BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Pasien
1. Pengertian
Kepuasan pasien merupakan tujuan pelayanan kesehatan. Manfaat
pelayanan terbaik bagi pelanggan adalah pelanggan puas dan interaksi positif.
Kepuasan penting secara fundamental untuk menentukan ukuran kualitas dan
mutu pelayanan kesehatan dalam memenuhi harapan – harapan pasien yang
menjadi bagian dari otoritasnya.
Kepuasan adalah kesesuaian jasa yang diterima atau dirasakan dengan
yang diharapkan (Parasuraman, et. al, 1999). Menurut Kotler (1992),
kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
(hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Purwanto (1998) dan Notoatmodjo (2003), faktor – faktor dasar
yang mempengaruhi kepuasan yaitu :
a. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi perilaku
individu, yang mana makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang tentang
kesehatan, maka makin tinggi untuk berperan serta.
b. Kesadaran
Bila pengetahuan tidak dapat dipahami, maka dengan sendirinya
timbul suatu kesadaran untuk berperilaku berpartisipasi.
c. Sikap positif
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan salah satu kompensasi dari
sikap yang positif adalah menerima (receiving), diartikan bahwa orang
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
d. Sosial ekonomi
e. Sistem nilai
f. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya. Dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting
karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.
g. Empati yang ditujukan oleh pemberi pelayanan kesehatan. Sikap ini akan
menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan pasien (compliance). Dimensi ini merupakan gabungan dari
dimensi :
1). Akses (access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan rumah sakit.
2). Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
mengumpulkan informasi kepada konsumen atau memperoleh
masukan dari konsumen.
3). Pemahaman pada pelanggan (understanding the customer), meliputi
usaha rumah sakit untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan
keinginan pelanggan (Husein Umar, 2003).
3. Dimensi mutu pelayanan yang mempengaruhi kepuasan
Kotler (1992), dimensi mutu pelayanan yang mempengaruhi kepuasan
pada pelanggan yaitu :
a. Kehandalan
Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan
tepat dan terpercaya.
b. Ketanggapan
Untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat
atau ketanggapan.
c. Keyakinan
Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka
untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.
d. Empati
Syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
e. Wujud nyata
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media
komunikasi.
Sedangkan menurut Azwar (1991), dimensi kepuasan pelanggan dapat
dibedakan menjadi dua macam : 1). Kepuasan pasien yang hanya mengacu
pada penerapan kode etik serta standar pelayanan oleh provider yang
mencakup : hubungan dokter dengan pasien, kenyamanan pelayanan,
kebebasan melakukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis, efektifitas
pelayanan dan keamanan tindakan; 2). Kepuasan yang mengacu pada
penerapan semua persyaratan kesehatan yang meliputi : ketersediaan
pelayanan kesehatan, kewajaran pelayanan kesehatan, kesinambungan
pelayanan kesehatan, penerimaan pelayanan kesehatan, ketercapaian
pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan
kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan.
Tenaga medis dan perawat adalah dua profesi yang paling sering
berhubungan dengan pasien secara langsung, sehingga kepuasan pasien akan
lebih dipengaruhi oleh dua profesi ini walaupun ada beberapa faktor lain yang
ikut mempengaruhi kepuasan pasien itu sendiri. Pelayanan handal dan
keberhasilan akan melahirkan kepuasan apabila memenuhi beberapa hal
berikut (Parasuraman, et. al, 1999).
a. Ketanggapan
1). Bidang medis
Seorang dokter yang tanggap terhadap keluhan pasien dan
memberikan terapi untuk mengatasinyan akan membuat pasien merasa
puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh dokter tersebut.
2). Bidang keperawatan
Kecepatan perawat dalam melakukan tindakan untuk mengatasi
keluhan pasien akan meningkatkan rasa puas pasien terhadap
pelayanan keperawatan. Misalnya, perawat yang segera memberikan
obat penghilang rasa nyeri kepada pasien yang mengeluh nyeri. Selain
itu kecepatan perawat dalam mendatangi pasien yang membutuhkan
bantuan juga akan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien tersebut.
Semakin cepat perawat dalam mendatangi yang membutuhkan
bantuan, akan semakin meningkat kepuasan pasien tersebut.
b. Empati
1). Bidang medis
Kepedulian dan keseriusan dokter dalam mengatasi keluhan pasien
akan meningkatkan kepercayaan pasien. Hal ini nantinya akan
berpengaruh teradap kepatuhan pasien dalam melakukan terapi dan
saran yang diberikan.
