BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah...

23
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governance Konsep governance berangkat dari istilah government.Government atau pemerintah merupakan istilah yang digunakan pada organisasi atau lembaga yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintah pada suatu negara.Konsep government ini dapat diartikan sebagai konsep lama dalam penyelenggaraan pemerintahan karaena hanya menekankan pada pemerintah (lembaga/institusi pemerintah) sebagai pengatur dan pelaksana tunggal penyelenggaraan pemerintah. Oleh karena itu konsep governance yang menggantikan konsep government dalam aspek maupun kajian pemerintahan. Selanjutnya governance berasal dari kat “govern” dengan definisi yakni mengambil peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan lembaga yang memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah kolektif masyarakat. Dengan demikian secara luas, governance termasuk totalitas dari semua lembaga dan unsur masyarakat, baik pemerintah maupun non-pemerintah. 1 Untuk lebih jelasnya dalam memahami pergeseran makna antara government dan governance, Leach dan Percy Smith dalam Hetifah mengungkapkan perbedaan terkait dua konsep tersebut sbahwa goverment mengandung pengertian politisi dan pemerintah yang mengatur, 1 Dwiyanto, Agus. 2015. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan Kolaboratif. Yogyakarta: UGM Press. Hal 1.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Governance

Konsep governance berangkat dari istilah government.Government atau

pemerintah merupakan istilah yang digunakan pada organisasi atau lembaga

yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintah pada suatu negara.Konsep

government ini dapat diartikan sebagai konsep lama dalam penyelenggaraan

pemerintahan karaena hanya menekankan pada pemerintah (lembaga/institusi

pemerintah) sebagai pengatur dan pelaksana tunggal penyelenggaraan

pemerintah. Oleh karena itu konsep governance yang menggantikan konsep

government dalam aspek maupun kajian pemerintahan.

Selanjutnya governance berasal dari kat “govern” dengan definisi yakni

mengambil peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan

lembaga yang memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah

kolektif masyarakat. Dengan demikian secara luas, governance termasuk

totalitas dari semua lembaga dan unsur masyarakat, baik pemerintah maupun

non-pemerintah.1 Untuk lebih jelasnya dalam memahami pergeseran makna

antara government dan governance, Leach dan Percy Smith dalam Hetifah

mengungkapkan perbedaan terkait dua konsep tersebut sbahwa goverment

mengandung pengertian politisi dan pemerintah yang mengatur,

1 Dwiyanto, Agus. 2015. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan

Kolaboratif. Yogyakarta: UGM Press. Hal 1.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

22

melakukan sesuatu, memberikan pelayanan dan sementara sisa dari

elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan

makna tersebut, dengan merenggangkan kekakuan antara pemerintah dan yang

diperintah (bagian negara yang pasif), sehingga bagian yang pasif tersebut

memiliki peranan dan andil dari bagian government.2

Berdasarkan pembedaan antara konsep government dan governance

diatas, dapat dinyatakan bahwa konsep government secara makna atau

pengertian lebih mengacu atau mengarah kepada politisi atau lembaga

pemerintah. Government mengarah kepada lembaga pemerintah atau birokrasi

itu sendiri yang bertugas memberikan pelayan kepada masyarakat.Selain itu,

pada government masyarakat hanya bersikap pasif atau hanya semata-mata

sebagai pihak yang menerima pelayanan begitu saja.

Berbeda dengan government, governance disebutkan lebih lunak, dalam

artian tidak hanya lembaga pemerintahan/birokrasi yang mememiliki peran

dalam penyelenggaraan pemerintahan, akan tetapi juga memberikan ruang dan

andil dari masyarakat dan pihak lain non-pemerintah. Sebagai suatu konsep,

governance memiliki beragam pemaknaan yang diungkapkan oleh Dwiyanto

menekankan mengenai konsep governance adalah keterlibatan aktor-aktor di luar

pemerintah yang merespon masalah public.

