BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoriabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S231308028 _bab2.pdf ·...

24
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Organisasi sebagai Proses Pengorganisasian Dalam penelitian terkait organisasi, unsur utama yang perlu diteliti adalah komunikasi, hal ini didasarkan pada process of organizing theory milik Karl Weick. Karl Weick memperkenalkan teori pengorganisasian pertama kali pada tahun 1969 dalam bukunya yang berjudul The Social Psychology of Organizing. Teori Weick merupakan studi klasik organisasi yang sangat berpengaruh lintas disiplin dan dikenal sebagai salah satu dasar pembahasan komunikasi organisasi (Dunn, 2009). Menurut teori Weick, organisasi tidak dibentuk dari struktur dan fungsi jabatan melainkan dari aktivitas-aktivitas komunikasi, oleh karena itu Weick tidak menyebutnya sebagai organisasi melainkan proses pengorganisasian (Littlejohn & Foss, 2011). Menurut Weick, proses pengorganisasian tersebut yang menghasilkan organisasi. Seperti dikutip Pace & Faules (2005), Weick menggambarkan organisasi sebagai berikut: “Bila anda mencari organisasi, anda tidak akan menemukannya. Yang akan anda temukan adalah sejumlah peristiwa yang terjalin bersama-sama, yang berlangsung dalam kawasan nyata; urutan-urutan peristiwa tersebut, jalur- jalurnya dan pengaturan temponya, merupakan bentuk-bentuk yang sering kali kita nyatakan secara tidak tepat bila kita membicarakan organisasi”. Weick (1969) mendefinisikan proses pengorganisasian sebagai ”the resolving of equivocality in an enacted environment by means of interlocked behaviors embedded in conditionally related processes(Miller, 2012). Proses pengorganisasian merupakan kegiatan pengurangan ketidakpastian dalam lingkungan yang ditetapkan berdasarkan perilaku bertautan yang melekat sebagai proses pendukung. Pemikiran utama teori ini adalah organisasi terdapat pada lingkungan informasi yang di dalamnya terjadi perilaku bertautan antar anggota yang bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Perilaku bertautan tersebut adalah komunikasi.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoriabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/S231308028 _bab2.pdf ·...

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Organisasi sebagai Proses Pengorganisasian

Dalam penelitian terkait organisasi, unsur utama yang perlu diteliti adalah

komunikasi, hal ini didasarkan pada process of organizing theory milik Karl Weick.

Karl Weick memperkenalkan teori pengorganisasian pertama kali pada tahun 1969

dalam bukunya yang berjudul The Social Psychology of Organizing. Teori Weick

merupakan studi klasik organisasi yang sangat berpengaruh lintas disiplin dan dikenal

sebagai salah satu dasar pembahasan komunikasi organisasi (Dunn, 2009). Menurut

teori Weick, organisasi tidak dibentuk dari struktur dan fungsi jabatan melainkan dari

aktivitas-aktivitas komunikasi, oleh karena itu Weick tidak menyebutnya sebagai

organisasi melainkan proses pengorganisasian (Littlejohn & Foss, 2011).

Menurut Weick, proses pengorganisasian tersebut yang menghasilkan

organisasi. Seperti dikutip Pace & Faules (2005), Weick menggambarkan organisasi

sebagai berikut:

“Bila anda mencari organisasi, anda tidak akan menemukannya. Yang akan anda

temukan adalah sejumlah peristiwa yang terjalin bersama-sama, yang

berlangsung dalam kawasan nyata; urutan-urutan peristiwa tersebut, jalur-

jalurnya dan pengaturan temponya, merupakan bentuk-bentuk yang sering kali

kita nyatakan secara tidak tepat bila kita membicarakan organisasi”.

Weick (1969) mendefinisikan proses pengorganisasian sebagai ”the resolving of

equivocality in an enacted environment by means of interlocked behaviors embedded in

conditionally related processes” (Miller, 2012). Proses pengorganisasian merupakan

kegiatan pengurangan ketidakpastian dalam lingkungan yang ditetapkan berdasarkan

perilaku bertautan yang melekat sebagai proses pendukung. Pemikiran utama teori ini

adalah organisasi terdapat pada lingkungan informasi yang di dalamnya terjadi perilaku

bertautan antar anggota yang bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Perilaku

bertautan tersebut adalah komunikasi.

10

Gagasan Weick diawali dengan pemahaman bahwa organisasi terbentuk melalui

proses komunikasi yang berlangsung secara terus-menerus antar anggotanya. Proses

yang berlangsung tersebut merupakan double interact atau interaksi ganda karena

perilaku-perilaku yang bertautan antar individu dalam organisasi. Satu perilaku akan

menimbulkan perilaku respons yang kemudian akan direspon kembali sebagai tindak

lanjut. Sebagai contoh, seorang manajer menyampaikan perintah kepada stafnya (aksi),

selanjutnya staf tersebut meminta klarifikasi atas perintah tersebut (interaksi), untuk itu

manajer tersebut kemudian menjelaskan kembali perintahnya secara lebih detail

(interaksi ganda). Weick menyebutnya sebagai proses sense-making, yaitu suatu

tindakan akan diikuti oleh reaksi dan selanjutnya interpretasi atas tindakan tersebut

(Weick, Sutcliffe, & Obstfeld, 2005). Sense-making ini terjadi setiap saat dalam

organisasi dan menentukan fungsi struktur organisasi, dengan demikian organisasi

mampu mengurangi ketidakpastian dan memproses informasi yang bermanfaat untuk

mencapai tujuan organisasi.

Sense-making dalam organisasi untuk mengurangi ketidakpastian informasi

(equivocality) merupakan fokus teori Weick selanjutnya. “People organize in order to

reduce, manage, or remove equivocalities” (Dunn, 2009). Equivocality adalah

ketidakpastian yang dihasilkan dari lingkungan informasi suatu organisasi yang mampu

menimbulkan interpretasi berbeda bagi tiap-tiap individu (Miller, 2012). Segala

informasi di lingkungan sekitar kita bersifat tidak pasti atau ambigu dalam taraf tertentu,

maka terjadilah aktivitas pengorganisasian untuk mengurangi ketidakpastian tersebut

(Littlejohn & Foss, 2011). Ketidakpastian dapat disebabkan oleh adanya perbedaan

antara informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan (Muhammad, 2007).

Ketidakpastian akan menghambat organisasi dalam memproses informasi yang

dibutuhkan dalam mencapai tujuan akhir. Interaksi komunikasi dalam organisasi

diperlukan untuk menentukan dengan tepat jumlah informasi yang dibutuhkan dalam

upaya mengurangi ketidakpastian.

Berdasarkan teori Weick tersebut dapat disimpulkan bahwa mempelajari

organisasi adalah mempelajari perilaku pengorganisasian, sedangkan inti dari perilaku

tersebut adalah komunikasi. Untuk mengetahui apa yang terjadi dalam organisasi,

penting untuk memeriksa interaksi perilaku diantara anggota organisasi tersebut.

