BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hubungan Interpersonalrepository.ump.ac.id/9321/3/Wahyu barokah BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hubungan Interpersonalrepository.ump.ac.id/9321/3/Wahyu barokah BAB...
12 Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hubungan Interpersonal
1. Pengertian
Hubungan Interpersonal adalah ketika berkomunikasi, tidak
hanya sekedar menyampaikan informasi, tetapi secara tidak sadar juga
menentukan kadar hubungan emosional dengan lawan bicara. Semakin
baik hubungan interpersonal maka semakin terbuka hubungan
interpersonalnya dan semakin baik hubungan antara seseorang.
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang
baik. Ketika berkomunikasi, bukan sekedar menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika
berkomunikasi tidak hanya menentukan content melainkan juga
menentukan relationship dari segi psikologi komunikasi, dapat
dinyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka
orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang
orang lain dan persepsi dirinya sehingga makin efektif. Oleh sebab itu
maka penting bagi seorang perawat untuk mengetahui dan memahami
tahapan perkembangan hubungan intrepersonalnya dengan orang lain
guna tercapainya kepuasan kerja (Alfasta, 2013).
13
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. Perkembangan dalam hubungan perawat-pasien (Morrison & Burnard,
2014)
Mungkin perubahan paling jelas yang terjadi dalam keperawatan
adalah terbentuknya hubungan antara perawat dan pasien. Pasien bukan
lagi seorang penerima asuhan pasif, begitu juga mahasiswa perawat yang
bukan lagi seorang penerima pasif dalam pendidikan keperawatan
(meskipun perubahan dalam pendidikan keperawatan lebih lama
dibandingkan perubahan dalam asuhan keperawatan). Orang yang
datang ke rumah sakit atau yang dirawat dirumah mereka kini diberi
informasi lebih baik mengenai asuhan kesehatan, lebih cenderung
menanyakan asuhan mereka, dan berhak meminta standar asuhan
kesehatan yang lebih tinggi.
Beberapa alasan perubahan ini dapat diperkirakan akibat dari
program televisi dan iklan mengenai isu kesehatan yang sekarang
banyak ditayangkan, suplemen koran hari minngu sering memberikan
artikel mengenai perubahan dalam penyediaan pelayanan kesehatan,
program pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi mendorong
masyarakat untuk lebih menyadari kebutuhan kesehatan mereka dan
lebih mempertanyakan asuhan yang mereka terima, dan perawat serta
dokter umumnya bertanggung jawab tidak hanya atas tindakan yang
mereka lakukan tetapi juga atas alasan mengapa mereka melakukannya.
Patient’s Charter juga telah membuat semua professional asuhan
kesehatan lebih menyadari kebutuhan untuk memantau penampilan kerja
14
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
mereka sendiri meskipun respon mengenai Patient’s Charter bermacam-
macam. Bagaimanapun, gambaran “perawat terkenal” dalam Patient’s
Charter berarti bahwa perawat menjadi lebih terfokus dalam kerja dan
lebih mengetahui dengan jelas kewajiban mereka terhadap pasien.
Peran tradisional dokter dan perawat telah berubah, dan
perubahan tersebut mendorong perawat untuk menilai kembali cara
mereka memberikan asuhan dan cara mereka berkomunikasi dengan
pasien dan keluarga. Juga, perawat, dokter, dan professional kesehatan
lain, semakin sering diajarkan bersama-sama, dan hal ini tampaknya
membuat semua disiplin professional lebih menyadari masalah dan
kekuatan setiap kelompok. Pendidikan interdisiplin berpotensi
meningkatkan kerja tim yang lebih besar diantara professional dan mulai
menghilangkan barrier komunikasi professional.
3. Hubungan perawat-pasien (Sheldon, 2009)
Terciptanya hubungan perawat-pasien merupakan komitmen
dasar dari perawat untuk mengasuh seorang pasien. Hal ini juga
melambangkan persetujuan antara perawat dan pasien untuk bekerja
sama demi kebaikan pasien. Sekalipun perawat menerima tanggung
jawab utama dalam menyusun struktur dan tujuan dari hubungan ini,
perawat menggunakan pendekatan terpusat pada pasien untuk
mengembangkan hubungan ini dan memenuhi kebutuhan pasien.