2). Bidang keperawatan
Keterampilan perawat dalam merawat pasien akan mempengaruhi
kepuasan pasien. Keterampilan ini tidak hanya terampil dalam
melakukan tindakan saja, tetapi juga terampil dalam berkomunikasi
terhadap pasien yang dirawatnya. Hal ini dapat terlihat dari
komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat.
c. Wujud nyata
1). Bidang medis
Penampilan dokter yang rapi akan lebih meyakinkan pasien
sehingga pasien akan lebih mudah percaya terhadap dokter tersebut.
2). Bidang keprawatan
Kebersihan dan kenyamanan ruangan akan menimbulkan rasa
nyaman pada pasien sehingga pasien akan lebih mudah untuk
beistirahat. Sikap perawat yang selalu menjaga kebersihan dan
kenyamanan ruangan pasien, seperti sikap perawat yang menjadikan
rapi pada meja pasien akan meningkatkan kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan.
d. Kehandalan
1). Bidang medis
Pasien akan lebih merasa puas apabila dokter yang memeriksanya
itu terampil dan bisa menyelesaikan keluhan dari pasienya.
2). Bidang keperawatan
Sikap dan tindakan yang ditunjukkan oleh perawat akan membuat
pasien merasa diperhatikan. Misalnya perawat yang selalu
memberikan perhatiannya, perawat yang membantu memenuhi activity
daily living (ADL) pasiennya. Hal ini nantinya juga akan berdampak
pada kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan.
e. Keyakinan
1). Bidang medis
Pasien rawat inap sering bertanya kapan dokter akan datang untuk
memeriksanya. Hal ini tidak akan terjadi apabila dokter melakukan
jadual pemeriksaan dan kunjungan dalam waktu yang sama setiap
harinya.
2). Bidang keperawatan
Jaminan pelayanan yang diberikan oleh perawat akan
menimbulkan rasa percaya pada diri pasien terhadap pelayanan yang
diberikan oleh perawat. Hal ini bisa terlihat dari pelayanan
keperawatan yang memenuhi standar asuhan keperawatan pelayanan
keperawatan yang dapat mengurangi keluhan pasien dan pelayanan
keperawatan yang dilakukan secara professional.
Kepuasan pelayanan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yaitu pasien, sesuai dengan tingkat
kepuasan masing – masing individu dan penerimaan tersebut didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka kepuasan tersebut akan
bersifat langgeng ( long lasting ), sebaliknya apabila tidak didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif oleh penerima jasa pelayanan,
maka kepuasan pelayanan keperawatan tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2003).
B. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada kesembuhan pasien
(Victorina, 2002). Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi professional yang pada tujuanya yaitu penyembuhan pasien.
Hamid (1998) mengatakan bahwa perawat yang memiliki ketrampilan
komunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalani hubungan rasa
percaya dengan pasien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberi kepusan
professional keperawatan serta citra dari rumah sakit.
Dengan demikian dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara perawat dan pasien (Victorina, 2002).
2. Tujuan komunikasi terapeutik
Menurut Purwanto (1994), tujuan komunikasi terapeutik adalah :
a. Membantu pasien untuk memperjelas, mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada serta bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
3. Ciri – ciri komunikasi terapeutik
Ada tiga hal yang mendasar yang memberi ciri – ciri komunikasi
terapeutik menurut Arwani, (2002) yaitu :
a. Keikhlasan
Dalam rangka membantu klien perawat harus menyadari tentang
nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang
perawat pikirkan dan rasakan tentang individu dan dengan siapa dia
berinteraksi selalu dikomunikasikan pada individu, baik secara verbal
maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya
mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap pasien
sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat. Perawat
tidak akan menolak segala bentuk perasaan negatif yang dipunyai klien,
bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang
tepat, bukan dengan cara mengalahkan atau menghukum klien.
b. Empati
Empati mrupakan perasaan “pemahaman“ dan “penerimaan“
perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan
“dunia pribadi pasien“. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan
tidak dibuat – buat (obyektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain.
Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman diantara orang
yang terlibat komunikasi. Namun demikian empati dapat dikatakan
sebagai “kunci“ sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan
dukungan tentag apa yang sedang dirasakan klien.
c. Kehangatan
Hubungan saling membantu (helping relation ship) dibuat untuk
memberikan kesempatan klien mengeluarkan “unek – unek“ (perasaan dan
nilai – nilai) secara bebas. Dengan kehangatan perawat akan mendorong
klien untuk mengekspresikan ide – ide dan menuangkan dalam bentuk
perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfirmasi. Suasana yang hangat,
permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan
perawat terhadap pasien sehingga, pasien akan mengekspresikan
perasaanya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat
mempunyai kesempatan lebih luas untuk mengetahui kebutuhan klien.