11

Dengan kata lain, untuk meneliti organisasi maka aspek utama yang dilakukan adalah

memeriksa interaksi komunikasi yang terjalin di dalam organisasi. Teori inilah yang

mendasari penelitian Pace & Faules tentang profil komunikasi organisasi yang

dikembangkan menjadi model Organizational Communication Profile (OCP).

2. Komunikasi dalam Organisasi

Keterkaitan antara komunikasi dan organisasi juga muncul dalam pernyataan

Porter & Roberts (dalam Goldhaber, 1976) bahwa “an organization receives its physical

and energic inputs, accomplishes its work goals and interfaces with the environment all

through communicative acts”. Bahkan pada taraf fundamental organisasi mampu

bertahan apabila para anggotanya dapat bertukar informasi dan berkoordinasi satu sama

lain, untuk itu organisasi perlu mengawasi kelancaran komunikasi anggotanya (Downs

& Adrian, 2004).

Dampak komunikasi internal terhadap kinerja organisasi juga dijelaskan dalam

artikel yang dirilis Work Group for Community Health and Development Universitas

Kansas (The Community Tool Box) yang berjudul Promoting Internal Communication

(2012). Terdapat 12 alasan mengenai pentingnya komunikasi internal bagi organisasi

antara lain:

1. Komunikasi internal dapat meningkatkan efektivitas kerja organisasi. Semakin

banyak informasi yang didapatkan dengan cepat oleh anggota maka hubungan

kerja antar anggota organisasi akan semakin baik, kualitas kerja meningkat dan

setiap anggota dapatmemberikan hasil kerja terbaiknya.

2. Komunikasi internal mampu menginformasikan anggota tentang apa yang

terjadi dalam organisasi mereka. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan

yang sama untuk mempersiapkan diri terhadap informasi terbaru baik informasi

yang baik maupun yang buruk.

3. Komunikasi internal membantu organisasi untuk merespon perubahan, situasi

krisis dan lain-lain secara cepat dan efisien.

12

4. Komunikasi internal memudahkan pengambilan tindakan untuk pemecahan

masalah karena tersedianya saluran komunikasi bagi setiap anggota organisasi

untuk menyampaikan ide-ide dan pendapat mereka.

5. Komunikasi internal menciptakan iklim keterbukaan dalam organisasi. Bila

setiap orang merasa memiliki akses terhadap informasi apapun yang dia

inginkan dan butuhkan, dan dapat berbicara kepada siapa saja dalam organisasi

tentang apa saja, hal itu akan membangun hubungan baik antar sesama anggota,

menciptakan kepercayaan,mengurangi kecemburuan dan munculnya isu-isu

tidak penting karena merasa tidak aman.

6. Komunikasi internal menciptakan atmosfir kolegial dan membuat organisasi

sebagai tempat yang menyenangkan untuk bekerja. Komunikasi internal yang

baik memungkinkan penyelesaian masalah antar anggotanya dan tempat kerja

menjadi menyenangkan.

7. Komunikasi internal menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi di mana

anggota bekerja dan memberikan semangat kepada semua orang bahwa mereka

bekerja untuk mencapai tujuan yang sama. Kombinasi keterbukaan dan

mudahnya jalur komunikasi antar anggota menyebabkan setiap orang merasa

menjadi bagian dari kesatuan yang kompak dan merasa bahwa semua ide dan

pendapat mereka didengar dan dihargai.

8. Komunikasi internal menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam organisasi.

Dengan komunikasi internal yang baik setiap anggota akan merasa bahwa ia

menjadi bagian dari suatu komunitas di mana setiap orang diperlakukan tanpa

perbedaan.

9. Komunikasi internal menunjukkan penghargaan terhadap setiap anggota

organisasi dengan cara menghargai ide-ide dan informasi yang mereka berikan.

10. Komunikasi internal memungkinkan organisasi mengetahui adanya masalah dan

potensi masalah sehingga dapat segera diatasi. Kita tidak akan bisa mengatasi

masalah bila kita tidak pernah mengetahui keberadaannya. Potensi masalah yang

segera dikomunikasikan dapat dicegah agar tidak terjadi.

11. Komunikasi internal dapat mencegah tersebarnya gosip dengan cara

menyampaikan informasi yang akurat secara terus menerus kepada anggota

organisasi.

13

12. Komunikasi internal meningkatkan kinerja organisasi dengan cara identifikasi

kemungkinan-kemungkinan praktek yang tidak efektif, adanya masalah dan lain-

lain oleh anggota organisasi, sehingga bisa diatasi dengan cara yang lebih baik.

Dilihat dari keterkaitan dan pentingnya komunikasi dalam organisasi tersebut,

secara interpretif komunikasi organisasi dapat dijelaskan sebagai proses penciptaan

makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi (Pace &

Faules, 2005). Pemahaman tersebut juga dilandaskan pada teori pengorganisasian

Weick sehingga disepakati bahwa komunikasi tidak hanya sekedar menjadi alat bagi

organisasi, tapi merupakan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, komunikasi dapat

digunakan sebagai tolok ukur untuk meneliti organisasi sekaligus menjadi sarana

perubahan organisasi.

Beberapa ciri umum komunikasi organisasi berdasarkan kesimpulan berbagai

persepsi ahli adalah sebagai berikut: 1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu

sistem terbuka yang kompleks dan dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal;

2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arus pesan, tujuan, arah dan media; 3)

Komunikasi organisasi meliputi individu, sikap dan perasaan, hubungan dan

keterampilan (Muhammad, 2007). Komunikasi organisasi pada dasarnya terdiri dari dua

dimensi, yaitu: 1) dimensi informasi, yang meliputi konten pesan dan simbol dalam

organisasi, makna dari informasi dan kegunaannya; 2) dimensi interaksi, yang meliputi

proses pengiriman dan pertukaran informasi, pola interaksi dalam organisasi dan

fungsinya (Rogers, 1982). Kedua dimensi tersebut berlangsung terus menerus dalam

organisasi dan lingkungannya sehingga dan membangun efek terhadap organisasi secara

perlahan-lahan.

Dimensi informasi dan interaksi tersebut menjadi dasar bagi para peneliti dalam

menentukan variabel komunikasi dalam organisasi. H. J. Ayres (1972) melakukan

review terhadap sejumlah penelitian tentang komunikasi dalam organisasi dan

menyimpulkan variabel komunikasi apa saja yang dapat digunakan untuk mempelajari

komunikasi dalam organisasi. Dalam review tersebut menunjukkan bahwa terdapat

beberapa variabel komunikasi yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas

komunikasi organisasi, yaitu: 1) communication network atau jaringan komunikasi, 2)

downward communication atau komunikasi kepada bawahan, 3) upward communication

14

atau komunikasi kepada atasan, 4) flow of information atau alur informasi, dan 5)

communicative potential atau potensi komunikasi (Ayres, 1972).

3. Efektivitas Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi dianggap sebagai faktor penyebab efektif dan tidak

efektifnya kerja fungsional organisasi dan menunjukkan adanya gejala tidak sehatnya

organisasi (Kriyantono, 2006). Seperti diungkapkan Roberts & O‟Reilly (1973) yang

dikutip oleh Goldhaber dalam makalahnya tentang the ICA Communication Audit, yaitu

“One prominent view of organizational communication is that if communications is

bad, an organization is likely to have problems and if it is good, an organization's

performance and overall effectiveness will also be good” (Goldhaber, 1976).