Perawat juga menghargai keunikan setiap pasien dan berusaha keras
untuk memahami respon pasien terhadap perubahan kesehatannya.
15
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Perawat menciptakan hubungan dengan pasien dengan mengintegrasikan
konsep rasa hormat, empati, kepercayaan, kesungguhan, dan kerahasiaan
didalam interaksi mereka.
Salah satu teoretikus keperawatan paling awal yang
mengeksplorasi hubungan perawat-pasien dan komunikasi keperawatan
adalah Hildegard Peplau. Peplau (1952, 1991, 1992, 1997)
mengembangkan teori yang terkenal, Teori Hubungan Interpersonal,
yang menekankan timbal-balik (resiprositas) didalam hubungan
interpersonal antara perawat dan pasien. Teori Peplau menggerakkan
pemikiran mengenai keperawatan, dari apa yang perawat lakukan kepada
pasien menjadi apa yang perawat lakukan dengan pasien, membuat
keperawatan menjadi proses interaktif dan kolaboratif antara perawat
dan pasien.
Peplau mengidentifikasi empat fase hubungan perawat-pasien :
orientasi, identifikasi, eksploitasi, dan resolusi. Dalam Teori Hubungan
Interpersonal Peplau, fase-fase ini bersifat terapeutik dan berfokus pada
interaksi interpersonal.
a. Orientasi : Pasien mencari bantuan, dan perawat membantu pasien
untuk mengidentifikasi masalah dan luasnya bantuan yang
diperlukan.
b. Identifikasi : Pasien berhubungan dengan perawat dengan sikap yang
independen, dependen, atau interdependen, dan perawat meyakinkan
pasien bahwa ia memahami makna situasinya.
16
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Eksploitasi : Pasien menggunakan pelayanan perawat dan sumber-
sumber lain sesuai kebutuhannya.
d. Resolusi : Kebutuhan pasien terdahulu telah terselesaikan, dan
muncul tujuan-tujuan yang lebih dewasa.
e. Terminasi : Pasien dan perawat mengevaluasi kemajuan intervensi
terhadap tujuan yang ditentukan, meninjau waktu yang mereka
habiskan bersama, dan mengakhiri hubungan.
4. Strategi komunikasi dalam praktik keperawatan di Rumah Sakit
(Nursalam, 2011)
Komunikasi pada tahapan ini tidak hanya ditujukan secara
spesifik melalui strategi perencanaan. Tetapi tiga komponen, yaitu
struktur, budaya, dan teknologi harus mendapat perhatian yang sama.
Struktur dalam suatu organisasi bertujuan untuk mencapai
status praktik komunikasi efektif yang dapat direncanakan dan
diterapkan oleh kelompok klinik yang dirancang untuk pelaksanaan
prinsip-prinsip asuhan keperawatan kepada pasien, keterampilan yang
baik, dan dapat membantu penyelesaian masalah organisasi.
Budaya dalam suatu organisasi bukan sesuatu yang mudah
untuk diubah dalam waktu sesaat. Setiap pekerjaan pada suatu
lingkungan dan individu mempunyai budaya yang berbeda. Keadaan ini
sangat penting untuk diperhatikan mengingat perubahan suatu budaya
dalam manajemen adalah aspek yang penting pada proses perubahan
yang efektif.
17
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Teknologi merupakan komponen ketiga dalam praktik
komunikasi yang efektif. Komunikasi interpersonal dan organisasi sering
memerlukan perantara yang akan sangat bermanfaat di masa akan
datang, yaitu teknologi elektronik dan penggunaan media. Setiap suatu
perubahan di rumah sakit harus selalu didukung oleh perencanaan
Health Information System (HIS) yang efektif. Komunikasi melalui
teknologi akan selalu dipantau dan dievaluasi pada setiap tahap proses
perubahan.
B. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
1. Pengertian
Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global
dalam pelayanan kesehatan (Perry 2009). Ballard (2003) dalam
Mustikawati (2011) menyatakan bahwa Patient safety merupakan
komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang
berkualitas. Hal ini menjadi penting karena patient safety merupakan
suatu langkah untuk memperbaiki mutu pelayanan dalam memberikan
asuhan keperawatan (Cahyono, 2008).
Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang
jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku
perawat dengan kemampuan perawat sangat berperan penting dalam
pelaksanaan keselamatan pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa,
kurangnya perhatian/motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan
yang tidak memperdulikan dan menjaga keselamatan pasien beresiko
18
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan cedera pada
pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera/KNC) atau Adverse
Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD) selanjutnya pengurangan
kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi perilaku. Perawat harus
melibatkan kognitif, afektif dan tindakan yang mengutamakan
keselamatan pasien. World Health Organization (WHO), 2014
Keselamatan pasien merupakan masalah kesehatan masyarakat global
yang serius.
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu sistem
pada rumah sakit dalam membuat asuhan sehingga pasien merasa lebih
aman (Depkes, 2008). Para pengambil kebijakan, pemberi pelayanan
kesehatan dan pelanggan menempatkan keamanan sebagai prioritas
pertama pelayanan. Program patient safety merupakan suatu hal yang
lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan (Yuwantina, 2012).
Keselamatan pasien di rumah sakit (KPRS) adalah sistem
pelayanan dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan asuhan pasien
menjadi lebih aman, termasuk didalamnya mengukur resiko,
identifikasi dan pengelolahan resiko terhadap pasien analisa insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta
menerapkan solusi untuk mengurangi resiko (WHO, 2004). Oleh karena
itu diperlukan komitmen dan ethis dalam keperawatan. Keselamatan
pasien merupakan suatu sistem yang sangat dibutuhkan dengan adanya
sistem ini diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dalam
19
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
penanganan pasien baik pada pasien UGD, rawat inap maupun pasien
poliklinik (PERSI, 2008).
Menurut JCAHO (2007), 65 % dari KTD yang terjadi di rumah
sakit berdampak pada kematian pasien. Menurut KKP-RS (2010),
insiden KTD di Indonesia mencapai 46,67% dengan provinsi Jawa
Barat menempati urutan tertinggi yaitu 33.33%, dan berurutan provisi
Banten sebesar 20.0%, Jawa Tengah sebesar 20.0%, DKI Jakarta
sebesar 16.67%, Bali sebesar 6.67%, dan Jawa Timur sebesar 3.33%.
Angood (2007) dalam Dewi (2012) mengungkapkan bahwa
berdasarkan hasil kajian data penyebab utama KTD di rumah sakit
adalah komunikasi. Alvarado (2006) mengungkapkan bahwa
ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak yang serius
pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel (kejadian yang
mengakibatkan kematian atau cedera serius di rumah sakit) disebabkan
karena buruknya komunikasi.
2. Standar keselamatan pasien
Departemen Kesehatan RI (2006) telah membuat dan
menerbitkan satu buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (Patient Safety) yang di dalamnya terdapat 7 standar yang
membahas tentang keselamatan pasien pada tahun 2008 yakni:
20
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
a. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemugkinan
terjadinya kejadian tak diharapkan.
Kriteria :
1) Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan
2) Dokter penanggungjawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
3) Dokter penanggungjawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan dan prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan KTD
b. Mendididik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien.
Keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan proses pelayanan.
Karena itu di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
1) Memberi informasi yang benar, jelas, lengkap, dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien serta
keluarga
21
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
a. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
1) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari
saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan
pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar
dari rumah sakit
2) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transaksi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar
3) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan,
pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya
22
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
4) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif
b. Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perencanaan yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor – faktor lain yang
berpotensi resiko bagi pasien sesuai dengan “langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit”
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
antara lain yang terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen resiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan
evaluasi suatu proses kasus resiko tinggi
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem
yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin
23
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi resiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi KTD/KNC.
c) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah rakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
e) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya
dalam meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatan
pasien.
Kriteria:
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi resiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis
kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari KNC (Near
miss) sampai dengan KTD (Adverse event).
24
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
4) Tersedia prosedur ”cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang analisis akar masalah (RCA) kejadian pada saat
program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
atau kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
kejadian.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam Rumah Sakit
dengan pendekatan antar disiplin.
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
25
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
9) Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
d. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan
orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaiatan jabatan
dengan keselamatan pasien secara jelas.
b) Rumah sakit menyelenggarakan program pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
1) Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik tentang
keselamatan pasien sesuai dangan tugasnya masing – masing.
2) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin
dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
26
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
e. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
a) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
1) Perlu di sediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal- hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
3. Sasaran keselamatan pasien (Wardhani, 2017)
Sasaran keselamatan pasien mencerminkan komitmen yang
harus dicapai sebagai indikator sistem pelayanan kesehatan yang lebih
aman. Sejalan dengan profil permasalahan dan kapasitas setiap negara
maka dikembangkan tujuan nasional keselamatan pasien. Selain itu,
karena keselamatan pasien menjadi kesepakatan global, mendorong
penetapan tujuan internasional keselamatan pasien.
Sebagai wujud kesadaran bersama, WHO menyusun sasaran
kesalamatan pasien internasional. Sasaran tersebut menjadi acuan
lembaga akreditasi rumah sakit dalam menilai kinerja keselamatan
27
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
pasien di rumah sakit. Terdapat enam hal yang menjadi sasaran
keselamatan pasien internasional. Secara sederhana sasaran tersebut
menyatakan bahwa organisasi pelayanan kesehatan harus memastikan
ketepatan orang, informasi, obat, dan operasi serta mengurangi resiko
infeksi dan jatuh.
Keenam sasaran keselamatan pasien tersebut kemudian
dikembangkan menjadi elemen penilaian bagi rumah sakit agar
memudahkan ukuran ketercapaian tujuan tersebut. Di Indonesia keenam
sasaran tersebut telah diterjemahkan menjadi dua hingga lima elemen di
masing – masing sasaran dan sub sasaran dengan total 35 elemen
penilaian pada standar akreditasi rumah sakit.
1) Sasaran 1 : Mengidentifkasi pasien dengan benar
Standar SKP. 1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin
ketepatan (akurasi) identifikasi pasien.
a. Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien
b. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2
(dua) identitas dan tidak boleh menggunakan nomor kamar
pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan regulasi rumah
sakit
c. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan,
prosedur diagnostik, dan terapeutik
28
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk
darah, pengambilan spesimen, dan pemberian diet
e. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima
cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau
pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, katerisasi
jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap
pasien koma.
2) Sasaran 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif
Standar SKP.2 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
melaksanakan proses meningkatkan efektifitas komunikasi verbal
dan atau komunikasi melalui telepon antar-PPA.
Elemen Penilaian SKP. 2
a. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional
pemberi asuhan
b. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antarprofesional pemberi
asuhan
c. Pesan secara verbal lewat telepon ditulis lengkap, dibaca ulang
oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara
lengkap.
Standar SKP.2.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses
pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis.
Elemen penilaian SKP 2.1.
29
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
a. Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan
diagnostik dan hasil diagnostik kritis
b. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa
yang harus menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik
dan dicatat di rekam medis
Standar SKP.2.2 Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses
komunikasi “serah terima” (hand over)
Elemen penilaian SKP 2.2
Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan diantara
professional pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah terima
pasien (hand over)
a. Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses
serah terima pasien (hand over) bila mungkin melibatkan pasien.
b. Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang
terjadi waktu serah terima pasien (hand over) untuk memperbaiki
proses
3) Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus
diwaspadai (Hight Alert Medications)
Standar SKP.3 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
melaksanakan proses meningkatkan keamanan terhadap obat-obat
yang perlu diwaspadai.
Elemen penilaian SKP. 3
30
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
a. Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan,
penyiapan, dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai
b. Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah dibuat
c. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu diwaspadai
yang disusun berdasar atas data spesifik sesuai dengan regulasi
d. Tempat penyimpanan, pelabelan, dan penyimpanan obat yang
perlu diwaspadai termasuk obat NORUM diatur di tempat aman
Standar SKP.3.1 Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
melaksanakan proses mengelola penggunaan elektrolit konsentrat
Elemen penilaian SKP.3.1
a. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
mencegah kekurang hati-hatian dalam mengelola elektrolit
konsentrat
b. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja/ instalasi
farmasi atau depo farmasi
4) Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur
yang benar, pembedahan pada pasien yang benar
Standar SKP.4 Rumah sakit memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-
Prosedur, dan Tepat-Pasien sebelum manjalani tindakan dan atau
prosedur
Elemen penilaian SKP. 4
a. Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau
tindakan invasif (site marking)
31
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
b. Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di tempat sayatan
operasi pertama atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali
dengan cepat sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan rumah sakit
c. Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif
(site marking) dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi
atau tindakan invasif dengan melibatkan pasien.