Kehangatan juga dapat dikomunikasikan secara non verbal. Penampilan
yang tenang, suara yang meyakinkan dan pegangan tangan yang halus
menunjukkan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat terhadap
pasien.
4. Prinsip komunikasi terapeutik
Prinsip komunikasi terapeutik menurut Body dan Nihart, (1998) yang
dikutip oleh Nurjanah (2001) :
a. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
b. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat mempunyai tujuan
terapeutik
d. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
e. Kerahasiaan klien harus dijaga
f. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
g. Implementasi, intervensi berdasarkan teori
h. Memelihara interaksi yang tidak menilai dan hindari membuat penilaian
tentang tingkah laku klien dan memberi nasehat
i. Memberi petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali
pengalamanya secara rasional
j. Menelusuri interaksi verbal klien melalui statmen klarifikasi dan hindari
perubahan subyek atau topik jika perubahan isi topik tidak merupakan
sesuat yang sangat menarik klien.
5. Teknik komunikasi terapeutik
a. Mendengar aktif
Mendengar adalah teknik komunikasi yang paling penting pada
proses komunikasi yang efektif (Perry dan Potter, 1998), dikutip oleh
Nurjanah (2001). Mendengar akan menciptakan situasi interpersonal dari
keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat klien merasa
bebas. Menurut Ellis, (1998), menjelaskan bahwa, mendengarkan orang
lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa
apa yang dikatakanya adalah penting dan dia adalah orang yang penting.
Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk saya” dan
“saya tertarik padamu“.
b. Penerimaan
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan
tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai.
Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti
kesedian mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi non
verbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar mata keatas,
menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang dengan muka
masam pada saat berinteraksi dengan klien.
Tiga dimensi penerimaan menurut Runga Padiachy (1999) dalam
Nurjanah (2001) :
1). Penerimaan terhadap diri
2). Penerimaan terhadap orang lain
3). Diterima oleh orang lain
c. Klarifikasi
Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan pada klien apa
yang tidak dimengerti perawat terhadap sesuatu yang ada. Klarifikasi
dilakukan apabila pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi
perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
Misalnya : Perawat : “mari kita lihat apakah saya mengerti…”.
d. Fokusing
Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk
membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan di
mengerti (Stuart dan Sundeen, 1995).
e. Observasi
Observasi merupakan kegiatan mengamati klien atau orang lain.
Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal
nyata dan tidak biasa ada pada klien (Stuart dan Sundeen, 1995).
Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu
atau marah. Misalnya : Perawat : “kamu kelihatan gemetar dan
berkeringat, kapan mulainya ?“.
f. Menawarkan informasi
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk
mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan
informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan
kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Kurangnya pemberian informasi yang dilakukan saat klien
membutuhkan akan mengakibatkan klien menjadi tidak percaya. Hal yang
tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat membrikan
informasi.
g. Diam (memelihara ketenangan)
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran,
memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk
menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat pada saat klien
mengalami persepsinya dengan perawat. Diam tidak dilakukan dalam
waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir.
Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga
menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar upaya
kesempatan berfikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat
menyebabkan orang lain merasa cemas (Myers, 1999), dikutip oleh
Nurjanah (2001).
h. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak
orang lain (Smith, 1992), dikutip oleh Nurjanah (2001).
Tahap – tahap menjadi lebih asertif menurut Lindberg, et, al
(1998), dikutip oleh Nurjanah (2001) adalah : menggunakan kata “tidak“
sesuai dengan kebutuhan, mengkomunikasikan maksud dengan jelas,
mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi
disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan diri
dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.
i. Menyimpulkan
Membawa poin – poin penting dari diskusi untuk meningkatkan
pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar
sama dengan ide dalam pikiran (Vancarolis, 1990), dikutip oleh Nurjanah
(2001).
j. Memberikan pengakuan atau penghargaan
Memberikan penghargaan merupakan teknik untuk memberikan
pengakuan dan menandakan kesadaran (Schultz dan Videback, 1998),
dikutip oleh Nurjanah (2001).
k. Menawarkan diri
Menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang
diharapkan (Schultz dan Videback, 1998), dikutip oleh Nurjanah (2001).