Efektivitas komunikasi organisasi berarti organisasi melaksanakan sistem

komunikasi yang benar, sehingga terjadi kesesuaian antara penyebaran informasi dan

kebutuhan informasi. Ketidaksesuaian yang terjadi pada langkah-langkah pelaksanaan

komunikasi dapat menimbulkan dampak dalam sistem penyebaran informasi organisasi.

Terdapat enam kriteria untuk mengukur efektivitas komunikasi organisasi, terdiri dari:

1) penerima (receiver), yaitu semua orang yang dituju menerima informasi; 2) isi pesan

(content), yaitu semua informasi penting disalurkan; 3) ketepatan waktu (timing), yaitu

ketersediaan informasi saat dibutuhkan; 4) saluran (media), yaitu ketersediaan saluran

untuk menerima informasi; 5) format, yaitu bentuk informasi yang diterima; dan 6)

sumber (source), yaitu informasi yang diterima berasal dari sumber terpercaya

(Hardjana, 2000).

Pace & Faules (2005) menyatakan bahwa keefektifan komunikasi organisasi

dipengaruhi oleh delapan permasalahan komunikasi dalam organisasi, yaitu: 1) persepsi

dan motivasi pegawai; 2) iklim komunikasi organisasi; 3) aliran informasi dalam

organisasi; 4) teknologi informasi dalam organisasi; 5) kekuasaan dan pemberdayaan

dalam organisasi; 6) komunikasi dan gaya kepemimpinan; 7) pembentukan tim dan

kelompok; 8) stres dan konflik dalam komunikasi organisasi. Sedangkan menurut

Downs & Adrian (2004), untuk mengetahui permasalahan dalam komunikasi organisasi

perlu dilakukan langkah-langkah berikut:

15

1. Memeriksa dampak proses aktivitas terhadap komunikasi,

2. Menentukan kecukupan pertukaran informasi,

3. Memeriksa arah saluran informasi,

4. Menilai penggunaan media komunikasi oleh anggota organisasi,

5. Memperhatikan perbedaan dalam fungsi komunikasi,

6. Memeriksa kualitas hubungan komunikasi,

7. Merancang jaringan komunikasi,

8. Memeriksa sistem komunikasi organisasi,

9. Mengaitkan aktivitas komunikasi dengan hasil organisasi,

10. Menghubungkan komunikasi internal dengan strategi organisasi,

11. Menilai dampak teknologi baru dalam kegiatan komunikasi,

12. Terbuka terhadap segala kemungkinan dan hasil.

Berdasarkan permasalahan dan langkah-langkah tersebut dapat dilihat bahwa

efektif tidaknya komunikasi organisasi dipengaruhi oleh banyak aspek antara lain:

kepuasan pegawai terhadap organisasi, iklim komunikasi organisasi, aliran informasi,

kecukupan informasi, penggunaan media komunikasi, kualitas hubungan dan jaringan

komunikasi. Dari seluruh aspek-aspek tersebut kemudian disederhanakan ke dalam lima

kelompok utama yang mempengaruhi komunikasi organisasi (Pace & Faules, 2005),

yaitu sebagai berikut:

a. Kepuasan Pegawai terhadap Organisasi

Kepuasan merupakan konsep standar bagaimana pekerja menilai organisasinya

(Downs & Adrian, 2004). Pace & Faules (2005) menyimpulkan bahwa motivasi

seseorang bekerja adalah kepuasan terhadap organisasinya. Motivasi tersebut

mempengaruhi vitalitas kerja seseorang dalam suatu organisasi. Berdasarkan teori

persepsi tentang motivasi, terdapat empat asumsi utama seseorang dapat menunjukkan

vitalitas kerjanya, yaitu: 1) Seberapa jauh harapan pegawai dipenuhi oleh organisasi; 2)

Persepsi pegawai mengenai peluang mereka dalam organisasi; 3) Persepsi pegawai

mengenai pemenuhan yang diperoleh dari pekerjaan dalam organisasi; dan 4) Persepsi

pegawai mengenai kinerja mereka dalam organisasi (Pace & Faules, 2005). Keputusan

pegawai untuk mencurahkan energi dalam mencapai tujuan organisasi merupakan

kombinasi persepsi atas keempat asumsi tersebut.

16

Persepsi kepuasan pegawai terhadap organisasinya menurut Pace & Faules

(2005) dilihat dari lima aspek, yaitu: 1) kepuasan kerja, 2) kepuasan supervisi, 3)

kepuasan upah dan keuntungan, 4) kepuasan promosi, dan 5) kepuasan rekan sejawat.

Pendapat serupa tentang kepuasan pegawai menurut Coleman (1982) merupakan

respons seseorang sebagai pengaruh terhadap bermacam-macam lingkungan kerja yang

dihadapinya, termasuk di dalamnya respons terhadap komunikasi organisasi, supervisor,

kompensasi, promosi, teman sejawat, kebijaksanaan organisasi dan hubungan

interpersonal dalam organisasi (Muhammad, 2007).

b. Iklim Komunikasi Organisasi

Iklim komunikasi dalam organisasi meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan

dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi (Pace &

Faules, 2005). Peristiwa komunikasi termasuk di dalamnya antara lain perilaku

manusia, interaksi antar anggota, harapan-harapan, konflik antarpesona, dan kesempatan

pertumbuhan organisasi. Iklim komunikasi positif dapat mendorong para anggota

organisasi berkomunikasi secara terbuka dan penuh persaudaraan, sedangkan iklim

komunikasi negatif menjadikan anggota organisasi tidak dapat berkomunikasi dengan

terbuka (Muhammad, 2007).

Menurut Poole dalam Pace & Faules (2005), iklim komunikasi menjadi penting

karena konteks organisasi dikaitkan dengan konsep, perasaan, dan harapan anggota

organisasi bahkan menjelaskan perilaku anggota organisasi. Berdasarkan penjelasan

tersebut terlihat kemiripan antara sifat-sifat iklim komunikasi dan konsep budaya

organisasi. Namun Kopelman, Brief, & Guzzo dalam Pace & Faules (2005) melihat

hubungan antara keduanya adalah budaya organisasi sebagai konteks tempat iklim

komunikasi menetap. Dengan kata lain, memahami iklim komunikasi suatu organisasi

dapat membantu memberikan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut.

Menurut Pace & Faules (2005), iklim komunikasi diasumsikan berkembang dari

interaksi antara sifat-sifat suatu organisasi dan persepsi individu atas sifat-sifat itu.

Mengutip pendapat Dennis (1974) dalam hal pengukuran iklim komunikasi, penelitian

dilakukan terhadap reaksi-reaksi perseptual anggota organisasi atas sifat-sifat makro

organisasi yang relevan dengan komunikasi dan berguna bagi anggota organisasi.