Praktik governance ini, bertujuan dalam rangka menyediakan pelayanan

publik dengan melibatkan aktor dari unsur masyarakat dan mekanisme

2Hetifah Sj. 2009.Inovasi, Partisipasi dan Good Governance.Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia. Hal 2.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

23

pasar.3Menurut Chema dalam Keban, governance merupakan suatu sistem nilai,

kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, sosial, politik

dikelola melalui interaksi masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta.4 Pendapat

lebih signifikan dikemukan oleh Teguh Kurniawan yang menerangkan bahwa

konsep governance merupakan sebuah proses kebijakan yang dilaksanakan

dengan melibatkan pemerintah, sektor private (swasta) maupun masyarakat.5

Mengacu pada beberapa pendapat-pendapat diatas menunjukkan bahwa

governance merupakan model kepemerintahan yang sangat dinamis. Dengan

kata lain, governance membuka ruang untuk keterlibatan atau partisipasi sektor

lain dalam kepemerintahan. Pemerintah bukanlah aktor yang tunggal atau

dominan dalam kepemerintahan.Selain itu, pendapat tersebut menjelaskan bahwa

terjadi pengurangan terhadap otoritas pemerintah terkait dengan urusan

publik.Pemaknaan tesebut dapat ditinjau dari suaru kondisi yang terjadi ketika

pemerintah dalam penyelenggaraan urusan-urusan publik mengalami

permasalahan di luar kemampuannya, sehingga dalam penangan permasalahan

tersebut perlu melibatkan pihak lain yang memiliki kapasitas atau kemampuan

lebih dan tentunya dapat membantu pemerintah.

3 Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 22 4 Keban, Jeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori

dan Isu. Yogyakarta : Penerbit Gava Media. Hal 38 5 Kurniawan, Teguh. 2007. Pergeseran, Paradigma Administrasi Publik; Dari Perilaku

Model Klasik Dan NPM Ke Good Governance. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. No.

23A/Dikti/KEP/2004.ISSN. 141-948X, Vol. 7. Hal. 16-17

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

24

kondisi tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh keterbatasan kapabilitas

pemerintah dalam hal sumberdaya dan finansial. Rosidi dan Fajriani memetakan

bahwa terdapat 3 aktor yang berpengaruh dalam proses governance.6Tiga aktor

tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat.ketiga aktor tersebut saling

berkolaborasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah tidak

lagi menjadi aktor tunggal yang memonopoli penyelenggaraan

pemerintah.melainkan memerlukan aktor lain karena karena keterbatasan

kemampuan pemerintah.

Swasta dengan dukungan finansialnya harus mampu membantu

pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan.Swasta dalam hal ini tidak

diperbolehkan untuk mengurusi kepentingannya sendiri yakni hanya semata-

mata mencari keuntungan pribadi Selain itu, masyarakat juga harus berperan

aktif.Masyarakat dan diberikan ruang. Akan percuma apabila sebenarnya

masyarakat memiliki niatan yang kuat untuk terlibat dalam penyelenggaraan

pemerintahan, akan tetapi tidak diberikan ruang. Keterlibatan masyarakat ini

mampu membuat masyarakat yang mandiri dan meningkatkan kualitas

masyarakat ke depannya.

B. Collaborative Governance

1. Definisi dan Konsep Collaborative Governance

Salah satu tipe dari konsep penyelenggaraan pemerintahan atau

governance yakni disebut konsep collaborative governance atau

6Abiradin Rosidi dkk. 2013. Reinventing Local Goverment, Demokrasi dan Reformasi

Pelayanan Publik. Yogyakarta: Cv. Andi Offset. Hal. 10

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

25

penyelenggaraan pemerintahan yang kolaboratif. Menurut pendapat Ansell

dan Grash “Collaborative governance is therefore a type of governance in

which public and private actor work collectively in distinctive way, using

particular processes, to establish laws and rules for theprovision of public

goods”.7Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai salah satu dari

tipe governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi

dimana aktor publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan

proses terentu yang nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan

kebijakan yang tepat untuk publik atau,masyarakat.

Konsep ini menunujukkan bahwa dalam penyelenggaraan

pemerintahan.Aktor publik yaitu pemerintah dan aktor privat yaitu organisasi

bisnis atau perusahaan bukanlah suatau yang terpisah dan bekerja secara

sendiri-sendiri melainkan bekerja bersama demi kepentingan

masyarakat.Kolaborasi dipahami sebagai kerjasama antar aktor, antar

organisasi atau antar institusi dalam rangka pencapain tujuan yang tidak bisa

dicapai atau dilakukan secara independent. Dalam bahasa Indonesia, istilah

kerjasama dan kolaborasi masih digunakan secara bergantian dan belum ada

upaya untuk menunjukkan perbedaan dan kedalaman makna dari istilah

tersebut.Secara definisi, para ahli mendefinisikan collaborative governance

dalam beberpa makna yang ide utamanya sama,

7Ansell, Chriss dan Alison Gash.2 007.Collaborative Govetnance in Theory and

Practice.Journal of Public Administration Administration Research and Theory. Hal 545

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

26

yakni adanya kolaborasi antara sektor publik dan non publik atau

privat dalam penyelenggaraan pemerintahan atau governance. Ansell dan

Gash mendefinisikan collaborative governance sebagai berikut ini:

A Governing arrangement where one or more public agencies directly

engage non-state stakeholders in a collective decision-making process tahat

is formal, consensud oriented, and deliberative and that aims to make or

implement public policy or manage public program or assets.