l. Membrikan petunjuk umum
Mendukung klien untuk meneruskan.
m. Memberikan pertanyaan terbuka
Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk
menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Misalnya “dari mana anda akan
memulai?“. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila klien menunjukkan
penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeutik
apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien (Stuart
dan Sundeen, 1995).
n. Menempatkan urutan waktu
Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu
kejadian dengan kejadian lain. Misalnya hal itu terjadi sebelum atau
sesudah. Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat dapat
mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Teknik ini
menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikan nasehat meyakinkan
atau tidak mengakui klien.
o. Mengulang
Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien (Stuart dan
Sundeen, 1995). Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat
mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan
terhadap apa yang baru saja dikatakan. Teknik ini digunakan pada saat
mencoba mengklarifikasi apa yang klien ucapkan.
p. Refleksi
Mengembalikan pikiran dan perasaan klien. Digunakan pada saat
klien menanyakan pada perawat tentang pemikiran atau kesetujuanya.
Teknik ini akan membantu perawat untuk tetap memelihara pendekatan
yang tidak menilai (Body dan Nihart, 1998), dikutip oleh Nurjanah (2001).
q. Eksplorasi
Mempertajam suatu topik lebih mendalam (Schultz dan Videback,
1998), dikutip oleh Nurjanah (2001).
r. Menghadirkan realitas atau kenyataan
Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai.
s. Menganjurkan kolaborasi
Penekanan kerja dengan klien tidak menekan klien melakukan
sesuatu untuk klien. Mendukung bahwa terdapat kemungkinan perubahan
melalui kolaborasi. Misalnya “mungkin saya dan anda akan menemukan
apa yang membuat anda cemas“ (Vancarolis, 1990), dikutip oleh Nurjanah
(2001).
t. Penurunan jarak
Menurunkan jarak fisik antara perawat dan klien. Hal ini
menunjukkan komunikasi non verbal dimana perawat ingin terlibat dengan
klien (Perry dan Potter, 1999).
u. Humor
Humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal
dikarenakan tertawa mengurangi stress, ketegangan dan rasa sakit akibat
stress, serta meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan (Nurjanah,
2001).
6. Tahap – tahap dalam komunikasi terapeutik
a. Fase pra interaksi
Menurut Kariyoso, (1994), fase pra interaksi merupakan tahap
dimana perawat belum bertemu dengan pasien. Tugas perawat dalam hal
ini adalah :
1). Mendapatkan informasi tentang pasien (dari medical record atau
sumber lainya).
2). Mencari literatur yang berkaitan dengan masalah yamg dialami oleh
pasien.
3). Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan kekuatan diri.
4). Menganalisa kekuatan dan kelemahan professional diri.
5). Membuat rencana pertemuan dengan pasien.
6). Tipe spesifik data yang akan dicari.
7). Metode yang tepat untuk wawancara.
8). Setting ruangan atau waktu yang tepat
b. Fase orientasi
Merupakan tahap dimana perawat dan klien bertemu untuk
pertama kalinya. Fase ini mengatur suasana untuk mengingatkan
hubungan perawat – klien. Ciri hubungan pada fase ini masih bersifat
dangkal dan sering ditandai dengan ketidakpastian dan upaya penggalian
perasaan, persepsi, pikiran dan tindakan klien. Tindakan yang dilakukan
perawat pada fase ini adalah :
1). Menggunakan teknik wawancara untuk menggali semua informasi
yang dibutuhkan.
2). Menggunakan catatan medik dan catatan keperawatan sebagai sumber
informasi tidak langsung bagi perawat untuk merencanakan diskusi
yang akan dilakukan.
3). Perawat dan klien saling memperhatikan satu sama lain.
4). Perawat dan klien saling bertukar pikiran dan membuat penilaian
tentang perilaku masing – masing. Komunikasi terapeutik menjadi
sesuatu yang sangat membantu “proses saling percaya“ dengan catatan
bila komunikasi dilakukan secara ikhlas, empatik dan penuh dengan
kehangatan.
5). Perawat dan klien bertemu dan saling mengidentifikasi nama masing –
masing (Arwani, 2002).