Standar SKP.4.1 Rumah sakit memastikan dilaksanakannnya proses
Time-out di kamar operasi atau ruang tindakan sebelum operasi
dimulai
Elemen penilaian SKP.4.1
a. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan
“surgical check list.” (Surgical Safety Cheklist dari WHO Patient
Safety 2009).
b. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit
menyediakan “check list” atau proses lain untuk mencatat,
apakah informed consent sudah benar dan lengkap, apakah
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah
teridentifikasi, apakah semua dokumen dan peralatan yang
dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi
dengan baik.
c. Rumah sakit menggunakan komponen Time-Out yang terdiri atas
identifikasi Tepat-Pasien, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi,
32
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
persetujuan atas operasi dan konfirmasi bahwa proses verifikasi
sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan.
d. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-
Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien jika operasi dilakukan
di luar kamar operasi termasuk prosedur tindakan medis dan gigi.
5) Sasaran 5 : Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Standar SKP 5
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan
melaksanakan evidence based hand hygene guidelines untuk
menurunkan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Elemen penilaian SKP 5
a. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand
hygiene) yang mengacu pada standar WHO terkini
b. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand
hygiene) di seluruh rumah sakit sesuai dengan regulasi
c. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan
prosedur
d. Ada bukti staf melaksanakan cuci tangan pada lima saat cuci
tangan
e. Prosedur desinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan
regulasi. Infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya
menurunkan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan
33
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
6) Sasaran 6 : Mengurangi resiko cedera pasien akibat terjatuh
Standar SKP.6 Rumah sakit melaksanakan upaya mengurangi
resiko cedera akibat pasien jatuh
Elemen penilaian SKP.6
a. Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera
karena jatuh
b. Rumah sakit melaksanakan suatu proses assesmen terhadap
semua pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kondisi,
diagnosis, dan lokasi terindikasi beresiko tinggi jatuh sesuai
dengan regulasi
c. Rumah sakit melaksanakan proses assesmen awal, assesmen
lanjutan, assesmen ulang dari pasien – pasien rawat inap yang
berdasar atas catatan teridentifikasi resiko jatuh
d. Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi resiko jatuh bagi
pasien dari situasi dan lokasi yang menyebabkan pasien jatuh
Solusi keselamatan pasien yang dikembangkan oleh WHO dapat
menjadi pilihan strategi untuk mencapai sasaran tersebut. Apabila dikaji
terdapat keterkaitan antara solusi dan SKP. Ketepatan proses
identifikasi dicapai dengan solusi kedua yaitu ketepatan identitas
pasien. Sasaran komunikasi efektif dicapai dengan solusi ketiga dan
ditunjang dengan ketepatan proses transisi. Solusi ketepatan lokasi,
orang dan prosedur ditujukan untuk keselamatan operasi. Keselamatan
pengobatan ditunjang dengan solusi kewaspadaan pada obat dengan
34
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
nama dan rupa mirip, larutan konsentrat tinggi, serta kesesuaian antara
kanul, selang, dan sytinge. Solusi penerapan hand hygiene dan
penggunaan injeksi sekali dipakai ditujukan untuk mencapai sasaran
mengurangi resiko infeksi. Secara spesifik tidak ditetapkan solusi untuk
mencegah resiko pasien jatuh. Meskipun demikian proses identifikasi
pasien tidak hanya memastikan nama tetapi juga harus bisa
mengidentifikasi potensi resiko (termasuk resiko jatuh) sebagai bagian
dari penanda pasien dan informasi pada proses berikutnya.
4. Sasaran keselamatan pasien (WHO, 2007)
Sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan oleh
pemerintah. Maksud dan tujuan sasaran keselamatan pasien adalah
untuk mendorong rumah sakit agar melakukan perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan rumah sakit dan menjelaskan bukti serta
solusi dari para ahli atas permasalahan ini. Sistem yang baik akan
berdampak pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan
keselamatan pasien.
