi terdiri dari teori genetik atau mutasi,
immunology slow theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori
rantai silang.
1) Teori Radikal Bebas
Teori radikal bebas merupakan teori yang dipercaya sebagai
mekanisme dalam proses penuaan. Radikal bebas merupakan
kelompok komponen dalam tubuh yang memiliki elektron tidak
berpasangan, maka dari itu sifatnya tidak konstan dan reaktif
hebat. Radikal bebas akan secara terus menerus memerangi sel-
sel dalam tubuh agar mendapatkan pasangan seperti
penyerangan dalam sel tubuh yang normal. Teori tersebut
menunjukkan jika terjadi pembentukan gugus radikal bebas
(hydroxyl, superoxide, hydrogenperoxide, dan yang lain
sebagainya) ialah efek terjadinya otoksidasi dari sebuah molekul
intraseluler karena pengaruh dari sinar ultraviolet. Radikal
tersebut akan menghancurkan enzim superoksida – dismutase
(SOD) yang memiliki peran dalam mempertahankan fungsi dari
sel, sehingga fungsi dari sel menurun dan rusak. Penuaan yang
13
terjadi karena sinar ultraviolet (photoaging) adalah bentuk
implementasi dari teori radikal bebas.
2) Teori Genetik/Mutasi
Proses menua terjadi karena perubahan biokimia yang
disusun oleh molekul DNA dan di setiap sel akan terjadi mutasi.
Menurut teori tersebut proses tua terjadi karena mutasi somatik
akibat lingkungan yang tidak sehat. Jika terjadi kesalahan terus
menerus mengakibatkan penurunan fungsi organ atau sel kanker
maupun penyakit.
3) Teori Imunologi (immunology slow theory)
Proses tua ada secara genetik untuk spesies tertentu. Proses
tua terjadi karena perubahan biokimia oleh molekul DNA dan
setiap sel akan mengalami mutasi.
4) Teori Stres
Dalam teori ini proses tua terjadi karena hilangnya sel-sel
yang biasanya digunakan oleh tubuh. Regenerasi jaringan tidak
menjamin lingkungan internal yang stabil, kelebihan usaha, dan
stress yang membuat sel-sel tubuh terpakai.
5) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
Teori ini memaparkan menua terjadi karena lemak, protein,
karbohidrat, serta asam nukleat. Reaksi kimia tersebut
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan
hilangnya fungsi.
14
b. Teori Psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah
seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan psikologis yang
terjadi dihubungkan dengan keakuratan mental dan keadaan
fungsional yang efektif. Adanya penurunan kemampuan kognitif,
memori dan belajar pada lansia menyebabkan mereka sulit dipahami
dalam berinteraksi, perubahan psikologis dapat dihubungkan
dengan mental dan kondisi fungsional yang baik. Konsep diri yang
positif mampu menyebabkan lansia dapat berinteraksi dengan
mudah. Penurunan intelektualitas yang seperti kemampuan
kognitif, memori, persepsi, serta belajar di usia lanjut. Dengan
terjadinya penurunan sensorik, akan terjadi penurunan pada
kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon stimulus
sehingga kadang akan timbul aksi yang beda dari stimulus yang ada.
c. Teori sosial
Teori sosial meliputi teori aktivitas, teori pembebasan dan
teori kesinambungan. Dengan demikian, pengalaman hidup
seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat
menjadi lansia. Pokok-pokok teori kesinambungan adalah lansia tak
disarankan melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan,
tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran
apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan. Peran lansia yang
hilang tak perlu diganti dan lansia dimungkinkan untuk memilih
berbagai adaptasi.
15
d. Teori Spiritual
Spiritual dan tumbuh kembang memicu pada individu
dengan alam dan persepsi individu tentang arti kehidupan.
Kepercayaan merupakan suatu bentuk pengetahuan cara
berhubungan dengan akhir kehidupan. Begitu menimbulkan
kepercayaan antara seseorang dan lingkungan karena adanya suatu
kombinasi antara nilai-nilai dan pengetahuan.
4. Fisiologi Lansia
Proses menua akan berlangsung terus menerus secara ilmiah.
Dimulai saat manusia lahir yang dialami semua makhluk hidup. Proses
menua merupakan proses hilangnya kemampuan jaringan selama
perbaikan diri dan mempertahakan fungsi normalnya sehingga sulit
bertahan pada infeksi, dan memperbaiki kerusakan yang dialami
(Maryam, 2008 dalam Yastin, 2019).