Collaborative governance adalah serangkaianpengaturan dimana satu

atau lebih lembaga publik yang melibatkan secara langsung stakeholder non-

state di dalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi

consensus dan deliberative yang bertujuan untuk membuat atau

mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur program atau aset.)8

Disamping pendapat tersebut, pendapat lain mengenai collaborative

governance dikemukakan Agranoff dan McGuire yang menyatakan sebagai

berikut:

In Particular, collaborative governance has put much emphasis on voluntary

collaboration and horizontal relationships among multi sectoral

participants, since demands from clents often transcend the capacity and

role of a single public organization, and require interaction among a wide

range organization that are linked and engage in public activities.

Collaboration is necessary to enable governance to be structured so as to

effectively meet the increasing demand that arises from managing across

governmental, organizational, and sectoral boundaries.

Secara khusus, collaborative gvernance telah menempatkan banyak

penekanan pada kolaborasi horisontal sukarela dan hubungan horizontal

anatara partisipan multi sektoral, karena tuntutan dari klien sering melampaui

kapasitas dan peran organisasi publik tunggal, dan membutuhkan interaksi di

8Ibid., Ansell, Chriss dan Alison Gash. Hal 544

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

27

antara berbagai organisasi yang terkait dan terlibat dalam kegiatan publik.

kolaborasi diperlukan untuk memungkinkan governance menjadi terstruktur

sehingga efektif memenuhi meningkatnya permintaan yang timbul dari

pengelolaan lintas pemerintah, organisasi, dan batas sektoral).9

Berdasarkan pada pendefinisian oleh dua ahli tersebut, sebenarnya

telah mendefinisakan collaborative governance dalam gagasan yang sama.

Akan tetapi pada penjelasan Ansell dan Gash dapat dlihat bahwa aspek

kolaborasi penyelenggaraan pemerintah lebih pada aspek perumusan dan

impletasi kebijakan publik atau program dari lembaga publik, dalam hal ini

yakni pemerintah.Selain itu, dalam praktiknya kolaboasi penyelenggaraan

pemerintah haruslah menjunjung tinggi nilai deliberatif atau musyawarah dan

konsensus antar tiap aktor atau stakeholder ya terlbat dalam kolaborasi

tersebut.Sedangkan pada gagasan Agranoff dan McGuire menunjukkan

bahwa collaborative governance atau kolaborasi penyeggaran pemerintahan

dalam lingkup yang lebih general yakni penyelenggraan pemerintahan secara

keseluruhan.

Collaborative governance dalam hal ini lebih menitik beratkan pada

aspek sukarela dalam praktik kolaborasi.Aspek kesukarelaan tersebut

diharapkan setiap aktor yang terlibat dalam kolaborasi bekerja secara optimal

untuk tercapainya tujuan dalam kolaborasi. Sehingga program atau kebijakan

9 Chang, Hyun Joo. 2009. Collaborative Governance In Welfare Service Delivery :

Focusing On Local Welfare in Korea.Internasional Review of Publik Administration Vol. Hal

76-77

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

28

yang yang dilaksanakan akan terksana lebih efektif karna melibatkan relasi

oganisasi atau institusi.

2. Alasan Melaksanakan Collaborative Governance

Kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu hal

yang dibutuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini.Ada berbagai

alasan yang melatarbelakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau

institusi.Hal ini dapat dilihat dari beberapa pendapat bahwaCollaborative

governance tidak muncul secara tiba-tiba karena hal tersebut ada disebabkan

oleh inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk dilakukannya

kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan masalah yang sedang

dihadapi oleh public.10

Collaborative Governance atau kolaborasi penyelenggaraan

pemerintahan muncul sebagai respon atas kegagalan implementasi dan

tingginya biaya dan adanya politisasi terhadap regulasi.11Lebih positif lagi

bahwa orang mungkin berpendapat bahwa kecenderungan ke arah kolaborasi

muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kapasitas institusi atau

lembaga.12

Pendapat di atas menyatakan bahwa collaborative governance

muncul tidak begitu saja melainkan dilatarbelakangi berbagai

aspek.munculnyacollaborativegovernance dapat dilihat dari aspek kebutuhan

10Junaidi. 2015. Collaborative Governance dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Listrik

di Kota Tanjungpinang. Naskah Publikasi Fisip Umrah. Hal 8 11Ibid Ansell, Chriss dan Alison Gash. Hal 544 12Ibid.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

29

dari institusi untuk melakukan kerjasama antarlembaga, karena keterbatasan

kemampuan tiap lembaga untuk melakukan program/kegiatannya sendiri.