17

Penelitian Redding (1972) menemukan bahwa iklim komunikasi lebih luas dari persepsi

anggota terhadap kualitas hubungan dan komunikasi dalam organisasi, termasuk di

dalamnya pengaruh dan keterlibatan anggota (Muhammad, 2007). Hasil penelitian

tersebut mengungkap lima dimensi penting dalam iklim komunikasi, yang terdiri dari:

1) Supportiveness atau pemberian dukungan; 2) Partisipasi dalam pembuatan keputusan;

3) Kepercayaan; 4) Keterbukaan; dan 5) Tujuan kinerja yang tinggi.

c. Kepuasan Komunikasi Organisasi

Kepuasan atas komunikasi sering kali disamakan dengan iklim komunikasi,

padahal keduanya berbeda. Kepuasan komunikasi merupakan suatu konsep individu dan

konsep mikro sedangkan iklim komunikasi merupakan konsep makro dan gabungan.

Iklim terdiri dari citra gabungan entitas atau fenomena global seperti komunikasi dan

organisasi, sedangkan kepuasan menggambarkan reaksi afektif individu atas harapan

terhadap komunikasi dalam organisasi (Pace & Faules, 2005). Definisi sederhana dari

Thayer (1968) tentang kepuasan komunikasi adalah “the personal satisfaction inherent

in successfully communicating to someone or in successfully being communicated

with...” (Downs & Adrian, 2004).

Menurut Downs & Adrian (2004) terdapat delapan dimensi dalam kepuasan

komunikasi yang stabil, yaitu sebagai berikut:

1. Kepuasan terhadap iklim komunikasi, sejauh mana komunikasi dalam organisasi

memotivasi dan merangsang para pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi

dan berpihak pada organisasi;

2. Kepuasan terhadap komunikasi dengan para penyelia, sejauh mana para penyelia

terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan membantu dalam persoalan

penyelesaian pekerjaan;

3. Kepuasan terhadap integrasi organisasi, sejauh mana para anggota menerima

informasi terbaru tentang lingkungan kerja saat itu;

4. Kepuasan terhadap kualitas media, sejauh mana komunikasi melalui rapat-rapat,

arahan tertulis dan media lainnya cukup tersampaikan kepada para anggota;

18

5. Kepuasan terhadap komunikasi horizontal dan informal, sejauh mana

komunikasi horizontal berjalan cermat dan mengalir bebas termasuk munculnya

informasi melalui desas desus atau selentingan;

6. Kepuasan terhadap perspektif organisasi, sejauh mana informasi menyeluruh

mengenai organisasi diterima anggota secara memadai;

7. Kepuasan terhadap komunikasi ke bawah, sejauh mana bawahan responsif

terhadap komunikasi ke bawah dan mengantisipasi komunikasi ke atas yang

membantu penyelia;

8. Kepuasan terhadap umpan balik, sejauh mana para anggota mengetahui

bagaimana mereka dinilai dan dihargai kinerjanya (Downs & Adrian, 2004; Pace

& Faules, 2005).

Kepuasan merupakan konsep yang berkenaan dengan kenyamanan, sehingga

kepuasan komunikasi dapat diartikan bahwa anggota organisasi merasa nyaman dengan

pesan-pesan, media dan hubungan-hubungan dalam organisasi (Pace & Faules, 2005).

Kenyamanan tersebut tidak berkaitan dengan efektivitas pesan namun lebih kepada

standar penciptaan, penyampaian dan penafsiran pesan. Informasi yang disampaikan

sesuai dengan keinginan anggota organisasi akan menimbulkan kepuasan komunikasi.

d. Informasi dalam Organisasi

Fungsi utama dari komunikasi adalah menyalurkan informasi, yang terkait

dengan tiga aspek yaitu: tipe pesan, waktu, dan muatan (Downs & Adrian, 2004).

Dalam hal ini istilah informasi kemudian digunakan secara bergantian dengan istilah

pesan. Kebutuhan akan informasi dalam organisasi umumnya berkaitan secara langsung

dengan pelaksanaan pekerjaan. Namun demikian, karena komunikasi juga merupakan

aspek utama dalam integrasi organisasi maka informasi yang diinginkan anggota tidak

hanya terkait pelaksanaan tugas masing-masing individu. Dalam hal kebijakan

organisasi misalnya, informasi tersebut dibutuhkan dan disampaikan kepada lebih dari

satu orang bahkan seluruh anggota organisasi, proses ini disebut penyebaran pesan

secara serentak (Pace & Faules, 2005). Dalam proses penyebaran pesan secara serentak

dibutuhkan metode distribusi melalui media komunikasi yang sesuai agar informasi

dapat diterima seluruh anggota organisasi pada waktu yang bersamaan.

19

Selain penyebaran secara serentak, organisasi sering menggunakan proses

penyebaran pesan secara berurutan. Seperti dikemukakan Haney (1962) bahwa

penyampaian pesan secara berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama dan

pasti terjadi dalam organisasi (Pace & Faules, 2005). Proses ini merupakan bentuk

penyebaran diadik, yaitu pesan disampaikan kepada A kemudian B dan selanjutnya C,

dalam serangkaian interaksi dua orang. setiap individu kecuali sumber pesan awalnya

menginterpretasikan pesan yang diterima dan kemudian meneruskan hasil

interpretasinya kepada orang berikutnya dalam rangkaian proses tersebut. Dalam proses

ini penyebaran informasi berlangsung dalam waktu yang tidak beraturan, pada tempat

dan waktu yang berbeda. Hal tersebut dapat memicu adanya keterlambatan informasi

maupun perbedaan interpretasi pesan.

Dalam penelitian tentang penyebaran informasi dalam organisasi, salah satu

aspek yang dinilai adalah ketepatan pesan. Untuk menganalisis dan mengidentifikasi

pesan, hal-hal yang perlu diketahui antara lain: tujuan pesan, distorsi pesan, isi pesan

sesungguhnya, keakuratan pesan, dan kelebihan pesan (Goldhaber, 1976). Dengan

menganalisis pesan dapat diketahui seberapa banyak item pesan yang dikirimkan dan

diterima oleh anggota organisasi, sekaligus mengidentifikasi sumber informasi yang

digunakan dalam menerima pesan tersebut.

e. Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan hasil konstruksi makna yang dibangun berulang

kali melalui interaksi antar anggota organisasi, konsep yang sama dengan proses sense-

making. Seperti diungkapkan Gareth Morgan bahwa “shared meaning, shared

understanding, and shared sense-making are all different ways of describing culture”

(Littlejohn & Foss, 2011). Dalam hal ini segala macam interaksi komunikasi dan proses

sense-making merupakan awal terbentuknya budaya organisasi.

Berdasarkan teori Michael Pacanowsky & Nick O‟Donnell-Trujillo (1982) yang

menyatakan bahwa indikator budaya organisasi muncul ketika anggota organisasi

mewujudkan konstruk-konstruk yang relevan, fakta yang disepakati, praktik dan

kegiatan, kisah-kisah, dan ritual, yang merupakan bagian dari pencapaian bersama (Pace

& Faules, 2005; Littlejohn & Foss, 2011). Hal tersebut disepakati oleh Smircich (1983)

20

bahwa untuk mengonstruksi sebuah dunia organisasi maka konsep „struktur‟, „hirarki‟

dan „sumber daya‟ yang sering melekat dalam organisasi seharusnya diterjemahkan ke

dalam istilah-istilah yang digunakan anggota organisasi sehari-hari, seperti disebutkan

oleh Pacanowsky & O‟Donnell-Trujillo.