Fungsi fisiologis pada setiap orang berbeda-beda, baik dalam
pencapaian puncak maupun saat kemunduruannya. Namun biasanya
fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20 dan 30 tahun,
setelah itu fungsi alat tubuhnya akan berada dalam kondisi tetap, lalu
menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia ,
penurunan kondisi fisik ini benar-benar terlihat saat seseorang
memasuki usia 60 tahun keatas, atau sering disebut lansia (Sudrajat,
2014).
16
5. Perubahan Akibat Proses Menua
Perubahan yang terjadi pada sistem fisiologis dapat
mempengaruhi serta memberikan konsekuensi terhadap proses tua
dalam fungsi fisiologi manusia (Supriyono, 2015).
Perubahan fisik pada lansia yaitu :
a. Sistem psikologis
Psikologis yang bisa terjadi seperti keadaan bingung dalam
memikirkan sesuatu, menurunnya kemampuan bersosialisasi pada
lingkungan, individu, dan gangguan pada proses berfikir seperti
halnya kecemasan, stress, dimensia serta gangguan prilaku maupun
fisik.
b. Sistem penglihatan
Adanya penurunan struktur pada jaringan lensa mata, iris,
pupil, dan retina yang menimbulkan penglihatan lansia menurun
seperti glaucoma dan katarak. Terjadinya penyusutan lemak
periorbital dimana bentuk bola mata menjadi lebih cekung dan
bentuk kelopak mata menjadi cembung.
c. Sistem pendengaran
Adanya perubahan fungsi pendengaran menyebabkan
dampak pada kehidupan social lansia. Dari segi fisiologis sebanyak
65-70% menunjukkan adanya penurunan pendengaran secara
fungsional (tuli fungsional) setelah berusia 80 tahun dan 5% ada
pada usia di atas 65 tahun.
17
d. Sistem integument
Lapisan epitel, kolagen, jaringan lemak dan berkurangnya
kelembapan kulit pada saat lansia menyebabkan kulit menjadi
mengkerut dan kaku.
e. Sistem muskuloskletal
Kekuatan serta ukuran serat otot yang mengalami
pengurangan sebanding dengan penurunan massa otot. Adanya
pertambahan usia membuat proses dalam pembentukan tulang
menjadi lebih lambat karena adanya aktivitas fisik dan hormone
yang ada dalam tubuh.
f. Sistem kardiovaskuler
Proses menua menyebabkan ukuran jantung menjadi
mengecil, katup jantung mengalami kekakun dan penebalan serta
penurunan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga kemampuan
jantung dalam memompa darah berkurang. hal tersebut akan terjadi
secara signifikan bila lansia mengalami stress fisik seperti
berlebihan dalam berolahraga.
g. Sistem pencernaan
Ada beberapa masalah gastrointestinal yang dihadapi pada
lansia yaitu berkurangnya kekuatan otot rahang, penurunan fungsi
dan sensitifitas saraf indera.
h. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan mengalami penurunan, kekakuan,
penurunan elastisitas paru, peningkatan kapasitas residu sehingga
18
proses menarik nafas menjadi lebih berat, pelebaran alveoli dan
jumlahnya dapat menurun, kemampuan penurunan batuk serta
adanya penyempitan pada bronkus.
i. Sistem saraf
Saraf panca indera mengalami pengecilan sehingga terjadi
penurunan pada fungsinya serta respon yang lambat dan waktu
reaksi khususnya yang memiliki hubungan dengan stress.
Berkurangnya atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga
menimbulkan kurangnya respon motorik dan refleks. Serta saraf
yang dapat mengatur keseimbangan yaitu
1) Sistem visual
Sistem visual atau pengelihatan adalah sistem utama yang
terlibat dalam perencanaan gerak dan menghindari rintangan di
sepanjang jalan.
2) Sistem vestibular
Sistem vestibular dapat diumpamakan sebagai sebuah
giroskop yang merasakan atau berpengaruh terhadap percepatan
linier dan anguler.
3) Sistem somatosensoris (propioseptif)
Sistem somatosensoris atau propioseptif adalah sistem yang
terdiri dari banyak sensor yang merasakan posisi dan kecepatan
dari semua segmen tubuh, kontak mereka (dampak) dengan
objek-objek eksternal (termasuk tanah), dan orientasi gravitasi.
19
B. Keseimbangan
1. Definisi Keseimbangan
Keseimbangan merupakan kemampuan dalam mempertahankan
kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai kondisi .
Pengertian keseimbangan menurut O’Sullivan (2017), adalah
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu
terutama ketika saat kondisi tegak. Selain itu juga menurut Ann
Thomson (2017), keseimbangan adalah kemampuan untuk menjaga
tubuh dalam kondisi setimbangan baik saat keadaan statik dan dinamik,
serta memanfaatkan aktivitas otot yang minimal (Ann Thomson, 2017).