Selain itu, kolaborasi juga muncul lantaran keterbatasan dana anggaran dari

suatu lembaga, sehingga dengan adanya kolaborasi anggaran tidak hanya

berasal dari satu lembaga saja, tetapi lembaga lain yang terlibat dalam

kolaborasi.

Kolaborasi pun juga bisa dikatakan sebagai aspek perkembangan dari

ilmu pemerintahan, terutama dengan munculnya konsep governance yang

menekankan keterlibatan beberapa aktor seperti pemerintah, swasta, dan

masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah.Kolaborasi juga dapat

sebagai alternatif dalam mengembangkan keterlibatan kelompok kepentingan

dan adanya kegagalan dalam manajerialisme salah satu institusi atau

organisasi. Kompleksitas yang muncul pada peekembangannya berakibat

pada kondisi saling ketergantungan antar institusi dan berakibat pada

meningkatnya permintaan akan kolaborasi. Selanjutnya penjelasan lainnya

yang lebih spesifik dikemukan oleh Ansell dan Grash dalam Sudarmo bahwa

collaborative governance muncul secara adaptif atau dengan sengaja

diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan pentingnya konsep ini

dilakukan sebagai berikut ini:

a. kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi

b. konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam

c. upaya mencarai cara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik.

d. Kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

30

e. Ketidakmampuan kelompok-kelompok, terutama karena pemisahan

rezim-rezim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya

untuk menghambat keputusan.

f. Mobilisasi kelompok kepentingan.

g. Tingginya biaya dan politisasi regulasi.13

Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena

kompleksitas adanya saling ketergantungan dari tiap institusi.Kolaborasi juga

dianggap munucul akibat beragamnya kepentingan antar tiap kelompok

sehingga memunculkan adanya suatu kolaborasi.Sehingga dengan

dilakukannya kolaborasi dapat memobilisasi kelompok-kelompok

kepentingan.Kolaborasi dianggap menjadi solusi untuk buruknya suatu

implementasi program atau kegiatan yang dilakukan oleh satu lembaga saja,

karena keterbatasan lembaga tersebut.Selain ini kolaborasi juga dianggap

sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari suatu program atau

kegiatan.

3. Dimensi-Dimensi dalam Collaborattive Governance

Kolaborasi yang efektif diupayakan untuk pencapaian sasaran klien,

meningkatkan hubungan-hubungan antar organisasi dan pengembangan

organisasi. O’Leary, Gazley, McGuire and Bingham dalam Junadi

menyebutkan mengenai tiga dimensi yang berbeda ini merefleksikan jenis-

13Junaidi. 2015. Collaborative Governance Dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Listrik

di Kota Tanjung Pinang Naskah Publikasi Fisip Umrah. Hal 10

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

31

jenis sasaran organisasi yang tidak sama yang dicari dari kolaborasi antar

organisasi sebagai berikut ini:.

“Dimensi pertama, pencapaian sasaran klien menunjuk pada tujuan

utama dari sebagian usaha sektor publik untuk meningkatkan kolaborasi,

yaitu mendapatkan sumber daya yang akan meningkatkan pelayanan.Kedua,

hubungan antar organisasi ditingkatkan untuk menangkap kedua hal yakni

manfaat kolektif dan potensi kolaborasi organisasi. Jika organisasi dalam

kegiatan kolaboratif sama baiknya, hal ini dapat meningkatkan modal social

pada masyarakat yang dilayani. Hubungan yang lebih baik antara organisasi

bekerja untuk meningkatkan kesempatan memecahkan masalah dan

membuka jalan bagi hubungan masa depan yang lebih baik. Dimensi ketiga,

pengembangan organisasi sebagian besar langsung menguntungkan

organisasi. Jika kolaborasi meningkatkan pengembangan organisasi, hal ini

dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bersaing secara efektif atas kontrak