Gagasan Pacanowsky & O‟Donnell-Trujillo dalam menganalisis budaya

organisasi adalah untuk mengetahui bagaimana budaya dijalankan atau disajikan

melalui komunikasi (Pace & Faules, 2005). Indikator budaya organisasi merupakan

pencapaian sekaligus kinerja yang dicapai secara komunikatif. Pacanowsky &

O‟Donnell-Trujillo menyebutkan lima kategori kinerja komunikatif dalam organisasi,

yaitu: 1) Ritual, yaitu kegiatan yang diulang secara teratur sehingga menjadi rutinitas; 2)

Hasrat, yaitu keinginan pekerja untuk mengubah pekerjaan rutin yang membosankan

menjadi menarik dan merangsang minat; 3) Sosialitas, yaitu penetapan pengertian

bersama tentang kepantasan dan penggunaan aturan sosial dalam organisasi, seperti

norma dan sopan santun; 4) Politik organisasi, yang menciptakan dan menggunakan

pengaruh dan kekuasaan untuk memosisikan diri pada situasi tertentu; dan 5)

Enkulturasi, yaitu proses mengajarkan budaya kepada para anggota organisasi

(Littlejohn & Foss, 2011; Umam, 2012).

Analisis budaya organisasi dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang

makna budaya dalam kinerja organisasi, yaitu dengan mendeskripsikan tindakan atau

aktivitas komunikasi yang dilakukan para anggota yang kemudian membentuk makna

diantara mereka. Makna yang terbentuk berdasarkan pengalaman aktivitas sehari-hari

kemudian mempengaruhi persepsi dan penilaian anggota terhadap organisasi. Persepsi

dan penilaian anggota terhadap organisasi juga merupakan ukuran yang sama yang

digunakan untuk menilai kepuasan terhadap organisasi.

4. Audit Komunikasi

Istilah audit komunikasi muncul pertama kali dalam tulisan George Odiorne

dalam artikel berjudul An Application of the Communication Audit (1954), namun pada

tahun 1979 komite International Communication Association (ICA) mematenkannya

sebagai sistem pengukuran komunikasi organisasi bernama ICA Audit yang sudah

21

dikembangkan sejak 1971 dan menjadi pedoman dalam penelitian audit komunikasi.

Audit komunikasi dikembangkan berdasarkan tiga pendekatan utama yaitu: alur

informasi, pesan, dan persepsi atau studi perilaku, sehingga dapat digunakan sebagai

sistem pengukuran yang valid dan dapat diandalkan bagi penelitian komunikasi

organisasi, yang (Goldhaber, 1976). Audit komunikasi merupakan kajian mendalam dan

menyeluruh tentang pelaksanaan sistem komunikasi keorganisasian yang mempunyai

tujuan untuk meningkatkan efektivitas organisasi (Hardjana, 2000).

Pelaksanaan penilaian komunikasi tersebut mempunyai tujuan-tujuan yang

dirangkum oleh Hardjana (2000) ke dalam delapan tujuan pokok audit komunikasi

yaitu: 1) untuk menentukan lokasi adanya kelebihan dan kekurangan muatan informasi;

2) untuk menilai kualitas informasi yang disalurkan dari sumber-sumber informasi; 3)

untuk mengukur kualitas hubungan komunikasi antar individu anggota; 4) untuk

mengenali jaringan-jaringan komunikasi yang aktif dalam komunikasi internal; 5)

mengetahui sumber-sumber kemacetan arus informasi dan penyaring informasi; 6)

mengidentifikasi pengalaman-pengalaman dan peristiwa komunikasi mana yang positif

dan negatif; 7) menggambarkan pola-pola komunikasi yang terjadi antar individu,

dalam kelompok dan organisasi; 8) memberikan rekomendasi mengenai perubahan

maupun perbaikan yang diperlukan berdasarkan hasil analisis audit komunikasi.

Secara pendekatan konseptual audit komunikasi dapat dijelaskan sebagai riset

evaluatif yang digunakan untuk mengukur kinerja komunikasi organisasi, terutama

untuk mengetahui bahwa kegiatan yang dilakukan organisasi adalah benar (doing the

right things). Sedangkan dari perspektif fungsional pemeriksaan komunikasi digunakan

untuk mengetahui efektif atau tidaknya fungsi organisasi yang disebabkan oleh efektif

atau tidak efektifnya komunikasi organisasi (Pace & Faules, 2005).

Model audit komunikasi yang dirancang khusus untuk mengukur efektivitas

komunikasi organisasi diperkenalkan oleh Pace & Faules sejak tahun 1983. Pace &

Faules mengusulkan suatu konsep analisis dan perubahan sistem mengenai komunikasi

organisasi dilengkapi dengan instrumen untuk menganalisis dimensi-dimensi utama

komunikasi dalam organisasi, serta menelaah strategi untuk melakukan perubahan pada

unsur-unsur komunikasi organisasi (Pace & Faules, 2005). Konsep analisis komunikasi

organisasi milik Pace & Faules disebut sebagai model Organizational Communication

22

Profile (OCP) atau Profil Komunikasi Organisasi, yang mendiagnosis delapan variabel

komunikasi organisasi yang mempengaruhi tingkat efektivitas komunikasi organisasi.

Sedangkan metode perubahan sistemnya menggunakan strategi intervensi untuk

perbaikan efektivitas sistem komunikasi. Skema model Profil Komunikasi Organisasi

milik Pace & Faules ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Model Organizational Communication Profile (OCP)

Variabel pertama adalah kepuasan organisasi, yaitu persepsi tentang tingkat

kepuasan anggota organisasi terhadap pekerjaan. Persepsi kepuasaan tersebut meliputi

pengukuran terhadap sub variabel berikut: 1) kepuasan kerja, 2) kepuasan supervisi, 3)

kepuasan upah dan keuntungan, 4) kepuasan promosi, dan 5) kepuasan rekan sejawat.

Variabel kedua adalah iklim komunikasi, yaitu persepsi tentang sejauh mana

anggota organisasi merasa bahwa organisasi dapat dipercaya, mendukung, terbuka,

menaruh perhatian, dan secara aktif meminta pendapat serta memberi penghargaan atas

standar kinerja yang baik. Pengukuran variabel ini meliputi beberapa sub variabel yang

terdiri dari: 1) kepercayaan, 2) partisipasi dalam pembuatan keputusan, 3) pemberian

dukungan, 4) keterbukaan komunikasi, dan 5) perhatian terhadap kinerja tinggi.

Variabel ketiga adalah kualitas media, yaitu persepsi anggota organisasi

mengenai efektivitas dan efisiensi dari dokumen tertulis seperti laporan, petunjuk/

pedoman, penerbitan, dan media informasi lainnya yang dihasilkan oleh organisasi.

23

Sedangkan aksesibilitas informasi adalah variabel keempat yang mengukur persepsi

anggota organisasi tentang ketersediaan informasi yang berasal dari berbagai sumber

dalam organisasi.