Keseimbangan juga diartikan menjadi kemampuan relatif untuk
mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi
(center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support) (Juniardi,
2013 dalam Mekayanti, 2015).
Keseimbangan menurut (Ismaryati, 2006 dalam Sani, 2017) yaitu
keseimbangan yang melibatkan berbagai gerakan pada setiap anggota
tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskletal serta bidang tumpu.
Kemampuan dalam menyeimbangkan masa tubuh dengan bidang tumpu
dapat menghasilkan seseorang mampu untuk menjalanjan aktivitas
secara efektif dan efisien. Keseimbangan merupakan jenis interaksi
yang bersifat kompleks dan integrasi atau interaksi sistem sensorik
(visual, vestibular, dan propioseptif termasuk sematosensoris) dan
musculoskletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi
atau diolah dalam otak (kontrol, motorik, sensorik, basal ganglia,
20
cerebellum, dan area asosiasi) sebagai suatu respon terhadap kondisi
baik eksternal maupun internal. Serta dipengaruhi oleh komponen lain
seperti usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat
dan pengalaman terdahulu. Mengenai hal tersebut, terdapat dua macam
keseimbangan yaitu :
a. Keseimbangan statis
Keseimbangan statis ialah kemampuan mempertahankan
keseimbangan dalam kondisi diam.
b. Keseimbangan dinamis
Keseimbangan dinamis ialah kemampuan mempertahankan
keseimbangan dalam kondisi bergerak. Seseorang perlu memiliki
keseimbangan saat melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya saat
berjalan, berlari, berkendara, dan lain sebagainya.
2. Fisiologi Keseimbangan Tubuh
Refleks keseimbangan menggambarkan suatu kerjasama yang
berkesinambungan antara tiga sistem sensorik (vesibular, propioseptif,
visual) dan respon motorik untuk merespon perubahan titik gravitasi,
pegerakan linier, perubahan permukaan tanah, tingkat penerangan serta
informasi visual seperti benda yang menghalangi atau yang tiba-tiba
mendekat. Sistem sensorik memberikan informasi tentang posisi tubuh
dihubungkan dengan gravitasi dan lingkungan serta posisi masing-
masing anggota tubuh satu sama lain. Neuromuskuler dan
muskuloskletal berperan dalam mengontrol posisi tubuh dan keluaran
21
motorik. Sedangkan sistem saraf pusat diperlukan untuk integrasi,
adaptasi dan antisipasi dari respon keseimbangan.
Seseorang yang berdiri diatas permukaan yang diam visual yang
stabil, maka input visual dan somatosensorik mendominasi kontrol
orientasi dan keseimbangan kaena sistem visual dan vestibular lebih
sensitif terhadap perubahan posisi yang lebih lambat sedangkan jika
seorang yang berdiri di atas permukaan yang bergerak atau miring, otot-
otot batang tubuh dan ektermitas bawah berkontarksi dengan cepat
untuk memulihkan pusat gravitasi tubuh ke posisi seimbang. Perubahan
posisi yang cepat terutama dikompensasi oleh sistem propioseptif,
bahwa kekuatan ekstermitas bawah adalah faktor yang penting dari
fungsi sensorimotorik dalam membantu mobilisasi karena akibat dari
penurunan kekuatannya dapat berhubungan dengan kejadian jatuh
(Maryam, 2009).
3. Perubahan-Perubahan Keseimbangan Tubuh pada Lansia
a. Perubahan pada sistem muskuloskletal
Menurunnya sistem muskuloskletal berpengaruh terhadap
keseimbangan tubuh lansia karena terjadinya atropi otot yang
menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama otot ekstermitas
bawah sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan
keseimbangan seperti kelambanan bergerak, langkah pendek-
pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuat
dan cenderung mudah goyah, dan susah atau terlambat dalam
mengantisipasi bila terpeleset atau tersandung (Maryam, 2009).
22
b. Perubahan dalam gaya berjalan
Perubahan dalam gaya berjalan atau gerak langkah dapat
dilihat dari lansia yang mampu menampakkan kakinya dengan baik,
tidak mudah goyah, mengangkat kaki dengan benar pada saat
berjalan, dan apakah kekuatan otot ekstermitas bawah cukup untuk
berjalan tanpa bantuan. Semuanya ini harus dikoreksi apabila
memasuki proses menua . Dan kelemahan tungkai simetris
menyebabkan perubahan gerak langkah tergantung dari sisi mana
letak lumpuh yang terberat. Kelemahan proksimal yang ringan dapat
menjadikan kesulitan bangun dari kursi dan apabila berat akan
menyebabkan jalan tersendat-sendat. Perubahan ini dapat
memempengaruhi keseimbangan tubuhnya dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga berisiko jatuh (Maryam, 2009).