5. Sasaran keselamatan pasien JCI ( Joint Commission International )
Joint Commission International (JCI) adalah lembaga yang
mendedikasikan diri dalam peningkatan kualitas dan keselamatan
kesehatan. JCI memiliki misi meningkatkan kualitas kesehatan secara
terus – menerus kepada masyarakat, dengan bekerjasama dengan
35
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
steakholder, mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan, serta
memberikan inspirasi dalam peningkatan penyediaan pelayanan yang
aman, efektif yang paling tinggi dan bernilai mutunya. Dari ribuan
rumah sakit yang ada di Indonesia hanya beberapa saja yang telah
terakreditasi JCI.
JCI mengeluarkan 6 goals keselamatan pasien (International
Patient Safety Goals/ IPSG) yang menjadi pegangan (SPO) di hampir
seluruh rumah sakit di dunia. Berikut penerapan 6 goals keselamatan
pasien (International Patient Safety Goals) yang diambil dari standar di
rumah sakit Universitas Airlangga, Surabaya.
1) Identifikasi pasien secara tepat
Menggunakan minimal 2 identitas pasien dengan kombinasi
sebagai berikut :
a. Nama lengkap dan tanggal lahir
b. Nama lengkap dan nomor rekam medis
c. Nama lengkap dan alamat
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
a. Melakukan proses feedback saat menerima instruksi melalui
telepon
b. Melakukan hand over saat serah terima pasien
c. Melakukan critical result dalam waktu 30 menit
d. Menggunakan singkatan yang dibakukan
36
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan
perhatian
Tidak menyimpan elektrolit konsentrat tinggi di ruang perawatan
(termasuk potassium chloride/ KCL dan Sodium chloride/ NaCl >
0,9%)
4) Meningkatkan benar lokasi, benar pasien, benar prosedur
pembedahan
a. Melakukan site marking
b. Menggunakan dan melengkapi surgical checklist
c. Melakukan time out
5) Mengurangi resiko infeksi
Melakukan cuci tangan
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptic
c. Setelah terkena cairan pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah terpapar lingkungan pasien
6) Mengurangi resiko jatuh
Melakukan pengkajian awal dan berkala mengenai resiko pasien
jatuh
37
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
C. Kerangka Teori
Penelitian ini mengacu pada kerangka teori model Alfatsa yang
menjelaskan mengenai hubungan interpersonal perawat. Hubungan
interpersonal perawat dapat berpengaruh pada upaya keselamatan pasien
(patient safety) untuk itu perlu adanya sasaran keselamatan pasien
diantaranya pengidentifikasian pasien, komunikasi efektif pada saat
timbang terima, menghindari kesalahan pemberian obat, meniadakan
kesalaham prosedur tindakan, mencegah infeksi nosokomial, dan
mencegah pasien jatuh
Gambar 2.1 : Kerangka Teori (Pambudi, Sutriningsih, dan Yasin, 2018; Alfasta,
2013; Wardhani, 2017)
Sasaran Keselamatan
Pasien :
1. Pengidentifikasian
pasien
2. Komunikasi efektif
saat timbang terima
3. Menghindari
kesalahan
pemberian obat
4. Meniadakan
kesalahan prosedur
tindakan
5. Mencegah infeksi
nosokomial
6. Mencegah pasien
jatuh (Wardhani, 2017)
Hubungan interpersonal perawat
(Alfasta, 2013)
Faktor – faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Status pernikahan
4. Jumlah tanggungan
5. Lama bekerja
6. Pengetahuan perawat
7. Motivasi perawat
8. Supervisi
9. Pengaruh organisasi (Nursing news, 2018)
Faktor – faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Status pernikahan
4. Jumlah tanggungan
5. Lama bekerja
6. Pengetahuan perawat
7. Motivasi perawat
8. Supervisi
9. Pengaruh organisasi
(Pambudi, Sutriningsih, dan Yasin, 2 018)
38
Pengaruh Hubungan Interpersonal..., Wahyu Barokah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini memberikan gambaran tentang
bagaimana pengaruh variabel bebas dengan varibael terikat atau pengaruh
hubungan interpersonal (interpersonal relationship) dengan keselamatan
pasien (patient safety).
Gambar 2.2: Kerangka Konsep
E. Hipotesa
Adanya pengaruh hubungan interpersonal (interpersonal
relationship) perawat dengan upaya keselamatan pasien (patient safety).
Hubungan Interpersonal Perawat Patient Safety