Variabel kelima adalah penyebaran informasi, yaitu persepsi mengenai jumlah

berbagai informasi dalam organisasi yang diterimaanggota organisasi. Seberapa jauh

pesan disebarkan melalui seluruh organisasi atau siapa yang mengetahui sesuatu perihal

pesan tertentu. Sedangkan variabel keenam yaitu muatan informasi merupakan persepsi

anggota organisasi yang berkaitan dengan tingkat kecukupan informasi, kelebihan

informasi, dan tidak terjangkaunya informasi.

Variabel ketujuh adalah ketepatan pesan, yaitu persepsi anggota organisasi

mengenai jumlah butir informasi yang mereka ketahui tentang suatu pesan tertentu

dibandingkan dengan jumlah butir informasi yang sesungguhnya dalam pesan tersebut.

Terakhir adalah variabel budaya organisasi yang mengukur persepsi anggota organisasi

mengenai nilai kunci dan konsep bersama yang membentuk citra mereka terhadap

organisasi. Analisis variabel ini dapat menghasilkan kategori-kategori seperti: iklim

positif, pengaruh negatif, kualitas keunggulan, potensi pertumbuhan, unsur-unsur

organisasi, kegiatan pendidikan, organisasi kecil dan tidak matang, dan aktif/

mendorong.

Dari kedelapan variabel tersebut, Pace & Faules (2001) kemudian

menyederhanakan empat variabel diantaranya ke dalam satu variabel baru yaitu

kepuasan komunikasi. Kepuasan komunikasi adalah persepsi anggota organisasi

terhadap pesan-pesan, media dan hubungan-hubungan dalam organisasi. Kepuasan

komunikasi tersebut meliputi kepuasan anggota terhadap kualitas media, kecukupan

informasi, informasi terkait pekerjaan, kemampuan menyarankan perbaikan, efisiensi

saluran komunikasi ke bawahan, komunikasi antar anggota, informasi organisasi dan

integrasi organisasi (Kriyantono, 2006). Untuk itu empat variabel dalam model

Organizational Communication Profile (OCP) yaitu kualitas media, aksesibilitas

informasi, penyebaran informasi, dan muatan informasi dapat dikelompokkan menjadi

sub-sub variabel dari variabel kepuasan komunikasi.

24

5. Strategi Perbaikan Efektivitas Komunikasi Organisasi

Proses audit komunikasi memang dirancang untuk memeriksa dan mengevaluasi

program komunikasi organisasi, yaitu untuk mengungkap kendala dan kesenjangan

dalam komunikasi efektif, serta memberikan saran perbaikan (Henderson, 2005).

Tujuan akhir dari audit komunikasi adalah memberikan rekomendasi perlunya

perubahan atau perbaikan komunikasi organisasi berdasarkan hasil evaluasi efektivitas

komunikasi. Memperbaiki efektivitas komunikasi organisasi dapat dilakukan melalui

perubahan pada proses organisasi yang makro yaitu komunikasi. Pace & Faules (2005)

merekomendasikan suatu upaya melalui strategi intervensi yang dirancang untuk

mempengaruhi proses komunikasi secara langsung dalam setiap kegiatan dan praktik

komunikasi.

Terdapat empat unsur yang terlibat dalam proses perubahan sistem suatu

organisasi (Pace & Faules, 2005), yaitu:

Kondisi saat ini yang

menimbulkan masalah

Kemungkinan perbaikan

kondisi

Langkah praktis untuk

melakukan perubahan

Biaya melakukan perubahan

Sebelum melaksanakan perubahan dalam organisasi, harus diperhatikan empat

unsur tersebut agar proses perubahan berjalan sesuai tujuan. Langkah pertama adalah

pengenalan terhadap kondisi saat ini dalam organisasi yang berpotensi menimbulkan

masalah. Beckhard dalam Pace & Faules (2005) mengidentifikasi sepuluh kondisi

organisasi yang memerlukan intervensi yaitu sebagai berikut: 1) kebutuhan organisasi

untuk berubah; 2) adanya strategi manajerial; 3) norma-norma budaya; 4) perubahan

struktur dan peranan; 5) penurunan motivasi pegawai; 6) terjadi penggabungan

(merger); 7) iklim organisasi negatif; 8) perbaikan sistem komunikasi; 9) adaptasi

lingkungan baru; dan 10) perencanaan yang lebih baik.

Setelah memetakan kondisi organisasi, langkah selanjutnya adalah menganalisis

faktor-faktor apa saja yang mempunyai kemungkinan untuk diperbaiki atau diubah.

Pace & Faules (1993) mengungkapkan tujuh prinsip-prinsip umum yang menentukan

keberlangsungan organisasi, yaitu apabila masing-masing anggota organisasi mampu:

25

1. Merasa memiliki dan bertanggung jawab pada keseluruhan tugas atau proses;

2. Memiliki keterampilan berganda dan melaksanakan berbagai tugas dengan

kualitas tinggi;

3. Memiliki perasaan otonomi dan mandiri mengenai pekerjaannya;

4. Bekerja secara kooperatif dan berada di lingkungan mendukung;

5. Mendapatkan informasi yang memadai tentang pekerjaannya dan kaitannya

dalam organisasi;

6. Dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi mereka sebagai

bagian dari organisasi;

7. Diakui dan diberi penghargaan atas andil mereka dalam organisasi dan atas nilai

lebih untuk potensi dan pelayanan prima.

Jika teridentifikasi adanya gangguan pada salah satu dari prinsip-prinsip umum tersebut,

maka organisasi harus mempertimbangkan untuk melakukan intervensi yang sesuai

dengan perbaikan yang diperlukan organisasi.

Intervensi adalah langkah ketiga dalam proses perubahan organisasi, yaitu

serangkaian langkah praktis yang ditentukan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi

saat ini agar mengurangi masalah dan potensi masalah dalam organisasi. Intervensi

sistem organisasi sendiri didefinisikan sebagai tindakan yang mencampuri kegiatan

harian anggota organisasi secara positif dengan cara mempengaruhi proses-proses

organisasi seperti komunikasi, pemecahan masalah, perencanaan, pembuatan keputusan,

kepemimpinan, budaya organisasi, perubahan struktur terkait aliran kerja, teknologi,

dan hubungan otoritas (Pace & Faules, 2005). Intervensi yang efektif harus meliputi

serangkaian langkah tindakan yang mempengaruhi beberapa proses, hubungan, fungsi,

atau struktur.

Proses dalam organisasi mencakup tiga kategori dasar yaitu sosial, teknis, dan

administratif (Pace & Faules, 2005). Proses sosial adalah cara dan aktivitas anggota

organisasi dalam berhubungan dan berinteraksi satu sama lain. Komunikasi adalah inti

dari proses sosial dalam organisasi. Sedangkan proses teknis merupakan proses

pembentukan output organisasi yang mencakup aktivitas kerja, waktu yang dibutuhkan,

dan kendala yang dihadapi. Komunikasi mempengaruhi lancar dan tidaknya proses

teknis dalam organisasi. Kemudian proses administratif, proses yang meliputi dimensi

26

pendukung bagi proses teknis dan proses sosial seperti sistem personel, sistem

keuangan, dan data kegiatan organisasi. Komunikasi membantu proses administratif

berfungsi bagi penyelenggaraan proses-proses lainnya.