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh
menurut (Irfan, 2016) :
a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek tepat di tengah
benda tersebut. Pusat gravitasi merupakan titik utama pada tubuh
yang akan mendistribusi massa tubuh secara menyeluruh. Tubuh
akan tetap dalam keadaan seimbang apabila ditopang oleh titik ini.
Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau
perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah
tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sacrum
23
ke dua. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran
bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta
berat badan. Berikut adalah gambar pusat gravitasi :
Gambar 2.1 Pusat Gravitasi (Irfan, 2012)
b. Garis Gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis semu yang berada vertical
melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis
gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu ialah menentukan
derajat stabilitas tubuh. Berikut adalah gambar garis gravitasi :
24
Gambar 2.2 Garis Gravitasi (Dhaenkpedro, 2009)
c. Bidang Tumpu
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang
berhubungan dengan bidang tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat
berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas
yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar
bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan
satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka
stabilitas tubuh makin tinggi. Berikut adalah gambar bidang tumpu
:
25
Gambar 2.3 Bidang Tumpu (Dhaenkpedro, 2009)
5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Tubuh Pada
Lansia
Keseimbangan dipengaruhi karena beberapa faktor risiko yaitu
faktor internal dan faktor eksternal (Mardilah, 2017).
a. Faktor Internal
1) Usia
Keseimbangan berkurang seiring dengan bertambahnya usia
akibat dari perubahan yang terjadi pada lansia. (Netti, 2003
dalam Gay et al., 2010) menyatakn bahwa lebih dari 1/3 berusia
65 tahun atau lebih di dunia mengalami jatuh dari setengahnya
merupakan kejadian berulang. Jatuh adalah dampak langsung
dari gangguan keseimbangan.
2) Jenis kelamin
Perbedaan keseimbangan antara perempuan dan laki-laki
dapat dipengaruhi oleh faktor atropometri yang berbeda, selain
itu perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor fisikologis,
kekuatan otot, dan faktor hormonal. Resiko jatuh banyak terjadi
26
pada lansia wanita dihubungkan dengan menurunnya hormone
estrogen pada lansia post menopause sehingga kian berisiko
untuk terjadi osteoporosis. Berkurangnya hormon estrogen pada
wanita lansia akan berpengaruh pada perubahan kognitif,
insomnia bahkan depresi. Selain itu, penurunan estrogen bisa
menyebabkan tulang kehilangan kalsium dan metabolisme serta
absorbs nutrient menjadi kurang efektif dan ketakutan
mengalami resiko jatuh banyak terjadi pada wanita lansia dari
pada laki-laki (Mauk,2010).
3) Pekerjaan
Pekerjaan dapat dihubungkan dengan terjadinya ketidak
seimbangan pada tubuh yang dikaitkan dengan kondisi pada
lingkungan ditempat kerja dan aktivitas saat bekerja. kebisingan
didalam lingungan kerja dapat mengakibatkan gangguan
pendengaran sehingga bisa berpengaruh pada keseimbangan.
Jenis pekerjaan tersebut seperti pekerjaan yang berhubungan
dengan material, pabrik, kontruksi, transportasi, pertanian, dan
pekerjaan tambang (Tot & Scelton, 2004 dalam Mardilah 2017).
4) Kesulitan Tidur
Masalah tidur yang terjadi pada lansia bisa mempengaruhi
keseimbangan tubuh, gangguan saat tidur membuat waktu reaksi
menjadi lambat, permasalahan pada konsentrasi dan memori,
kurangnya perhatian, gangguan kognitif, kesuliatan dalam
persepsi visual dan orientasi, dan menggunakan medikasi.
27
Beberapa faktor tersebut dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan (Crowley, 2011).
5) Penyakit kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler misalnya hipotensi ortostatik,
hipotensi postural dengan mempengaruhi keamanan dan kualitas
hidup lansia serta berkontribusi pada kejadian jatuh apalagi jika
dikombinasikan dengan gangguan penglihatan dan hambatan
lingkungan (Miller, 2004 dalam Mardilah, 2017).
6) Gangguan Muskuloskletal
Gangguan muskuloskletal dapat berupa kelemahan otot,
abnormalitas kaki dan nyeri kaki. Frekuensi nyeri pada kaki
meningkat seirimg dengan peningkatan usia (Salsman, 2010).