Menurut Arwani (2002), pada fase orientasi dicirikan dengan :
1). Testing
Adalah tahap dimana pasien “menguji“ perawat selama
tahap orientasi. Karena kesulitan klien untuk mengetahui
kebutuhanya yang harus dibantu perawat. Ketakutan untuk
mengekspresikan perasaan, kecemasan, menyebabkan kebutuhan
pasien berubah – ubah. Perawat tidak harus defensive selama masa
“testing“ tetapi selayaknya menjadi terbuka dan menunjukkan
perhatian yang ikhlas tentang kondisi pasien. Perawat seharusnya
menunjukkan hasrat untuk membantu dengan cara menerangkan
tindakan yang akan dilakukan secara hati – hati.
2). Building trust
Menajadikan seseorang mengikuti apa yang dikatakan dan
diminta seseorang tanpa ragu atau menimbulkan pertanyaan.
3). Indentification of problem and goal
Pada awal bertemu dengan klien, pada saat itu pula perawat
mulai mengkaji status kesehatan pasien. Melalui pengamatan dan
interaksi yang terjadi perawat mulai membuat diagnosis masalah
yang dihadapi pasien.
c. Fase kerja
Merupakan tahap dimana pasien memulai kegiatan dan perawat
menolong pasien dalam mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian dan
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif. Pada fase ini meliputi sebagian besar
dari proses pemecahan masalah, seperti perkembangan hubungan dengan
pasien mulai dekat dengan perawat (Tamsuri, 2005).
d. Fase terminasi
Merupakan tahap dimana perawat akan menghentikan interaksinya
dengan pasien. Tahap ini dapat merupakan terminasi sementara maupun
terminasi akhir. Terminasi sementara adalah termianasi yang dilakukan
biasanya pada saat pasien akan pulang kembali kerumahnya setelah di
rawat di rumah sakit tempat dia dirawat. Pada tahap ini perawat
mempunyai tugas antara lain :
1). Mengevaluasi kegiatan kerja yang telah dilakukan.
2). Merencanakan tindak lanjut dengan pasien.
3). Melakukan kontrak.
4). Mengakhiri terminasi dengan cara yang baik.
Terminasi adalah satu fase yang sulit, tetapi sangat penting dari
hubungan terapeutik perawat pasien. Tingkat kepercayaan dan keintiman
menjadi lebih tinggi, menggambarkan kualitas hubungan perawat dan
pasien (Tamsuri, 2005).
7. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik
Menurut Egan (1995), yang dikutip oleh Tamsuri (2005), sikap perawat
dalam komunikasi terapetik merupakan apa yang harus dilakukan dalam
komunikasi terapeutik baik verbal maupun non verbal. Sikap dalam
komunikasi terapetik adalah :
a. Berhadapan
Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi
mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk komunikasi.
b. Mempertahankan kontak
Kontak mata merupakan kegiatan yang menghargai klien dan
mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah pasien
Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Sikap ini ditunjukkan dengan posisi kaki dan tangan
tidakmelipat,menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks
Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
f. Gerakan mata
Mata digunakan perawat dalam memberikan perhatian. Gerakan
mata merupakan cara interaksi yang tepat.
g. Ekspresi muka
Sikap ini merupakan bahasa non verbal yang banyak dipengaruhi
oleh budaya.
h. Sentuhan
Merupakan cara interaksi yang mendasar, karena dengan sentuhan
dapat memperhatikan perasaan menerima dan menghargai. Sentuhan
merupakan elemen penting dalam pembentukan ego, perasaan dan
kemandirian (Keliat, 1996), dalam Tamsuri (2005).
8. Manfaat Komunikasi Terapeutik
a. Komunikasi memberikan kontribusi dalam melakukan pelayanan atau
keperawatan kepada masyarakat.
b. Komunikasi terapeutik dapat menjadikan perawat sebagai sarana untuk
memfasilitasi proses penyembuhan (Nurjanah, 2001).
9. Faktor yang mempengruhi kemampuan perawat melaksanakan
komunikasi terapeutik
a. Kualitas personal
Yang terdiri dari kesadaran diri, klasifikiasi nilai, eksplorasi
perasaan, kemampuan untuk menjadi model peran, motivasi altruistik dan
kemandirian (Kariyoso, 1994).
b. Komunikasi fasilitatif
Terdiri dari perilkau verbal, perilaku non verbal, analisis masalah,
teknik terapeutik (Kariyoso, 1994).
c. Dimensi responsif, terdiri dari :
1). Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang terbuka, yang serasi,
autentik dan transparan,
2). Hormat, bahwa pasien diperlukan sebagai orang yang berharga dan
diterima tanpa syarat.
3). Empati, yaitu memandang dunia pasien dari sisi internal pasien.