masa depan dan dapat meningkatkan kemampuannya untuk mencapai misi

dan tujuan.”14

Dalam konteks pengembangan pariwisata, dimensi-dimensi

kolaborasi ini perlu dijadikan acuan dalam pelaksanaan praktik

kolaborasi.Dengan adanya pelaksanaan kolaborasi, maka ada upaya untuk

meningkatkan kualitas pelayanan dari suatu objek pariwisata karena adanya

pengembangan dalam aspek sarana dan prasarana pariwisata yang memang

ditujukan untuk kenyamanan para wisatwan atau pengunjung.Kolaborasi

14Ibid Hal 14

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

32

dalam pengembangan pariwisata pun juga dilakukan dalam upaya menjaga

hubungan antar organisasi atau institusi.Karena memang dalam praktiknya

kolaborasi membutuhkan lebih dari satu organisasi atau institusi yang

terlibat. Hubungan antar organisasi dalam kolaborasi dapat pula memcahkan

masalah pengembangan pariwisata yang dimungkinkan tidak mampu

diselesaikan oleh satu organisasi atau instansi semata, akan tetapi

dimungkinkan dapat terselesaiakan oleh peran institusi atau organisasi lain.

Pelaksanaan kolaborasi ini pun akan saling menguntungakan tiap organisasi

atau institusi yang terlibat dalam pengembangan pariwisata. Hal ini lantaran

tiap intitusi atau organisasi saling mengembangkan kapasitasnya dalam daya

tarik kepariwisataannya dan mampu mecapai tujuannya dalam

pengembangan pariwisata.

C. Pariwisata

1. Pengertian

Secara etimologi pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” dan

“wisata” yang mana dapat dijelaskan bahwa pari artinya banyak, berkali-kali,

dan wisata dapat diartikan sebagai perjalanan dan berpergian. Atas dasar

tersebut sehingga pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang

dilakukan secara berkali-kali dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam

waktu yang cukup lama.15

15 Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata, Penerbit Angkasa, Bandung. Hal

103

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

33

Musanef menerangkan bahwa pariwisata merupakan kegiatan

berpergian yang bertujuan untuk rekreasi dan bertamsaya.16Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa parawisata dapat dimaknai sebagai kegiatan yang

sifatnya rekreasi dan bertamasya yang dilakukan oleh individu atau banyak

orang untuk melakukan perjalanan sari satu tempat ke tempat yang lainnya

demi tujuan menikmati keindahan tempat yang dikunjungi dan bersenang-

senang.

Sebagai suatu konsep, pariwisata memiliki beragam pemkanaan atau

definisi yang dinyatakan oleh beberapa ahli yaitu pendapat Meyers (2009)

menyatakann bahwa pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan

oleh sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan

alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk

memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta

tujuan-tujuan lainnya.17

Pariwisata dapat diartikan bagai keseluruhan kegiatan yang

berhubungan dengan masuk, tinggal, dan pergerakan penduduk asing dialam

atau di luar suatu negara kota atau wilayah tertentu.18 Definisi luas

dikemukakan oleh Herawati, pariwisata merupakan perjalan di satu tempat

ke tempat lain yang bersifat sementara, dilakukan oleh perorangan atau

16Musanef. 1995. Manajemen Pariwisata di Indonesia. Jakarta: PT Gunung Harta. Hal

11 17Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar – Dasar Pariwisata. Jakarta: Penerbit Andi. Hal: 29. 18Muljadi, A.J. dan Siti Nurhayati. 2002. Pengertian Pariwisata. Kursus Tertulis

Pariwisata Tingkat Dasar. Modul I. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Pusat

Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta Hal 80

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

34

kelompok, sebagai suatu usaha mencari keseimbangan dan kebahagiaan

dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.19

Dengan demikian pariwisata dapat dimaknai sebagai suatu perjalanan

yag dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tujuan hiburan,

kesenangan, dan kebahagiaan. Pariwisata juga dapat pula bersifat pendidikan

dan pengenalan terhadap budaya daerah atau tempat lain. Pariwisata juga

bersifat sementara dan tidak selamanya.Karena memang tujuan dari

pariwisita itu sendiri yakni sebagai kegiatan untuk memperoleh huburan dan

kesenangan.Pariwisata juga merupakan upaya sesorang untuk berhubungan

secara langsung dengan alam dan lingkungan hidup baik itu lingkungan

hidup dalam dimensi sosial atau masyrakat, budaya setempat, dan

lingkungan alam. Selanjutnya dalam aspek kriteria suatu pariwisata Yoeti

menyatakan bahwa:

a. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan

dilakukan diluar tempat kediaman dimana orang itu itu biasanya tinggal.

b. Tujuan perjalanan dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang tanpa

mencari nafkah di negara, kota, atau daerah tempat wisata yang

dikunjungi.

c. Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari negara asalnya,

dimana dia bisa tinggal untuk berdiam, dan bukan diperoleh karena hasil

19 Herawati, Niluh. 2015. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Subak

Sebagai Bagian Warisan Budaya Unesco di Desa Mengesta Kabupaten Tanaban. Jurnal Master

Pariwisata Vol 02 No 01 Hal 80.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

35

usaha selama dalam perjalan wisata yang dilakukan. (4) Perjalanan

dilakukan minimal 24 jam atau lebih.20

Berdasarkan pendapat diatas, Yoeti bahwa suatu kegiatan dapat

dinyatakan sebagai pariwisata didasari oleh beberapa kriteria.Kriteria yang

patut menajadi perhatian yakni bahwa uang yang dimiliki oleh wisatawan

merupakan uang saku yang dibawah dari tempat asal dan bukan diperoleh

hasil usaha atau bekerja di tempat tujuan wisata.Pariwisata juga semata-mata

bertujuan untuk senang-senang tanpa adanya usaha untuk mencari nafkah di

tempat tujuan wisata.Selain itu, suatu kegiatan perjalan wisata dinyatakan

sebagai pariwisata asalkan dilakukan selama minimal 24 jam/sehari atau

lebih dari itu.

2. Macam-Macam Objek Wisata

Objek pariwisata atau wisata memiliki beragam jenis atau

macamnya.Musanef menjelasakan bahwa objek dan daya tarik wisata dapat

digolongkan menjadi.21Objek wisata dan daya tarik wisata alam yang terdiri

dari:

a. Obyek dan daya Tarik wisata terdapat dikawasan konvensional yaitu,

kawasan hutan atau kawasan pelestarian alam yang dikelola dan dibawah

naungan departemen kehutanan. Objek dan daya Tarik wisata seperti ini

meliputi Taman Nasional, Taan Wisata, Taman Laut, Taman Hutan Raya

dan lain-lainnya.

20 Yoeti, Oka A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata.Jakarta: PT Pradaya

Pratama. Hal 8 21 Ibid Hal 175

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

36

b. Objek dan daya Tarik wisata yang terdapat dilar kawasan konservasi.

Objek dan daya Tarik Wisata ini dikelola oleh pemerintah Daerah, Perum

Perhutani, Taman Safari, dan Perkebunan Nasional

c. Objek dan daya Tarik wisata kategori budaya atau sejarah. Objek dan

daya Tarik wisata ini dapat berupa peninggalan sejarah, candi, keratin,

monumen, dan sebagainnya.

d. Objek dan daya Tarik wisata minat khusus. Hal ini yang termasuk di

dalmnya yakni wisata agro,wisata buru, wisata tirta, wisata kesehatan,

dan sebagainnya.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kekayaan nilayai

budaya dan keindahan alam sejatinya mampu menjadi daya tarik wisata bagi

wisatawan lokal maupun manca negara.Wisatawan-wisatawan tersebut

berusaha untuk mecari kesenangan dan bertujuan untuk rekreasi dan objek

wisata dan menjadi salah satu pililhan untuk mencapai tujuan yang

wisatawan inginkan.

3. Bentuk-bentuk Pariwisata

Parisawata dalam kenyataannya tentu memiliki bentuk-bentuk yang yang

sesuai dengan kategori atau klasifikasinya.Menurut Pendit (1994:37) bentuk-

bentuk pariwisata dikategorikan berdasarkan22 asal wisatawannya, pariwisata

dikategorikan menjadi pariwisata domestik yang mana wisatawannya berasal

22 Pendit, NS. 1994. Ilmu Pariwisata. Jakarta: PT Pradaya Paramita. Hal 37

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

37

dari dalam negeri dan pariwisata internasional yang mana wisatawannya

berasal dari luar negeri.

Bentuk kedua yakni pariwisata postif dan pariwisata negatif.Pariwisata

positif ini terjadi apabila banyak wisatawan dari luar negeri yang berwisata

di Indonesia dan memberikan pemasukan bagi daerah di mana pariwisata

tersebut berada.Sedangkan pariwisata negatif terhadi justru apabila

wisatawan dalam negeri berwisata ke luar negeri dan tentunya mengurangi

pemasukan pariwisata dalam negeri.

Bentuk pariwisata yang ketiga dikategorikan berdasarkan jangka waktu

kunjungan wisatawan yaitu pariwisata jangka panjang dan jangka

pendek.Durasi kunjungan pariwisata ini tergantung dari peraturan dari

tempat pariwisata tersebut.Selanjutnya, bentuk pariwisata yang keempat

yakni pariwisata yang didasarkan pada jumlah wisatawannya yakni

pariwisata tunggal dan pariwisata rombongan.