7) Gangguan Neurologis
Gangguan neurologis yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan adalah delirium, dimensia, gangguan vestibular
dan stroke. Stroke berhubungan dengan keseimbangan karena
terjadinya stabilitas penurunan postural, berkurangnya
kordinasi, kerusakan kognitif dan sensori serta berkurangnya
aktivitas fisik (Werdestein et al., 2008 dalam Mardilah, 2017).
8) Gangguan Sensori
Gangguan sensori yang mempengaruhi gangguan
keseimbangan seperti gangguan pendengaran, pengelihatan dan
propioseptiv. Penuaan menyebabkan permasalahan pada
penglihatan bahkan dalam kondisi pencahayaan yang normal,
28
menurunnya pengelihatan tersebut juga dikaitkan dengan
kemampuan untuk mengontrol pergerakan pada mata dan
persepsi terhadap warna karena sensitivitas warna berkurang
pada lansia (Feitosa et al., 2006 dalam Mardilah, 2017).
9) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang dibentuk dari
otot-otot skeletal dang menghasilkan pengeluaran energi yang
dilakukan pada lingkup, pekerjaan, waktu luang dan aktivitas
rutin sehari-hari seperti pekerjaan rumah tangga, melakukan
hobi, berkebun, olahraga dan rekreasi (Mauk, 2010).
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan
Lingkungan adalah faktor yang bisa mempengaruhi
keseimbangan terhadap risiko jatuh. Kejadian risiko jatuh
didalam ruangan banyak terjadi kamar mandi, kamar tidur dan
dapur dan di tangga resiko jatuh sekitar 10% terutama saat turun,
karena beresiko berbahaya dari pada saat menaiki tangga.
Lingkungan yang kurang aman dapat dilihat dari lingkungan luar
rumah, kamar tamu, kamar mandi dan tangga atau lorong (APS
Health Care, 2010 dalam Mardilah, 2017).
2) Penggunaan Alat Bantu Jalan
Penggunaan alat bantu jalan dalam jangka waktu lama dapat
mempengaruhi keseimbangan sehingga dapat menyebabkan
jatuh. Ukuran, tipe dan cara menggunakan alat bantu jalan
29
seperti walker, tongkat, kursi roda dan kruk berkontribusi
menyebabkan gangguan keseimbangan dan jatuh (Cordeiro,
2008 dalam Mardilah, 2017).
3) Peggunaan Alas Kaki dan Pakaian
Penggunaan alas kaki yang tidak sesuai dan pakaian yang
terlalu panjang bisa menyebabkan gangguan keseimbangan yang
berpotensi terhadap resiko jatuh. Pengunaan model alas kaki
yang dapat menggangu keseimbangan terhadap jatuh adalah alas
kaki yang sempit, memiliki hak tinggi, sepatu yang tidak pas,
fiksasi yang tidak sesuai serta bawahan alas kaki yang terlalu
datar dan tebal. Penggunaan alas kaki sandal memiliki resiko
tinggi dalam gangguan keseimbangan dari pada sepatu (Lord et
al., 2007 dalam Mardilah, 2017).
6. Alat Ukur Kesimbangan/Pengukuran
Pengukuran keseimbangan menggunaka Time Up and Go Test.
Time Up and Go Test berperan sebagai alat untuk mengukur
kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan pada kondisi gerak
atau dinamis dan risiko jatuh. Time Up and Go Test merupakan
pemeriksaan yang bersifat komplek dan melibatkan kemampuan
kognitif.
30
Gambar 2.4 Time Up and Go Test (James, 2000 dalam Rini, 2018)
TUG berguna untuk tes skrinning yang mestinya dilakukan secara
rutin oleh seseorang dengan riwayat jatuh. Alat yang dibutuhkan adalah
kursi dengan sandaran dan penyangga lengan, stopwatch, meteran,
dengan waktu 10 detik-3 menit, selain itu test ini bisa melihat ekspresi
dari penderita sebagai contoh penderia yang bangkit dari kursi dengan
merintih atau kesakitan perlu dicurigai adanya penyakit sendi (Hisyam
2013).
Caranya, responden duduk bersandar pada kursi, sebelumnya
responden mengukur keseimbangan, pada baiknya peneliti
mencontohkan dahulu agar tidak terjadi kesalahan. responden diminta
untuk berdiri dari kursi, saat peneliti memulai, lalu responden berjalan
3 meter, pasien diminta berbalik pada posisi awal dan duduk. Sebelum
itu peneliti wajib memberitahu batasan supaya responden paham
waktunya untuk berbalik. Waktu dapat dihitung saat peneliti
mengatakan “mulai” hingga responden kembali duduk (Marlina, 2018).