Dalam intervensi dikenal tiga jenis intervensi terhadap sistem dan proses yang

berpusat pada perbaikan sistem komunikasi dan proses komunikasi, yaitu: 1) umpan

balik survei; 2) konsultasi proses; 3) rancangan sistem sosioteknik (Pace & Faules,

2005). Diagnosis dan evaluasi komunikasi organisasi melalui tahap pertama survey

kuesioner audit komunikasi model Organizational Communication Profile (OCP),

merupakan bentuk intervensi yaitu tipe umpan balik survei yang memetakan kondisi

dan permasalahan komunikasi dalam organisasi. Selanjutnya apabila organisasi telah

menemukan sumber dan potensi masalah efektivitas komunikasi di dalamnya maka

intervensi yang dilakukan adalah konsultasi proses.

Konsultasi proses adalah salah satu aktivitas dalam proses pengembangan

organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas individu dan organisasi.

Dalam proses tersebut dibutuhkan keterampilan sosial dan interpersonal seperti

komunikasi, negosiasi dan persuasi, serta penyelesaian konflik (Schein, 1999). Untuk

itulah organisasi membutuhkan intervensi konsultasi proses. Menurut Schein (1969)

konsultasi proses merupakan seperangkat kegiatan yang dilakukan konsultan untuk

membantu klien (organisasi) dalam mengamati, memahami dan melakukan tindakan

terhadap proses yang berlangsung di lingkungan (organisasi) tersebut. Dengan

konsultasi proses dapat membantu anggota organisasi untuk memahami proses

manusiawi di lingkungan (organisasi) mereka, mendiagnosis sumber kesulitan, dan

membuat penyesuaian dalam proses tersebut agar tercapai peningkatan efektivitas

organisasi (Pace & Faules, 2005). Inti dari konsultasi proses adalah membantu orang-

orang dalam organisasi agar mereka dapat memperbaiki organisasi. Salah satu caranya

adalah melaksanakan diskusi pembahasan mengenai perbaikan potensi masalah dalam

komunikasi organisasi bersama konsultan atau pihak dari luar organisasi guna

meningkatkan efektivitas komunikasi organisasi. Focus group discussion pada tahap

kedua audit komunikasi model Organizational Communication Profile (OCP)

merupakan pelaksanaan dari konsultasi proses tersebut.

27

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian audit komunikasi terhadap organisasi pelayanan publik secara

menyeluruh salah satunya dilakukan oleh Julie K. Henderson (2005) di Family Health

Care Center, pusat layanan kesehatan non-profit yang didanai bersama oleh pemerintah

negara bagian North Dakota dan Minnesota. Penelitian ini menggunakan pendekatan

sistem audit komunikasi dengan teknik pengumpulan data antara lain melalui

wawancara individu, survey, dan analisis isi media.

Melalui wawancara peneliti menggali informasi mengenai letak kelebihan dan

kekurangan muatan informasi dan sarana komunikasi baik formal maupun informal

yang digunakan dalam organisasi. Pertanyaan yang diajukan juga meliputi proses

pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik dalam organisasi. wawancara tersebut

dilakukan kepada lima orang perwakilan manajemen Family Health Care Center. Untuk

data yang dikumpulkan melalui survey kuesioner dilakukan dengan dua jenis survey

yaitu internal dan eksternal yang diadaptasi dari kuesioner dalam ICA Audit. Kuesioner

untuk survey internal terdiri dari empat bagian yang berisi pertanyaan mengenai data

responden, kepuasan komunikasi organisasi, pengalaman komunikasi, dan saran bagi

perbaikan sistem komunikasi. Kuesioner ini dibagikan kepada delapan puluh empat

pegawai di Family Health Care Center. Sedangkan survey eksternal dilakukan kepada

dua puluh tiga orang perwakilan publik di luar organisasi. Kuesioner ini berisi

pertanyaan mengenai berbagai pengalaman komunikasi yang dilakukan dengan Family

Health Care Center. Kemudian pengumpulan data penelitian yang ketiga dilengkapi

dengan analisis isi pemberitaan media terkait Family Health Care Center selama satu

tahun terakhir.

Hasil analisis audit komunikasi menunjukkan bahwa terdapat kelemahan dalam

sistem komunikasi internal organisasi di Family Health Care Center. Pertama, terdapat

kesenjangan yang signifikan antara jumlah informasi yang diinginkan dan yang diterima

oleh pegawai, terutama yang bersumber dari manajemen menengah dan manajemen

atas. Kedua, terdapat kendala dan kesulitan bagi pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaan yang disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai perubahan prosedur dan

kebijakan dari atasan. Yang ketiga, tidak adanya kesepakatan pemahaman dalam

internal organisasi terhadap sistem komunikasi yang berjalan di Family Health Care

28

Center (Henderson, 2005). Menurut Henderson, meskipun audit komunikasi tersebut

telah sukses dilakukan untuk memetakan efektivitas komunikasi organisasi di Family

Health Care Center, namun dibutuhkan audit lanjutan yang bertujuan untuk

mengevaluasi adanya perubahan atau perbaikan dalam organisasi setelah dilakukan

audit komunikasi.

Penelitian audit komunikasi yang lebih spesifik dalam rangka perbaikan saluran

komunikasi organisasi dilakukan oleh Mardi Chalmers, Theresa Liedtka, & Carol

Bednar (2006) pada sebuah perpustakaan universitas yaitu Fullerton‟s Pollak Library,

California State University. Penelitian ini dilakukan oleh pustakawan dan staf internal

perpustakaan dengan menerapkan suatu communication task force (CTF) untuk

memeriksa saluran komunikasi yang berjalan di perpustakaan serta menyusun

rekomendasi untuk mendukung aliran informasi dalam organisasi tersebut. Suatu

instrumen survey dikembangkan untuk mengukur prosedur komunikasi secara

kuantitatif, sekaligus mengetahui persepsi komunikasi organisasi secara kualitatif.

Kuesioner yang dibagikan kepada 67 pustakawan dan staf perpustakaan ini terdiri dari

32 pertanyaan dengan enam diantaranya merupakan pertanyaan terbuka. Selama

penelitian berlangsung, seorang konsultan eksternal dilibatkan untuk menjaga netralitas

dan obyektivitas evaluasi komunikasi.