Bentuk kelima dari pariwisata dikategorikan berdasarkan alat tranportasi

yang digunakan untuk berwisata yang mana terdiri dari pariwisata udara,

pariwisata laut, pariwisata kereta api, dan pariwisata mobil. Bentuk

pariwisata ini sangat ditunjang prasana atau infrastruktur tranportasi menuju

lokasi pariwisata terkait.

4. Peranan Pariwisata dalam Pembangunan

Sektor pariwisata apabila dikelola dengan baik dapat menjadi aspek

yang menunjang pembangunan di suatu wilayah atau daerah. Wahab

(2003:77) berpendapat bahwawisatawan yang tiba disuatu negara baik secara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

38

individu atau kelompok tentu akan membelanjakan uangnya selama berada

di sana untuk membayar jasa-jasa atau barang wisata. Seluruh jumlah uang

yang dibelanjakan ini akan merupakan jumlah penerimaan dari sektor wisata

dan menjadi pola konsumsi di negara tersebut. semakin bertambah konsumsi

wisatawan, semakin banyak pula jasa-jasa wisata, hal ini tidak dapat

dipungkiri bahwa pariwisata dapat menjadi sumber pendapatan.23

Menurut pendapat tersebut, pariwisata dalam konteks seperti

sekarang ini sangatlah menjanjikan dalam aspek ekonomi.Hal ini patut

disadari bahwa pariwisata dapat mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi

negara, daerah, atau wilayah di mana wisata tersebut berada.Oleh karena itu,

potensi pariwisata di suatu negara atau daerah haruslah dikembangkan secara

optimal.Agar manfaat ekonomis dari pariwisata tersebut dapat dicapai. Selain

itu, untuk meningkatkan sektor pariwisata diperlukan udaha yang nyata dari

pemerintah untuk meningkatkan aspek lain yang menunjang pengembangan

pariwisata. Yoeti mengungkapkan empat hal yang harus dipenuhi, yakni

sebagai berikut.24

a. Transportation

Yang melayani angkutan para wisatawan dari satu tempat ke tempat lain,

dari daerah tujuan wisata ke daerah tujuan wisata wisata yang lain yang

berjarak cukup jauh.

b. Accomodation

23 Wahab, Salah. 1997. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal 77 24Ibid Yoeti.2008 Hal 24.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

39

Yang melani wisatawan untuk kebutuhan akomodasi bagi wisatwan

seperti: hotel, motel, cottage, villa, atau apartemen.

c. Restaurants

Yaitu melayani wisatawan dalam kebutuhan dalam kebutuhan makan

minum selama di daerah kunjungan wisata.

d. Shopping Center

Yang dimaksud adalah kelompok toko cenderamata, toko barang

kesenian dan lukisan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sektor pariwisata

memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan daerah.Hal tersebut

dikarena dari sektor pariwasata mampu pula membuka dan menigkatkan

lapangan kerja, menambah pendapatan masyarakat, meningkatkan pembangunan

infrastruktur daerah, dan meingkatkan pendapatan asli daerah tersebut.Sehingga

terjadilah pembangunan daerah yang berbasis pengembangan pariwisata.

D. Pengembangan Pariwisata

Alasan utama dilakukannya pengembangan pariwisata di suatu daerah

baik itu secara lingkup lingkup lokal, regional, nasional, dan internasional yakni

karenaadanya upaya untuk pembangunan perekonomian daerah

tersebut.pengembangan pariwisata sangatlah potensial bagi kebermanfaatn

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

40

masyarakat sekitar. Menurut Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (2002:29)

strategi pengembangan pariwisata yakni terdiri sebagai berikut ini.25

1. Strategi Pengembangan Produk wisata.

Menunjukkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk

pembangunan obyek dan daya tarik wisata, pengembangan sarana akomodasi

pengembangan aksesibilitas atau angkutan wisata, usaha makan minum dan

lain-lain.

2. Strategi Pengembangan Pasar dan Promosi

a. Strategi pengembangan pasar dalam strategi ini orientasi pasar yang akan

diperloleh dan langkah-langkah yang ada perlu dilakukan untuk menarik

pasar tersebut dengan mempertimbangkan jenis dan potensi obyek, daya

tarik potensial yang ada dan jenis atau bentuk pariwisata yang

dikembangkan.

b. Strategi promosi, langkah-langkah yang perlu dilakukan daerah dalam

mempromosikan daerahnya. Strategi ini dilakukan dengan

memeprtimbangkan sasaran dan target wisata yang akan dicapai.