31
Tabel 2.1 Nilai keseimbangan dengan TUG
Umur (tahun) Jenis kelamin Nilai rata-rata
(detik)
Nilai Normal
(detik)
60-69 Laki-laki 8 4-12
60-69 Perempuan 8 4-12
70-79 Laki-laki 9 5-13
70-79 Perempuan 9 5-15
80-89 Laki-laki 10 8-12
80-89 Perempuan 11 5-17
yang diproleh dibandingkan dengan nilai-nilai normatif untuk
kategori usia dan jenis kelamin serta disesuaikan pada skala yang telah
ditentukan. untuk menentukan normal atau tidaknya nilai pada
keseimbangan bisa dilihat dari jenis kelamin dan usia. (Jacobs & Fox,
2008 dalam Ihsani, 2019)
7. Komponen Pengatur Keseimbangan
Komponen yang mengatur keseimbangan tubuh yaitu :
a. Sistem Visual
Sistem visual (penglihatan) mempunyai tugas penting bagi
kehiduapan manusia yaitu untuk menyampaikan informasi kepada
otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut
dan jarak dengan obyek sekitarnya. Dengan input visual, maka tubuh
manusia bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
dilingkungan sehingga sistem visual langsung menyampaikan
informasi ke otak, kemudian otak menyampaikan informasi agar
sistem musculoskletal (otot & tulang) dapat bekerja secara sinergis
untuk menjaga keseimbangan tubuh (Prasad, 2011 dalam Halmu,
2016). Berikut adalah gambar sistem visual :
32
Gambar 2.5 sistem Visual (Suryaratri, 2018)
b. Sistem Vestibular
Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan,
gerakan kepala, dan gerak bola mata. Berkaitan dengan sistem visual
dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan
kepala. Gangguan fungsi vestibular dapat menyebabkan vertigo atau
gangguan keseimbangan. Sistem vestibular bereaksi sangat cepat
sehingga mendukung tubuh dalam mempertahankan keseimbangan
dengan mengontrol otot-otot postural (Watson, 2008 dalam Halmu,
2016). Berikut adalah gambar sistem vestibular :
Gambar 2.6 Sistem Vestibular (Nugroho, 2016)
33
c. Sistem Sematosensoris (Proprioseptif)
Sistem somatosensoris dibagi menjadi taktil atau
proprioseptif dan persepsi-kognitif, informasi pada proprioseptif
disalurkan keotak melewati kolumna dorsalis medulla spinalis.
Sebagian besar masukan atau input propioseptif menuju sereblum,
tetapi ada juga yang menuju korteks serebri melalui lemniskus
medialis dan talamus.
Kesadaran posisi pada beragam bagian tubuh dalam
sebagian ruang bergantung pada impuls yang berasal dari alat indra
bagian dalam dan disekitar sendi. Impuls dari alat indra tersebut
berasal dari reseptor raba dikulit dan jaringan lain, begitupun otot di
proses di dalam korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam
ruang (Muslih, 2016). Berikut adalah gambar sistem sematosensoris
:
Gambar 2.7 Sistem Sematosensoris (Jensen & Eric, 2005)
34
d. Kekuatan Otot
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan
aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari
adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot
menahan beban baik berupa beban eksternal maupun beban internal.
Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler
yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot
untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot
yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang
dihasilakan otot tersebut. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul
juga harus kuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat
adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan
langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi
serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus
mempengaruhi posisi tubuh (Muslih, 2016).
C. Aktivitas Fisik
1. Definisi
Aktivitas fisik merupakan aktivitas tubuh yang dihasilkan
oleh otot rangka yang membutuhkan pengeluaran energi. Seseorang
dengan aktivitas fisik yang rendah (sedentary) memiliki risiko yang
lebih tinggi terhadap berbagai masalah kesehatan dan merupakan
faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara
35
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global
(WHO, 2010).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik
Menurut Sahara (2017) beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas fisik, berikut ini beberapa faktor tersebut :
a. Umur
Aktivitas fisik remaja sampai dewasa bertambah sampai
mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian terjadi
penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira
sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga
penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.
b. Jenis kelamin
Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik laki-laki hampir sama
dengan perempuan, tetapi setelah pubertas laki-laki biasanya
mempunyai nilai yang jauh lebih besar.
c. Riwayat penyakit
Dapat mempengaruhi kapasitas jantung dan paru, postur tubuh,
obesitas, hemoglobin atau sel darah dan serat otot. Jika terdapat
kelainan pada tubuh seperti kurangnya sel darah merah, maka
orang tersebut tidak di anjurkan untuk melakukan olahraga yang
bersifat berat. Obesitas juga menjadi salah satu permasalahan
dalam melakukan aktivitas fisik.