Analisis kuesioner dijabarkan ke dalam tiga kategori yaitu: perilaku komunikasi

secara umum; persepsi terhadap praktek komunikasi; dan kepuasan terhadap

komunikasi internal perpustakaan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebesar 80,5

persen responden menunjukkan kepuasan terhadap komunikasi internal perpustakaan

dan sebagian besar merupakan level kepuasan yang tinggi. Pada kategori perilaku

komunikasi umum menunjukkan bahwa 70 persen responden memilih email sebagai

saluran komunikasi yang banyak digunakan. Sedangkan untuk persepsi terhadap

praktek komunikasi menghasilkan 76 persen responden mengaku mendapatkan

informasi dengan dengan cepat di lingkungan kerja masing-masing. Setelah

menganalisis kuesioner kemudian dilakukan focus group discussion untuk membangun

rekomendasi tertentu yang dibutuhkan untuk memperbaiki saluran komunikasi dalam

perpustakaan. Sejumlah 26 rekomendasi berhasil disusun dalam lima kategori yaitu:

peran dan tanggungjawab; penyebaran informasi dan pembuatan keputusan; rapat dan

29

pertemuan; pelatihan dan pembentukan tim; serta penunjukkan tim baru yang

dibutuhkan (Chalmers, Liedtka, & Bednar, 2006).

Penelitian lain tentang komunikasi organisasi pada organisasi pelayanan publik

dengan instrumen audit komunikasi juga dapat dilihat dalam penelitian Jules Carriere &

Christopher Bourque (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara praktek komunikasi internal, kepuasan komunikasi, kepuasan kerja, dan

komitmen organisasi. Riset dilakukan pada sektor pelayanan darurat publik yaitu

layanan ambulans darat perkotaan. Sampel penelitian adalah pegawai paramedis

sejumlah 91 orang (32,5 persen) dari total 280 orang paramedis. Instrumen penelitian

yang digunakan antara lain: kuesioner the ICA Audit Survey, the Communication

Satisfaction Questionnaire (CSQ), the Minnesota Satisfaction Questionnaire, dan the

Affective Organizational Commitment Scale.

Hasil analisis audit menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara

praktek komunikasi internal dan kepuasan komunikasi. Interpretasi data kemudian

menyebutkan bahwa praktek komunikasi internal mempengaruhi kepuasan kerja dan

komitmen organisasi dengan syarat adanya kepuasan komunikasi antara pegawai. Hal

ini menunjukkan bahwa kepuasan komunikasi menjembatani hubungan antara: 1)

praktek komunikasi dan kepuasan kerja; 2) praktek komunikasi dan komitmen

organisasi. Dari hasil tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan praktek

komunikasi internal yang efektif dan efisien dapat meningkatkan kepuasan kerja dan

komitmen organisasi, dengan demikian rasa frustrasi terhadap organisasi akan

berkurang dan memungkinkan peningkatan kepuasan karir (Carriere & Bourque, 2009).

Posisi Penelitian

Ketiga penelitian audit komunikasi tersebut masing-masing menerapkan

kombinasi berbeda baik dalam teknik pengumpulan data maupun model audit dan

kuesioner yang digunakan. Penelitian Henderson (2005) menggunakan kombinasi tiga

metode yaitu: wawancara individu, survey, dan analisis isi media, dengan jenis

kuesioner yang digunakan adalah the ICA Audit Survey. Lain halnya dengan penelitian

Chalmers, Liedtka, & Bednar (2006) yang menerapkan communication task force

(CTF), yaitu kombinasi metode survey kuesioner dan focus group discussion.

30

Sedangkan penelitian Carriere & Bourque (2009) menggunakan satu metode yaitu

survey dan kuesioner, dengan beberapa jenis kuesioner yaitu the ICA Audit Survey, the

Communication Satisfaction Questionnaire (CSQ), the Minnesota Satisfaction

Questionnaire, dan the Affective Organizational Commitment Scale.

Dalam penelitian audit komunikasi ini, peneliti menggunakan model

Organizational Communication Profile (OCP) yang dirancang oleh Pace & Faules

untuk mengukur efektivitas komunikasi organisasi. Metode pengumpulan data yang

digunakan adalah survey dengan kuesioner Organizational Communication Profile

(OCP) yang bertujuan untuk memetakan dan menganalisis profil efektivitas komunikasi

organisasi. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan focus group discussion

untuk mendiskusikan hasil analisis data perolehan kuesioner sekaligus mengumpulkan

opini dan usulan rekomendasi perbaikan efektivitas komunikasi organisasi.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan gambaran dari urutan penelitian dan analisis variabel

komunikasi organisasi dalam audit komunikasi model Organizational Communication

Profile (OCP). Berdasarkan teori pengorganisasian milik Weick, untuk meneliti

organisasi maka aspek utama yang dilihat adalah bagaimana interaksi komunikasi yang

terjalin di dalam organisasi. Apabila komunikasi dalam organisasi berjalan baik maka

performa dan efektivitas organisasi secara keseluruhan juga dapat berjalan dengan baik.

Beberapa permasalahan organisasi yang mempengaruhi efektivitas komunikasi

organisasi yaitu: motivasi pegawai, iklim komunikasi, kepuasan dalam berkomunikasi,

informasi dalam organisasi, dan budaya organisasi. Berangkat dari permasalahan

tersebut Pace & Faules merancang model audit komunikasi yang dapat meneliti

organisasi berdasarkan aktivitas komunikasi di dalamnya, sekaligus menggunakannya

sebagai sarana perbaikan organisasi. Profil efektivitas komunikasi organisasi kemudian

diukur menggunakan lima variabel komunikasi organisasi yaitu: 1) Kepuasan

Organisasi; 2) Iklim Komunikasi; 3) Kepuasan Komunikasi; 4) Ketepatan Pesan; dan 5)

Budaya Organisasi.

31

Kerangka pikir dalam penelitian audit komunikasi tersebut dapat digambarkan

dalam bagan berikut:

Gambar 2.2 Bagan Penelitian Audit Komunikasi Model Organizational Communication

Profile (OCP)

Dalam penelitian audit komunikasi model Organizational Communication

Profile (OCP) ini terdapat lima aspek komunikasi organisasi sebagai variabel penelitian,

yaitu: 1) variabel Kepuasan Organisasi; 2) variabel Iklim Komunikasi; 3) variabel

Kepuasan Komunikasi; 4) variabel Ketepatan Komunikasi; dan 5) variabel Budaya

Organisasi. Tahap pertama, kelima variabel tersebut diteliti secara kuantitatif melalui

survey dengan menggunakan kuesioner Organizational Communication Profile (OCP)

kepada responden yaitu pegawai BPMPT Kota Surakarta. Hasil kuesioner tersebut

dianalisis sesuai dengan metode untuk mendapatkan gambaran profil efektivitas

komunikasi yang berlangsung dalam organisasi dan menjawab pertanyaan penelitian

yang pertama.

Tahap kedua, berdasarkan profil efektivitas komunikasi organisasi tersebut

kemudian diidentifikasi adanya kekurangan maupun potensi masalah yang terdapat

dalam organisasi. Permasalahan yang ditemukan selanjutnya digunakan sebagai pokok

pertanyaan-pertanyaan yang didiskusikan dengan kelompok responden dalam focus

group discussion. Tujuannya adalah mengidentifikasi faktor-faktor komunikasi

organisasi yang kurang efektif dan perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektivitas

32

komunikasi organisasi di BPMPT Kota Surakarta. Selanjutnya adalah merumuskan

rekomendasi perbaikan komunikasi organisasi berdasarkan opini dan usulan peserta

diskusi. Rekomendasi perbaikan tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian yang

kedua.