4). Konkrit, yaitu melibatkan penggunaan istilah khusus dari pada istilah
yang abstrak dalam membatasi perasaan, pengalaman dan perilaku
pasien (Alimul, 2004).
d. Dimensi tindakan, terdiri dari :
1). Konfrontasi, adalah pengekspresian oleh perawat tentang perbedaan
perilaku pasien untuk memperluas kesadaran diri pasien.
2). Kesegeraan, terjadi jika interaksi perawat – klien difokuskan dan
digunakan untuk mempelajari fungsi pasien dalam hubungan
interpersonal.
3). Pengungkapan diri, tampak ketika perawat memberikan informasi
tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk
memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis atau dukungan klien.
4). Katarsis, pasien didorong untuk membicarakan hal – hal yang sangat
mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutiknya.
5). Bermain peran, membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan
penghayatan pasien kedalam hubungan antar manusia.
e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, transferens, kontransferens
dan pelanggaran batasan.
f. Hasil terapeutik, hasil untuk pasien, masyarakat dan perawat (Kariyoso,
1994).
10. Faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik
a. Faktor internal
1). Persepsi, merupakan pantulan “perasaan jiwa“ seseorang terhadap
suatu stimulus tertentu yang terjadi di lingkunganya, baik yang ada
didalam diri individu yang bersangkutan maupun yang diluar dirinya
,Potter and Perry, dikutip oleh Arwani (2002).
2). Nilai, yaitu keyakinan seseorang tentang nilai suatu ide atau tingkah
laku, Potter and Perry, dikutip oleh Arwani (2002).
3). Emosi, yang mempengaruhi jalannya komunikasi dimaknai sebagai
perasaan subyektif seseorang tentang kejadian dan mempengaruhi
bagaimana individu menggunakan kapasitas yang dimiliki dan
bagaimana dia berhubungan dengan orang lain, Potter and Perry,
dikutip oleh Arwani (2002).
4). Pengetahuan, perbedaan tingkat pengetahuan membuat proses
komunikasi semakin sulit.
5). Peran dan pola hubungan yang dipunyai seseorang
6). Pendidikan, merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Alimul, 2004).
7). Lama bekerja, merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di
tempat kerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak
pengalaman yang dimilikinya sehingga akan semakin baik
komunikasinya (Kariyoso, 1994).
8). Sikap, dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi
berjalan efektif atau tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan
pendengar kurang percaya terhadap komunikator. Sikap yang
diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati
dan menghargai (Kariyoso, 1994).
b. Faktor eksternal
1). Latar belakang sosial budaya, budaya yang dipunyai seseorang akan
membentuk pandangan umum dan persepsi yang dimilikinya tentang
dunia tempat mereka tinggal.
2). Kondisi lingkungan, kondisi lingkungan bisa berupa lingkungan fisik
dan non fisik atau mental psikologi.
Dari uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan perawat dan
pasien yang terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi pasien.
Bagi pasien, dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan
memakai teknik komunikasi agar perilaku pasien dapat berubah kearah yang
positif seoptimal mungkin. Perawat harus menganalisa dirinya tentang kesadaran
dirinya, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai role model agar dapat
berperan secara efektif. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan baik secara
verbal maupun non verbal bertujuan secara terapeutik untuk pasien.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan
kepekan serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi nilai, waktu
dan ruang yang turut mempengaruhi kepuasan. Keberhasilan komunikasi yang
terlihat melalui dampak tercapainya kepuasan pasien dalam menerima asuhan
keperawatan yang berkaitan dengan komunikasi yang juga kepuasan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional.
C. Kerangka Teori
Faktor – faktor yang mempengaruhi Dimensi mutu kepuasan
Kepuasan
Pengetahuan
Kesadaran
Sikap positif
kehandalan
Ketanggapan
Kepuasan pasien
Wujud nyata
Sosial ekonomi
Sistim nilai Keyakinan
Keteranagan :
----- = Area yang diteliti
Gambar I. Sumber : Kotler (1994) dalam Husein Umar (2003)
Purwanto (1998) dan Notoatmodjo (2003)
Komunikasi terapeutik
Pemahaman pengguna jasa Empati
- komunikasi - akses - pemahaman
pada pelanggan
D. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Tingkat kepuasan pasien
Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas, pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
2. Variabel terikatnya tingkat kepuasan pasien
F. Hipotesa
Ada hubungan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kepuasan pasien di Pavilliun Amarillys RSUD Tugurejo Semarang.