36
3. Jenis – Jenis Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan
menurut (Sahara, 2017) yaitu :
a. Aktivitas ringan
Hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernafasan atau ketahanan
(endurance), seperti aktivitas harian contohnya seperti duduk,
berdiri, pekerjaan ringan, berjalanan kaki, memasak, mencuci,
berbaring atau duduk.
b. Aktivitas sedang
Membutuhkan tenaga terus menerus, gerakan otot yang
berirama atau kelenturan (flexibility), Contohnya seperti
memotong rumput, berlari kecil, berenang, bersepeda, senam,
berjalan sedang (4,8 km/jam), berjalan cepat (6,4 km/jam).
c. Aktivitas berat
Aktivitas berat membutuhkan kekuatan (strength), membuat
berkeringat. Contohnya seperti bermain sepak bola, senam
aerobik, zumba, mendaki, dan berlari (8-10 km/jam).
Aktivitas fisik yang berguna untuk kesehatan lansia sebaiknya
memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity, time, type).
Frekuensi merupakan seberapa sering melakukan aktivitas,
berapa hari dalam satu minggu. Intensitas adalah seberapa keras
suatu aktivitas dilakukan. Biasanya dikategorikan menjadi
intensitas rendah, sedang, dan tinggi. Waktu mengacu pada
37
durasi, seberapa lama suatu aktivitas dilakukan dalam satu
pertemuan, sedangkan jenis aktivitas adalah jenis-jenis aktivitas
fisik yang dilakukan (Ambardini, 2009)
4. Manfaat Aktivitas Fisik
Nurmalina (2011), dalam Sahara (2017), terdapat bermacam
manfaat dilakukannya aktivitas fisik oleh individu, antara lain yaitu:
a. Membantu menjaga otot dan sendi tetap sehat.
b. Membantu menurunkan stress, kecemasan, dan depresi (faktor
yang berkontribusi pada penambahan berat badan).
c. Membantu untuk tidur yang lebih baik.
d. Menurunkan risiko penyakit-penyakit jantung, stroke, tekanan
darah tinggi dan diabetes.
e. Dapat meningkatkan sirkulasi darah.
f. Meningkatkan fungsi organ-organ vital seperti jantung dan paru-
paru.
g. Mengurangi kanker yang terkait dengan kelebihan berat badan.
h. Menurunkan risiko terkenanya osteoporosis pada lansia.
5. Alat Ukur
Dalam menentukan aktifitas seseorang diperlukan
pengukuran menggunakan global physical activity questionnaire
(GPAQ), yaitu instrument kuisioner pengukuran aktifitas fisik yang
dikembangkan oleh WHO. GPAQ terdiri dari 16 pertanyaan yang
meliputi aktivitas fisik pada saat bekerja, berjalan dan saat rekreasi
atau waktu luang (Hamrik et al., 2014 dalam Iqbal 2017).
38
Menurut WHO pada tahun 2010 untuk memperhitungan
indikator kategori yang digunakan kriteria yaitu total waktu yang
dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama satu minggu
dimana cara perhitungan aktivitas fisik MET menit perminggu:
Table 2.2 Rumus menghitung aktivitas fisik MET menit perminggu
Keterangan :
P adalah jawaban dari pertanyaan dalam kuisioner P3,P6,P9,P12 dan
P15 dalam satuan menit.
Setelah menghitung skor aktivitas fisik MET perminggu terdapat
kategori aktivitas fisik :
1. Aktivitas fisik tinggi, jika total skor aktivitas fisik MET >3000
2. Aktivitas fisik sedang, jika total skor aktivitas fisik MET >600
3. Aktivitas fisik rendah, jika total skor aktivitas fisik MET <600
Tabel 2.3 Kuisioner GPAQ
Kuisioner Tingkat Aktivitas fisik GPAQ Score
Kode 3Pertanyaan Jawaban Rumus
MET
Aktivitas saat belajar / bekerja
(Aktivitas termasuk kegiatan belajar, latihan, aktivitas rumah tangga, dll)
P1 Apakah aktivitas sehari-hari anda termasuk
aktivitas berat (seperti membawa tas dengan
isi buku yang berat, menggali atau pekerjaan
konsruksi lain) ?