3. Strategi pemanfaatan ruang

a. Strategi pengembangan ruang pariwisata pada lingkup kabupaten/kota

memberikan gambaran dan indikasi lokasi-lokasi prioritas pengembangan

berdasarkan analisis terhadap potensi dan daya tarik wisata yang ada di

wilayah tersebut, meliputi: penetapan pusat-pusat pengembangan,

25 Amajida, Dini Lali. 2015. Strategi Perum Perhutani KPH Malang da;am

Mengembangankan Objek Wisata Coban Talun Kota Batu. Diakses dari

http://jurnalmahasiswaunesa.ac.id pada 7 desember 2018

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

41

penetapan kawasan prioritas pengembangan, penetapan jalur wisata, dan

lain-lain.

4. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia

Yang dimaksud dengan sumber daya masnusia pariwisata potensial

menurut konsep nasional adalah sumberdaya manusia pariwisata sebagai aset

daerah yang mempunyai standar kemampuan menurut kompentensi keahlian

yang diakui dan diterima oleh masyarakat pariwisata serta dilandasi oleh

dedikasi kebangsaan yang tinggi sehingga memiliki niali kompetitif dan

kemampuan untuk berkiprah disekolah nasional maupun internasional.

Pengembangan sumberdaya manusia dibidang pariwisata sangat diperlukan

supaya daerah yang akan mengembangkan pariwisata daerahnya dapat

menyediakan sendiri kebutuhan akan tenaga-tenaga pariwisata yang terlatih,

sehingga dapat menyerap tenaga lokal dan meningkatkan apresisasi dan

pengertian terhadap pariwisata sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai

standar.Strategi pengembangan sumber daya manusia antara lain:

a. Penyiapan tenaga terampil dibidang perhotelan, restoran, biro perjalanan

atau travel dan pemandu wisata.

b. Peningkatan kemampuan teknis di bidang manajemen kepariwisataan.

c. Peningkatan kemampuan di bidang pemasaran dan promosi pariwisata

daerah.

E. Dasar dan Tujuan Pengembangan Pariwisata

Penyelenggaraan pengembangan pariwisata dilaksanakan dengan tetap

mengacu pada upaya untuk memelihara kelestarian lingkungan dan mendorong

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

42

peningkatan kualitas lingkungan hidup serta daya tarik dari wisata itu sendiri.

Berdasar pada Undang-undang No 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan,

dikatakan bahwa yang dapat dijadikan onjek dan daya tarik berupa keadaan

alam, flora, dan fauna hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya

yang merupakan model bagi perkembangan dan peningkatan kepariwisataan di

Indonesia.26Model ini tentunya harus terus dimanfaatnkan dengan optimal agar

pengembangan pariwisata yang dilakukan memberikan dampak kesejahteraan

bagi masyarakat.

Selain itu, Mulyadi.27menambahkan untuk mewujudkan pengembangan

pariwisata harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan

ekonomi dan sosial budaya.

2. Nilai-nilai agama. Adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup

dalam masyarkat.

3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup.

4. Kelanjutan dari usaha pariwisata itu sendiri.

Penyelenggaraan pengembangan kepariwisataan di Indonesia

dimaksudkan agar daya tarik pariwisata yang sedimikian banyak disuatu tempat

atau daerah dapat dikenal oleh masyarakat luas, baik itu masyarakat lokal,

nasional, maupun internasional.Pengembangan pariwisata pun sangat

berhubungan dengan aspek sosial menyangkut kegiatan perekonomian

26Mulyadi, A.J. 2009.Kepariwisataan dan Perjalanan.Jakarta: Raja Grafindo. Hal 31 27Ibid,.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Governanceeprints.umm.ac.id/59644/3/BAB II FINIS.pdf · elemen sebuah negara itu bersifat pasif. Sementara governance meleburkan makna tersebut, dengan

43

masyarakat, sehinga dengan dilakukan pengembangan pariwisata maka ada

upaya peningkatanekonomi masyarakat.

Selain itu, tujuan pengembangan pariwisata sendiri apabila mengacu pada

pasal 4 Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan

bahwa:

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Menghapus kemiskinan.

4. Mengatasi pengangguran.

5. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya

6. Memajukan kebudayaan

7. Mengangkat citra bangsa

8. Memupuk rasa cinta tanah air

9. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa

10. Mempererat persahabatan bangsa