1. Ya
2. Tidak
(langsung
ke P4)
a. x menit
aktivitas
berat x
jumlah hari
P2 Berapa hari dalam seminggu Anda melakukan
aktivitas berat?
Hari
P3 Berapa lama dalam sehari biasanya Anda melakukan aktivitas berat?
Jam menit
P4 Apakah aktivitas sehari-hari Anda termasuk
aktivitas sedang yang menyebabkan peningkatan nafas dan denut nadi, seperti
mengangkat beban ringan dan jalan sedang
(minimal 10 menit secara kontinyu)?
1. Ya
2. Tidak (langsung ke
P7)
4.0 x menit
aktivitas sedang x
jumlah hari
Aktivitas Fisik MET menit perminggu
[(P2xP3x8) + (PAxP6x4) + (P8xP9x3) + (P11xP12x8) +
(P14xP15x4) + P16
39
P5 Berapa hari dalam seminggu Anda melakukan
aktivitas sedang
Hari
P6 Berapa lama dalam sehari biasanya Anda
melakukan aktivitas sedang
Jam menit
Kode Pertanyaan Jawaban Rumus
MET
Perjalanan ke dan dari tempat aktivitas
(perjalanan ke tempat aktivitas, berbelanja, beribadah, diluar, dll)
P7 Apakah Anda berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi ke suatu tempat minimal 10 menit
kontinyu?
1. Ya 2. Tidak
(langsung ke
P10)
3.3 x menit aktivitas
berjalan atau
bersepeda x jumlah hari
P8 Berapa hari dalam seminggu Anda berjalan
kaki atau bersepeda untuk pergi ke suatu
tempat?
Hari
P9 Berapa lama dalam sehari biasanya Anda
berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi ke
suatu tempat?
Jam Menit
Kode Pertanyaan Jawaban Rumus
MET
Aktivitas rekreasi (Olahraga, fitness, dan rekreasi lainnya)
P10 Apakah Anda melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi yang berat seperti lari, sepak
bola atau rekreasi lainnya yang
mengakibatkan peningkatan nafas dan denyut
1. Ya 2. Tidak
(langsung ke
P13
8.0 x menit aktivitas
berjalan atau
bersepeda x jumlah hari
P11 Berapa hari dalam seminggu biasanya anda
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi
yang tergolong berat
Hari
P12 Berapa lama dalam sehari biasanya anda
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi
yang tergolong berat?
Jam menit
P13 Apakah Anda melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi yang tergolong sedang seperti
berjalan cepat, bersepeda, voli yang
mengakibatkan peningkatan nafas dan denyut nadi (minimal dalam 10 menit secara
kontinyu)?
1. Ya 2. Tidak
(langsung ke
P16)
4.0 x menit aktivitas
berjalan atau
bersepeda x jumlah hari
P14 Berapa hari dalam seminggu biasanya anda
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi lainnya yang tergolong sedang?
Hari
P15 Berapa lama dalam sehari biasanya anda
melakukan olahraga, fitness, atau rekreasi
yang tergolong sedang?
Jam menit
Aktivitas menetap (Sedentary behavior)
40
Aktivitas yang tidak memerlukan banyak gerak seperti duduk saat bekerja, duduk saat di
kendaraan, menonton televise, atau berbaring, KECUALI tidur
P16 Berapa lama Anda duduk atau berbaring
dalam sehari?
Jam menit
D. Komunitas Sasana Arjosari Malang
Komunitas sasana Arjosari yang berlokasi di jalan Teluk Pelabuhan
Ratu nomer 40 kelurahan Arjosari Kota Malang adalah komunitas yang
rutin melakukan kegiatan senam tera yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan lansia. Berdiri sejak tanggal 9 Januari 2016 oleh bapak Raden
Bambang Setiadji sebagai pengurus komunitas sasana. Jumlah anggota
komunitas sasana pada awalnya sebanyak 9 sampai 20 orang dan terus
bertambah hingga sekarang yang beranggotakan sebanyak 80 orang yang
sebagian besar merupakan lansia.
Kegiatan senam tera dilakukan setiap hari rabu dan sabtu pada pagi
hari dengan durasi 30 menit. Senam dipandu oleh instruktur yaitu bapak
Bambang yang merupakan pelatih senam tera Indonesia yang terlatih dan
berpengalaman. Selain rutin melakukan senam tera, komunitas ini juga
melakukan rekreasi dan kegiatan kunjungan keberbagai daerah untuk
melakukan senam tera gabungan yang dilaksanakan komunitas senam tera
Indonesia setiap tiga bulan sekali.
41